BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Adanya Wanprestasi Dalam Memorandum Of Understanding Antara PT. Matahari Anugerah Perkasa Dengan CV. Ponorogo Di Kota Medan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan zaman, perubahan disegala bidang kehidupan

  dilakukan demi tercapainya kehidupan yang lebih baik. Salah satunya adalah dibidang hukum, hukum merupakan alat bagi masyarakat untuk mengukur benar tidaknya suatu perbuatan yang dilakukan. Hukum berfungsi untuk mengawasi kegiatan kegitan yang dilakukan oleh setiap individu, dan untuk itulah hukum diberlakukan disetiap kehidupan masyarakat, baik dalam hubungan antara yang satu dengan yang lainnya maupun dalam hubungannya dengan perekonomian atau bisnis.

  Perkembangan dunia bisnis dan dunia usaha mendorong semakin banyak pihak asing yang masuk ke Indonesia dalam rangka menjalankan praktek bisnisnya, membuat banyaknya perubahan mengenai hal-hal baru yang terjadi di dalam praktek hukum bisnis di Indonesia. Pada era globalisasi sekarang ini telah membawa peruhan yang begitu cepat dalam hubungan perekonomian ditambah lagi kemajuan teknologi yang sudag semakin canggih, kemajuan ini dikuti dengan perkembangan hukum yang membawa perubahan diberbagai hubungan masyarakat dan negara, serta banyak peraturan dan undang-undang yang diciptakan oleh badan legislatif untuk mengatur hal-hal yang baru muncul sebagai fenomena kehidupan bermasyarakat. Salah satunya norma-norma itu adalah munculnya hubungan hukum dalam bentuk yang disebut

  Memorandum of understanding

  atau dakam bahasaa Indonesia dikenal dengan Nota Kesepahaman.

  1 Dalam bidang hukum Memorandum of understanding ini adalah hal yang baru dan aturan secara khusus yang mengaturnya belum ada yang pasti, dan untuk itulah para pejabat yang bewenang untuk membuat undang undang diarahkan pada pembentukan peraturan perundang-undangan yang memfasilitasi kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti politik, ekonomi dan hukum tersebut.

  Di Indonesia masalah Memorandum of understanding masih merupakan hal yang asing, dimana hukum kontrak kita sendiri masih mengacu pada Kitab Undang- Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek Bab III tentang Perikatan (selanjutnya disebut buku III) yang masuk dan diakui oleh Pemerintahan Hindia Belanda melalui asas Konkordansi yaitu asas yang menyatakan bahwa peraturan yang berlaku pada waktu masa pemerintahan Belanda diberlakukan di Negara Indonesia, hal tersebut untuk memudahkan para pelaku bisnis Eropa/ Belanda agar lebih mudah dalam mengerti hukum.

  Dalam kegiatan bisnis, jenis perikatan yang terpenting adalah perikatan yang

  1

  lahir karena perjanjian. Seiring berjalannya waktu maka pelaku bisnis lokal pun harus pula mengerti isi peraturan dari KUHPerdata terutama Buku III yang masih merupakan acuan umum bagi pembuatan kontrak di Indonesia. Sumber hukum kontrak dalam Civil Law (Indonesia dan sebagian besar Negara Eropa) adalah Undang-undang, Perjanjian antar Negara, Yurisprudensi dan Kebiasaan.

  Pengaturan umum tentang kontrak diatur dalam KUHPerdata buku III. Namun masih banyak hal tentang dan sekitar kontrak tidak diatur baik dalam undang-undang ataupun dalam yurisprudensi dimana para pihak dapat mengatur isi kontrak tersebut 1 Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, PT.Raja Grafindo

  Persada, Jakarta, 2005, hal. 24 berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak yaitu bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya

  2

  dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan demikian, cara ini dikatakan system terbuka, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan. Semakin detil isi kontrak tersebut, maka akan semakin baik pula kontrak tersebut. Karena kalau kepada masalah sekecil-kecilnya sudah disetujui, kemungkinan untuk timbul perselisihan di kemudian hari dapat ditekan serendah mungkin. Karena itu jika dalam dunia bisnis terdapat kontrak yang jumlah halamannya puluhan bahkan ratusan lembar.

  Budaya hukum perjanjian di masyarakat pada dasarnya mengacu pada pasal 1320 KUHPerdata, isi dari perjanjian tersebut harus mengacu kepada unsur-unsur yang terdapat dalam pasal tersebut. Oleh karena itu isi dari kontrak yang dibuat akan lebih banyak karena juga mengatur mengenai hak dan kewajiban para pihak serta dalam hal waktu pembuatan kontrak tersebut memerlukan waktu yang lumayan lama. Untuk itu demi alasan praktis terkadang kontrak sengaja dibuat tipis. Hal ini dilakukan karena yang dilakukan baru hanya ikatan dasar, di mana para pihak belum bisa berpartisipasi atau belum cukup waktu untuk memikirkan detail-detailnya dan agar ada suatu komitmen di antara para pihak, sementara detailnya dibicarakan 2 Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1987, hal 56 dikemudian hari. Hal ini untuk mengusahakan perlindungan sendiri melalui kontrak yang dibentuk dari akibat-akibat perilaku curang mitra bisnisnya. Untuk itu disepakati dahulu prinsip-prinsip dasar dari suatu kesepakatan. Kesepakatan semacam ini sering disebut sebagai Memorandum of Understanding.

