UPAYA MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU MEMBUAT PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK) MELALUI PELATIHAN DENGAN STRATEGI MASTERY LEARNING DI SMK NEGERI 2 PEMATANGSIANTAR.

(1)

UPAYA MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU MEMBUAT

PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK) MELALUI

PELATIHAN DENGAN STRATEGI MASTERY LEARNING

DI SMK NEGERI 2 PEMATANGSIANTAR

TESIS

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Pada Program Studi Administrasi Pendidikan

Oleh

Suyandi Sinaga

NIM. 8146132058

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan Berkat dan Rahmat Nya, sehingga peneliti dapat merampungkan tesis ini. Penghargaan dan terima kasih penulis haturkan kepada :

1. Dr. Sukarman Purba, M.Pd selaku Pembimbing I dan Dr. Nathanael

Sitanggang, ST., M.Pd. selaku Pembimbing II yang telah membimbing dan memberi petunjuk dalam penyusunan tesis ini.

2. Direktorat Jenderal Guru Dan Tenaga Kependidikan. Kementrian Pendidikan

dan Kebudayaan yang telah memberikan beasiswa S2 bagi peneliti sehingga dapat menuntut ilmu kepengawasan di Program Pascasarjana Unimed.

3. Rektor Universitas Negeri Medan yang telah memberikan kesempatan

menimba ilmu di Program Pascasarjana sampai peneliti menyelesaikan tesis ini untuk memenuhi prasyarat memperoleh gelar Magister Pendidikan.

4. Direktur Pascasarjana Unimed yang telah memberikan fasilitas belajar

maupun fasilitas administrasi selama mengikuti perkuliahan di Program Pascasarjana Unimed.

5. Dr. Darwin, M.Pd selaku ketua Prodi Administrasi Pendidikan dan

Dr.Sukarman Purba, M.Pd selaku sekretaris Prodi Administrasi Pendidikan Program Pascasarjana Unimed yang telah memberikan arahan dan memotivasi selama perkuliahan dan penyusunan tesis ini.

6. Tim Penguji/Narasumber Prof. Dr. Sayful Sagala, M.Pd.; Dr. Yasaratodo

Wau, M.Pd.; Dr. Saut Purba, M.Pd. yang telah memberikan saran konstruktif dalam menyelesaikan penyusunan tesis ini


(6)

iv

7. Seluruh Dosen dan staf di Program Pascasarjana Unimed yang telah

memberikan ilmu yang sangat bermanfaat untuk penyususan tesis ini.

8. Kepala Dinas Pendidikan Kota Pematangsiantar; Kabid Pendidikan

Menengah yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di kota Pematangsiantar.

9. Drs. Jhonni Panggabean dan Drs. Alfonso Hutabarat sebagai pengawas

pendidikan Kota Pematangsiantar yang telah membantu dalam melaksanakan penelitian ini.

10. Drs. Mansur Sinaga, Kepala SMK N 2 Pematangsiantar; yang telah

memberikan izin, waktu, dan tempat penelitian terhadap guru teknik pemesinan di SMK N 2 Pematangsiantar.

11. Seluruh Guru di SMK Negeri 2 Pematangsiantar yang telah memberi

motivasi dan semangat. Secara khusus Guru-guru Teknik Pemesinan SMK N 2 Pematangsiantar yang telah membantu sebagai subjek penelitian.

12. Istri tercinta Asteria Kurniawati Dawolo,M.Si., serta anak-anak tersayang

Sebastian Igo Buala Sinaga dan Reinhard Agustinus Sinaga yang telah mencurahkan segenap cinta dan kasih sayang yang sangat memotivasi.

13. Seluruh teman-teman AP Kepengawasan angkatan 2, 3 dan 4 serta semua

pihak yang telah membantu peneliti dalam penyusunan tesis ini

Akhir kata, peneliti menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan akan tetapi dapatlah kiranya ada beberapa hal yang dapat bermanfaat bagi kita semua.

Pematangsiantar, Nopember 2016

Peneliti


(7)

v

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 13

C. Pembatasan Masalah ... 14

D. Rumusan Masalah ... 14

E. Tujuan Penelitian ... 14

F. Manfaat Penelitian ... 15

BAB II KAJIAN TEORETIS, PENELITIAN RELEVAN, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESI TINDAKAN ... 16

A. Kajian Teoretis ... 16

1. Kompetensi Guru Membuat Proposal PTK ... 16

2. Penelitian Tindakan Kelas ... 17

3. Pelatihan ... 39

4. Strategi Mastery Learning... 48

B. Penelitian Relevan ... 53

C. Kerangka Berpikir ... 55

D. Hipotesis Tindakan ... 57

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 58

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 58

B. Subjek Penelitian ... 59

C. Metode Penelitian ... 59

D. Prosedur Penelitian Tindakan ... 60

E. Defenisi Operasional ... 68

F. Teknik dan Alat Pengumpul Data ... 69


(8)

vi

H. Kriteria Keberhasilan Tindakan ... 75

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 76

A. Hasil Penelitian ... 76

1. Deskripsi Hasil Siklus I ... 77

2. Deskripsi Hasil Siklus II ... 106

B. Pembahasan ... 126

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 130

A. Kesimpulan ... 130

B. Implikasi ... 130

C. Saran ... 135

DAFTAR PUSTAKA ... 136


(9)

vii

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 2.1 Sistematika dan Komponen Proposal PTK ... 23 Tabel 2.2 Kegiatan Instruktur dan Peserta Pelatihan dengan

strategi Mastery Learning ... 52 Tabel 3.1 Jadwal dan Perencanaan Penelitian ... 58 Tabel 3.2 Tahapan Kegiatan Penelitian Tindakan Sekolah dengan

Menerapkan Strategi Mastery Learning ... 61 Tabel 3.3 Kisi-Kisi Kegiatan Instruktur dan Peserta Pelatihan

Strategi Mastery Learning ... 70 Tabel 3.4 Kisi-Kisi Daftar Cocok/Checklist Kemampuan Guru

Menyusun Proposal PTK ... 71 Tabel 3.5 Kategori Nilai ... 73 Tabel 3.6 Persentase Capaian Kompetensi Guru Membuat Proposal PTK ... 75 Tabel 4.1 Persentase Capaian Peserta Pelatihan Merumuskan Judul

PTK Siklus I ... 88 Tabel 4.2 Persentase Capaian Peserta Pelatihan Menyusun BAB I PTK

Siklus I ... 88 Tabel 4.3 Persentase Capaian kemampuan Peserta Pelatihan Menyusun

BAB I PTK Siklus I ... 89 Tabel 4.4 Persentase Capaian Peserta Pelatihan Menyusun

BAB II PTK Siklus I ... 89 Tabel 4.5 Persentase Capaian kemampuan Peserta Pelatihan Menyusun

BAB II PTK Siklus I ... 90 Tabel 4.6 Observasi Terhadap Instruktur Melaksanakan Pelatihan dengan

Strategi Mastery Learning Siklus I ... 90

Tabel 4.7 Skor dan Nilai Respon Guru Terhadap Program Pelatihan Siklus I ... 91 Tabel 4.8 Perbandingan Kemapuan Awal Guru Membuat Proposal PTK


