PENDAHULUAN Produksi benih Gurami (Osphronemus gouramy Lac.) ukuran 2 cm pada padat penebaran 20 ekor/L dengan pergantian air 75 persen, 100 persen dan 125 persen dari total volume air

2

I. PENDAHULUAN

Ikan gurami Osphronemus gouramy Lac. merupakan salah satu komoditas penting ikan air tawar dengan prospek budidaya yang sangat baik. Berdasarkan persentase produksi pada tahun 2003, tercatat lima propinsi penghasil gurami terbesar di Indonesia, yaitu Jawa Barat 34,04, Jawa Tengah 18,67, Sumatera Barat 15,54, Jawa Timur 14,98, dan Nusa Tenggara Barat 2,7 Khairuman et al., 2008. Produksi ikan gurami secara nasional cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Dari tahun 2005-2009 peningkatan produksi ikan gurami meningkat sebesar 51,32, yaitu dari 25.442 ton pada tahun 2005 menjadi 38.500 ton pada tahun 2009 KKP, 2009. Namun peningkatan produksi ini tetap tidak dapat memenuhi permintaan pasar. Sebagai contoh permintaan gurami ukuran konsumsi di Jakarta berkisar 10-15 tonhari, sementara produksi dari daerah Parung Bogor, hanya bisa memasok sekitar 2-3 tonhari Agromedia, 2007. Oleh karena itu diperlukan adanya peningkatan produksi benih ikan gurami melalui pendederan untuk menunjang produksi ikan gurami yang siap dikonsumsi. Pada umumnya, pendederan gurami di tingkat pembudidaya masih menggunakan sistem tradisional dan tidak terkontrol. Produktifitas yang dihasilkan masih sangat rendah dengan padat penebaran rendah yang masih jauh dari daya dukung wadah budidayanya. Pendederan gurami sampai dengan ukuran kuku 2-4 cm di tingkat pembudidaya menggunakan penebaran 10.000 ekor pada kolam dengan luas 110 m 2 dan kedalaman 15 cm. Padat penebaran yang diterapkan pada penelitian ini adalah padat tebar optimal ikan gurami ukuran 2 cm, yaitu 20 ekor ℓ Lenawan, 2009. Padat penebaran yang tinggi dapat menyebabkan penurunan kualitas air seperti penurunan DO, peningkatan CO 2 , nitrit dan amoniak yang dapat berpengaruh terhadap penurunan tingkat metabolisme ikan dan selanjutnya akan menurunkan pertumbuhan ikan. Pengelolaan kualitas air dengan pergantian air yang tepat secara kualitas dan kuantitas dapat menjadi salah satu jawaban dalam meningkatkan produktivitas ikan gurami. Hal ini sesuai dengan pernyataan Goddard 1996 bahwa kepadatan ikan yang tinggi harus didukung dengan pergantian air yang tinggi. Pergantian air 3 ini dapat dilakukan seluruhnya maupun sebagian. Lenawan 2009 menerapkan pergantian air sebanyak 75 per hari yang dilakukan 50 pada pagi hari dan 25 pada sore hari. Kualitas air pada penelitian sebelumnya telah menunjukkan kisaran yang tidak optimal bagi pertumbuhan ikan seperti kandungan oksigen 3,20 mg ℓ dan kandungan amoniak mencapai 0,096 mgℓ. Kandungan ini hampir mencapai batas toleransi maksimal kadar amoniak bagi ikan yaitu 0,1 mg ℓ Boyd, 1990. Kualitas air pada penelitian sebelumnya ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Kisaran kualitas air produksi benih ikan gurami pada padat penebaran 10, 15 dan 20 ekor ℓ selama 28 hari dengan pergantian air 75 per hari Lenawan, 2009 Parameter Asal Sampel Tandon 10 ekorL 15 ekorL 20 ekorL pH 7,10-7,72 7,10-7,75 7,12-7,68 7,13-7,72 DO mgℓ 6,08-6,98 3,88-7,33 3,24-7,30 3,20-7,37 NH 3 mgℓ 0,0002-0,0059 0,0004-0,0428 0,0009-0,069 0,0015-0,096 Alkalinitas mgℓ 31,84-47,8 46,20-95,52 50,16-107,84 52,80-118,60 Suhu o C 28-30 28-29 28-29 28-29 Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian Lenawan 2009 yang meneliti padat tebar optimum produksi benih gurami ukuran 2 cm. Dalam penelitian ini pergantian air ditingkatkan menjadi 100 dan 125 per hari. Peningkatan kuantitas pergantian air akan mengembalikan kualitas air dengan masuknya air baru dengan kualitas yang masih baik. Kualitas air yang membaik seperti peningkatan DO, penurunan amoniak dan nitrit diharapkan dapat menunjang metabolisme ikan yang akan berpengaruh pada peningkatan pertumbuhan ikan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja produksi biologi dan efisiensi ekonomi benih gurami Osphronemus gouramy Lac. ukuran 2 cm pada padat penebaran 20 ekor ℓ dengan pergantian air 75, 100 dan 125 per hari yang dipelihara di akuarium. 4

II. METODE