Produk-produk Susu Fermentasi
Diantara sekitar 400 nama produk susu fermentasi di dunia, baik yang diproduksi secara tradisional maupun industri, yogurt merupakan produk yang
paling populer. Konsumen akan mudah sekali mendapatkan yogurt dalam berbagai cita rasa, dan produk inilah yang saat ini di Indonesia paling banyak
diproduksi baik oleh industri skala menengahbesar maupun industri skala kecil atau rumah tangga. Salahsatu produk susu fermentasi lain yang tengah meningkat
peminatnya adalah kefir. Berbeda dengan yogurt, nama kefir sebagai salahsatu produk susu fermentasi lebih banyak dikenal oleh segmen tertentu dari konsumen,
terutama peminat produk-produk makanan fungsional alami.
Menurut standar CODEX No. 243 CODEX, 2003, yogurt didefinisikan
sebagai produk susu fermentasi yang merupakan hasil kultur simbiotik antara Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus.
Standar yang sama mendefinisikan kefir sebagai produk susu fermentasi yang
menggunakan kultur starter berupa ”biji kefir” kefir grains. Biji kefir ini mengandung Lactobacillus kefiri, spesies dari genus Leuconostoc, Lactococcus
dan Acetobacter yang tumbuh dengan hubungan yang spesifik dan kuat. Biji kefir juga mengandung khamir yang dapat memfermentasi laktosa Kluyveromyces
marxianus maupun yang tidak dapat memfermentasi laktosa Saccharomyces unisporus, Saccharomyces cerevisiae dan Saccharomyces exiguus.
a. Yogurt
Yogurt adalah koagulum susu yang dihasilkan oleh fermentasi asam laktat yang merupakan aktivitas dari Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus yang juga disebut starter yogurt dengan perbandingan 1:1 Orihara et al., 1992; Jay et al., 2005. Bakteri kokus tumbuh lebih cepat daripada bakteri
yang berbentuk batang rod sekaligus merupakan produsen asam tertinggi, sedangkan bakteri yang berbentuk batang menghasilkan flavor dan aroma.
Pertumbuhan asosiasi dari dua organisme tersebut menghasilkan produksi asam laktat yang lebih banyak dibandingkan jika diproduksi oleh masing-masing
organisme secara tunggal. Selain itu asetaldehid lebih banyak diproduksi oleh
Lactobacillus bulgaricus tatkala tumbuh berasosiasi dengan Streptococcus thermophilus Jay et al., 2005.
Surono 2004 juga menyatakan bahwa yogurt mempunyai rasa asam yang sedang dengan konsistensi lembut dari gel kental dengan citarasa almon. Bakteri
yogurt Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus Lb dan Streptococcus thermophilus St secara alami terdapat dalam susu atau sengaja ditambahkan
sebagai kultur starter sebanyak 2 - 5 dengan perbandingan 1:1. Suhu fermentasi optimum adalah 42-45
C selama 3 – 6 jam hingga dicapai pH 4,4 dengan kadar asam tertitrasi mencapai 0,9 – 1,2. Citarasa yang enak adalah hasil kerjasama
protokooperasi antara kedua bakteri yogurt yang dipengaruhi oleh suhu inkubasi dan asam yang dihasilkan. Senyawa-senyawa volatil dalam jumlah kecil termasuk
asam asetat, diasetil dan asetaldehida dihasilkan oleh Lb. Yogurt dan produk yang serupa banyak diproduksi di daerah Mediterania, Asia, Afrika dan Eropa
Tengah. Jay et al. 2005 melaporkan bahwa yogurt yang baru diproduksi
mengandung sekitar 10
9
organismeg, akan tetapi selama penyimpanan, jumlah tersebut akan menurun menjadi sekitar 10
6
g, khususnya ketika disimpan pada suhu 5
o
C selama 60 hari. Adapun kemampuan starter yogurt ini dalam mengkolonisasi usus masih menjadi perdebatan di kalangan ilmuwan, saat ini
terdapat konsensus diantara para ilmuwan bahwa kultur yogurt Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus tidak dapat menempel pada
permukaan mukosa usus walaupun kadang-kadang terjadi hasil studi yang berbeda dikarenakan oleh berbedanya variasi galur strain starter yang digunakan,
perbedaan dalam desain eksperimen, atau hasil dari studi pada hewan diterapkan secara salah kepada manusia Tamime dan Robinson, 1999.
Yoghurt Probiotik. Pada tahun 1989, R. Fuller mempopulerkan istilah probiotik,
dia mendefinisikan probiotik sebagai suplemen pangan berupa mikroba hidup yang dapat memberikan manfaat bagi kesehatan inangnya melalui perbaikan
keseimbangan mikroba pada saluran pencernaan. Mikroba dari berbagai genus banyak digunakan sebagai probiotik, namun grup bakteri asam laktat BAL
lactobacilli, enterococci dan bifidobacteria merupakan yang paling banyak digunakan Ouwehand et al., 2002.
Dunne et al. 1999 dan Ouwehand et al. 2002 menyatakan bahwa
bakteri tergolong probiotik jika memiliki karakteristik sebagai berikut: resisten terhadap enzim-enzim pankreas, asam dan garam empedu; bersifat non patogen;
mampu bertahan di saluran pencernaan sekalipun hanya dalam periode yang singkat; memproduksi substansi antimikroba; memodulasi respon imun; memiliki
pengaruh terhadap aktivitas metabolisme; mampu menempel pada dinding mukosa usus; diisolasi dari manusia; efek kesehatannya telah terbukti melalui
penelitian-penelitian ilmiah; aman dan mempunyai karakteristik industri yang baik.