(10)

viii

dan Kemampuan Guru Membuat Proposal PTK pada Siklus I ... 100 Tabel 4.9 Persentase Capaian Peserta Pelatihan Merumuskan Judul

PTK Siklus II ... 116 Tabel 4.10 Persentase Capaian Peserta Pelatihan Menyusun BAB I PTK

Siklus II ... 117 Tabel 4.11 Persentase Capaian kemampuan Peserta Pelatihan Menyusun

BAB I PTK Siklus II ... 117 Tabel 4.12 Persentase Capaian Peserta Pelatihan Menyusun

BAB II PTK Siklus II ... 118 Tabel 4.13 Persentase Capaian kemampuan Peserta Pelatihan Menyusun

BAB II PTK Siklus II ... 118 Tabel 4.14 Observasi Terhadap Instruktur Melaksanakan Pelatihan dengan

Strategi Mastery Learning Siklus II ... 119

Tabel 4.15 Skor dan Nilai Respon Guru Terhadap Program Pelatihan Siklus II .. 120 Tabel 4.16 Perbandingan Kemapuan Awal Guru Membuat Proposal PTK

dan Kemampuan Guru Membuat Proposal PTK pada Siklus I

dan Siklus II ... 122 Tabel 4.17 Peningkatan Capaian Kegiatan Instruktur Melaksanakan

Pelatihan dengan Strategi Mastery Learning ... 123 Tabel 4.18 Peningkatan Respon Peserta Pelatihan pada Siklus I dan Siklus II .... 125


(11)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1 Jadwal Pelatihan ... 139

Lampiran 2 Daftar Absensi Peserta Pelatihan ... 142

Lampiran 3 Rencana Kegiatan Pelatihan ... 151

Lampiran 4 Instrumen Penelitian ... 177

Lampiran 5 Data Hasil Penelitian ... 194

Lampiran 6 Foto Kegiatan Pelatihan ... 211


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebutuhan akan tenaga kerja yang terampil dalam menghadapi era globalisasi secara total pada tahun 2020 menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi tenaga kerja Indonesia untuk bersaing dengan tenaga kerja asing dalam memperoleh dan mengisi kesempatan kerja yang tersedia. Tenaga kerja yang terampil adalah tenaga kerja yang mampu melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Untuk menghasilkan tenaga kerja yang terampil sesuai dengan bidang-bidang tertentu pada level menengah dilakukan melalui pendidikan kejuruan. Menurut undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa “Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama

untuk bekerja dalam bidang tertentu”.

Menurut House Committee on educational and labour dalam Hamalik (2004:24), pendidikan kejuruan adalah suatu bentuk pengembangan bakat, pendidikan dasar keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan yang mengarah pada dunia kerja yang dipandang sebagai latihan keterampilan.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan kejuruan yang bertanggung jawab untuk menciptakan sumber daya manusia yang memilliki kemampuan, keterampilan, dan keahlian, sehingga lulusannya dapat mengembangkan kinerja apabila terjun dalam dunia kerja. Dalam kurikulum SMK Edisi 2006 disebutkan bahwa secara khusus tujuan SMK


(13)

2

adalah sebagai berikut: (1) menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif, mampu bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada dan dunia usaha lainnya sebagai tenaga kerja tingkat menengah sesuai dengan kompetensi dan program keahlian yang dipilihnya; (2) menyiapkan peserta didik agar mampu memilih karier, ulet dan gigih dalam berkompetensi, beradaptasi di lingkungan kerja, dan mengembangkan sikap profesional dalam bidang keahlian yang diminatinya; (3) membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni agar mampu mengembangkan diri di kemudian hari baik secara mandiri maupun melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi; (4) membekali peserta didik dengan kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan program keahlian yang dipilih.

Dalam penyelenggaraannya SMK berbeda dengan SMA. SMK merupakan pendidikan menengah yang mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional (Atmodiwiryo, 2011:17). Terdapat tiga karakteristik utama SMK yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraannya, yaitu: (1) penekanan pada ranah psikomotorik; (2) sesuai dengan perkembangan teknologi; dan (3) orientasi pada bidang kerja (Sonhaji dalam Djatmiko, 2012:5). Kriteria keberhasilan SMK berbeda dengan SMA. Pada SMK kriteria keberhasilan pada dasarnya menerapkan ukuran ganda, yaitu (1) aspek keberhasilan siswa dalam memenuhi persyaratan kurikuler yang sudah di orientasikan ke persyaratan dunia kerja; dan (2) keberhasilan atau penampilan lulusan setelah berada di dunia kerja yang sebenarnya (Djojonegoro dalam Sukandi, 2011: 62). Oleh karena itu SMK harus mampu memberi pengalaman belajar yang mengembangkan domain afektif, kognitif, dan psikomotorik untuk


(14)

3

menguasai kompetensi produktif secara tajam dan mendalam, dan menguasai kompetensi-kompetensi lainnya agar mereka mampu memasuki lapangan kerja secara profesional.

Pengalaman belajar siswa di SMK diperoleh melalui proses pembelajaran yang bermutu. Hal ini ditegaskan oleh Djojonegoro dalam Ambarita dan Pangaribuan (2013:120) bahwa mutu pendidikan dapat ditinjau dari segi proses dan produk. Pendidikan disebut berkualitas dari segi proses jika proses pembelajaran berlangsung secara efektif, dan peserta didik mengalami pembelajaran yang bermakna. Pendidikan disebut berkualitas dari segi produk jika mempunyai salah satu ciri – ciri sebagai berikut : (1) peserta didik menunjukkan penguasaan yang tinggi terhadap tugas-tugas belajar (learning task) yang harus dikuasai dengan tujuan dan sasaran pendidikan; (2) hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik; (3) hasil pendidikan sesuai atau relevan dengan tuntutan lingkungan khususnya dunia kerja.

Mutu pendidikan SMK pada hakikatnya adalah bagaimana pembelajaran yang dilakukan guru di kelas berlangsung secara bermutu dan bermakna. Meningkatkan mutu pembelajaran, perlu dilakukan melalui perbaikan dalam proses pembelajaran di kelas. Pembelajaran di kelas yang bermutu adalah pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan dan harapan peserta didik. Kebutuhan yang dimaksud dalam hal ini adalah dapat belajar sesuatu yang baru dan berguna bagi masa depannya. Melalui proses pembelajaran yang bermutu diletakkan fondasi pemahaman tentang berbagai pengetahuan yang sesuai dengan kebutuhan, yang menjadi dasar pengembangan komponen–komponen pembelajaran lainnya. Proses Pembelajaran yang bermutu sesuai dengan


(15)

4

penerapan manajemen mutu terpadu dipengaruhi beberapa faktor, yaitu faktor manusia (guru, siswa, kepala Sekolah dan staf administrasi), faktor prosedur atau sistem dan faktor materi (program), faktor peralatan dan lingkungan.

Guru merupakan faktor manusia yang mempengaruhi proses pembelajaran yang bermutu. Guru adalah faktor pertama dan utama yang menentukan mutu pendidikan, di tangan gurulah indikator mutu pendidikan lebih banyak ditentukan, yakni pembelajaran yang baik sekaligus bernilai sebagai pemberdayaan kemampuan (ability) dan kesanggupan (capability) peserta didik. Prasyarat utama yang harus dipenuhi bagi berlangsungnya proses pembelajaran yang menjamin optimalisasi hasil pembelajaran ialah tersedianya guru dengan kualifikasi dan kompetensi yang mampu memenuhi tuntutan tugasnya.