  Memorandum of understanding

  adalah suatu perjanjian kesepahaman antara suatu negara dengan negara lain, atau suatu instansi dengan instansi yang lain dalam kerangka kerja sama untuk mencapai suatu tujuan bersama yang saling menguntungkan. Istilah Memorandum Of Understanding merupakan salah satu perkembangan baru khususnya dalam aspek ekonomi, yang sebelumnya didalam aspek ekonomi dan aspek hukum Konvensional Indonesia tidak ada dikenal istilah

  3

  tersebut , terutama dalam hukum kontrak di Indonesia. Oleh karena itu Memorandum

  of understanding

  merupakan perjanjian awal antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain yang sepakat atau sepaham untuk membuat suatu perjanjian tetapi perjanjian tersebut masih berisi perjanjian pokoknya saja, misalnya mengenai objek benda, waktu pelaksanaan konrak, dan sebagainya sedangkan mengenai hak dan kewajiban belum diatur dan akan di atur dengan perjanjian berikutnya.

  Sebelum kontrak disusun atau sebelum transaksi bisnis berlangsung, biasanya terlebih dahulu dilakukan negosiasi awal. Negosiasi merupakan suatu proses upaya untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain. Dalam negosiasi inilah proses tawar

  Memorandum of

  menawar berlangsung. Tahapan berikutnya pembuatan

  Understanding Memorandum of understanding 3 . merupakan pencatatan atau Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonomi, Jakarta, penerbit PT. Grasindo, 2007, hal. 38.

  4

  pendokumentasian hasil negosiasi awal tersebut dalam bentuk tertulis . Pada

  Memorandum Of Understanding walaupun belum merupakan kontrak, penting

  sebagai pegangan untuk digunakan lebih lanjut di dalam negosiasi lanjutan atau sebagai dasar untuk melihat tingkat kelayakan dan prospek transaksi bisnis tersebut dari berbagai sudut pandang yang diperlukan misalnya ekonomi, keuangan, pemasaran, teknik, lingkungan, sosial budaya dan hukum.

  Hal ini diperlukan dalam menilai apakah perlu atau tidaknya melanjutkan transaksi atau negosiasi lanjutan. Banyak hal yang melatarbelakangi dibuatnya Memorandum

  

Of Understanding salah satunya adalah karena prospek bisnis suatu usaha dirasa

  belum jelas benar dan dengan negosiasi yang rumit dan belum ada jalan keluarnya, sehingga dari pada tidak ada ikatan apa-apa maka dibuatlah Memorandum Of

  Understanding

  . Adapun yang merupakan ciri-ciri dari suatu Memorandum Of

5 Understanding

  adalah sebagai berikut :

  a. Isinya ringkas, bahkan sering satu halaman saja

  b. Berisikan hal yang pokok saja

  c. Hanya berisikan pendahuluan saja, yang akan diikuti oleh perjanjian lain yang lebih rinci.

  d. Mempunyai jangka waktu berlakunya, misalnya 1 bulan, 6 bulan atau setahun.

  Apabila dalam jangka waktu tersebut tidak ditindaklanjuti dengan 4

  http://dedi.blogspot.com/2011/01/perbedaan-memorandum-of-understanding.html (diakses tanggal 14 desember 2011) 5 Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku Keempat, PT. Citra Aditya Bakti Bandung, 2002, hal 94.

  penandatanganan suatu perjanjian yang lebih rinci, maka Memorandum Of Understanding tersebut akan batal, kecuali diperpanjang dengan para pihak.

  e. Biasanya dibuat dalam bentuk di bawah tangan saja tanpa adanya materai.

  f. Biasanya tidak ada kewajiban yang bersifat memaksa kepada para pihak untuk membuat suatu perjanjian yang lebih detil setelah penandatanganan Memorandum

  Of Understanding Memorandum of understanding

  juga dapat dibuat antara para pihak dimana saja, oleh karena lebih praktisnya kesepakatan didalam

  Memorandum of

understanding tersebut, membuat para pihak lebih memilih membuat suatu perjanjian

Memorandum of understanding daripada membuat Perjanjian Otentik lainnya.

  Ada beberapa alasan mengapa dibuat Memorandum of understanding terhadap suatu transaksi bisnis

  6

  , yaitu :

  1. Karena prospek bisnisnya belum jelas benar, sehingga belum bisa dipastikan apakah deal kerja sama tersebut akan ditindaklanjuti atau tidak.

  2. Karena dianggap penandatanganan kontrak masih lama dengan negosiasi yang alot. Karena itu, daripada tidak ada ikatan apa-apa sebelum ditandatanganinya kontrak tersebut, dibuatlah Memorandum of understanding yang akan berlaku untuk sementara waktu.

  3. Karena masing-masing pihak dalam perjanjian masih ragu-ragu dan masih perlu waktu untuk pikir-pikir dalam hal menandatangani suatu kontrak, sehingga untuk pedoman awal dibuatlah Memorandum of understanding . 6 Munir Fuady, Op.cit, hal 90

  4. Memorandum of understanding dibuat dan ditandatangani oleh pihak eksekutif (direktur) dari suatu perusahaan tanpa memperhatikan hal detail terlebih dahulu dan tidak dirancang dan dinegoisasi khusus oleh staf-stafnya yang lebih rendah tetapi lebih menguasai teknis.

  Menurut pendapat Yunirman Rijan, yang menjadi alasan para pihak lebih tertarik membuat suatu Memorandum of understanding daripada membuat perjanjian

  7

  lainnya adalah :

  1. Untuk menghindari kesulitan dalam pembatalan. Jika para pihak belum terlalu yakin terhadap pokok-pokok yang disepakati.

  2. Untuk membuat perjanjian/kontrak yang terperinci ada kemungkinan diperlukan waktu yang lama, oleh karena itu dibuat Memorandum of understanding yang berlaku untuk sementara waktu.

  Dalam penulisan naskah kontrak di samping diperlukan kejelian dalam menangkap berbagai keinginan pihak-pihak, juga memahami aspek hukum, dan bahasa kontrak. Penulisan kontrak perlu mempergunakan bahasa yang baik dan benar dengan berpegang pada aturan tata bahasa yang berlaku. Dalam penggunaan bahasa, baik bahasa Indonesia maupun bahasa asing harus tepat, singkat, jelas dan sistematis.

