Jenjang Pendidikan
Standar Kompetensi Lulusan
materi dan energi, serta peranan manusia dalam keseimbangan ekosistem
4. Memahami konsep sel dan jaringan, keterkaitan antara struktur dan fungsi organ, kelainan dan penyakit yang mungkin terjadi
pada sistem organ, serta implikasinya pada sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat
5. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan, proses metabolisme dan hereditas, evolusi dan
implikasinya dengan sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat
6. Memahami prinsip-prinsip dasar bioteknologi serta implikasinya pada sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat
Melalui standar kompetensi lulusan IPA, diharapkan kualitas lulusan output pendidikan IPA dapat memahami hakekat sains yang sangat diperlukan dalam
menjawab tantangan isu global, yang pada akhirnya bermuara pada meningkatnya daya saing dan kualitas sumberdaya manusia Indonesia. Untuk mencapai lulusan
yang bermutu tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan karena banyak faktor yang turut mempengaruhi keberhasilan tersebut.
Mengingat bahwa pendidikan itu merupakan suatu sistem dengan komponen- komponen yang saling berkaitan, maka untuk mencapai hasil yang bermutu
keseluruhan sistem harus sesuai dengan ketentuan yang diharapkan atau standar. Untuk itu masing-masing komponen dalam sistem harus pula sesuai dengan standar
yang ditentukan bersama. Dengan demikian output atau produk akan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya dan terpenuhinya spesifikasi yang
diharapkan menurut tuntutan dan kebutuhan pengguna jasa Salis; 2004.
4. Kontribusi relatif pendidikan IPA terhadap pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya
Pendidikan merupakan suatu investasi jangka panjang. Pendidikan juga tidak mampumenghasilkan dan berdampak seketika quick yieldinginstant. Untuk itu,
kita harusmemperhatikan lebih dahulu bagaimana keadaan sumber daya manusianya. Pendidikandi Indonesia, selama 20 tahun sejak tahun 1968 telah mengalami
21
kemajuan. Kemajuanini terlihat dengan adanya perubahan suatu indikasi kuantitatif yang disebut angka partisipasi pendidikan yaitu rasio antara jumlah siswa terhadap
jumlah penduduk usiasekolah untuk jenjang pendidikan yang bersangkutan. Namun, peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan tinggi masih
lebih rendah bila dibandingkan dengan negara Philippina, Thailand, Singapura, Malaysia, atau Korea. Arsyad 1990:8-9 mengungkapkan bahwa angkatan kerja
yang berpendidikan tamat SD dan lebih rendah, menurun persentasenya dari 88,25 persen dalam tahun 1980 menjadi 78,43 persen pada tahun 1988. Bersamaan dengan
ini angkatan kerja yangberpendidikan SLTP dan SLTA meningkat dari 10,92 persen dalam tahun 1980 menjadi19,71 persen pada tahun 1988. Perkembangan angkatan
kerja berpendidikan tingginampaknya lebih cepat yaitu dari 0,81 persen pada tahun 1980 menjadi 1,86 persenpada tahun 1988, atau meningkat lebih dari dua kali dalam
kurun waktu delapan tahun.Namun demikian, tingkat pendidikan angkatan kerja Indonesia masih rendah, yaitulebih dari 78 persen berpendidikan tamat SD dan lebih
rendah hampir 16 persen diantaranya atau hampir 12 juta tidak pernah sekolah, dan 27 persen atau lebih dari 20 jutatidak tamat SD pada tahun 1988. Selain itu,
angkatan kerja berpendidikan menengahdan tinggi yang mencari kerja meningkat. Dalam upaya pengembangkan sumber daya manusia, peranan pendidikan
cukupmenonjol. Dari pengalaman beberapa negara menunjukkan bahwa dalam menujuperubahan struktural, dengan meningkatnya pembangunan ekonomi telah
terjadiproporsi tenaga kerja di bawah pendidikan dasar yang semakin mengecil, sedangkanproporsi tenaga kerja berpendidikan menengah dan tinggi semakin
meningkat. Berbedadengan negara lain yang mengalami tinggal landas, proporsi yang berpendidikan dasardan menengah di Korea pada pertengahan tahun 70-an
cukup besar yaitu 19 persentidak berpendidikan, 43 persen berpendidikan dasar, 31 persen berpendidikan menengahdan 7 persen berpendidikan tinggi Macharany,
1990. Selanjutnya, Yudo Swasono danBoediono dalam Macharany, 1990 mengungkapkan bahwa struktur tenaga kerjaIndonesia pada tahun 1985 adalah 53
persen tidak berpendidikan, 34 persen berpendidikan dasar, 11 persen berpendidikan menengah dan 2 persen berpendidikantinggi. Bila kita ingin mencapai tinggal landas
seperti Korea, diperkirakan strukturtenaga kerja menurut pendidikan dalam tiga skenario pertumbuhan GDP per kapita,yaitu rendah 6 persen, sedang 7 persen, dan
tinggi 8 persen pada tahun 2019.