Guru mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah serta tugas tambahan yang releven dengan fungsi sekolah/ madrasah (Permenpanrb No. 16 Tahun 2009). Guru adalah pendidik profesional berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional dibidang pembelajaran/ bimbingan dan tugas tertentu. Guru profesional melaksanakan tugas berdasarkan keahlian yang dimilikinya sehingga dapat melakukan proses pendidikan yang bermutu. Guru yang profesional adalah yang guru memiliki kompetensi. Kompetensi diartikan sebagai kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan atau melaksanakan pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja. Ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yakni kompetensi pedagogik, kempetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan


(16)

5

kompetensi profesional (Permendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru).

Uji Kompetensi Guru (UKG) yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada bulan November 2015 untuk mengukur kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional menunjukkan bahwa rata-rata nilai nilai UKG secara nasional 53,02 . Provinsi Sumatera Utara berada pada urutan ke 20 dari 34 provinsi yang mengikuti UKG guru dengan rata nilai UKG 48,98, selanjutnya Nilai UKG di Kota Pematangsiantar rata-rata dibawah 55 , dan SMK Negeri 2 Pematangsiantar rata-rata-rata-rata nilai UKG 53,52. Dari hasil UKG tersebut menunjukkan bahwa kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru secara nasional dan secara khusus di SMK Negeri 2 Pematangsiantar masih di bawah standar.

Kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru harus senantiasa ditingkatkan secara berkelanjutan dalam upaya untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran secara berkesinambungan dan terus menerus. Peningkatan kompetensi tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan tindakan reflektif yang dilakukan oleh guru. Tindakan reflektif merupakan tindakan yang bertujuan untuk mengevaluasi kegiatan proses pembelajaran. Upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam melakukan tindakan reflektif adalah dengan melakukan penelitian dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Dengan penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelas diharapkan dapat memecahkan persoalan-persoalan pembelajaran dan meningkatkan mutu proses pembelajaran.


(17)

6

Kemampuan guru meneliti akan meningkatkan kemampuan atau kompetensinya dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Kunandar (2012:25) yang menyatakan bahwa kemampuan guru untuk meneliti akan meningkatkan kinerja dalam profesinya sebagai pendidik. Selanjutnya Suprihatiningrum (2013:203) menyatakan bahwa salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam peningkatan mutu guru adalah melakukan penelitian tindakan kelas dengan membuat karya tulis ilmiah (KTI). Penelitian dilakukan untuk mengetahui lebih dalam tentang perilaku siswa, gaya belajar, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Seorang guru dituntut menjadi pendidik yang lebih baik dengan melakukan penelitian di dalam kelas.

Penelitian dapat dilakukan oleh guru dalam kegiatan proses pembelajaran di dalam kelas yang sedang berlangsung. Penelitian yang dilakukan oleh Guru di dalam kelas dikenal dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Kunandar (2012:27) berpendapat bahwa dengan PTK kekurangan atau kelemahan yang terjadi dalam proses belajar mengajar dapat teridentifikasi dan terdeteksi, untuk selanjutnya dicari solusi yang tepat. Penelitian Tindakan Kelas diyakini dapat mendorong dan memastikan terjadinya pemecahan masalah dan menghasilkan perbaikan atau peningkatan proses pembelajaran di kelas. Yaumi dan Damopolii (2014:1) menyatakan penelitian tindakan dimaksudkan untuk menguji praktik pendidikan secara sistematis dan hati-hati dengan menggunakan teknik tertentu berdasarkan asumsi bahwa penyelenggaraan pendidikan akan menjadi semakin baik jika dilakukan kajian mendalam untuk mencari solusi terhadap masalah yang dihadapi. Selain itu, penyelenggaraan pendidikan akan menjadi lebih efektif bila


(18)

7

didorong untuk memeriksa dan menilai pekerjaan yang dihasilkan dan kemudian saling membantu dan bekerjasama dalam pengembangan profesi.

Kusumah dan Dwitagama (2012: 1-6) menyatakan bahwa dewasa ini banyak guru yang belum melakukan PTK di dalam proses pembelajarannya. Padahal banyak masalah yang timbul pada saat proses pembelajaran berlangsung yang dapat dijadikan tulisan dalam bentuk PTK. Beberapa faktor yang menyebabkan guru belum melakukan PTK adalah sebagai berikut: (1) guru kurang memahami profesi guru; (2) guru malas membaca; (3) guru malas menulis; (4) guru kurang sensitif terhadap waktu; (5) guru terjebak ke dalam rutinitas kerja; (6) guru kurang kreatif dan inovatif; (7) guru malas meneliti; (8) guru kurang memahami PTK.

Studi pendahuluan tentang PTK di SMK Negeri 2 Pematangsiantar ditemukan bahwa hanya 5 orang guru telah melakukan PTK dari total 103 orang guru. Artinya hanya 4,85% dari total jumlah guru yang sudah dan pernah melakukan PTK. Faktor-faktor yang menyebabkan guru belum melakukan PTK di atas juga dialami oleh guru-guru di SMK Negeri 2 Pematangsiantar. Hasil wawancara sementara yang dilakukan terhadap guru-guru di SMK Negeri 2 Pematangsiantar akan rendahnya PTK yang dibuat oleh guru disebabkan oleh berbagai kendala yang dihadapi diantaranya adalah rendahnya motivasi, rendahnya pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, besarnya biaya yang dibutuhkan, tidak tersedianya panduan penulisan PTK, kurangnya kepercayaan diri dalam menulis PTK, menjadi faktor penghambat untuk membuat dan melaksanakan PTK.


(19)

8

Untuk mengatasi masalah kemampuan guru dalam membuat dan melaksanakan PTK, perlu pembinaan dalam bentuk supervisi. Supervisi pendidikan dilakukan oleh supervisor seperti pengawas sekolah dan kepala sekolah. Keberadaan pengawas sekolah memegang peranan penting dalam membina dan mengembangkan kemampuan profesional tenaga pendidik/ guru, kepala sekolah dan staf sekolah lainnya agar sekolah yang dibinanya dapat meningkatkan mutu pendidikan. Kegiatan kepengawasan yang dilakukan oleh seorang pengawas sekolah terdiri atas pemantauan, penilaian, pelatihan/pembimbingan kemampuan profesional guru dan kepala sekolah (Sudjana, 2012:6). Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah kemampuan guru dalam membuat dan melaksanakan PTK adalah dengan cara mengadakan pelatihan. Pelatihan pada dasarnya bermakna sebagai upaya yang dilakukan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja (Pribadi, 2014:2).

Beberapa pelatihan pernah diadakan dan diikuti oleh guru untuk peningkatan kemampuannya dalam membuat dan melaksanakan PTK seperti Pelatihan PLPG, Workshop, Lecture/ Ceramah, dll, Namun pelatihan tersebut belum memberikan pengaruh yang berarti dalam peningkatan kemampuan guru membuat PTK. Fauzi (2011: 9) menyebutkan beberapa penyebabnya pelatihan yang tidak memberikan pengaruh adalah karena metode yang digunakan lebih banyak ceramah, peserta cenderung didudukkan sebagai obyek pelatihan, peserta pasif (mendengarkan, mencatat, dan bertanya untuk klarifikasi), waktu pelatihan yang terlalu singkat, dan pelatihan yang dilakukan tidak sesuai dengan kebutuhan.


