Variasi nilai konsentrasi klorofil di perairan Selat Sunda

4.4. Variasi nilai konsentrasi klorofil di perairan Selat Sunda

Gambar 10. Sebaran rata-rata bulanan konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Sunda tahun 2007 sampai dengan tahun 2010. Variasi distribusi konsentrasi klorofil di Selat Sunda disebabkan oleh adanya pengaruh dari 2 karakteristik massa air yang berbeda yaitu aliran massa air dari Samudera Hindia dan massa air dari utara Jawa. Perairan Samudera Hindia cenderung mempunyai konsentrasi klorofil-a yang rendah dibandingkan perairan utara Jawa , hal ini dikarenakan Perairan Samudera Hindia merupakan perairan lepas pantai, adapun terjadinya peningkatan nilai klorofil-a pada musim timur, diduga akibat adanya fenomena upwelling di perairan selatan Jawa di musim timur Amri, 2002. 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 K o n se n tra si K lo ro fi l-a m g m 3 2007 2008 2009 2010 Grafik di atas memperlihatkan variasi yang cenderung meningkat pada periode musim timur Gambar 10. Musim barat cenderung mempunyai konsentrasi klorofil-a yang relatif rendah. Variasi nilai konsentrasi klorofil-a di perairan ini tidak terlepas dari pengaruh angin musiman yang terjadi di perairan Indonesia. Pada musim barat, aliran massa air dari Samudera Hindia yang lebih dingin lebih dominan masuk ke perairan Selat Sunda, sehingga karakteristik massa air di perairan tersebut lebih rendah dengan konsentrasi klorofil yang rendah, hal ini dapat dilihat pada tampilan sebaran spasial bulanan konsentrasi klorofil-a tahun 2007 sampai tahun 2010 Gambar 9. Sebaliknya, pada musim timur massa air dari Laut Jawa lebih dominan mendorong massa air hangat dengan kandungan klorofil tinggi masuk ke Selat Sunda, sehingga pada musim ini dapat diindikasikan sebagai musim yang optimal untuk penangkapan. Menurut Muripto 2000, Selat Sunda merupakan perairan yang dipengaruhi oleh aliran dua massa air utama, yaitu massa air Laut Jawa dan Samudera Hindia. Oleh karena itu faktor oseanografi yang berpengaruh adalah pergerakan angin di Selat Sunda dan sekitarnya. Adanya pergerakan arah dan kecepatan angin apabila dihubungkan dengan sebaran konsentrasi klorofil akan memperkuat pernyataan bahwa tinggi atau rendahnya nilai konsentrasi klorofil-a dipengaruhi oleh angin dan perubahan musim. Pola angin yang berperan di Indonesia adalah angin muson. Letak geografi Indonesia yang berada di antara Benua Asia dan Benua Australia membuat kawasan ini paling ideal untuk berkembangnya angin muson. Perairan Selat Sunda merupakan salah satu kawasan yang dipengaruhi oleh angin muson. Angin muson barat berhembus pada bulan Oktober sampai April, mengakibatkan belahan bumi selatan khususnya Australia bertemperatur tinggi dan tekanan udara rendah, sebaliknya di Asia memiliki temperatur rendah dan tekanan udara tinggi. Oleh karena itu terjadilah pergerakan angin dari Benua Asia ke Benua Australia sebagai angin muson barat. Angin ini melewati Samudera Pasifik dan Laut Cina Selatan. Angin muson timur berhembus setiap bulan April sampai Oktober, ketika matahari mulai bergeser ke belahan bumi utara, sehingga terjadi pergerakan angin dari benua Australia ke benua Asia melalui Indonesia, angin ini tidak banyak mengakibatkan turun hujan, oleh karena itu disebut juga sebagai musim kemarau. Pola pergerakan angin berdasarkan Gambar 11, menunjukan bahwa di perairan Selat Sunda dan sekitarnya dipengaruhi oleh musim barat dan musim timur. Pada periode musim barat hingga awal musim peralihan, angin bertiup dari arah barat laut Desember – Maret. Bulan November dan April musim pancaroba, dimana pengaruh musim barat dan musim timur masih ada, menyebabkan terjadi pergerakan pola angin yang berlawanan di daerah Samudera Hindia sehingga terjadi pembelokan arah ke Selat Sunda dan Laut Jawa dengan kecepatan angin yang lebih tinggi di wilayah Samudera Hindia dibandingkan wilayah Laut Jawa, sehingga berpengaruh ke perairan Selat Sunda. Pada musim timur dan peralihan 2 pergerakan angin bertiup dari arah timur yaitu datang dari Samudera Hindia dan memiliki kecepatan yang tinggi menuju Selat Sunda. Berikut merupakan pola pergerakan angin yang dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11. Pola pergerakan angin di Selat Sunda dan sekitarnya. Sumber : Data angin ECMWF

4.5. Produksi Ikan Pelagis

Dokumen yang terkait

Analisis Konsentrasi Klorofil-adan Suhu Permukaan Laut dari Satelit Aqua MODIS serta Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Malaka

4 39 88

Hubungan Kondisi Oseanografi (Suhu Permukaan Laut, Klorofil-a dan Arus) dengan Hasil Tangkapan lkan Pelagis Kecil di Perairan Selat Sunda

0 8 242

Variabilitas konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut dari citra satelit aqua modis serta hubungannya dengan hasil tangkapan ikan lemuru di perairan selat bali.

2 56 135

Variabilitas konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut dari citra satelit MODIS serta hubungannya dengan hasil tangkapan ikan pelagis di perairan Laut Jawa

4 8 197

Hubungan Kondisi Oseanografi (Suhu Permukaan Laut, Klorofil a dan Arus) dengan Hasil Tangkapan lkan Pelagis Kecil di Perairan Selat Sunda

0 4 116

Analisis Konsentrasi Klorofil-adan Suhu Permukaan Laut dari Satelit Aqua MODIS serta Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Malaka

0 0 15

Analisis Konsentrasi Klorofil-adan Suhu Permukaan Laut dari Satelit Aqua MODIS serta Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Malaka

0 0 2

Analisis Konsentrasi Klorofil-adan Suhu Permukaan Laut dari Satelit Aqua MODIS serta Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Malaka

0 0 4

Analisis Konsentrasi Klorofil-adan Suhu Permukaan Laut dari Satelit Aqua MODIS serta Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Malaka

0 0 11

Analisis Konsentrasi Klorofil-adan Suhu Permukaan Laut dari Satelit Aqua MODIS serta Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Malaka

0 0 3