  Dalam Memorandum of understanding, kesepahaman para pihak yang tertuang dalam bentuk tertulis dimaksudkan sebagai pertemuan keinginan antara pihak yang membuatnya. Sedangkan akibat dari Memorandum of Understanding 7 Yunirman Rijan & Ira koesoemawati, Cara Mudah Membuat Suatu Kontrak Dan Surat

  Penting Lainnya , Raih Asa Sukses, Jakarta, 2009, hal 13 apakah ada dan mengikat kepada para pihak, sangat tergantung dari kesepakatan awal pada saat pembuatan dari Memorandum of Understanding tersebut. Ikatan yang

  Memorandum of understanding

  muncul dalam adalah ikatan moral yang berlandaskan etika bisnis, yang apabila dikaitkan dengan asas dalam perjanjian yaitu asas Pacta Sunt Servanda sangat berbanding terbalik.

  Asas Pacta Sunt Servanda adalah merupakan asas kepastian hukum karena perjanjian yang di buat secara sah mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Asas ini dapat disimpulkan dari kata “ berlaku sebagai undang-

  8

  undang bagi mereka yang membuatnya”dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. , yang artinya didalam perundang-undangan, kesepakatan didalam Memorandum of

  understanding

  tersebut memiliki kekuatan hukum sesuai dengan pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Sebagai ikatan hukum, pengertian perjanjian atau agreement merupakan pertemuan keinginan (kesepakatan yang dicapai) oleh para pihak yang memberikan konsekuensi hukum yang mengikat kepada para pihak, untuk melaksanakan poin -poin kesepakatan. Suatu perjanjian bisa dikatakan sah dan berlaku mengikat para pihak yang membuat perjanjian bila perjanjian itu sudah memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang meliputi syarat subyektif dan syarat obyektif yaitu : 1.

  Kata sepakat dari mereka yang mengikatkan diri (toesteming).

2. Adanya kecakapan untuk mengadakan perikatan (bekwaanmheid).

  8 Much Nurachmad, Buku Pintar Memahami dan Membuat Surat Perjanjian, Cetakan

  Pertama, Transmedia Pustaka, Jakarta, 2010, hal 15

3. Mengenai suatu obyek tertentu (een bepaal onderweap).

  9 4. Mengenai kausa yang diperbolehkan (geoorloofde oorzak.

  Dan apabila salah satu pihak ingkar janji atau wanprestasi, maka pihak yang wanprestasi tersebut diwajibkan untuk mengganti kerugian kepada pihak yang dirugikan sebagaimana disepakati dalam perjanjian. Sedangkan pada Memorandum of

  understanding

  tidak ada kewajiban yang demikian. Perjanjian Memorandum of

  understanding

  dimaksudkan hanya untuk sebagai pengikat antara para pihak yang bersifat moral saja.

  Memorandum of understanding sering di pergunakan banyak pihak karena

  bersifat lebih praktis dan bersifat sementara, artinya Memorandum of understanding dapat dibatalkan oleh kedua belah pihak sewaktu-waktu dengan alasan tertentu sebelum perjanjian lain yang bersifat mengatur hak dan kewajiban belum dibuat.

  Memorandum of understanding

  sengaja dibuat dan tidak formal karena biasanya hanya dilakukan di bawah tangan saja. Memorandum of understanding sengaja dibuat ringkas karena pihak yang menandatangani Memorandum of understanding tersebut merupakan pihak-pihak masih dalam negosiasi awal, akan tetapi daripada tidak ada ikatan apa-apa maka dibuatlah Memorandum of understanding. Namun dalam praktek sering terjadi judul yang digunakan Memorandum of Understanding, namun isinya merupakan perjanjian yang sudah mengikat para pihak sehubungan dengan isi perjanjian tersebut.

  Sejauh mana perbedaan Memorandum of Understanding lebih menunjuk kepada bentuk kesamaan pandangan bagi para pihak pembuatnya. Kesamaan 9 Soetojo Prawirohamidjodjo, Hukum Perikatan, Surbaya, Bina Ilmu, , 1984, hal. 23 pandangan bagi para pihak dan kesamaan kehendak yang kemudian di wujudkan dalam bentuk tertulis. Dalam Memorandum of understanding, kesepahaman para pihak yang tertuang dalam bentuk tertulis dimaksudkan sebagai pertemuan keinginan

  Memorandum of

  antara pihak yang membuatnya. Sedangkan akibat dari

  Understanding

  apakah ada dan mengikat kepada para pihak, sangat tergantung dari kesepakatan awal pada saat pembuatan dari Memorandum of Understanding tersebut. Ikatan yang muncul dalam Memorandum of understanding adalah ikatan moral yang berlandaskan etika bisnis, sedangkan ikatan dalam perjanjian merupakan ikatan hukum yang berlandaskan pada aturan hukum dan pada kesepakatan para pihak yang

  10 dipersamakan dengan hukum.

  Memorandum of understanding

  dapat dibagi menurut negara yang membuatnya dan menurut kehendak para pihaknya. Menurut negara yang membuatnya, memorandum of understanding dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

  Memorandum of understanding

  1) yang bersifat nasional, merupakan memorandum

  of understanding

  yang kedua belah pihaknya adalah warga negara atau badan hukum Indonesia.

  Memorandum of understanding

  2) yang bersifat internasional, merupakan nota kesepahaman yang dibuat antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara asing dan/atau antara badan hukum Indonesia dengan badan hukum

  11 asing. 10 http://andinurdiansah.blogspot.com/2011/01/perbedaan-memorandum-of understanding .html (diakses tanggal 14 desember 2011) 11 Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta 2003. hal 50.

