Tujuan Penelitian Fermentasi The utilization of sea snail gonggong (Strombus canarium) from Bintan Island of Riau-Archipelago as natural seasoning.

mampu memecah protein juga dapat digunakan sebagai substrat dalam proses fermentasi ikan Whitehurst dan Oort 2010. Berpijak pada hal tersebut, seasoning alami dapat diekstrak dari biota laut sebagai pembangkit cita rasa alami. Secara umum hampir setiap makanan olahan di Indonesia menggunakan pembangkit cita rasa sintetik utamanya MSG sekalipun berefek buruk bagi kesehatan manusia. Untuk itu perlu dilakukan upaya mencari sumber pembangkit cita rasa alami yang aman bagi kesehatan manusia. Salah satunya adalah dengan pembuatan seasoning alami dari biota laut yang diekstrak dari daging siput laut gonggong Strombus canarium.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan umum yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah pemanfaatan siput laut gonggong Strombus canarium menjadi seasoning alami melalui proses fermentasi biologissemibiologis untuk menghidrolisis protein gonggong, sehingga dihasilkan senyawa yang dapat membangkitkan cita rasa, dan menjadi alternatif pengganti pembangkit cita rasa komersial yang ada di pasaran. Tujuan khusus yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1 Menentukan bahan penghidrolisis, lama hidrolisis serta komposisi terbaik yang digunakan dalam pembuatan seasoning dari gonggong. 2 Menghasilkan seasoning alami dari gonggong melalui dua teknik pemutusan proses fermentasi pasteurisasi dan sterilisasi dan mengetahui lama penyimpanannya pada suhu kamar. 3 Mengevaluasi seasoning alami yang dihasilkan, untuk menentukan seasoning alami terbaik melalui evaluasi karakteristik sensori, kimiawi dan mikrobiologi. 4 Membandingkan karakteristik sensori dan kimiawi seasoning alami terbaik dari gonggong dengan seasoning yang sudah dikomersialkan di pasaran saus tiram ”Saori”.

1.3 Hipotesis

Hipotesis yang diuji melalui penelitian ini yaitu : 1 Bahan penghidrolisis, lama hidrolisis, dan komposisi mempengaruhi hidrolisat protein daging gonggong selama fermentasi biologissemibiologis. 2 Teknik pemutusan proses fermentasi dalam pembuatan seasoning alami dari gonggong dan lama penyimpanan pada suhu kamar mempengaruhi kualitas seasoning alami dari gonggong yang dihasilkan. 2 TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Siput Laut Gonggong Strombus canarium

