3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kondisi geografis lokasi penelitian
Keadaan topografi perairan Selat Sunda secara umum merupakan perairan dangkal di bagian timur laut pada mulut selat, dan sangat dalam di mulut selat
yang berhubungan dengan Samudera Hindia. Karakteristik perairan Selat Sunda juga dicirikan oleh keberadaan gunung yang masih aktif di tengah selat, pulau-
pulau kecil dan pertemuan dua massa air dengan karakteristik yang berbeda, yang menjadikan wilayah ini secara geologis maupun oseanografis sangat menarik,
dengan demikian dapat diduga secara spesifik akan mempengaruhi populasi, jenis, sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda Hendiarti et
al., 2004.
Perairan Selat Sunda juga dapat menghubungkan wilayah Laut Jawa bagian barat dengan perairan Selatan Jawa bagian barat dan pantai barat Sumatera
bagian selatan, yang merupakan perairan dengan musim yang dipengaruhi oleh pergerakan massa air dari Laut Jawa dan Samudera Hindia Hendiarti et
al., 2004. Hal ini dapat mempengaruhi kelimpahan dan produktivitas perairan di
Selat Sunda. Selat Sunda dipengaruhi oleh Angin Muson Tenggara dan Angin Muson
Barat Laut yang terjadi di Indonesia. Pada saat angin Muson Tenggara, suhu permukaan Selat Sunda lebih dari 29 °C, dengan konsentrasi klorofil-a lebih dari
0.5 mgm
3
dan salinitas rendah. Pada saat terjadi angin muson tenggara southeast monsoon
, di wilayah pantai Jawa-Sumatera terjadi Upwelling, namun kondisi ini belawanan saat terjadinya Angin Muson Barat Laut Hendiarti et al., 2005.
2.2. Suhu Permukaan Laut
Suhu permukaan laut merupakan salah satu parameter oseanografi yang mencirikan massa air di lautan dan berhubungan dengan keadaan lapisan air laut
yang terdapat di bawahnya,sehingga dapat digunakan dalam menganalisis fenomena-fenomena yang terjadi di lautan seperti fenomena arus, upwelling,
front pertemuan dua massa air yang berbeda, dan aktifitas biologi di laut
Robinson, 1985. Suhu berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap proses fotosintesis di laut. Pengaruh langsung dalam fotosintesis disebabkan
karena reaksi kimia enzimatik yang berperan dalam proses fotosintesis. Sedangkan reaksi tidak langsung suhu dapat berpengaruh dalam menentukan
struktur hidrologis suatu perairan. Semakin dalam perairan, maka suhu akan semakin rendah dan salinitas semakin meningkat, yang dapat mengurangi laju
penenggelaman fitoplankton. Suhu perairan juga dapat berpengaruh terhadap aktifitas biologi di
dalamnya sehingga perubahan suhu perairan yang sangat kecil ±0.02 °C dapat menyebabkan perubahan densitas populasi ikan di suatu perairan. Ikan-ikan
cenderung akan menghindari perairan yang bersuhu tinggi dan bergerak ke suhu yang lebih rendah Laevastu dan Hayes, 1981. Perubahan suhu perairan di
bawah suhu optimal menyebabkan penurunan aktivitas gerakan dan aktivitas gerakan dan aktivitas makan sehingga menghambat proses berlangsungnya
pemijahan. Perubahan suhu musiman pada suatu perairan, selain disebabkan oleh
panas matahari, juga dipengaruhi oleh faktor arus permukaan, keadaan awan, pertukaran massa air secara horizontal dan vertikal maupun upwelling. Suhu
merupakan parameter yang mudah dan biasa diamati. Setiap spesies memiliki tingkatan suhu optimum dan batas toleransi terhadap suhu sekitar 0,1 °C. Ikan
merupakan hewan yang tubuhnya dapat menyesuaikan dengan suhu lingkungan di sekitarnya atau juga bisa disebut hewan berdarah dingin poikilothermal
Laevastu dan Hayes, 1981. Menurut penelitian Gordon 2005, berdasarkan analisis data Aqua
MODIS dan Sea WiFS diketahui bahwa SPL, distribusi klorofil-a, dan upwelling masing-masing sangat dipengaruhi oleh angin monsoon. Dari hasil penelitian arus
lintas kepulauan Indonesia diketahui bahwa, termoklin di Samudera Hindia dengan suhu dingin dan salinitas rendah bergerak memotong arus lalu lintas
kepulauan Indonesia dekat 12 °LS. Menurut penelitian dari Amri 2002, nilai suhu permukaan laut di selat Sunda bervariasi sepanjang tahun, tergantung
musim. Nilai suhu permukaan laut terendah 27 °C terjadi pada musim barat dan nilai tertinggi terjadi pada musim timur dan peralihan 2 30,5 °C .
2.3. Klorofil-a