  Sedangkan jenis Memorandum of understanding berdasarkan kehendak para pihaknya, dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu : 1) Para pihak membuat Memorandum of understanding dengan maksud untuk membina ikatan moral saja diantara mereka, dan karena itu tidak ada pengikatan secara yuridis diantara mereka. 2) Para pihak memang ingin mengikatkan diri dalam suatu kontrak, tetapi baru ingin mengatur kesepakatan-kesepakatan yang umum saja, dengan pengertian bahwa hal-hal yang mendetail akan diatur kemudian dalam kontrak yang lengkap.

  3) Para pihak memang berniat untuk mengikatkan diri satu sama lain dalam suatu kontrak, tapi hal itu belum dapat dipastikan, mengingat adanya keadaan-keadaan atau kondisi-kondisi tertentu yang belum dapat dipastikan.

  12 Dalam suatu kontrak, semakin kuat kedudukan salah satu pihak, semakin

  besar pula ancaman terhadap pihak lainnya. Namun masalah lemahnya jaminan perlindungan hukum Indonesia terhadap kepentingan bisnis pihak mitra Indonesia merupakan akibat dari lemahnya sistem hukum kontrak yang berlaku di Indonesia di mana banyak hal-hal baru yang tidak diatur dalam sistem hukum di Indonesia terutama mengenai kontrak.

  Berbeda dengan ketentuan hukum Inggris, keinginan para pihak yang berkontrak untuk menegaskan konsekuensi hukum yang mengikat (intention to create 12 Salim H.S, Op.cit, hal 51.

  legal relation)

  dari suatu perjanjian ataupun kontrak yang disepakati, dengan tegas dibuat menjadi salah satu syarat tentang keberlakuan kontrak di hukum kontrak.

  Menurut ketentuan hukum Inggris, misalnya ; untuk sahnya suatu kontrak harus di penuhi lima syarat, yaitu : pertama, adanya penawaran ( offeror); kedua, adanya penerimaan (acceptance) dari pihak yang menerima penawaran (offeree); ketiga, masing-masing pihak mempunyai legal capacity untuk melakukan hubungan hukum tersebut; keempat, adanya pertemuan hak dan kewajiban (consideration); kelima, adanya keinginan dari masing-masing pihak tersebut agar kesepakatan tersebut

  13 mengikat secara hukum (intention to create legal relation).

  Di Amerika Serikat, Pengadilan Negeri telah menerapkan doktrin Promissory

  Estoppel

  , yaitu doktrin yang mencegah seseorang untuk menarik kembali janjinya dalam hal pihak yang menerima janji tersebut telah melakukan sesuatu perbuatan atau tidak melakukan satu perbuatan sehingga dia akan menderita kerugian jika pihak

  

14

yang memberi janji menarik janji tersebut.

  Sangat jelas pada syarat kelima di tegaskan bahwa adanya intention to create legal relation merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk mendukung terjadinya suatu kontrak. Dengan demikian, dari awal para pihak telah menentukan sampai sejauh mana sebenarnya daya berlaku dari perjanjian yang telah dibuat tersebut di depan hukum. Atas dasar itu pula lah muncul perjanjian-perjanjian dalam bentuk memorandum of understanding, letter of intent, letter of comfort, dan 13 Ricardo Simanjuntak, teknik perancangan kontrak bisnis, mingguan ekonomi & bisnis

  , 2006, hal 37 kontan 14 Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Jakarta, Kencana, 2007, hal 11

  perjanjian serupa lainnya yang dari bentuk uraian di atas, secara teori sebenarnya dimaksudkan hanyalah merupakan langkah prakontrak yang seharusnya dimaksudkan untuk tidak mempunyai kekuatan hukum.

  Didalam suatu perjanjian yang didahulukan dengan membuat Memorandum of

  Understanding dimaksudkan supaya memberikan kesempatan kepada pihak yang

  bersepakat untuk memperhitungkan apakah saling menguntungkan atau tidak jika diadakan kerja sama, sehingga agar Memorandum of Understanding dapat ditindaklanjuti dengan perjanjian dan dapat diterapkan sanksi-sanksi. Jika salah satu pihak melakukan wanprestasi, tetapi jika sanksi-sanksi sudah dicantumkan dalam

  Memorandum of Understanding

  akan berakibat bertentangan dengan hukum perjanjian/perikatan, karena dalam Memorandum of Understanding belum ada suatu hubungan hukum antara para pihak, yang berarti belum mengikat. Oleh karena itu, subyek bisnis, tetap mengusahakan perlindungan sendiri melalui kontrak yang dibentuk dari akibat-akibat perilaku curang mitra bisnisnya seperti wanprestasi.

  Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda wanprestatie artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik yang timbul perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang. Suatu perjanjian lahir pada detik tercapainya kesepakatan atau persetujuan kedua belah pihak mengenai apa yang menjadi obyek perjanjian. Apabila si yang berkewajiban tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka pihak yang ia melakukan wanprestasi atau

  15

  ingkar janji sesuai dengan pasal 1243 KUHPerdata yang berbunyi : “Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan barulah mulai diwajibkan, apabila siberutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi 15 Ridwan Syahrani, Seluk Beluk dan Azaz-Azaz Hukum Perdata,Alumni, Bandung, 1989., hal. 280 perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuat tenggang waktu yang telah dilampaukannya”.

  Pengingkaran terhadap Memorandum of understanding sering ditemui dalam kontrak bisnis dalam hal pengadaan barang dan jasa. Pengingkaran yang terjadi dalam substansi dari Memorandum of understanding dapat dikategorikan menjadi dua bagian yaitu : a. Pengingkaran terhadap substansi Memorandum of understanding yang tidak berkedudukan sebagai kontrak.

  b. Pengingkaran substansi Memorandum of understanding yang berkedudukan sebagai kontrak (wanprestasi).

  Untuk Memorandum of understanding yang sifatnya bukan merupakan suatu kontrak maka tidak ada sanksi apapun bagi pihak yang mengingkarinya kecuali sanksi moral. Upaya penyelesaian untuk masalah ini lebih pada musyawarah untuk mencari suatu jalan keluarnya.