(20)

9

Pelatihan bagi guru sebagai proses pembelajaran harus dibangun atas perspektif pembelajaran orang dewasa (andragogi). Guru merupakan orang dewasa sebagai peserta pembelajaran dalam pelatihan. Beberapa asumsi tentang pembelajar orang dewasa (Knowles dalam Kaswan, 2013:39) yaitu: (1) orang dewasa memiliki kebutuhan untuk mengetahui mengapa mereka seharusnya mempelajari sesuatu; (2) pembelajar orang dewasa mengarahkan dirinya sendiri; (3) pembelajar orang dewasa memiliki banyak pengalaman yang digunakan sebagai dasar pembelajaran yang baru; (4) orang dewasa memasuki pengalaman belajar dengan orientasi belajar berbasis masalah, tugas atau kehidupan; (5) pembelajaran orang dewasa benar-benar praktis. Orang dewasa datang untuk belajar agar dapat melaksanakan tugas, memecahkan masalah, atau mencapai kepuasan hidup yang lebih tinggi; dan (6) orang dewasa termotivasi untuk belajar oleh faktor internal dan faktor eksternal.

Penelitian yang dilakukan oleh Obidiegwu dan Ajibare pada tahun 2007 yang membahas teori belajar tuntas Bloom dan implikasinya pada pendidikan orang dewasa. Penelitian ini mencatat bahwa pelajar dewasa memiliki karakteristik khas yang harus diperhatikan ketika memfasilitasi mereka untuk belajar agar memungkinkan peserta didik dewasa mencapai penguasaan materi pelajaran. hal Ini membahas prosedur teori belajar penguasaan Bloom yang didasarkan pada premis bahwa peserta didik dapat belajar ketika diberikan kondisi yang sesuai dengan situasi mereka. Hubungan antara prestasi, waktu, konsep diri dan motivasi seperti yang dibahas oleh Bloom berhubungan dengan karakteristik peserta didik dewasa. Teori belajar Bloom mendorong pembelajaran dan


(21)

10

pelatihan, pendidikan seumur hidup, pendidikan untuk semua dan oleh karena itu dianjurkan untuk pendidikan orang dewasa.

Penelitian yang dilakukan oleh Dongoran pada tahun 2015 terhadap guru matematika SMK di Kabupaten Aceh Selatan,yang menyimpulkan bahwa kemampuan guru matematika SMK menganalisis butir soal dapat ditingkatkan melalui penerapan supervisi akademik teknik pelatihan. Peningkatan tersebut dibuktikan dengan pencapaian nilai indikator keberhasilan peserta pelatihan pada siklus II. Sebelum pelatihan dimulai rata – rata kemampuan peserta pelatihan dalam menganlisis butir soal sangat rendah, yaitu 8,52. Nilai rata – rata tersebut meningkat menjadi 76,15 dengan kategori kurang setelah pelatihan siklus I, kemudian meningkat menjadi 94, 13 dengan kategori sangat baik setelah selesai pelatihan pada siklus II. Peningkatan tersebut dibuktikan juga dengan taraf signifikansi/ keberartian antara perolehan nilai sebelum pelatihan, nilai peserta setelah pelatihan siklus I, dan nilai peserta setelah pelatihan siklus II.

Sejalan dengan penelitian tersebut, Utomo (2011) mengemukakan bahwa jika pelatihan dilakukan dengan pendekatan yang tepat, dan guru diberi kesempatan yang cukup untuk lebih aktif menerapkan apa yang diperolehnya dari pelatihan, maka hasilnya sangat positif. Oleh karena itu pelatihan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam melakukan penelitian di kelas diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap guru dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas.


(22)

11

Kegiatan pelatihan berupaya membelajarkan peserta pelatihan dengan maksud untuk mencapai tujuan pelatihan yang diharapkan. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan proses pembelajaran yang terarah. Proses yang terarah dapat dicapai dengan strategi yang tepat dan jelas. Tanpa strategi yang jelas, proses pembelajaran tidak akan terarah sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sulit tercapai secara optimal (Wena,2014:2). Strategi pembelajaran dalam pelatihan sangat berguna, baik bagi instruktur maupun peserta pelatihan. Bagi Instruktur, strategi dapat dijadikan pedoman dan acuan bertindak yang sistematis dalam pelaksanaan pembelajaran pelatihan. Bagi peserta pelatihan penggunaan strategi pembelajaran dapat mempermudah proses belajar (mempermudah dan mempercepat memahami isi pembelajaran), karena setiap strategi pembelajaran dirancang untuk mempermudah proses belajar.

Salah satu strategi pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pelatihan adalah strategi mastery learning (belajar tuntas). Obidiegwu dan Ajibare (2007) menyatakan bahwa keberhasilan pengalaman belajar dapat diberikan untuk pelajar dewasa dengan mengadopsi ide-ide dalam teori belajar tuntasBloom. Situmorang (2012: 36-37) menyatakan bahwa model pembelajaran yang dapat dikembangkan pada pelatihan keterampilan dapat dipilih dari rumpun yang berhubungan dengan perilaku (behavioral) diantaranya adalah belajar tuntas (mastery learning). Model pembelajaran mastery learning ini dikembangkan oleh John B. Carrol dan Benjamin Bloom pada tahun 1971. Mastery learning menyajikan suatu cara yang menarik dan ringkas untuk meningkatkan unjuk kerja ke tingkat pencapaian suatu pokok bahasan yang lebih memuaskan (Joice and Weil dalam Wena,2014:184). Model pembelajaran ini terdiri dari lima tahap, yaitu: (1) orientation (orientasi);


(23)

12

(2) presentation (penyajian); (3) structured practice (latihan terstruktur); (4)

guided practice (latihan terbimbing); dan (5) independent practice (latihan

mandiri).

Strategi mastery learning ini dapat memberi keuntungan sebagai berikut: (1) peserta pelatihan dengan mudah dapat menguasai isi pembelajaran; (2) meningkatkan motivasi peserta pelatihan; (3) meningkatkan kemampuan peserta pelatihan memecahkan masalah secara mandiri; (4) meningkatkan kepercayaan diri peserta pelatihan.

Penelitian yang dilakukan oleh Situmorang (2012: 32-53) pada tahun 2011 yang berjudul Pengkajian Program Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) dalam menyelenggarakan Program Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) di Sumatera Utara. Dalam penelitian ini diterapkan pelatihan model belajar tuntas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar peserta pelatihan (86%) mencapai tingkat ketuntasan belajar 80 ke atas (interval 0-100) dan hanya 14% yang mencapai tingkat ketuntasan 60 s.d. 79. Secara keseluruhan dapat dijelaskan bahwa capaian ketuntasan belajar cukup tinggi. Artinya, efektifitas program dilihat dari keberhasilan peserta pelatihan menyelesaikan program PKH, dapat dikatakan tinggi.