Penggunaan BAL yang mempunyai sifat probiotik, baik dari genus lactobacilli ataupun bifidobacteria, sebagai starter pembuatan yoghurt menjadikan
yoghurt tersebut dikenal sebagai “yoghurt probiotik”. Yoghurt yang mengandung bakteri probiotik ini diyakini memiliki efek fisiologis yang lebih bermanfaat bagi
status kesehatan konsumennya Salminen et al., 2005. b. Kefir
Kefir adalah minuman susu fermentasi yang kental, sedikit berkarbonasi dan mengandung alkohol dalam jumlah yang kecil, produk ini diyakini berasal
dari pegunungan Kaukasia di wilayah bekas Uni Soviet. Produk ini juga diproduksi dengan berbagai variasi nama seperti kephir, kiaphur, kefer, knapon,
kepi dan kippi. Sampai saat ini belum dapat dipastikan apakah semua kefir berasal dari kultur starter yang sama pada awalnya, hal ini disebabkan oleh
berbedanya hasil analisis mikroba terhadap kefir yang diambil dari berbagai tempat Farnworth, 2005.
Produk susu fermentasi ini diproduksi dengan menggunakan starter yang sering disebut sebagai ”biji kefir” kefir grain yang mengandung antara lain L.
lactis, L. bulgaricus dan khamirragi yang dapat memfermentasi laktosa. Produksi asam dikontrol oleh bakteri, sedangkan khamir memproduksi alkohol.
Konsentrasi akhir dari asam laktat dan alkohol diperkirakan maksimum 1 Jay et al., 2005.
Rasa, kekentalan viscosity dan komposisi mikrobial serta kimia dari produk akhir kefir dapat dipengaruhi oleh ukuran inokulum yang ditambahkan
kedalam susu, terjadinya agitasi selama proses fermentasi, laju, suhu dan lama
pendinginan dan pematangan setelah fermentasi. Kefir alami memiliki cita rasa khamir dan menyegarkan serta terdapat kondisi yang segar tatkala dirasakan di
mulut. Prosedur pembuatan kefir modern menghasilkan level etanol dalam produk akhir sekitar 0.01–0.1, jumlah etanol dan CO
2
yang dihasilkan selama fermentasi kefir tergantung kepada kondisi produksi yang digunakan Farnworth,
2005. Farnworth 2005 juga menyatakan bahwa “biji kefir” berbentuk seperti
sekumpulan kembang kol kecil, ukurannya panjangnya sekitar 1-3 cm, berbentuk bulat-bulat lobus tidak beraturan dengan warna putih atau putih kekuningan dan
memiliki tekstur yang berlendir tapi kenyal. Biji kefir ini harus dipelihara agar tetap hidup dan tumbuh dengan cara mentransfernya kedalam susu segar setiap
hari dan membiarkan mereka tumbuh sekitar 20 jam, selama waktu tersebut massa biji kefir akan berkembang 25 lebih banyak.
Gambar 1. Biji Kefir Farnworth, 2005
Gambar 2. Elektron Mikrograf dari Biji Kefir Farnworth, 2005
Proses Fermentasi
Secara biokimia, fermentasi adalah sebuah proses metabolis dengannya karbohidrat dan senyawa lainnya yang berkaitan dioksidasi secara parsial dengan
melepaskan energi tanpa keberadaan akseptor elektron eksternal. Akseptor elektron final adalah senyawa-senyawa organik yang diproduksi secara langsung
dari pemecahan karbohidrat Jay et al., 2005. Di alam terdapat banyak mikroorganisme yang dapat memetabolisme
berbagai jenis karbohidrat. Bakteri asam laktat BAL telah digunakan oleh manusia untuk memfermentasi produk-produk pangan dan pakan sejak lama pada
masa-masa awal peradaban manusia. Sampai saat ini aplikasi utamanya masih dalam industri pakan dan pangan misalnya dalam produksi produk olahan susu,
daging dan anggur wine. BAL memfermentasi gula melalui jalur yang berbeda sehingga menghasilkan fermentasi homo-, hetero-, atau campuran Gambar 3
Hofvendahl dan Haegerdal, 2000. Selanjutnya Hofvendahl dan Haegerdal 2000, menjelaskan bahwa
homofermentasi hanya menghasilkan asam laktat AL sebagai produk akhir metabolisme glukosa dalam proses ini digunakan jalur Embden–Meyerhoff–
Parnas Gambar 3A. Dalam proses heterofermentasi AL, karbondioksida dan etanol diproduksi dalam jumlah molar yang seimbang melalui jalur fosfoketolase.
Rasio etanol dan asetat yang terbentuk tergantung dari potensi oksidasi dan reduksi dari sistem yang ada, jalur ini digunakan oleh heterofermentor fakultatif
Lb. casei Gambar 3B.
Gambar 3. Jalur Katabolis dalam BAL A Homofermentasi, B Heterofermentasi
dan C Fermentasi campuran asam [mixed acid]. P = phosphate, BP = bisphosphate, LDH = lactate dehydrogenase, PFL = pyruvate
formate lyase, dan PDH = pyruvate dehydrogenase Hofvendahl dan Haegerdal, 2000.