  Adanya sanksi moral dalam hal ini dimisalkan bahwa pihak yang mengingkarinya Memorandum of understanding hanya mendapatkan suatu anggapan tidak baik terhadap track recordnya. Dan bila mana mereka mengadakan suatu perjanjian terhadap pihak lain maka kemungkinan tidak akan diberi kepercayaan untuk melakukan perbuatan hukum yang menyangkut hal tersebut. Biasanya didalam

  Memorandum of understanding

  , yang sering timbul permasalahan adalah ketika terjadi wanprestasi diantara para pihak. Maksudnya adalah salah satu pihak tidak melakukan prestasinya sesuai dengan yang disepakati didalam Memorandum of

  understanding .

  Perlindungan hukum terhadap pihak yang dirugikan di dalam Memorandum of

  understanding

  tersebut di Indonesia sendiri belum diatur secara tegas, disebabakan karena peraturan atau undang-undang yang mengatur mengenai Memorandum of

  understanding

  tersebut belum ada. Sehingga yang menjadi permasalahan adalah bagaimana perlindungan hukumnya serta upaya hukum apa saja yang dapat dilakukan oleh pihak yang dirugikan tersebut untuk menuntut haknya apabila terjadi wanprestasi.

  Kemudian bagaimana dengan kedudukan dari Memorandum of understanding yang tidak mempunyai suatu kekuatan hukum yang memaksa (sanksi) sehingga bisa mempunyai sanksi. Hal itu tentunya tidak terlepas dari teori ratifikasi. Dimana yang dimaksud dengan ratifikasi disini adalah suatu tindakan pengakuan yang menguatkan tindakan yang telah dilakukan sebelumnya, dalam hal ini akan menguatkan perjanjian

  16 yang telah dilakukan sebelumnya.

  Jadi dalam hal ini Memorandum of understanding yang telah dibuat sebelumnya diratifikasi menjadi sebuah kontrak baru dengan substansi lebih tegas menyangkut hak dan kewajiban masing-masing pihak disertai dengan sanksi yang tegas pula jika terdapat suatu pelanggaran.

  Sedangkan untuk Memorandum of understanding yang sifatnya sudah merupakan suatu kontrak maka apabila terjadi suatu wanprestasi terhadap substansi dalam Memorandum of Understanding ini maka pihak tersebut harus memenuhi prestasi yang telah dilanggarnya atau ia akan dikenai sanksi dari perundang-undangan yang berlaku. 16 Munir Fuady I, Op.Cit., hal. 63.

  Sebagai salah satu contoh, adanya wanprestasi di dalam Memorandum of

  Understanding

  adalah berupa wanprestasi yang terjadi antara PT. Matahari Anugerah Perkasa dengan CV. Ponorogo. Dalam Memorandum of Understanding antara PT. Matahari Anugerah Perkasa dengan CV. Ponorogo disebutkan bahwa kedua belah pihak sepakat untuk membuat suatu ikatan dalam hal pengadaan barang dan jasa berupa pengadaan Batu Bara, dimana dalam proses pelaksanaannya, CV. Ponorogo tidak menjalankan kewajibannya sesuai dengan yang disebutkan dalam Memorandum

  of Understanding tersebut.

  B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah di kemukakan di atas, maka perumusan masalah yang menjadi dasar pembahasan dalam tesis ini adalah sebagai berikut :

  1. Bagaimana pengaturan hukum di Indonesia mengenai Memorandum of

  Understanding

  apabila terjadi wanprestasi oleh salah satu pihak pada saat proses pelaksanaan Memorandum of Understanding tersebut?

  2. Bagaimana penyelesaian sengketa terhadap adanya wanprestasi di dalam

  Memorandum of Understanding

  yang di buat antara PT. Matahari Anugerah Perkasa dengan CV. Ponorogo?

  3. Bagaimana sanksi hukum yang diterima oleh para pihak apabila tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan yang disepakati dalam Memorandum

  of Understanding

  tersebut?

  C. Tujuan Penelitian

  Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian tesis ini berdasarkan permasalahan yang di kemukakan di atas adalah :

  1. Untuk mengetahui pengaturan hukum di indonesia mengenai

  Memorandum of Understanding serta tanggung jawab para pihak di dalam Memorandum of Understanding tersebut.

  2. Untuk mengetahui upaya-upaya hukum yang dapat di tempuh para pihak, apabila terjadi sengketa dalam pelaksanaan perjanjian Memorandum of

  Understanding tersebut.

  3. Untuk mengetahui sanksi hukum yang di terima oleh para pihak apabila tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan yang disepakati dalam Memorandum

  of Understanding tersebut.

D. Manfaat Penelitian

  Penelitian yang dilakukan di dalam tesis ini memiliki manfaat teoritis dan manfaat praktis sesuai dengan yang didasarkan pada tujuan penelitian. Adapun kedua manfaat penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Secara Teoritis Penelitian tesis ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum dan juga untuk memberikan masukan bagi penyempurnaan pranata hukum, khususnya dalam lapangan hukum perikatan atau perjanjian yang berlaku di Indonesia yaitu mengenai perjanjian Memorandum Of

  Understanding antara PT. Matahari Anugerah Perkasa dengan CV. Ponorogo.

  2. Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada para penegak hukum dan pembuat peraturan perundang-undangan untuk menyempurnakan kembali peraturan-peraturan dibidang hukum perikatan atau perjanjian, sehingga tercipta suatu unifikasi hukum di masyarakat.

  E. Keaslian Penelitian

  Berdasarkan informasi yang di dapat dari penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, ternyata penelitiaan tentang ‘Tinjauan

  Memorandum of

  Yuridis terhadap adanya wanprestasi didalam perjanjian

  Understanding

  antara PT. Matahari Anugerah Perkasa dengan CV. Ponorogo belum pernah di temukan judul atau penelitian tentang judul diatas sebelumnya, maka dengan demikian penelitian ini adalah asli, serta dapat di pertanggung jawabkan keasliannya.

