Abu Terbang Sebagai Amelioran

14 lokasi tambang, demobilisasi peralatan, dan pemantauan lingkungan. Fasilitas- fasilitas umum tetap dipertahankan semacam mess, jalan, klinik, masjid, bengkel, sumber energi, sumber ar bersih. Sarana ini dialihkan kepada Pemerintah Daerah untuk dapat dikelola lebih lanjut. Pekerjaan pemantauan lingkungan tetap dilaksanakan sampai tercapainya kondisi ekologi yang cukup kuat untuk dilakukan kegiatan bukan pertambangan seperti pertanian, kehutanan, perkebunan, dan lain sebagainya. 1 2 3 Gambar 4 Tahapan Pasca Operasi meliputi: 1 Rangkaian kegiatan reklamasi dan revegetasi, 2 Pelepasan tenaga kerja, dan 3 Penutupan tambang

2.2. Abu Terbang Sebagai Amelioran

Fly ash atau abu terbang adalah partikel kecil mineral sisa hasil pembakaran dari batubara dalam tungku pembakar. Partikel abu terbang sangat kecil seperti bedak dan terbawa keluar dari tungku melalui lubang exhaust. Abu terbang termasuk karbon dan oksida logam. Abu terbang dapat juga termasuk sejumlah pengotor organik yang terbentuk bersama terbentuknya bahan organik. Abu terbang memiliki pH alkalin 11-12 dengan susunan kimia didominasi oleh SiO 2 dan Al 2 O 3 . Berdasarkan susunan kimia, abu terbang dapat dikelompokkan menjadi kelas F kaya Fe dan kelas C kaya Ca. Pembakaran batubara jenis antrasit dan bituminous biasanya akan menghasilkan abu terbang kelas F. Abu terbang ini mempunyai karakteristik pozolanik membentuk semen dan terdiri 15 dari CaO kurang dari 10. Abu terbang kelas F biasanya dipakai untuk campuran semen seperti semen jenis portland. Abu terbang yang dihasilkan dari pembakaran batubara jenis lignit atau sub bituminous mempunyai ciri kandungan CaO lebih dari 20. Kandungan alkali dan sulfat biasanya tinggi pada abu terbang kelas C. Penelitian McCarthy et al. 1994 menunjukkan bahwa pemberian abu terbang dalam tanah dapat meningkatkan nilai pH tanah. Iskandar et al. 2003 melakukan penelitian penggunaan abu terbang dengan dosis 5 dan 10 kgtanaman pada jenis akasia yang dapat meningkatkan nilai pH tanah, ketersediaan kation seperti K, Na, Ca dan Mg serta P-tersedia. Truter et al. 2001 melakukan penelitian dengan mencampur abu terbang, kotoran limbah, dan kapur dengan rasio 60, 30 dan 10 berat kering menunjukkan adanya efek positif dalam meningkatkan pH, Ca, Mg dan P tersedia dalam tanah. Penelitian Iskandar et al. 2008 menunjukkan terjadi pelepasan unsur hara mikro dari abu terbang berturut- turut Fe Cu Mn Zn Cr Pb Ni Cd. Bayat 2002 dalam penelitiannya mengenai penyerapan logam oleh abu terbang menyimpulkan bahwa abu terbang mampu menghilangkan logam berat sama efektifnya dengan karbon aktif pada kondisi tertentu dengan proses adsorpsi maksimum terjadi pada kondisi pH 7-7,5. Penggunaan abu terbang untuk material inpit dump penutupan lahan bekas tambang pernah dilakukan oleh perusahaan pertambangan batubara PT Jorong Barutama Greston PT JBG. Abu terbang yang digunakan untuk proses inpit dump berasal dari PLTU Asam-asam milik PT JBG. Kementerian Negara Lingkungan Hidup KLH memberikan persetujuan terhadap kegiatan inpit dump dengan menggunakan abu terbang tersebut. KLH juga meminta kepada PT Jorong Barutama Greston untuk melakukan revisi atas AMDAL dengan disesuaikan penggunaan material abu terbang sebagai bagian dari kegiatan reklamasi. Sampai saat ini, abu terbang masih dianggap sebagai limbah B3 berdasarkan Peraturan Pemerintah PP Nomor 85 tahun 1999 jo Nomor 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun B3. Pada pasal 2 PP Nomor 18 tahun 1999 disebutkan bahwa pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan 16 yang dapat tercemar sehingga sesuai fungsinya kembali. Pada pasal 3 disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan yang menghasilkan limbah B3, dilarang membuang limbah B3 yang dihasilkannya itu secara langsung ke dalam media lingkungan hidup, tanpa pengolahan terlebih dahulu. Pada pasal 7 ayat 2 disebutkan bahwa daftar limbah dengan kode limbah D220, D221, D222 dan D223 dapat dinyatakan sebagai limbah B3 setelah dilakukan uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure TCLP dan atau uji karakteristik. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, penelitian toksisitas abu terbang perlu dilaksanakan secara menyeluruh dengan tujuan melihat lebih jauh pengaruh pemanfaatan abu batubara tersebut untuk kehidupan makhluk hidup dengan pendekatan secara biologi. Oleh karena itu, penelitian abu terbang untuk ameliorasi perlu dilakukan untuk melihat kondisi karakteristik dan toksisitas. Menurut Stuczynski 1998 dosis yang digunakan dalam penelitian ameliorasi tanah adalah 0; 20; 40 dan 80 gkg dan diinkubasi selama 10, 25 dan 60 hari. Menurut Iskandar 2003, dosis pemberian ameliorasi abu terbang di tanah gambut adalah sebesar 5 – 10 kgpohon pada kondisi lapang.

2.3. Bahan Humat Sebagai Amelioran