Sedangkan fermentasi asam campuran dibentuk oleh homofermentor seperti laktokokus pada saat ketersediaan glukosa kurangsedikit, dan pada saat
pertumbuhan dalam gula-gula lain mis. Lc. lactis pada maltosa, laktosa dan galaktosa atau pada saat peningkatan pH dan penurunan suhu. Etanol, asam asetat
dan format dibentuk sebagai tambahan terhadap AL. Jalur yang digunakan adalah homofermentatif, namun perbedaannya adalah dalam metabolisme piruvat, dalam
hal ini selain menghasilkan AL, juga dibentuk asam format dan acetyl-CoA oleh pyruvate formate lyase PFL Gambar 3C. Jika terdapat oksigen, PFL menjadi
inaktif dan sebagai alternative jalur metabolisme piruvat menjadi aktif melalui pyruvate dehydrogenase PDH, yang menghasilkan produksi karbondioksida,
acetyl-CoA dan NADH. BAL juga mampu membentuk produk-produk lain seperti flavor mis. diacetyl dan acetoin juga bakteriosin Hofvendahl dam
Haegerdal, 2000.
Masih menurut Hofvendahl dan Haegerdal 2000, efisiensi fermentasi asam laktat ini dipengaruhi oleh: mikroorganisme yang digunakan, sumber
karbon, sumber nitrogen, teknikmodus fermentasi, imobilisasi dan resirkulasi sel, pH dan suhu. Sementara itu Yang 2000 menyatakan fermentasi oleh BAL
ditandai dengan terakumulasinya asam-asam organik yang diikuti dengan penurunan pH. Tingkat dan tipe dari asam-asam organik selama proses
fermentasi tergantung kepada spesies organisme, komposisi kultur dan kondisi pertumbuhan.
Sifat Antagonistik Bakteri Asam Laktat dan Metabolitnya
Pengaruh antimikrobial dari bakteri asam laktat telah digunakan oleh manusia selama lebih dari 10.000 tahun, dengannya manusia dapat
memperpanjang masa simpan bahan pangan melalui proses fermentasi. Pendekatan inovatif telah dilakukan sebagai alternatif terhadap antibiotik dalam
mengobati penyakit gastrointestinal dan ini termasuk agen bioterapeutik hidup seperti isolat bakteri. Bakteri asam laktat mengeluarkan aktivitas antagonistik
yang kuat terhadap berbagai mikroorganisme termasuk bakteri pembusuk dan patogen pada makanan Savadogo et al., 2004.
Dalam berbagai lingkungan ekologi tertentu, mikroorganisme bersaing satu sama lain untuk bertahan hidup dan melalui proses evolusi akhirnya
membentuk flora yang unik. Dalam ekosistem beberapa jenis bahan pangan, bakteri asam laktat BAL menjadi mikroflora yang dominan. Organisme ini
mampu memproduksi senyawa antimikroba yang melawan flora kompetitornya, termasuk bakteri pembusuk dan patogen dalam bahan pangan. Dibawah kondisi
lingkungan yang kurang cocok, banyak spesies BAL juga memproduksi eksopolisakarida EPS yang melindungi mereka dari desikasi, bakteriphage dan
serangan protozoa Yang, 2000. Yang 2000 juga menjelaskan bahwa pengaruh antimikroba dari asam-
asam organik terletak pada penurunan pH juga bentuk molekulnya yang tidak terdisosiasi. pH eksternal yang rendah akan menyebabkan pengasaman
acidification pada sitoplasma sel, sementara asam yang tidak terdisosiasi menjadi lipofilik sehingga dapat berdifusi secara pasif melewati membran sel.
Asam yang tidak terdisosiasi ini bekerja dengan cara mengganggu gradien elektrokimia proton atau dengan mengubah permeabilitas membran sel yang
menghasilkan rusaknya sistem tranport seluler. Selanjutnya Neugebauer dan Gilliland 2005 menyatakan bahwa
Kemampuan BAL untuk mengawetkan makanan dan mencegah pertumbuhan organisme yang tidak diinginkan telah dikaji selama bertahun-tahun. Banyak
BAL yang memiliki kemampuan untuk memproduksi zat-zat yang menjadi penghambat pertumbuhan bakteri lain termasuk organisme patogen dan
pembusuk pada suhu rendah. Faktor terpenting dari organisme ini dalam sistem pangan adalah kemampuannya memproduksi zat-zat penghambat pada suhu
refrigerasi saat organisme tersebut tidak sedang tumbuh. Diantara asam-asam organik, asam laktat dikenal sebagai biopreservatif
dalam produk-produk fermentasi alami. Aktivitas antibakteri asam laktat sebagian besar, walaupun tidak secara keseluruhan, diakibatkan oleh
kemampuannya dalam kondisi tidak terdisosiasi untuk melakukan penetrasi terhadap membran sitoplasma yang menghasilkan penurunan pH intraselular dan
perusakan dari gaya transmembran proton Alakomi et al., 2000. Kemudian Alakomi et al. 2000 juga menyatakan bahwa AL yang
diproduksi oleh kultur starter BAL dapat berfungsi sebagai antimikroba alami yang statusnya secara umum telah dikenal aman GRAS = generally recognized as
safe. Asam laktat mampu menghambat pertumbuhan berbagai tipe bakteri pembusuk dan patogen termasuk spesies Gram negatif dalam famili
Enterobacteriaceae dan Pseudomonadaceae atau yang termasuk kedalam kelompok bakteri Gram positif seperti L. monocytogenes, Mycobacterium spp, S.