Gonggong termasuk sejenis siput laut Strombus canarium L.1758, merupakan salah satu hewan lunak Mollusca, banyak hidup di pantai Pulau Bintan dan sekitarnya, seperti Pulau Dompak, Pulau Lobam, Pulau Mantang, Senggarang, dan Tanjung Uban Amini 1984. Gonggong merupakan Mollusca yang termasuk kelas Gastropoda dengan spesies Strombus sp. Klasifikasi gonggong menurut Zaidi et al. 2009 adalah sebagai berikut : Filum : Mollusca Kelas : Gastropoda Ordo : Mesogastropoda Famili : Strombiadae Genus : Strombus Spesies : Strombus canarium Linn.1758 Seperti halnya dengan kelas Gastropoda lainnya, ciri-ciri gonggong ialah memiliki cangkang berbentuk asimetri seperti kerucut, terdiri dari tiga lapisan periostraktum, lapisan prismatik yang terdiri dari kristal kalsium karbonat dan lapisan nakre lapisan mutiara. Gonggong berjalan dengan perut dan biasanya menggulung seperti ulir memutar ke kanan, menggendong cangkang yang berwarna coklat kekuningan, kakinya besar dan lebar untuk merayap dan mengeruk pasir atau lumpur. Sewaktu bergerak hewan ini menghasilkan lendir, sehingga pada tempat yang dilalui meninggalkan bekas lendir. Cangkang digunakan untuk melindungi diri dari serangan musuh atau kondisi lingkungan yang tidak baik Zaidi et al. 2009. Saluran pencernaan lengkap, berbentuk U atau melingkar. Mulut dengan radula yang mempunyai deretan-deretan gigi kitin kecil melintang untuk menggerus makanannya. Anus membuka ke rongga mantel, kelenjar pencernaan besar dengan kelenjar ludah. Gonggong termasuk hewan hermaprodit, artinya gonggong memiliki sel kelamin jantan dan betina tetapi dalam proses perkawinannya tidak bisa membuahi dirinya sendiri, sehingga harus didahului dengan proses perkawinan semu antara dua gonggong. Tidak lama setelah melakukan perkawinan semu gonggong akan bertelur dan telur menetas bergantung pada kondisi lingkungannya Zaidi et al. 2008. Pernapasan dilakukan dengan sebuah paru-paru di dalam rongga mantel. Sistem syaraf tipikal terdiri dari tiga pasang ganglia serebral di atas mulut, pedal di kaki, visceral di tubuh, digabungkan oleh penghubung membujur dan melintang dari syaraf-syaraf, dengan alat inilah hewan tersebut menyentuh, membau dan merasa. Hewan ini memiliki bintik mata atau mata majemuk dan statosista untuk keseimbangan Romimohtarto dan Juwana 2009. Menurut Amini 1984 gonggong hidup tersebar di sepanjang pantai dengan dasar perairan pasir lumpur atau pasir campur lumpur yang banyak ditumbuhi tanaman laut seperti rumput setu, samo-samo Enhalus accoroides, Thalassia spp. dan lain-lain. Kondisi perairan dimana banyak ditemukan gonggong, salinitasnya berkisar antara 26-32, pH antara 7,1–8,0, oksigen terlarut 4,5–6,5 ppt, kecerahan air 0,5–3,0 m dan suhu antara 26-30 o C. Bentuk gonggong yang berasal dari Kepulauan Riau dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Gonggong Strombus canarium di Kepulauan Riau. A. Pergerakan Gonggong dari cangkangnya. B. Habitat gonggong bersama samo- samo Enhalus sp. Amini 1984 Hasil pengamatan dan penuturan para nelayan bahwa musim gonggong untuk perairan Bintan terjadi pada bulan Mei sampai dengan bulan Oktober. Musim gonggong dipengaruhi oleh lama tidaknya surut terendah pada bulan- bulan tertentu. Saat air laut surut banyak dilakukan penangkapan gonggong yang bermunculan di permukaan pasir ataupun lumpur. Gonggong ditangkap apabila A B keadaan air laut surutkering dan terjadi pada siang atau sore hari. Apabila surut terendah terjadi pada malam hari tidak dilakukan penangkapan. Penangkapan gonggong hanya diambil dengan tangan Amini 1984. Tetapi dewasa ini penangkapan gonggong tidak perlu menunggu waktu air laut surut karena nelayan sudah membuat alat tangkap khusus gonggong berupa pukatjaring yang diberi pemberat dari besi, sehingga panen gonggong menjadi lebih mudah dan memberikan hasil lebih banyak. Gonggong mengandung kadar protein yang tinggi jika dibandingkan dengan kadar protein dari jenis kerang-kerangan lainnya. Adapun nilai gizi gonggong dan jenis kerang-kerangan lain dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Perbandingan nilai gizi gonggong dengan kerang-kerangan Jenis Kadar air Protein Lemak Kadar abu Gonggong 80,79 15,38 1,10 1,45 Tiram 80,80 9,47 1,54 - Kerang darah 76,20 12,30 6,50 1,93 Sumber : Amini 1984

