lxxvii Tabel 4. Perolehan Skor Rerata Berbahasa Bicara Siklus III.
Penilaian Penilaian
No Nama Proses
pembelajaran Prosentase
Evalusi Tes Prosentase
1 2
3 4
5 6
AD RR
NV TY
RZ AR
9 10
8 8
9
10 75
83,3 60,6
60,6
75 83,3
80 90
70 80
80 90
80 90
70 80
80 90
Jumlah 54
437,8 490
490 Rata-rata
9 72,8
81,6 81,6
10 20
30 40
50 60
70 80
90
P ro
se n
ta se
AD RR
NV TY
RZ AR
Nama Siswa
Proses Pembelajaran
Evaluasi Pembelajaran
Gambar 4. Grafik Histogram Perolehan Skor Rerata Kemampuan Berbahasa Bicara Siklus 3
4 Refleksi. Dengan meningkatnya kemampuan siswa dalam berbahasa bicara yang
menuntut latihan percakapan dalam keadaan apa saja supaya anak jadi terbiasa berbahasa bicara.
Ini sangat penting dan harus diterapkan terus menerus agar siswa menjadi terbiasa berbahasa bicara pada kegiatan-kegiatan selanjutnya agar kemampuan berbahasa
bicara akan terus berkembang ke tahapan-tahapan berikutnya. Berdasarkan hasil pembelajaran dari siklus I, II dan III prestasi belajar
siswa meningkat, dari ke 6 siswa semuanya mencapai prosentase di atas 60.
B. Hasil Penelitian
lxxviii Berdasarkan tindakan yang dilakukan tiga siklus hasil penelitian ini
dapat dipaparkan bahwa yang pertama adalah hasil yang berkaitan dengan perilaku siswa ketika melakukan pembelajaran dan yang ke dua berkaitan dengan
kemampuan siswa memahami isi bacaan yang dipercakapkan. Dengan menggunakan Metode Maternal Reflektif siswa menjadi lebih paham, karena isi
dalam bacaan adalah peristiwa atau kejadian yang dialami oleh anak tersebut. Anak menjadi paham akan isi dari bacaan yang dipertanyakan guru.
Jadi jelas peran penting yang bersifat timbal balik antara percakapan atau keterampilan bercakap-cakap dengan keterampilan membaca. Dengan
memiliki banyak pengalaman bercakap-cakap anak akan lebih mudah belajar membaca dan sebaliknya dengan banyak melakukan kegiatan membaca bahasa
anak akan berkembang lebih cepat dan sebaliknya lagi dengan penguasaan bahasa yang lebih luas mutu percakapan akan meningkat pula.
Untuk anak kelas Persiapan yang menggunakan Metode Maternal Reflektif, membaca permulaan berbeda sekali dengan membaca permulaan di SD
umum yang tujuannya memperkenalkan huruf-huruf agar anak dapat mengucapkannya atau dengan kata lain mengubah lambang huruf menjadi
lambang ucap. Sedangkan untuk anak tunarungu yang menggunakan MMR, tahapan membaca permulaan belum ada tuntutan untuk dapat membaca huruf atau
kata kalimat, tetapi hanya dituntut untuk dapat memahami isi tulisan secara global. Karena materi pelajaran membaca berasal dari bacaan sederhana yang
berisi pengalaman anak sendiri yang disusun guru berdasarkan hasil percakapan atau visualisasi percakapan maka anak tunarungu tidak akan mengalami
mengalami kesulitan untuk menyatakannya kembali isi pikirannya dengan atau sambil membaca tulisan. Anak menebak isi tulisan berdasarkan pemahaman yang
ada di dalam pikirannya sendiri. Dengan Metode Maternal Reflektif tersebut pada akhir tes siswa dapat
mencapai ketuntasan belajar. Dengan demikian pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan MMR selama 3 siklus menunjukkan perubahan keberhasilan sesuai
dengan apa yang diharapkan. Hal ini menunjukkan Metode Maternal Reflektif
lxxix sangat efektif untuk meningkatkan kemampuan berbahasa bicara pada anak
tunarungu khususnya kelas Persiapan Sekolah Luar Biasa Negeri Kotagajah Lampung Tengah Tahun 2009.
C. Pembahasan