aureus, C. perfringens, B. cereus Cotter dan Hill, 2003. Asam laktat AL CH3CHOHCOO
-
adalah senyawa kimia yang banyak manfaatnya, antara lain untuk: a agen pembentuk asam, flavor dan pengawet bagi
makanan, obat-obatan, kulit dan industri kulit; b produksi basis kimia; c polimerisasi terhadap poli AL yang bersifat biodegradable. AL memiliki dua
isomer optic, D dan L asam laktat, kedua bentuk isomer tersebut dapat dipolimerisasi dan polimer dengan berbagai karakteristik dapat diproduksi
tergantung komposisinya. Sekitar 90 dari 80.000 ton asam laktat yang
diproduksi di seluruh dunia setiap tahun saat ini diproduksi melalui fermentasi asam laktat dari bakteri, sisanya diproduksi secara sintetis oleh hidrolisis
laktonitril. Produksi secara fermentasi dari bakteri memiliki keunggulan tersendiri yaitu dengan dimungkinkannya untuk memilih straingalur bakteri asam
laktat BAL yang hanya memproduksi satu isomer, dan secara optik produk tersebut murni, sementara produksi secara sintetis selalu menghasilkan asam
laktat campuran Hofvendahl dan Haegerdal, 2000. Asam laktat merupakan metabolit utama fermentasi bakteri asam laktat
dengan kondisi ekuilibrium antara bentuk terdisosiasi dengan tidak terdisosiasi, dan keberadaan bentuk terdisosiasi tergantung kepada pH. Dalam kondisi pH
rendah, sejumlah besar asam laktat ada dalam bentuk tidak terdisosiasi, dalam kondisi ini maka asam laktat bersifat toksik terhadap berbagai jenis bakteri, fungi
dan khamir. Walaupun demikian, mikroorganisme yang berbeda bervariasi dalam sensitivitasnya terhadap asam laktat. Pada pH 5.0, asam laktat menjadi
pengambat inhibitor terhadap bakteri pembentuk spora akan tetapi tidak terhadap khamir dan kapang. Asam asetat dan propionat diproduksi oleh BAL
melalui jalur heterofermentatif, dapat berinteraksi dengan membran sel dan menyebabkan pengasaman intraseluler serta denaturasi protein. Asam-asam ini
lebih efektif sifat antimikrobanya dibandingkan dengan asam laktat karena mereka memiliki nilai pKa yang lebih tinggi asam laktat 3,08; asam asetat 4,75; dan
asam propionate 4,87 juga memiliki persentase asam dalam bentuk tidak terdisosiasi yang lebih tinggi dalam pH yang sama. Asam asetat juga melakukan
aksi yang sinergis dengan asam laktat; asam laktat menurunkan pH medium, pada saat yang sama meningkatkan toksisitas asam asetat Yang, 2000.
Prevalensi Bakteri Patogen dalam Susu
Survey terhadap prevalensi bakteri patogen dalam susu telah banyak dilakukan, hasil dari setiap studi menghasilkan angka yang bervariasi. Berbagai
faktor diperkirakan memberikan kontribusi terhadap bervariasinya hasil survey yang telah dilakukan seperti: lokasi geografis, musim, ukuran peternakan, jumlah
ternak di peternakan, higiene, praktik manajemen peternakan, variasi dalam pengambilan sampel, variasi dalam tipe sampel yang dievaluasi dan perbedaan
metode deteksi yang digunakan. Namun demikian, terlepas dari variasi yang ada, semua hasil survey menunjukkan dengan jelas bahwa susu dapat menjadi sumber
patogen asal makanan yang nyata terhadap kepentingan kesehatan manusia Oliver et al., 2005.
Chye et al. 2004 telah melakukan survey terhadap kualitas dan keamanan mikrobiologis susu di Malaysia. Sampel susu dari 360 peternakan sapi perah di
seluruh Malaysia dianalisis total bakterinya, Staphylococcus aureus, coliform, Escherichia coli, Listeria monocytogenes, E. coli 015:H7 dan Salmonella. Rataan
angka total bakteri termasuk bakteri psikrotrop dan termofil masing-masing adalah 12 x 10
6
, 7,5 x 10
3
dan 9,1 x 10
3
cfuml. Dari total 930 sampel susu yang dianalisis 90 terkontaminasi oleh bakteri coliform dan 65 positif E. coli, S.
aureus dapat diisolasi dari lebih 60 sampel, sementara Salmonella dan L. monocytogenes hanya dapat dideteksi pada masing-masing 1,4 dan 1.9.