Berdasarkan penjelasan yang didukung oleh beberapa penelitian yang relevan di atas, diyakini bahwa pelaksanaan pelatihan dengan menerapkan strategi

mastery learning sesuai dengan langkah–langkah yang telah ditetapkan maka

kompetensi guru dalam membuat proposal penelitian tindakan kelas dapat meningkat. Untuk itu perlu diadakan Penelitian dengan cara memberikan suatu


(24)

13

tindakan kuratif (perbaikan) atas masalah yang dihadapi oleh guru – guru di SMK Negeri 2 Pematangsiantar melalui kegiatan pelatihan dengan menerapkan strategi

mastery learning untuk meningkakan kompetensi guru dalam membuat proposal

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di SMK Negeri 2 Pematangsiantar.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah yang berkaitan dengan faktor–faktor yang berkaitan dengan rendahnya kompetensi guru dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas di SMK Negeri 2 Pematangsiantar antara lain: (1) motivasi guru untuk membuat PTK rendah; (2) pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh guru untuk melaksanakan PTK rendah; (3) panduan penulisan PTK yang dapat dipergunakan sebagai acuan tidak tersedia; (4) kurang percaya diri guru dalam menulis PTK; (5) Pelatihan PTK yang diselenggarakan selama ini tidak mampu meningkatkan kemampuan guru membuat PTK; (6) Apakah metode pelatihan yang digunakan sudah tepat?; (7) Bagaimana cara meningkatkan kompetensi guru dalam membuat PTK melalui pelatihan?; (8) Apakah melalui pelatihan dengan menerapkan strategi mastery learning kompetensi guru dalam membuat PTK dapat meningkat?

C. Pembatasan Masalah

Banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya kompetensi guru dalam membuat proposal PTK. Faktor-faktor tersebut dapat dilihat dari faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor dari guru sendiri diantaranya adalah rendahnya motivasi, pengetahuan, dan keterampilan yang


(25)

14

dimiliki oleh guru. Sementara faktor eksternal adalah faktor dari luar guru itu sendiri seperti peran pengawas/ supervisor sekolah dalam memberikan pembinaan dan pelatihan guru dalam meningkatkan kompetensi guru membuat PTK.

Untuk mengarahkan serta memfokuskan kajian penelitian maka penelitian ini dibatasi pada masalah rendahnya pengetahuan guru dalam membuat proposal PTK. Pengetahuan guru dalam penelitian ini adalah pada tingkat penerapan pengetahuan (C3) dalam membuat proposal PTK. Sedangkan pelatihan dalam penelitian ini dibatasi pada strategi yang digunakan yakni strategi mastery

learning.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah pelaksanaan pelatihan dengan strategi mastery learning dapat meningkatkan kompetensi guru membuat proposal PTK di SMK Negeri 2 Pematangsiantar?

E. Tujuan Penelitian Tindakan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatkan kompetensi guru di SMK Negeri 2 pematangsiantar dalam membuat proposal PTK melalui pelatihan dengan menerapkan strategi mastery learning.

F. Manfaat Penelitian Tindakan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis.


(26)

15

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan memberikan manfaat untuk pengembangan teori yang berhubungan dengan upaya peningkatan kompetensi guru dalam membuat proposal PTK.

2. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bagi guru, kompetensi profesional guru dapat meningkat melalui pelaksanaan penelitian tindakan kelas

b. Bagi pengawas, ditemukan strategi pembinaan yang tepat dalam melaksanakan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru dalam membuat proposal penelitian tindakan kelas.

c. Bagi sekolah, dapat meningkatkan mutu proses pembelajaran melalui peningkatan kemampuan guru dalam penelitian tindakan kelas.


(27)

130

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu kompetensi guru teknik pemesinan SMK Negeri 2 Pematangsiantar membuat proposal PTK dapat ditingkatkan melalui penerapan pelatihan dengan strategi mastery learning. Setelah melakukan tindakan melalui pelatihan dengan strategi mastery learning pada siklus I, dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kemampuan guru membuat proposal PTK yakni G1 peningkatan kemampuan sebesar 82%; G2 peningkatan kemampuan sebesar 68%; G3 peningkatan kemampuan sebesar 72%; G4 peningkatan kemampuan sebesar 86%; G5 peningkatan kemampuan sebesar 86%; G6 peningkatan kemampuan sebesar 84%; G7 peningkatan kemampuan sebesar 76%; dan G8 peningkatan kemampuan sebesar 74%. Pada pelaksanaan tindakan siklus II seluruh peserta pelatihan telah mencapai ketuntasan 100%.

B. Implikasi

Berdasarkan hasil penelitian ini telah terjadi peningkatan kompetensi guru teknik pemesinan membuat proposal PTK melalui pelatihan dengan strategi

mastery learnng. Hal ini menjelaskan bahwa pelatihan ini dilaksanakan secara

bertahap dan sistematis. Dalam menerapkan pelatihan dengan strategi mastery


(28)

131

a. Orientation (orientasi)

Pada tahap orientasi ini dilakukan penetapan suatu kerangka isi pelatihan. Selama tahap ini instruktur menjelaskan tujuan pelatihan, tugas yang akan dikerjakan dan mengembangkan tanggung jawab peserta pelatihan. langkah-langkah penting yang harus dilakukan dalam tahap ini, yaitu: (1) instruktur menjelaskan tujuan pelatihan dan syarat-syarat kelulusan; (2) menjelaskan cakupan materi pelatihan serta kaitannya dengan pelatihan yang pernah ada serta pengalaman sehari-hari peserta pelatihan dalam melaksanakan tugasnya; dan (3) instruktur mendiskusikan isi pelatihan dan tanggung jawab peserta pelatihan yang diharapkan selama proses pelatihan.

b. Presentation (Penyajian)

Dalam tahap ini instruktur menjelaskan konsep-konsep atau keterampilan dalam membuat proposal PTK disertai dengan contoh-contoh. Instruktur mengajak peserta berdiskusi tentang karakteristik konsep, aturan atau defenisi serta contoh konsep membuat proposal PTK, menyajikan kepada peserta untuk mengidentifikasi langkah-langkah kerja keterampilan dan memberikan contoh untuk tiap langkah keterampilan yang dilatihkan. Penggunaan media pelatihan, sangat dibutuhkan dalam mengajarkan konsep dan kerampilan. Dalam tahap ini juga perlu diadakan evaluasi seberapa jauh peserta pelatihan telah paham dengan konsep atau keterampilan baru yang baru dilatihkan. Dengan demikian peserta pelatihan tidak akan mengalami kesulitan pada tahap latihan berikutnya.