2.2 Fermentasi

Proses fermentasi sering didefinisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat dan protein secara anarobik, yaitu tanpa memerlukan oksigen Fardiaz 1993. Umumnya proses fermentasi hanya terjadi pada kondisi anaerobik untuk mendegradasi senyawa organik yang mengandung karbohidrat, asam amino, purin, dan pirimidin Munn 2004. Fermentasi adalah proses pemecahan karbohidrat menjadi alkohol dan karbondioksida CO 2 , tetapi banyak proses yang disebut fermentasi tidak selalu menggunakan substrat karbohidrat sebagai media fermentasi. Selain karbohidrat, media fermentasi dapat berasal dari protein dan lemak yang dipecah oleh mikroba dan enzim tertentu untuk menghasilkan asam amino, asam lemak dan zat-zat lainnya Rahayu et al. 1992. Proses fermentasi mikroba dalam bioreaktor merupakan unit untuk memproduksi enzim, dan dapat bekerjasama dengan mikroba untuk mendegradasi substrat sehingga menghasilkan produk akhir yang memiliki rasa dan aroma yang khas Whitehurst dan Oort 2010. Fukami et al. 2000 menjelaskan bahwa pada prinsipnya fermentasi adalah proses perubahan substrat organik yang kompleks menjadi komponen yang lebih sederhana dengan adanya aktivitas enzim atau mikroba dalam keadaan terkontrol, dan komponen yang dihasilkan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan serta perubahan yang terjadi dapat memperbaiki nilai gizi produk. Menurut Ichimura et al. 2003 fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan sebagai akibat dari pemecahan kandungan-kandungan bahan pangan tersebut. Hasil fermentasi tergantung pada jenis bahan pangan substrat, jenis mikroba dan kondisi di sekeliling yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba tersebut. Berdasarkan sumber mikroba yang berpengaruh dalam fermentasi, maka fermentasi makanan dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu fermentasi spontan dan fermentasi tidak spontan. Fermentasi spontan terjadi pada makanan yang dalam pembuatannya tidak ditambahkan mikroba dalam bentuk starter, tetapi mikroba yang berperan aktif dalam proses fermentasi berkembangbiak secara spontan karena lingkungan hidupnya yang dibuat sesuai untuk pertumbuhannya. Fermentasi tidak spontan terjadi pada makanan yang dalam pembuatannya ditambahkan mikroba dalam bentuk kultur atau starter, mikroba inilah yang akan berkembangbiak dan aktif dalam mengubah bahan yang difermentasi menjadi produk yang diinginkan Fardiaz 1993. Fermentasi yang terjadi pada ikan merupakan proses penguraian secara biologis atau semibiologis terhadap senyawa-senyawa kompleks terutama protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dalam keadaan terkontrol. Selama fermentasi, protein ikan akan terhidrolisis menjadi asam-asan amino dan peptida yang berperan dalam pembentukan cita-rasa produk. Jika dalam bahan mentahnya ditambahkan sumber karbohidrat, misalnya pati atau nasi, maka selama fermentasi akan terjadi pemecahan pati menjadi komponen-komponen yang lebih sederhana yaitu asam laktat dan alkohol Rahayu et al. 1992; Jay et al. 2005. Apabila selama