Kemudian Hempen 2006 telah melakukan investigasi mikrobiologis terhadap susu mentah dan susu fermentasi di Gambia. Investigasi ini dilakukan
dari tingkat peternak, pedagang antara dan pedagang eceran. Sebanyak masing- masing 236 dan 142 sampel susu mentah dan fermentasi dianalisis kandungan
total bakterinya, koliform, E. coli, coagulase-positive Staphylococci, Salmonella spp., Bacillus cereus, Listeria spp. dan Clostridia pereduksi H
2
S. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 64 sampel susu mentah dan 55 sampel
susu fermentasi mengandung total bakteri lebih dari 5x10
4
cfuml dengan kandungan tertingi 2x10
6
cfuml. Kandungan E. coli diatas 1x10
4
cfuml ditemukan pada 22,6 sampel susu mentah dan 23.7 sampel susu fermentasi.
Kemudian 25 sampel susu mentah mengandung coagulase-positive Staphylococci lebih dari 2x10
3
cfuml. Listeria spp. and Salmonella spp. dapat diisolasi hanya pada beberapa sampel saja. Bakteri pembentuk spora seperti
Bacillus cereus dapat diisolasi dari 17 sampel susu mentah dan 12,7 sampel susu fermentasi, sedangkan Clostridia pereduksi H
2
S dapat diisolasi dari 22,3 sampel susu mentah dan 14,4 sampel susu fermentasi.
Survey terhadap prevalensi S. aureus dalam susu telah dilakukan oleh Jørgensen et al. 2005 di Norwegia, dari 220 sampel susu sapi dan 213 sampel
susu kambing serta 82 sampel produk asal susu mentah, S. aureus dapat dideteksi
pada masing-masing sampel sejumlah 75, 96,2 dan 37,8. Kemudian Jayarao dan Henning 2001 melaporkan hasil surveynya terhadap susu kandang
dari 131 peternakan di Dakota Selatan dan Minnesota Barat AS, hasilnya menunjukkan angka prevalensi bakteri Campylobacter jejuni, shiga-toxin
producing Escherichia coli, Listeria monocytogenes, Salmonella spp., dan Yersinia enterocolitica dalam sampel susu masing-masing sebagai berikut 9,2;
3,8; 4,6; 6,1 dan 6,1. Tiga puluh lima dari 131 26,7 sampel susu kandang mengandung satu atau lebih spesies bakteri patogen.
Van Kessel et al. 2004 telah melakukan survey terhadap prevalensi
Salmonella, Listeria monocytogenes, dan koliform fekal dari susu kandang yang berjumlah 861 sampel yang diambil dari berbagai peternakan di 21 negara bagian
di Amerika Serikat. Hasilnya menunjukkan bahwa 95 sampel mengandung bakteri koliform fekal, rataan jumlah sel radang adalah 295.000 selmL, 2,6
sampel positif mengandung Salmonella dan 6.5 sampel positif mengandung Listeria monocytogenes.
Keberadaan bakteri patogen dalam susu kandang bulk milk sepertinya berhubungan langsung dengan kontaminasi fekal yang terjadi terutama pada saat
pemerahan, walaupun beberapa bakteri patogen yang dapat menyebabkan mastitis masuk ke dalam susu karena infeksi intramamari. Masuknya susu yang
terkontaminasi patogen kedalam unit pengolahan susu dan kemampuannya dalam membentuk biofilm menjadi resiko penting kontaminasi pasca pasteurisasi yang
dapat ditransmisikan kepada konsumen Oliver et al., 2005. Gambaran siklus agen patogen dalam lingkungan peternakan sapi perah
dan kemungkinan masuknya patogen tersebut kedalam susu disajikan dalam Gambar 4.
Gambar 4. Siklus Agen Patogen di Lingkungan Peternakan Sapi Perah dan
Kemungkinan Transfer Patogen tersebut Kedalam Susu. A Amplifikasi Patogen dalam Sapi; B Penyebaran di Lingkungan
Kandang via Feses; C Akumulasi Feses di Lingkungan Peternakan; D Penyebaran Manure di Pastura; E Hijauan Terkontaminasi
Patogen; F Pakan Terkontaminasi Dikonsumsi Ternak; G Susu dapat Terkontaminasi Patogen Saat Pemerahan; H Patogen Masuk
ke Tangki Penampung; I Susu Terkontaminasi Masuk ke Pasteurizer, Kegagalan Pasteurisasi Mungkin Terjadi; J Susu dan
Produk Olahannya Dikonsumsi Konsumen, baik Berbahan Baku Susu Mentah ataupun Susu Pasteurisasi Dimodifikasi dari Oliver et
al., 2005.
Adapun kemungkinan masuknya dan bertahannya bakteri patogen dalam produk susu fermentasi digambarkan dalam Gambar 5 berikut ini.