(29)

132

c. Structured Practice (latihan terstruktur)

Dalam tahap ini instruktur memberi peserta pelatihan contoh praktik penyelesaian masalah, berupa langkah-langkah penting secara bertahap dalam penyelesaian suatu masalah/tugas. Langkah penting dalam mengajarkan latihan penyelesaian tugas adalah dengan menggunakan berbagai macam media (misalnya LCD proyektor) sehingga semua peserta pelatihan bisa memahami setiap langkah kerja dengan baik. Dalam tahap ini peserta pelatihan perlu diberi beberapa pertanyaan, kemudian instruktur memberi balikan atas jawaban peserta pelatihan.

d. Guided Practice (latihan terbimbing)

Pada tahap ini instruktur memberi kesempatan pada peserta untuk latihan menyelesaikan suatu tugas, tetapi masih di bawah bimbingan. Dalam tahap ini instruktur memberikan tugas yang harus dikerjakan peserta, namun tetap diberi bimbingan dalam menyelesaikannya. Melalui kegiatan latihan terbimbing ini memungkinkan instruktur untuk menilai kemampuan peserta dalam menyelesaikan sejumlah tugas dan melihat kesalahan-kesalahan yang dilakukan peserta. Peran instruktur dalam tahap ini adalah memantau kegiatan peserta dan memberikan umpan balik yang bersifat korektif jika diperlukan.

e. Independent Practive (latihan mandiri)

Tahap latihan mandiri merupakan inti dari strategi ini. Latihan mandiri dilakukan apabila peserta telah mencapai skor unjuk kerja antara 85%-90% dalam


(30)

133

tahap latihan terbimbing. Tujuan latihan mandiri adalah menguatkan atau memperkokoh bahan ajar yang baru dipelajari, memastikan peningkatan daya ingat/retensi, serta untuk meningkatkan kelancaran peserta dalam menyelesaikan tugas. Kegiatan praktik dalam tahap ini tanpa bimbingan dan umpan balik dari guru. Kegiatan ini dapat dikerjakan di kelas atau berupa pekerjaan rumah. Peran guru dalam tahap ini adalah menilai hasil kerja peserta setelah selesai mengerjakan tugas secara tuntas. Jika perlu atau masih ada kesalahan, instruktur perlu memberi umpan balik.

Untuk kelancaran penerapan pelatihan dengan strategi mastery learning dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi guru, perlu kerja sama antar berbagai pihak seperti kerja sama antara pengawas sekolah, kepala sekolah, guru dan juga pihak dinas pendidikan setempat.

Pengawas dan kepala sekolah sebagai supervisor bisa menerapkan supervisi teknik pelatihan dengan strategi mastery learning sebagai alternatif solusi dalam membantu mengatasi permasalahan guru. Hasil supervisi teknik pelatihan dengan strategi mastery learning yang diperoleh dijadikan sebagai refleksi untuk meningkatkan kompetensi guru. Sebaiknya hasil kegiatan pelatihan dengan strategi mastery learning yang dilakukan pengawas sekolah dan kepala sekolah dilaporkan kepada pihak dinas pendidikan setempat sebagai bahan kerjasama untuk melakukan perbaikan supervisi yang telah dilaksanakan. Pihak dinas pendidikan setempat harus memberikan respon positif dan memberikan dukungan serta bantuan yang dibutuhkan pengawas dalam melakukan supervisi. Pihak dinas pendidikan setempat diharapkan memberikan perhatian khusus dalam


(31)

134

penerapan supervisi akademik teknik pelatihan, karena walaupun teknik supervisi ini efektif namum memerlukan biaya yang cukup besar dalam melaksanakannya.

Guru sebagai pihak yang disupervisi harus mau bekerjasama dalam melaksanakan supervisi akademik teknik pelatihan, tanpa adanya kerjasama yang baik antara pihak yang disupervisi, dengan pihak supervisor maka tidak akan terlaksana pelatihan dengan baik. Guru sebaiknya selalu terbuka dan melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajarannya dan kemudian meminta bantuan kepada kepala sekolah atau pengawas sekolah sebagai supervisor untuk membimbing dan membantu mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi guru.

Setelah guru selesai mengikuti pelatihan ini, diharapkan guru menindaklanjuti kegiatan tersebut dengan melaksanakan penelitian dengan menggunakan proposal PTK hasil pelatihan yang sudah layak untuk digunakan. Jika masih mengalamai kendala untuk melaksanakannya, guru dapat meminta bantuan dan bimbingan lanjutan kepada pengawas sekolah untuk memberikan tuntunan pelaksanaannya. Disamping itu juga guru bisa melakukan kelompok diskusi dan melakukan MGMGP dalam membantu mempertahankan dan meningkatkan serta membagikan ilmu yang diperoleh dari hasil kegiatan pelatihan.


(32)

135

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian, dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi pengawas sekolah agar menerapkan supervisi teknik pelatihan dengan strategi mastery learning untuk meningkatkan kemampuan profesional guru, khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan pengembangan kompetensi profesional guru dalam menulis karya tulis ilmiah seperti Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di sekolah-sekolah binaannya.

2. Bagi kepala sekolah untuk menerapkan pelatihan dengan strategi mastery

learning sebagai salah satu alternatif pelaksanaan supervisi akademik dalam

membantu permasalahan-permasalahan guru di sekolahnya.

3. Bagi guru yang merupakan subjek penelitian agar menerapkan ilmu yang diperoleh yaitu membuat PTK untuk meningkatkan dan mengembangkan kompetensi profesionalnya, karena itu merupakan bagian tidak terpisahkan dari sistem pembelajaran.

4. Bagi peneliti selanjutnya untuk bisa menerapkan supervisi teknik pelatihan dengan strategi mastery learning dalam membantu mengatasi permasalahn-permasalahan guru pada topik lain. Serta hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai alternatif kerangka acuan bagi peneliti lebih lanjut tentang peningkatan kemampuan guru meningkatkan dan mengembangkan profesionalnya, karena penelitian ini telah dilaksanakan secara sungguh-sungguh menurut prosedur penelitian ilmiah.


(33)

136

DAFTAR PUSTAKA

Agung, Iskandar. & Yufridawati. 2013. Pengembangan Pola Kerja Harmonis dan

Sinergis antara Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas. Jakarta: Bestari

Buana Murni.

Ambarita, B., & Pangaribuan, W. 2013. Kemampuan Membaca dan Sikap

Profesional dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Atmodiwiryo, Soebagio. 2011. Manajemen Pengawasan dan Supervise Sekolah. Jakarta: Ardadizya Jaya.

Basri, H.H., & Rusdiana, A.H. 2015. Manajemen Pendidikan dan Pelatihan. Bandung: CV Pustaka Setia.

Djatmiko, W. Istanto. 2012. Pengembangan Keprofesionalan Guru Sekolah

Menengah Kejuruan. Ringkasan Disertasi. Yogyakarta: Program

Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.

Dongoran, Junaedi. 2015. Upaya meningkatkan Kemampuan Guru Matematika

SMK Menganalisis Butir Soal di Kabupaten Aceh Selatan. Tesis tidak

diterbitkan. Medan: Program Pascasarsana Universitas Negeri Medan. Fauzi, A.K. Ikka. 2011. Mengelola Pelatihan Partisipatif. Bandung: Alfabeta. Ginting, A. Siti. 2015. Upaya Peningkatan Kemampuan Guru Menyusun

Proposal Penelitian Tindakan Kelas Melalui Model Supervisi

Pengembangan Di SMK Negeri 1 Merdeka Kabupaten Karo. Tesis tidak

diterbitkan. Medan: Program Pascasarsana Universitas Negeri Medan. Hamalik, Oemar. 2004. Pendidikan Guru, Berdasarkan Pendekatan Kompetensi.

Jakarta: Bumi Aksara.

Kamarubiani, Nike. 2012. Pelatihan Berbasis Kompetensi sebagai Program Pengembangan Sumber Daya Manusia: Studi Kasus Pelatihan Pegawai Hotel Nalendra Bandung. Jurnal Pendidikan Luar. 8 (1): 1-8.