proses fermentasi ikan digunakan beras sebagai substrat maka akan terjadi perubahan pada pH, kadar air dan proteinnya. Semakin lama fermentasi maka nilai pH dari suatu produk akan semakin turun. Penurunan pH ini disebabkan terbentuknya asam laktat yang akan berpengaruh terhadap nilai pH dari produk, sedangkan untuk kandungan proteinnya tergantung dari jenis dan perbandingan bahan yang digunakan. Produk yang berkualitas baik dapat diperoleh jika keberadaan khamir dan kapang dapat dihindarkan, karena akan menyebabkan terbentuknya alkohol, sehingga dapat menurunkan mutu produk Rahayu dan Suliantari 1990. Fermentasi yang dilakukan pada wadah tertutup dapat menghasilkan produk solubilisasi berupa cairan atau semi cair yang mempunyai bau, rasa dan penampakan khas. Setelah itu, cairan dikeluarkan dari wadah dan diproses lebih lanjut dengan penyaringan sebelum dikemas. Proses yang lain menghasilkan produk yang masih menampakkan bentuk ikan sehingga jenis ikan yang digunakan masih dapat dikenali. Secara garis besar produk perikanan yang dihasilkan dari berbagai proses fermentasi dapat digolongkan ke dalam tiga tipe produk, yaitu : 1 produk yang sebagian besar bentuk asli ikan atau potongan ikan dipertahankan, 2 produk yang bentuk asli ikannya direduksi ke dalam bentuk pasta, 3 produk yang bentuk asli ikannya direduksi ke dalam bentuk cairan Irianto dan Giyatmi 2009. Peranan garam dalam fermentasi adalah sebagai penyeleksi mikroorganisme yang diperlukan. Banyaknya jumlah garam yang ditambahkan berpengaruh pada populasi mikroorganisme dan jenis mikroorganisme yang tumbuh. Oleh karena itu kadar garam dapat digunakan untuk mengendalikan aktivitas fermentasi apabila faktor-faktor lainnya sama Winarno et al. 1993. Penambahan garam dalam fermentasi ikan mempunyai beberapa fungsi yaitu meningkatkan rasa ikan, membentuk tekstur yang diinginkan, mengontrol pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan dalam fermentasi dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan patogen Rahayu et al. 1992; Winarno et al. 1993; Ijong dan Ohta 1995; Jay et al. 2005. Garam dapat berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan patogen karena garam mempunyai sifat-sifat antimikroba yaitu garam akan meningkatkan tekanan osmotik substrat, menyebabkan terjadinya penarikan air dalam bahan pangan, sehingga a w water activity bahan pangan akan menurun dan mikroorganisme tidak akan tumbuh. Selain itu, garam dapat menyebabkan terjadinya penarikan air dari sel mikroorganisme sehingga sel akan kehilangan air dan mengalami pengerutan, ionisasi garam akan menghasilkan ion klor yang beracun terhadap mikroorganisme dan dapat mengganggu kerja enzim proteolitik karena dapat menyebabkan denaturasi protein Rahayu et al. 1992. Beberapa keuntungan lain produk fermentasi selain memiliki rasa dan aroma yang lebih diterima oleh konsumen adalah dapat meningkatkan kandungan vitaminnya sehingga lebih mudah dicerna dan dapat menghilangkan racun pada beberapa bahan makanan, misalnya peyem, dan tempe bongkrek Jay et al. 2005.