  F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka teori

  Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses

  17

  tertentu terjadi. Pengertian lain dari teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang

  18

  lebih umum. Adapun Teori menurut Maria S.W. Sumarjono adalah : “Seperangkat proporsi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah ada didefenisikan dan saling berhubungan antara variabel sehingga menghasilkan pandangan sistimatis dari 17 J.J.J. M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisman, Penelitian Ilmu-ilmu social, Jilid I,

  Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hal 203 18 H.R.Otje Salman dan Anton F Susanto, Teori Hukum, Refika Aditama,Bandung, 2005, hal.21 fenomena yang digambarkan oleh suatu variabel dengan variabel yang lainnya dan

  19

  menjelaskan bagaimana hubungan antara variabel tersebut. Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis mengenai sesuatu kasus atau

  20 permasalahan (problem)yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.

  Yang menjadi unsur-unsur sahnya perjanjian telah diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, didalam pasal tersebut yang menjadi salah satu unsur sahnya adalah adanya kesepakatan diantara kedua belah pihak. Dalam hal kesepakatan, maka kedua belah pihak harus mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan dirinya. Kemauan yang bebas merupakan syarat pertama untuk sahnya perjanjian. Perjanjian dianggap tidak ada apabila ada cacat-cacat kemauan yang berupa paksaan (dwang), kekhilafan (dwaling), atau penipuan (bedrog) Jadi, kesepakatan itu penting diketahui karena merupakan awal terjadinya perjanjian. Untuk mengetahui kapan kesepakatan itu terjadi, ada beberapa macam teori yaitu : (1) Teori kehendak (wilstheorie), mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima tawaran dinyatakan, misalnya dengan menuliskan surat.

  (2) Teori pengiriman (verzendentheorie), mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran. 19 Maria S.W. Sumarjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia, Yogyakarta, 1989, hal 12. 20 M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 27

  (3) Teori pengetahuan (vernemingstheorie), mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima (walaupun penerimaan itu belum diterimanya dan tidak diketahui secara langsung).

  (4) Teori kepercayaan (vertrouwenstheorie), mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang

  21 menawarkan.

  Untuk mengetahui kapan terjadinya kesepakatan, terdapat beberapa macam teori, antara lain : 1) Teori Pernyataan, mengajarkan bahwa sepakat terjadi saat kehendak pihak yang menerima tawaran menyatakan menerima penawaran itu.

  2) Teori Pengiriman, mengajarkan bahwa sepakat terjadi pada satu kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran.

  3) Teori Pengetahuan, mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima.

  4) Teori Penerimaan, mangajarkan kesepakatan terjadi pada saat pihakyang

  22 menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.

  Bila pernyataan yang keluar tidak sama dengan kehendak yang sebenarnya

  23

  maka terdapat beberapa teori yang dapat dipergunakan, antara lain : 21 22 http://eprints.uns.ac.id/265/1/170232311201010211.pdf , diakses tanggal 30 juni 2012. 23 Salim HS, Op.Cit hal 30-31 Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata tentang Benda dan Hukum Perikatan,

  Nuans Aulia, Bandung, hal-93-94

  1) Teori Kehendak, menurut teori ini yang menentukan apakah telah terjadi kontrak adalah adanya kehendak dari para pihak.

  2) TeoriPernyataan, menurut teori ini yang menentukan apakah telah terjadi kontrak adalah adanya pernyataan, Jika terjadi perbedaan antara kehendak dengan pernyaaan amakakontrk tetap terjadi. 3) Teori Kepercayaan, menurut teori ini yang menentukan apakah telah terjadi kontrak atau belum adalah pernyataan seseorang yang secara objektif dapat dipercaya. Penelitian tesis ini sendiri menggunakan teori Kepastian Hukum, dimana Teori kepastian hukum mengandung pengertian

  

24

  :

  a. adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh dan perbuatan apa yang tidak boleh dilakukan.

  b. berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.

  Didalam Memorandum of Understanding antara PT. Matahari Anugerah Perkasa dengan CV. Ponorogo teori kepastian hukum ini dipakai untuk menjelaskan bahwa Memorandum of Understanding pengadaan barang dan jasa yang terjadi antara PT. Matahari Anugerah Perkasa dengan CV. Ponorogo sebagai pihak yang 24 J.B Dayo, Pengantar Ilmu Hukum, Buku Panduan Mahasiswa , Jakarta : Prennahlindo,

  2001, hal.120 menyediakan barang, haruslah memberikan kekuatan hukum yaitu jaminan atas pelaksanaan hak dan kewajiban diantara kedua pihak sehingga pelaksanaan

  Memorandum of Understanding

  tersebut dapat dipertanggung jawabkan dengan segala akibatnya menurut hukum. Kepastian Hukum adalah tujuan utama dari hukum yang oleh Roscue Pound dikatakan bahwa adanya kepastian hukum memungkinkan

  25

  adanya ‘Predictability’ Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yang pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dan kedua berupa keamanan bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.

  Memorandum merupakan suatu nota / surat peringatan tak resmi yang merupakan suatu bentuk komunikasi yang berisi antara lain mengenai saran, arahan

  26

  dan penerangan . Terhadap suatu Memorandum of Understanding, selain istilah

  Memorandum of Understanding

  yang sering dipakai sebagai singkatan dari

  Memorandum of Understanding

  , juga banyak dipakai istilah-istilah lain misalnya nota kesepahaman atau terkadang disebut sebagai nota kesepakatan. Tetapi, walaupun begitu istilah Memorandum of Understanding tetap merupakan istilah yang paling populer dan lebih bersifat internasional dibandingkan dengan istilah-istilah lainnya. 25 Pieter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group , Jakarta,

  2009, hal.158 26 Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986, hal. 319

  Dalam perbendaharaan kata-kata Indonesia, istilah Memorandum of Understanding diterjemahkan ke dalam berbagai istilah yang bervariasi, yang tampak belum begitu baku. Sebut saja misalnya istilah seperti “Nota Kesepakatan atau Nota Kesepahaman”.