Kaswan. 2013. Pelatihan dan Pengembangan Untuk Meningkatkan Kinerja SDM. Bandung: Alfabeta.

Kunandar. 2012. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai

Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Kusumah, Wijaya dan Dwitagama, Dedi. 2012. Mengenal Penelitian Tindakan

Kelas. Jakarta: Indeks.

Mathis, R.L., & Jackson J.H. 2002.Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba Empat.


(34)

137

Moeheriono. 2012. Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Depok: Rajagrafindo Persada.

Mulyasa.E.H. 2012. Penelitian Tindakan Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya. Ningrum, Epon. 2014. Penelitian Tindakan Kelas: Panduan Praktis dan Contoh.

Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Obidiegwu,J.U. dan Ajibare, Ojo,O.J. 2007. Blooms Mastery Learning Theory:

Implications on Adult Education. Tersedia pada

http://works.bepress.com/druche_obidiegwu/2/ . Diakses pada tanggal 14

Juni 2016

Panjaitan, Keysar. 2010. Merancang Butir Soal dan Instrumen untuk Penelitian. Gorontalo: Nurul Jannah.

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpanrb) Republik Indonesia No. 16 Tahun 2009 Tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Republik Indonesia No. 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Republik Indonesia No. 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Indonesia (Permendiknas) No. 12 Tahun 2007 Tentang Standar Pengawas Sekolah/ Madrasah.

Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru. Pidarta, Made. 2009. Supervisi Pendidikan Kontekstual. Jakarta: Rineka Cipta. Purnama, Muhammad Siddiq Rizki. 2014. Meningkatkan Kemampuan Guru

Matematika Melaksanakan Pembelajaran dalam Kurikulum 2013 Melalui Pelatihan di SMA Negeri 1 Kluet Utara Aceh Selatan. Tesis tidak

diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan. Putra, Nusa. 2014. Penelitian Tindakan. Jakarta: Remaja Rosdakarya.

Pribadi, A. Benny. 2014. Desain dan Pengembangan Program Pelatihan Berbasis

Kompetensi: Implimentasi Model ADDIE. Jakarta: Kencana.

Salahuddin, Anas. 2015. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Pustaka Setia. Situmorang, Julaga. 2012. Pengkajian Program Lembaga Kursus dan Pelatihan

(LKP) dalam Menyelenggarakan Program Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) di Sumatera Utara. Jurnal Teknologi Pendidikan. 5 (1): 32-53.


(35)

138

Sudjana, Nana. 2011. Supervisi Pendidikan Konsep dan Aplikasinya Bagi

Pengawas Sekolah.Bekasi: Binamitra Publishing.

_____________. 2012. Supervisi Pendidikan Konsep dan Aplikasinya Bagi

Pengawas Sekolah (Seri Kepengawasan). Bekasi: Bina Mitra.

Sukandi. 2011. Pengaruh Kemampuan Mengajar Guru Terhadap Motivasi

Belajar Siswa SMK Negeri di Kabupaten Indramayu. Tesis tidak

diterbitkan. Jakarta. Program Pascasarjana Universitas Indonesia.

Sukardi. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara.

Sukardi, H.M. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Tindakan Kelas:

Implementasi dan Pengembangannya. Jakarta: Bumi Aksara.

Suprihatiningrum, Jamil. 2013 Guru Profesional, Pedoman kinerja, kualifikasi, &

Kompetensi guru. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Uno, B. Hamzah dkk. 2012. Menjadi Peneliti PTK yang profesional. Jakarta: Bumi Aksara.

Uno. B. Hamzah. 2014. Teori Motivasi & Pengukurannya: Analisis di Bidang

Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Utomo, Sugeng. 2011. Model Pelatihan Step by step Onsite Teacher Training (SSOT) dan Optimalisasi Kinerja Guru Membelajarkan Matematika di SD.

Jurnal Pendidian Unidha. Vol. 2 No. 2.

Wena, Made. 2014. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan

Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.

Yaumi, Muhammad. & Damopolii, Muljono. 2014. Action Research: Teori,


(1)

tahap latihan terbimbing. Tujuan latihan mandiri adalah menguatkan atau memperkokoh bahan ajar yang baru dipelajari, memastikan peningkatan daya ingat/retensi, serta untuk meningkatkan kelancaran peserta dalam menyelesaikan tugas. Kegiatan praktik dalam tahap ini tanpa bimbingan dan umpan balik dari guru. Kegiatan ini dapat dikerjakan di kelas atau berupa pekerjaan rumah. Peran guru dalam tahap ini adalah menilai hasil kerja peserta setelah selesai mengerjakan tugas secara tuntas. Jika perlu atau masih ada kesalahan, instruktur perlu memberi umpan balik.

Untuk kelancaran penerapan pelatihan dengan strategi mastery learning dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi guru, perlu kerja sama antar berbagai pihak seperti kerja sama antara pengawas sekolah, kepala sekolah, guru dan juga pihak dinas pendidikan setempat.

Pengawas dan kepala sekolah sebagai supervisor bisa menerapkan supervisi teknik pelatihan dengan strategi mastery learning sebagai alternatif solusi dalam membantu mengatasi permasalahan guru. Hasil supervisi teknik pelatihan dengan strategi mastery learning yang diperoleh dijadikan sebagai refleksi untuk meningkatkan kompetensi guru. Sebaiknya hasil kegiatan pelatihan dengan strategi mastery learning yang dilakukan pengawas sekolah dan kepala sekolah dilaporkan kepada pihak dinas pendidikan setempat sebagai bahan kerjasama untuk melakukan perbaikan supervisi yang telah dilaksanakan. Pihak dinas pendidikan setempat harus memberikan respon positif dan memberikan dukungan serta bantuan yang dibutuhkan pengawas dalam melakukan supervisi. Pihak dinas pendidikan setempat diharapkan memberikan perhatian khusus dalam


(2)

penerapan supervisi akademik teknik pelatihan, karena walaupun teknik supervisi ini efektif namum memerlukan biaya yang cukup besar dalam melaksanakannya.

Guru sebagai pihak yang disupervisi harus mau bekerjasama dalam melaksanakan supervisi akademik teknik pelatihan, tanpa adanya kerjasama yang baik antara pihak yang disupervisi, dengan pihak supervisor maka tidak akan terlaksana pelatihan dengan baik. Guru sebaiknya selalu terbuka dan melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajarannya dan kemudian meminta bantuan kepada kepala sekolah atau pengawas sekolah sebagai supervisor untuk membimbing dan membantu mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi guru.

Setelah guru selesai mengikuti pelatihan ini, diharapkan guru menindaklanjuti kegiatan tersebut dengan melaksanakan penelitian dengan menggunakan proposal PTK hasil pelatihan yang sudah layak untuk digunakan. Jika masih mengalamai kendala untuk melaksanakannya, guru dapat meminta bantuan dan bimbingan lanjutan kepada pengawas sekolah untuk memberikan tuntunan pelaksanaannya. Disamping itu juga guru bisa melakukan kelompok diskusi dan melakukan MGMGP dalam membantu mempertahankan dan meningkatkan serta membagikan ilmu yang diperoleh dari hasil kegiatan pelatihan.