A B
C D
G E
F I
H J
Gambar 5. Beberapa Kemungkinan Jalan Masuk Port of Entry Bakteri Patogen
Beserta Sumber Pencemarannya serta Kemungkinan Bertahannya Bakteri Tersebut dalam Produk Susu Fermentasi Dikompilasi dari
Massa et al. 1997; Yoshida et al. 1998; Hassan et al. 2000; Ruegg 2003; Oliver et al. 2005; Kyozaire et al. 2005
Susu sebagai bahan baku produk
Kontaminasi patogen dari peralatan, pekerja, feses, air
Kontaminasi patogen dari sapi yang mengalami infeksi
intramamari
Pasteurisasi atau proses pemanasan
Inokulasi kultur starter
Kegagalan pasteurisasi
Fermentasi
Produk susu fermentasi
- Proses yang kurang
aseptik, kontaminasi dari pekerja atau peralatan
- Rendahnya viabilitas,
daya antagonisme, produksi asam organik
danatau bakteriosin dari starter yang digunakan
- Kontaminasi dari bahan
tambahan makanan danatau air
Pengolahan lanjut, pengemasan
Konsumsi langsung Penyimpanan
Pemanfaatan Sifat Antagonisme Bakteri Asam Laktat dan Metabolitnya dalam Meningkatkan Masa Simpan dan Keamanan Mikrobiologis
Bahan Pangan
Neugebauer dan Gilliland 2005 mengkaji pertumbuhan bakteri pembusuk P. fluorescens yang sengaja diinokulasikan ke dalam keju. Dalam keju
kontrol, bakteri pembusuk ini meningkat 5 log pada hari ke-7 pematangan keju, sementara pada keju yang diberi perlakuan L. delbrueckii ssp. lactis RM2-5 1.0
× 10
9
cfug tidak terdeteksi dan tidak dapat tumbuh setelah 21 hari. Sementara itu Djenane et al. 2005 mengkaji penambahan BAL yaitu
Lactobacillus sakei CTC 372 dan Lactobacillus CTC 711, pada steak daging sapi yang disimpan dalam lingkungan yang mengandung CO
2
tinggi, untuk melihat umur simpan dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan L. monocytogenes. Dengan
jumlah awal 5,6 log cfumL, setelah 7 hari inkubasi pada suhu 3ºC, L. monocytogenes bertahan hidup pada rataan log 2,8 log cfumL pada produk
tanpa galur yang protektif. Pada suhu 8ºC, jumlah L. monocytogenes menurun masing-masing sekitar 2,5 atau 1,5 logmL saat ditambahkan Lb. sakei CTC 372
atau Lb. CTC 711. Mufandaedza et al. 2006 telah mengkaji daya tahan hidup dan
pertumbuhan Escherichia coli 3339 dan Salmonella enteritidis 949575 yang diisolasi dari sampel klinik manusia didalam susu yang difermentasi oleh bakteri
asam laktat BAL dan khamir yang sebelumnya telah diisolasi dari susu fermentasi alami Zimbabwe. Kultur BAL yang digunakan adalah Lactococcus
lactis subsp. lactis biovar. diacetylactis C1 C1 atau kombinasi dengan Candida kefyr 23 C123, L. lactis subsp. lactis Lc261 LC261 atau kombinasi dengan C.
kefyr 23 Lc26123. Pertumbuhan patogen yang sama dalam susu yang difermentasi oleh kultur DL komersial CH-N 22 dan susu mentah yang
difermentasi secara spontan juga dimonitor. Hasilnya menunjukkan bahwa kultur C1 dan C123 secara nyata P0.05 telah menghambat pertumbuhan kedua
patogen. Ketika diinokulasikan di awal fermentasi baik perhitungan E. coli 3339 dan S. enteritidis 949575 telah menurun secara nyata P0.05 sekitar dua log
pada C1 dan C123. Akan tetapi dalam susu yang difermentasi secara natural dan kultur DL, baik E. coli 3339 dan S. enteritidis 949575 tumbuh dan mencapai
populasi tertinggi sampai mencapai masing-masing 9 dan 8.8 log cfuml setelah
18 jam. Saat E. coli 3339 diinokulasikan terhadap susu yang telah difermentasi, populasi bakteri patogen tersebut turun secara nyata pada susu yang menggunakan
kultur C1 dan C123 dari 7 log cfuml menjadi 3 log cfuml setelah 48 jam, S. enteritidis 949575 tidak dapat diisolasi dari kultur ini setelah 48 jam.
Masih banyak peneliti lainnya yang melakukan penelitian-penelitian serupa yang memanfaatkan sifat antagonisme BAL dan metabolitnya dalam
rangka memperpanjang umur simpan atau meningkatkan keamanan mikrobiologis bahan pangan, antara lain Amezquita dan Brashears 2002 yang meneliti
penghambatan L. monocytogenes oleh BAL dalam produk daging siap santap; Cetinkaya dan Soyutemuz 2004 mengkaji ketahanan hidup Listeria
monocytogenes selama pembuatan dan pematangan keju Keshar; de Carvalho et al. 2006 telah meneliti tentang penghambatan pertumbuhan Listeria
monocytogenes oleh BAL yang diisolasi dari produk Salami asal Italia.
Ketahanan Hidup Bakteri Patogen dalam Interaksinya dengan Bakteri Asam Laktat dalam Susu atau Produk Olahannya
Fang et al. 1996 melakukan kajian terhadap pengaruh antagonistik BAL Lactobacillus acidophilus, L. bulgaricus, L. casei dan Streptococcus
thermophilus terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan menggunakan MRS agar dengan menggunakan teknik deferred dan cross-
streaking serta menggunakan susu dengan teknik penghitungan cawan. Semua BAL menekan pertumbuhan S. aureus dan E. coli dalam mendium agar. Akan
tetapi aktivitas penghambatannya menurun secara nyata saat medium agar diset ke pH 7,2. Sementara dalam susu normal, L. acidophilus galur A dan B, S.
thermophilus dan kombinasinya dengan L. acidophilus A dan L. bulgaricus 6032 menghambat S. aureus, adapun dalam susu mastitis hanya S. thermophilus dan
kombinasinya yang menunjukkan penghambatan. L. acidophilus A dan L. bulgaricus 34104 menekan pertumbuhan E. coli dalam susu normal.