  Istilah lain yang sering juga dipakai untuk Memorandum of Understanding ini, terutama oleh negara-negara Eropa adalah apa yang disebut dengan Head

  Agreement, Cooperation Agreement,

  dan Gentlement Agreement yang sebenarnya mempunyai arti yang sama saja dengan arti yang dikandung oleh istilah

27 Memorandum of Understanding . Untuk melihat apakah Memorandum of

  Understanding

  tersebut kontrak atau bukan, terlebih dahulu dijabarkan beberapa asas-

  28 asas yang berlaku dalam hukum kontrak.

  Asas-asas tersebut antara lain : 1) Hukum kontrak bersifat mengatur

  Sebagaimana diketahui bahwa hukum dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :

  a. Hukum memaksa (dwingend recht, mandatory law)

  b. Hukum mengatur (aanvullen recht, optional law) Hukum tentang kontrak pada prinsipnya tergolong kepada hukum yang mengatur. Artinya bahwa hukum tersebut baru berlaku sepanjang para pihak tidak mengaturnya lain. Jika para pihak dalam kontrak mengaturnya secara 27 lain dari yang diatur dalam hukum kontrak, maka yang berlaku adalah apa

  Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku Keempat, PT. Citra Aditya Bakti Bandung ,2002, hal 90 28 Munir Fuady I, Op.Cit.,hal 29-32.

  yang diatur sendiri oleh para pihak tersebut kecuali undang-undang menentukan lain. 2) Asas kebebasan berkontrak

  Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

  29

  membuatnya. Salah satu asas dalam hukum kontrak adalah asas kebebasan berkontrak (freedom of contract). Artinya adalah bahwa para pihak bebas membuat kontrak dan mengaturnya sendiri isi kontrak tersebut, sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut : (a) Memenuhi syarat sebagai suatu kontrak (b) Tidak dilarang oleh undang-undang (c) Sesuai dengan kebiasaan yang berlaku (d) Adanya suatu itikad baik Asas kebebasan berkontrak ini merupakan refleksi dari sistem terbuka (opensystem) dari hukum kontrak tersebut.

  Asas kebebasan berkontrak dapat disimpulkan dari ketentuan pasal 1338 KUHPerdata. Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan terhadap seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian

  30

  tersebut antara lain :

  a. Bebas menentukan akan melakukan perjanjian atau tidak 29 Subekti dan Tjitrosudibio. 2008. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta : Pradnya

  Paramita, hal 342 30 Ahmadi Miru, 2007, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 4.

  b. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian

  c. Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian

  d. Bebas menentukan bentuk perjanjian

  e. Kebebasan lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan. 3) Asas pacta sun servanda

  Asas pacta sun servada (janji itu mengikat) ini mengajarkan bahwa suatu kontrak yang dibuat secara sah mempunyai ikatan hukum yang penuh. KUH Perdata kita juga menganut prinsip dengan melukiskan bahwa suatu kontrak berlaku seperti undang-undang bagi para pihak. 4) Asas konsensual dari suatu kontrak

  Menurut Moch Najib Imanullah, makna dari asas konsensualisme bahwa perjanjian itu akan mengikat para pihak pada detik tercapainya kata sepakat

  31

  diantara para pihak yang membuatnya mengenai objek perjanjian Hukum kita juga menganut asas konsensual. Maksudnya asas konsensual ini adalah bahwa suatu kontrak sudah sah dan mengikat ketika tercapai kesepakatan, tentunya selama syarat sahnya kontrak lainnya sudah terpenuhi. Jadi, dengan ada nya kata sepakat, kontrak tersebut pada prinsipnya sudah mengikat dan sudah punya akibat hukum, sehingga mulai saat itu juga sudah timbul hak dan kewajiban di antara para pihak.

  5) Asas obligator dari suatu kontrak

31 Moch Najib Imanullah, “Penerapan Asas-asas Hukum Perjanjian Dalam Kontrak

  Edisi 66. Tahun XVI, Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah”. Yustisia Jurnal Hukum. Surakarta, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, 2004, hal 938 Menurut hukum kontrak, suatu kontrak bersifat obligator. Maksudnya adalah setelah sahnya suatu kontrak, maka kontrak tersebut sudah mengikat, tetapi baru sebatas menimbulkan hak dan kewajiban di antara para pihak. Tetapi pada taraf tersebut hak milik belum berpindah ke pihak lain. Untuk dapat memindahkan hak milik, dipergunakan kontrak lain yang disebut dengan kontrak kebendaan. Perjanjian kebendaan inilah yang sering disebut dengan “penyerahan” (levering).

  Mengenai sifat kontrak yang berkaitan dengan saat mengikatnya suatu kontrak dan saat peralihan hak milik ini, berbeda-beda dari masing-masing sistem hukum yang ada, yang terpadu ke dalam 2 (dua) teori sebagai berikut :

  a. Kontrak bersifat riil Teori yang mengatakan bahwa suatu kontrak bersifat mengajarkan dimana suatu kontrak baru dianggap sah jika telah dilakukan secara riil. Artinya, kontrak tersebut mengikat jika telah dilakukan kesepakatan kehendak dan telah dilakukan

  levering sekaligus. Kata sepakat saja belum punya arti apa-apa menurut teori ini.

  Prinsip transaksi yang bersifat “terang” dan “tunai” dalam hukum adat Indonesia merupakan perwujudan dari prinsip kontrak riil ini.

  b. Kontrak bersifat final Teori yang menganggap suatu kontrak bersifat final ini mengajarkan bahwa jika suatu kata sepakat telah terbentuk, maka kontrak telah mengikat dan milik sudah berpindah tanpa perlu kontrak khusus.