(3)

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian, dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi pengawas sekolah agar menerapkan supervisi teknik pelatihan dengan strategi mastery learning untuk meningkatkan kemampuan profesional guru, khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan pengembangan kompetensi profesional guru dalam menulis karya tulis ilmiah seperti Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di sekolah-sekolah binaannya.

2. Bagi kepala sekolah untuk menerapkan pelatihan dengan strategi mastery

learning sebagai salah satu alternatif pelaksanaan supervisi akademik dalam

membantu permasalahan-permasalahan guru di sekolahnya.

3. Bagi guru yang merupakan subjek penelitian agar menerapkan ilmu yang diperoleh yaitu membuat PTK untuk meningkatkan dan mengembangkan kompetensi profesionalnya, karena itu merupakan bagian tidak terpisahkan dari sistem pembelajaran.

4. Bagi peneliti selanjutnya untuk bisa menerapkan supervisi teknik pelatihan dengan strategi mastery learning dalam membantu mengatasi permasalahn-permasalahan guru pada topik lain. Serta hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai alternatif kerangka acuan bagi peneliti lebih lanjut tentang peningkatan kemampuan guru meningkatkan dan mengembangkan profesionalnya, karena penelitian ini telah dilaksanakan secara sungguh-sungguh menurut prosedur penelitian ilmiah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Agung, Iskandar. & Yufridawati. 2013. Pengembangan Pola Kerja Harmonis dan

Sinergis antara Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas. Jakarta: Bestari

Buana Murni.

Ambarita, B., & Pangaribuan, W. 2013. Kemampuan Membaca dan Sikap

Profesional dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Atmodiwiryo, Soebagio. 2011. Manajemen Pengawasan dan Supervise Sekolah. Jakarta: Ardadizya Jaya.

Basri, H.H., & Rusdiana, A.H. 2015. Manajemen Pendidikan dan Pelatihan. Bandung: CV Pustaka Setia.

Djatmiko, W. Istanto. 2012. Pengembangan Keprofesionalan Guru Sekolah

Menengah Kejuruan. Ringkasan Disertasi. Yogyakarta: Program

Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.

Dongoran, Junaedi. 2015. Upaya meningkatkan Kemampuan Guru Matematika

SMK Menganalisis Butir Soal di Kabupaten Aceh Selatan. Tesis tidak

diterbitkan. Medan: Program Pascasarsana Universitas Negeri Medan. Fauzi, A.K. Ikka. 2011. Mengelola Pelatihan Partisipatif. Bandung: Alfabeta. Ginting, A. Siti. 2015. Upaya Peningkatan Kemampuan Guru Menyusun

Proposal Penelitian Tindakan Kelas Melalui Model Supervisi Pengembangan Di SMK Negeri 1 Merdeka Kabupaten Karo. Tesis tidak

diterbitkan. Medan: Program Pascasarsana Universitas Negeri Medan. Hamalik, Oemar. 2004. Pendidikan Guru, Berdasarkan Pendekatan Kompetensi.

Jakarta: Bumi Aksara.

Kamarubiani, Nike. 2012. Pelatihan Berbasis Kompetensi sebagai Program Pengembangan Sumber Daya Manusia: Studi Kasus Pelatihan Pegawai Hotel Nalendra Bandung. Jurnal Pendidikan Luar. 8 (1): 1-8.

Kaswan. 2013. Pelatihan dan Pengembangan Untuk Meningkatkan Kinerja SDM. Bandung: Alfabeta.

Kunandar. 2012. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai

Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Kusumah, Wijaya dan Dwitagama, Dedi. 2012. Mengenal Penelitian Tindakan

Kelas. Jakarta: Indeks.

Mathis, R.L., & Jackson J.H. 2002.Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba Empat.


(5)

Moeheriono. 2012. Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Depok: Rajagrafindo Persada.

Mulyasa.E.H. 2012. Penelitian Tindakan Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya. Ningrum, Epon. 2014. Penelitian Tindakan Kelas: Panduan Praktis dan Contoh.

Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Obidiegwu,J.U. dan Ajibare, Ojo,O.J. 2007. Blooms Mastery Learning Theory:

Implications on Adult Education. Tersedia pada http://works.bepress.com/druche_obidiegwu/2/ . Diakses pada tanggal 14

Juni 2016

Panjaitan, Keysar. 2010. Merancang Butir Soal dan Instrumen untuk Penelitian. Gorontalo: Nurul Jannah.

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpanrb) Republik Indonesia No. 16 Tahun 2009 Tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Republik Indonesia No. 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Republik Indonesia No. 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Indonesia (Permendiknas) No. 12 Tahun 2007 Tentang Standar Pengawas Sekolah/ Madrasah.

Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru. Pidarta, Made. 2009. Supervisi Pendidikan Kontekstual. Jakarta: Rineka Cipta. Purnama, Muhammad Siddiq Rizki. 2014. Meningkatkan Kemampuan Guru

Matematika Melaksanakan Pembelajaran dalam Kurikulum 2013 Melalui Pelatihan di SMA Negeri 1 Kluet Utara Aceh Selatan. Tesis tidak

diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan. Putra, Nusa. 2014. Penelitian Tindakan. Jakarta: Remaja Rosdakarya.

Pribadi, A. Benny. 2014. Desain dan Pengembangan Program Pelatihan Berbasis

Kompetensi: Implimentasi Model ADDIE. Jakarta: Kencana.

Salahuddin, Anas. 2015. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Pustaka Setia. Situmorang, Julaga. 2012. Pengkajian Program Lembaga Kursus dan Pelatihan

(LKP) dalam Menyelenggarakan Program Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) di Sumatera Utara. Jurnal Teknologi Pendidikan. 5 (1): 32-53.


(6)

Sudjana, Nana. 2011. Supervisi Pendidikan Konsep dan Aplikasinya Bagi

Pengawas Sekolah.Bekasi: Binamitra Publishing.

_____________. 2012. Supervisi Pendidikan Konsep dan Aplikasinya Bagi

Pengawas Sekolah (Seri Kepengawasan). Bekasi: Bina Mitra.

Sukandi. 2011. Pengaruh Kemampuan Mengajar Guru Terhadap Motivasi

Belajar Siswa SMK Negeri di Kabupaten Indramayu. Tesis tidak

diterbitkan. Jakarta. Program Pascasarjana Universitas Indonesia.

Sukardi. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara.

Sukardi, H.M. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Tindakan Kelas:

Implementasi dan Pengembangannya. Jakarta: Bumi Aksara.

Suprihatiningrum, Jamil. 2013 Guru Profesional, Pedoman kinerja, kualifikasi, &

Kompetensi guru. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Uno, B. Hamzah dkk. 2012. Menjadi Peneliti PTK yang profesional. Jakarta: Bumi Aksara.

Uno. B. Hamzah. 2014. Teori Motivasi & Pengukurannya: Analisis di Bidang

Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Utomo, Sugeng. 2011. Model Pelatihan Step by step Onsite Teacher Training (SSOT) dan Optimalisasi Kinerja Guru Membelajarkan Matematika di SD.

Jurnal Pendidian Unidha. Vol. 2 No. 2.

Wena, Made. 2014. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan

Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.

Yaumi, Muhammad. & Damopolii, Muljono. 2014. Action Research: Teori,