S. thermophilus dan kombinasinya menghambat E. coli baik dalam susu normal maupun mastitis. Hasil riset ini menunjukkan bahwa aktivitas antagonistik BAL
terhadap bakteri patogen bervariasi dengan tipe media yang menjadi tempat uji dilakukan.
Sementara Massa et al. 1997 melakukan kajian terhadap daya tahan
hidup Escherichia coli O157:H7 dalam yogurt selama fermentasi dan penyimpanan dingin. Setelah difermentasi selama 5 jam pada suhu 42
o
C, yogurt disimpan dalam lemari es bersuhu 4
o
C. Dua jenis yogurt digunakan dalam penelitian ini yaitu yogurt tradisional YT yang menggunakan starter L.
bulgaricus dan S. thermophilus dengan yogurt ”bifido” YB yaitu starter tradisional ditambah Bifidobacterieum bifidum. Setelah 7 hari populasi bakteri uji
menurun dari log 3,52 ke 2,72 cfuml dan dari log 7,08 ke 5,32 cfuml untuk masing-masing inokulasi rendah dan tinggi pada YT; dan dari log 3,49 ke 2,73
cfuml serta dari log 7,38 ke 5,41 untuk masing-masing inokulasi rendah dan tinggi pada YB. Nilai pH menurun dari 6,6 ke 4,5 dan 4,4 pada YT dan dari 6,6 ke
4,6 dan 4,5 pada YB untuk masing-masing inokulasi bakteri uji rendah dan tinggi. Estrada et al. 1999 melakukan penelitian terhadap kemampuan kultur
starter yogurt Streptococcus salivarius subsp. thermophilus dan Lactobacillus delbrueckii subsp bulgaricus untuk menghambat pertumbuhan empat galur
Staphylococcus aureus produsen entertoksin tipe A dan B ATCC 6538, S6, FRI- 100 dan asal susu selama fermentasi susu dan penyimpanan. Susu skim steril
yang digunakan sebagai bahan dasar diinokulasi oleh sekitar 10
6
CFUml Staphylococcus aureus dan sekitar 10
6
CFU kultur starter, kemudian diinkubasi pada suhu 42
o
C selama 8 jam diikuti oleh penyimpanan dalam lemari es pada suhu 4
o
C. Sampel diambil setiap dua jam selama fermentasi dan setiap dua hari selama penyimpanan. Populasi BAL, S. aureus, pH, keasaman, thermostable
deoxyribonuclease TNase dan produksi staphylococcal enterotoxin A SEA dihitung pada setiap pengambilan sampel. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa perilaku empat galur S. aureus bertahan selama 8 jam fermentasi dan populasinya mulai menurun pada umur sehari penyimpanan, dan baru benar-benar
dihambat secara sempurna pada hari ke-9-10. Produksi TNase dan SEA positif pada semua sampel. Hal ini menunjukkan bahwa yogurt dapat menjadi agen
penularan organisme uji jika bahan baku susunya tercemar.
Selanjutnya Gulmez dan Guven 2003b meneliti tentang ketahanan hidup
Escherichia coli O157:H7, Listeria monocytogenes 4b dan Yersinia enterocolitica O3 dalam yogurt tradisional Turki dan kefir selama fermentasi dan penyimpanan.
Populasi semua galur bakteri meningkat selama fermentasi, dengan demikian kontaminasi pra fermentasi menurut mereka menjadi lebih beresiko dibandingkan
kontaminasi pasca fermentasi. E. coli O157:H7 dan L. monocytogenes 4b mampu bertahan hidup sampai 21 hari dalam semua sampel. Y. enterocolitica O3 hanya
dapat bertahan hidup sampai 14 hari dalam kefir modifikasi. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa kultur starter yogurt tampaknya lebih mampu menekan
patogen dibandingkan starter kefir. Peneliti yang sama, dalam penelitiannya yang lain, mengkaji ketahanan
bakteri yang sama dengan penelitian sebelumnya dalam yogurt dan kefir berbahan baku susu fermentasi baik secara terpisah maupun dicampurkan, kemudian
diinkubasi pada suhu yang berbeda-beda sesuai suhu pertumbuhan mikroflora starter. Hasil studi menunjukkan bahwa yogurt tradisional memiliki tekanan
terkecil terhadap semua mikroorganisme patogen, adapun sampel yang didapatkan dari proses fermentasi yang berbeda sampel difermentasi pada suhu 43
o
C selama 3 jam kemudian dilanjutkan pada suhu 30
o
C selama 21 jam lebih mampu menekan patogen dibandingkan kefir. Tidak terdapat perbedaan daya tahan hidup
yang nyata P0,05 antara E. coli O157:H7 and L. monocytogenes 4b dalam sampel yang diuji, namun Y. enterocolitica O3 lebih sensitif dibandingkan bakteri
uji yang lain P 0,05 Gulmez dan Guven, 2003a. Kemudian
Estrada et al. 2005 melaporkan hasil eksperimennya untuk mengkaji ketahanan hidup Brucella abortus selama fermentasi susu dengan kultur
starter yogurt dan disimpan pada suhu refrigerator. Eksperimen ini dilatarbelakangi oleh masih tingginya kontaminasi B. abortus pada susu dan
produk susu yang secara kesehatan masyarakat tentu berbahaya. Susu skim steril dengan sengaja diinokulasi oleh B. abortus pada dua konsentrasi yaitu 10