  Terdapat beberapa pendapat mengenai kedudukan dari Memorandum of

  Understanding

  , maka dikenal dua macam pendapat sebagai berikut :

1. Gentlemen Agreement

  Pendapat ini mengajarkan bahwa Memorandum of Understanding hanyalah merupakan suatu gentlement agreement saja. Maksudnya kekuatan mengikatnya suatu Memorandum of Understanding tidak sama dengan perjanjian biasa.

2. Agreement is Agreement

  Ada juga pihak yang berpendapat bahwa sekali suatu perjanjian dibuat, apapun bentuknya. Lisan atau tertulis, pendek atau panjang, lengkap/ detil ataupunhanya diatur pokok-pokoknya saja, tetap saja merupakan suatu perjanjian, dan karenanya mempunyai kekuatan hukum mengikat layaknya suatu perjanjian, sehingga seluruh ketentuan pasal-pasal tentang hukum perjanjian telah bisa diterapkan kepadanya. Dan menurut pendapat ini untuk mencari alas yuridis yang tepat bagi penggunaan Memorandum of Understanding adalah terdapat dalam pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang artinya apapun yang dibuat sesuai kesepakatan kedua belah pihak, merupakan hukum yang berlaku baginya sehingga mengikat kedua belah pihak tersebut. Selain itu menurut asas kebebasan berkontrak dan asas konsensual maka hal apa saja asalkan halal menurut hukum dan telah secara bebas disepakati maka berlaku suatu perjanjian atau jika diterapkan secara tertulis maka hal tersebut bisa dikatakan sebagai kontrak.

  Pijakan lain dari pendapat diatas adalah dengan menggunakan suatu teori yang disebut teori promissory estopel. Teori promissory estoppel atau disebut juga dengan

  detrimental reliance

  mangajarkan bahwa dianggap ada kesesuaian kehendak di antara para pihak jika pihak lawan telah melakukan sesuatu sebagai akibat dari tindakan- tindakan pihak lainnya yang dianggap merupakan tawaran untuk ikatan suatu kontrak.

  Doktrin lainnya adalah Teori kontrak quasi (quasi contract atau implied in

  law

  ). Teori ini mengajarkan bahwa dalam hal-hal tertentu, apabila dipenuhi syarat- syarat tertentu, maka hukum dapat menganggap adanya kontrak di antara para pihak dengan berbagai konsekuensinya, sungguhpun dalam kenyataannya kontrak tersebut tidak pernah ada.

  Suatu perjanjian jika yang diatur hanya hal-hal pokok saja, maka mengikatnya hanya pun hanya terhadap hal-hal pokok tersebut. Sama halnya jika suatu perjanjian hanya berlaku untuk suatu jangka waktu tertentu, maka mengikatnya pun hanya untuk jangka waktu tertentu tersebut. Sungguh pun para pihak tidak dapat dipaksakan untuk membuat perjanjian yang lebih rinci sebagai tindak lanjut dari

  Memorandum of Understanding

  , paling tidak, selama jangka waktu perjanjian itu masih berlangsung, para pihak tidak boleh membuat perjanjian yang sama dengan pihak lain. Ini tentu jika dengan tegas disebutkan untuk itu dalam Memorandum of

  Understanding tersebut.

  Memorandum of understanding

  dapat dibagi menurut negara yang membuatnya dan menurut kehendak para pihaknya. Sedangkan jenis Memorandum of

  Understanding

  berdasarkan kehendak para pihaknya, dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu : 1) Para pihak membuat Memorandum of Understanding dengan maksud untuk membina ikatan moral saja diantara mereka, dan karena itu tidak ada pengikatan secara yuridis diantara mereka. 2) Para pihak memang ingin mengikatkan diri dalam suatu kontrak, tetapi baru ingin mengatur kesepakatan-kesepakatan yang umum saja, dengan pengertian bahwa hal-hal yang mendetail akan diatur kemudian dalam kontrak yang lengkap.

  3) Para pihak memang berniat untuk mengikatkan diri satu sama lain dalam suatu kontrak, tapi hal itu belum dapat dipastikan, mengingat adanya keadaan-keadaan

  32 atau kondisi-kondisi tertentu yang belum dapat dipastikan.

2. Kerangka Konsepsi

  Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh

  33 suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis.

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Terhadap Adanya Wanprestasi Dalam Memorandum Of Understanding Antara PT. Matahari Anugerah Perkasa Dengan CV. Ponorogo Di Kota Medan.

0 63 118

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Hak Pekerja Perempuan Di Pt Petrokimia Gresik

0 1 9

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Kontrak Penjualan Plywood Antara PT. Mujur Timber Sibolga Dengan Sustainable Timber Direct (Studi Pada PT. Mujur Timber)

0 1 11

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Nasabah Bank Setelah Adanya Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perbankan Studi Ojk Kantor Regional V Sumatera, Medan

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Kepemilikan Asing Terhadap Perusahaan Asuransi

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Perjanjian Pola Kemitraan Perkebunan Kelapa Sawit Inti-Plasma Antara PT. Boswa Megalopolis Dengan Masyarakat (Suatu Penelitian Di Kabupaten Aceh Jaya)

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perbedaan Antara Wanprestasi dan Delik Penipuan Dalam Hubungan Perjanjian

0 0 38

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Wanprestasi dalam Jual-Beli Efek

0 1 18

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Pembangunan Saluran Drainase Antara Dinas Bina Marga Kota Medan Dengan Cv.Teratai 26

0 0 10

Tinjauan Yuridis Terhadap Adanya Wanprestasi Dalam Memorandum Of Understanding Antara PT. Matahari Anugerah Perkasa Dengan CV. Ponorogo Di Kota Medan.

0 0 29