1.2.1 Bahan penghidrolisis

Banyak produk makanan yang diproduksi melalui proses fermentasi seperti keju, sosis, asinan, anggur, dan kecap ikan. Semua produk fermentasi tersebut sangat dipengaruhi oleh bahan penghidrolisis yang dapat berfungsi sebagai substrat bagi mikroorganisme atau media yang dapat menghasilkan enzim selama proses fermentasi. Produk-produk fermentasi selalu memiliki karakteristik aroma dan rasa yang khas. Bahan penghidrolisis yang digunakan umumnya mengandung karbohidrat tinggi misalnya beras, kedelei, dan gandum atau bahan- bahan yang mengandung enzim yang dapat memecah protein Jay et al. 2005. Bahan penghidrolisis yang dapat berfungsi sebagai substrat dalam proses fermentasi ikan berasal dari bahan baku yang banyak mengandung karbohidrat Suliantari dan Rahayu 1990; Murtini et al. 1997. Selain itu, enzim bromelin dari buah nenas juga mampu memecah protein, sehingga dapat digunakan sebagai substrat dalam proses fermentasi ikan Whitehurst dan Oort 2010. 1 Air tajin air didihan beras Air tajin adalah air didihan beras yang diambil pada saat menanak nasi. Biasanya air tajin digunakan sebagai pengganti susu formula untuk bayi-bayi yang tidak mampu mencerna susu sapi, susu bagi anak-anak autis dan umumnya di Indonesia air tajin menjadi minuman favorit untuk bayi-bayi dari kalangan keluarga yang kurang mampu. Air tajin mempunyai banyak khasiat karena didalamnya terkandung berbagai vitamin B dan berbagai zat gizi dari beras. Beras adalah hasil pengupasan dari gabah yang merupakan biji padi. Padi Oryza sativa merupakan tanaman yang banyak dijumpai di daerah Asia Tenggara, khususnya di Indonesia. Beras merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk di Indonesia, sehingga konsumsi beras dalam bentuk olahan sangat sedikit dibandingkan dengan yang dikonsumsi secara langsung dengan ditanak Suliantari dan Rahayu 1990. Sebagai sumber karbohidrat, beras mempunyai nilai gizi yang cukup baik jika dibandingkan dengan sumber karbohidrat lainnya. Komposisi kimia beras dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Komposisi kimia beras Komponen Jumlah Kalori Kal100 g 360 Karbohidrat 77,7 Protein 7,5 Lemak 1,9 Serat kasar 0,9 Abu 1,2 Tiamin mg100 g 0,34 Riboflavin mg100 g 0,05 Niacin mg100 g Kadar air 4,7 12 Sumber : Suliantari dan Rahayu 1990 Beras mengandung pati yang terdapat dalam bentuk granula-granula pati. Pati adalah polimer molekul-molekul glukosa dengan ikatan alfa 1-4 glukosida. Polimer yang lurus dikenal dengan nama amilosa sedangkan polimer yang bercabang adalah amilopektin. Perbandingan antara amilosa dan amilopektin pada beras bervariasi yang dipengaruhi oleh jenis berasnya. Beras dengan kandungan amilosa 17–22 akan terasa pulen, sedangkan yang kadar amilosanya 25 atau lebih akan terasa pera dan bila dimasak kemudian didinginkan akan terasa keras. Dengan demikian kandungan amilosa dan amilopektin pada air tajin juga ditentukan oleh jenis beras yang ditanak Suliantari dan Rahayu 1990. Beras sebagai bahan baku fermentasi digunakan sebagai substrat dalam pembuatan minuman berakohol seperti sake, sonte, tape ketan dan berbagai produk lainnya. Beras dapat juga digunakan sebagai bahan tambahan atau bahan pembantu dalam proses fermentasi seperti pada pembuatan bekasam, tauco atau kecap Suliantari dan Rahayu 1990; Murtini et al. 1997. 2 Nenas Ananas comosus Tanaman nenas termasuk famili Bromeliceae dari kelas Monokotyledoneae. Nenas merupakan tanaman hortikultura yang mulai berproduksi pada umur 12 bulan. Nenas adalah salah satu buah tropis dengan daging buah berwarna kuning dan memiliki kandungan air 90, kaya vitamin dan mineral. Buah nenas juga terdapat enzim yang dikenal dengan nama enzim bromelin. Enzim bromelin merupakan suatu enzim protease yang mampu memecah protein menjadi asam amino dan peptidanya. Enzim bromelin dalam kehidupan sehari-hari digunakan untuk membantu melunakkan daging yang akan diolah seperti halnya enzim papain yang dihasilkan dari tanaman papaya. Enzim bromelin tidak rusak karena pembekuan, akan tetapi akan inaktif bilamana buah nenas dipanaskan dengan cara pasteurisasi maupun sterilisasi Muljohardjo 1990. Daging buah nenas juga banyak mengandung karbohidrat dalam bentuk gula sederhana sukrosa, fruktosa dan glukosa. Buah nenas yang masak mengandung zat gizi yang cukup tinggi. Tabel 3 menunjukan kandungan zat gizi dalam 100 gram buah nenas. Tabel 3 Komposisi zat gizi dalam 100 gram buah nenas masak Komponen Jumlah Kalori Kal 100 g 52 Kadar air g 85,3 Karbohidrat g 13,7 Protein g 0,4 Lemak g 0,2 Vitamin A SI 130 Vitamin B1 mg 0,08 Vitamin C mg 24,00 Besi mg 0,3 Kalsium mg 16,0 Posfor mg 11,0 Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan 1989