5
dan 10
8
CFUml secara simultan dengan kultur starter yogurt dari BAL Streptococcus thermophilus dan
Lactobacillus delbrueckii subspecies bulgaricus. Botol yang telah diinokulasi diinkubasi pada suhu 42ºC, diikuti oleh
refrigerasi pada 4ºC. Sampel diambil selama masa fermentasi dan penyimpanan untuk dihitung jumlah B. abortus dan BAL-nya serta pH produk. Hasil
eksperimen menunjukkan setelah 10 hari penyimpanan pada suhu 4°C, B. abortus masih dapat bertahan hidup dalam susu fermentasi pada level 10
5
CFUml,
walaupun dengan pH yang rendah yaitu 4.0. Sementara itu, B. abortus yang ditambahkan kedalam yogurt pada level 10
8
CFUml mampu bertahan hidup sampai 22 hari masa penyimpanan walaupun dengan pH rendah 3,8 s.d. 4, dan
pada hari ke-23 semua bakteri mati. Sedangkan dalam perlakuan kontrol bakteri dalam susu tanpa starter yogurt, populasi bakteri mencapai 10
8
cfuml selama 25 hari penyimpanan. Dengan demikian disimpulkan bahwa produk susu fermentasi
yang menggunakan bahan baku yang tercemar B. abortus dapat menjadi sarana
penularan bakteri ini kepada manusia.
Beberapa penelitian lain yang mengkaji sifat antagonisme BAL dalam produk susu terhadap bakteri patogen antara lain: Pitt et al. 2000 yang meneliti
ketahanan hidup Listeria monocytogenes dalam susu pasteurisasi yang difermentasi oleh starter BAL yaitu Lactococcus lactis, Lactococcus cremoris,
Lactobacillus plantarum, Lactobacillus bulgaricus atau Streptococcus thermophilus; Ogwaro et al. 2002 meneliti ketahanan hidup E. coli O157:H7
selama fermentasi yogurt tradisional Afrika; kemudian Tsegaye dan Ashenafi 2005 telah melakukan analisis terhadap perilaku behavior Escherichia coli
O157:H7 selama pengolahan dan penyimpanan Ergo dan Ayib, produk olahan susu tradisional dari Ethiopia.
Millette et al. 2007 meneliti pengendalian pertumbuhan beberapa bakteri patogen dalam susu fermentasi yang menggunakan starter L. acidophilus dan L.
casei. Pertumbuhan
Escherichia coli O157:H7, Salmonella serotype Typhimurium, Staphylococcus aureus, Listeria innocua, Enterococcus faecium
dan Enterococcus faecalis telah dievaluasi selama 48 jam pada suhu 37°C. Listeria innocua dan S. aureus merupakan bakteri paling sensitif terhadap
supernatan asal produk susu fermentasi ini. Untuk masing-masing bakteri penghambatannya mencapai 85,9 dan 84,7. Setelah supernatan ini
dinetralisasi untuk menghilangkan efek asam organik, ternyata bakteri L. innocua dan E. coli O157:H7 menjadi bakteri paling sensitif dengan menunjukkan angka
penghambatan masing-masing sebesar 65,9 dan 61,9.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan November 2007 sampai dengan Maret 2008. Tempat penelitian yang telah digunakan adalah Laboratorium
Mikrobiologi, Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan serta Laboratorium Diagnostik,
Bagian Mikrobiologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Bahan dan Alat Penelitian Bahan
Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini berupa starterbibit bakteri asam laktat yaitu Streptococcus salivarius subsp. thermophilus
ST RM01 dan Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus LB RM01, starter kerja kefir RM01 serta Bifidobacterium longum BL RM01 koleksi Bagian Ilmu
Produksi Ternak Perah, Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan IPB, isolat bakteri patogen Staphylococcus aureus KT07 dan E.coli KT07 asal
susu kambing perah hasil isolasi Taufik 2007. Bahan-bahan lain adalah media tumbuh bakteri dan bahan kimia yang diantaranya meliputi susu segar, MRSA de
Mann Rogosa Sharpe Agar, BPA Baird Parker Agar yang ditambah egg yolk tellurite, EC Petrifilm, EMBA Eosin Methylene Blue Agar, BHIB Brain Heart
Infusion Broth, NaCl fisiologis steril, standar larutan 0,5 McFarland, alkohol, larutan buffer pH 4 dan 7, indikator PP Phenopthalein 1, NaOH 0,1N,
aquadestilata dan kapas steril.
Alat
Alat-alat utama yang digunakan antara lain tabung reaksi, cawan Petri, pipet, botol gelas, inkubator, autoklaf, oven, pembakar Bunsen, gelas ukur, lemari
es, jarum Ose, sentrifusa, pengaduk gelas, hockey stick, dan vortex .
Metode Penelitian Pembuatan Produk Susu Fermentasi
Susu fermentasi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga macam, yaitu yogurt YT, yogurt probiotik YP, dan kefir Kf. Penjelasan
mengenai proses pembuatan dari masing-masing susu fermentasi diuraikan sebagai berikut:
a. Pembuatan Yogurt