1.2.2 Teknik pemutusan proses fermentasi

Mikrooganisme banyak terdapat di udara, air dan tanah. Proses fermentasi merupakan salah satu cara pengolahan makanan secara tradisional yang melibatkan aktivitas mikroorganisme bakteri, kapang dan khamir pada suhu kamar. Proses pemutusan fermentasi diperlukan untuk mengeliminasi mikroba sehingga fermentasi tidak berlanjut. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga kualitas produk yang diinginkan, membunuh mikroorganisme pembusuk dan patogen. Umumnya untuk membunuh jasad renik pada proses fermentasi dilakukan dengan dua cara yaitu pasteurisasi dan sterilisasi Fardiaz 1989; Jay et al. 2005; Irianto dan Giyatmi 2009; Whitehurst dan Oort 2010. 1 Pasteurisasi Pasteurisasi adalah proses pemanasan pada suhu dan waktu tertentu dimana semua mikroba patogen yang berbahaya bagi manusia akan terbunuh, misalnya bakteri penyebab tuberculosis. Pasteurisasi biasanya dilakukan terhadap susu, karena proses ini dapat mencegah penyakit yang disebabkan oleh Streptococcus pyogenes. Pasteurisasi dapat dilakukan pada suhu yang relatif rendah dalam waktu yang relatif lama, yaitu 65 o C selama 30 menit. Proses pasteurisasi dapat dilakukan dengan menggunakan waterbath atau alat pasteurisasi continuous pasteurizer. Beberapa bakteri vegetatif yang tahan panas termofil dan berspora, masih tahan terhadap proses pasteurisasi. Produk yang dipasteurisasi harus segera didinginkan dengan cepat untuk mencegah pertumbuhan bakteri yang masih hidup Fardiaz 1993; Whitehurst dan Oort 2010. Keuntungan teknik pemanasan dengan pasteurisasi yang sering digunakan pada proses pengolahan makanan fermentasi tradisional adalah dapat memberikan cita rasa produk yang lebih enak, tidak menimbulkan reaksi pencoklatan reaksi Maillard dan aman untuk dikonsumsi. Beberapa mikroba patogen yang tidak dapat dihilangkan selama proses pasteurisasi diantaranya Clostridium botulinum, C. tyrobutyricum, Clostridium sporogenes dan Bacillus cereus Jay et al. 2005. Proses pasteurisasi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu pasteurisasi dengan suhu rendah dan waktu yang lama low temperature-long time LTLT dan pasteurisasi dengan suhu lebih tinggi dalam waktu singkat high temperature-short time HTST. Pasteurisasi dengan LTLT dilakukan pada suhu 63 o C selama 30 menit dan HTST pada suhu 72 o C selama 15 detik. Pasteurisasi dengan LTLT atau HTST hanya dapat membunuh Mycobacterium yang termasuk golongan psikotropik, misalnya Streptococcus, Enterococcus, Microbacterium, Lactobacillus, Mycobacterium dan Corynebacterium Jay et al. 2005. Inaktifasi enzim protease dilakukan dengan pasteurisasi pada suhu 50-80 o C selama 30 menit untuk melindungi produk akhir dari terjadinya reaksi Maillard dan terbentuknya struktur asam amino lisin-alanin yang sangat berpengaruh pada cita rasa produk akhir dan menyebabkan kerusakan produk Whitehurst dan Oort 2010. 2 Sterilisasi Sterilisasi adalah suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang ada, sehingga jika ditumbuhkan di dalam suatu medium tidak ada lagi jasad renik yang dapat berkembangbiak. Sterilisasi harus dapat membunuh jasad renik yang paling tahan terhadap panas yaitu spora bakteri. Sterilisasi yang digunakan dalam pengolahan pangan dikenal dengan nama sterilisasi komersial yaitu suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang dapat menyebabkan kebusukan makanan pada kondisi suhu penyimpanan yang ditetapkan. Proses sterilisasi dapat dilakukan dengan menggunakan autoklaf untuk membunuh spora bakteri yang paling tahan panas yaitu pada suhu 121 o C selama 15 menit. Untuk sterilisasi bahan cair seperti susu juga dapat dilakukan pada suhu yang relatif tinggi dalam waktu yang sangat singkat, yaitu 135–150 o C selama 2–6 detik, yang dikenal dengan proses Ultra High Temperature UHT Fardiaz 1989. Proses sterilisasi dengan UHT sterilisasi komersial pada suhu 135-140 o C selama 1 detik dapat juga dilakukan untuk membunuh tidak hanya bakteri patogen yang tidak berspora, tetapi mampu membunuh semua mikroorganisme berspora. Produk yang sudah disterilisasi dengan UHT dalam kemasan steril dapat bertahan pada suhu kamar selama 40–45 hari. Proses sterilisasi dapat menambah cita rasa baru karena terjadi reaksi pencoklatan reaksi Maillard Jay et al. 2005. Sterilisasi berdasarkan suhu pemanasan yang digunakan untuk inaktivasi enzim atau membunuh mikroorganisme, dapat dibagi 2 yaitu continuous operation sterilisasi pada suhu tinggi 150 o C dengan waktu kontak yang singkat 3–5 menit dan batch operation sterilisasi pada suhu rendah 121 o C dengan waktu kontak lebih lama 30–60 menit. Continuous operation umumnya digunakan untuk produk cair atau larutan sedangkan batch operation digunakan pada produk padat atau produk yang tidak dapat larut air Whitehurst dan Oort 2010.

2.3 Pembangkit Cita Rasa Seasoning