22
Pembangunan pendidikan merupakan bagian dari upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Melalui pembangunan pendidikan diharapkan dapat dibentuk
manusia yang berkualitas utuh yang salah satu cirinya adalah sehat jasmani dan rohani. Depdiknas telah berhasil mengembangkan kebijakan-kebijakan terobosan,
yaitu a pendanaan massal pendidikan, b peningkatan kualifikasi dan sertifikasi pendidik secara massal, c penerapan TIK secara massal untuk e-pembelajaran dan
e-administrasi, d pembangunan prasarana dan sarana pendidikan secara massal, e rehabilitasi prasarana dan sarana pendidikan secara massal, f reformasi perbukuan
secara mendasar, g peningkatan mutu dan daya saing pendidikan dengan pendekatan komprehensif, h perbaikan rasio peserta didik SMK:SMA, i
otonomisasi satuan pendidikan, j intensifikasi dan ekstensifikasi pendidikan nonformal dan informal untuk menggapaikan layanan pendidikan kepada peserta
didik yang tak terjangkau pendidikan formal reaching the unreached, dan 11 penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pendidikan dengan pendekatan
komprehensif. Berkat kebijakan terobosan tersebut, pembangunan pendidikan telah menunjukkan peningkatan akses dan kualitas pendidikan meskipun masih banyak
yang harus ditingkatkan. Pendidikan sebagai salah satu aspek dalam penentuan human development index HDI belum mampu mengangkat peringkat HDI
Indonesia dibandingkan dengan indeks pembangunan manusia negara-negara di Dunia, yang terdapat pada Tabel 4.
Tabel 4. Human Development Index
BAB I
Sumber : UNESCO Tahun 201, diakses melalui http:www.undp.org
Keterangan: Human Development Index HDI: A composite index measuring average
achievement in three basic dimensions of human development—a long and
23
healthy life, knowledge and a decent standard of living. See Technical note 1 for details on how the HDI is calculated.
Life expectancy at birth:Number of years a newborn infant could expect to live if
prevailing patterns of age-specific mortality rates at the time of birth stay the same throughout the infant’s life.
Mean years of schooling: Average number of years of education received by people
ages 25 and older, converted from education attainment levels using official durations of each level.
Expected years of schooling:Number of years of schooling that a child of school
entrance age can expect to receive if prevailing patterns of age-specific enrolment rates persist throughout the child’s life.
Gross national income GNI per capita:Aggregate income of an economy
generated by its production and its ownership of factors of production, less the incomes paid for the use of factors of production owned by the rest of the world,
converted to international dollars using purchasing power parity PPP rates, divided by midyear population.
GNI per capita rank minus HDI rank:Difference in rankings by GNI per capita
and by the HDI. A negative value means that the country is better ranked by GNI than by the HDI.
Nonincome HDI:Value of the HDI computed from the life expectancy and education
indicators only. Berdasarkan Tabel 4, tampak bahwa Human Development Index Negara
Indonesia menempati ututan ke 124 dalam katetegori rendah. Posisi Indonesia
tepat di bawah Afrika Selatan dan dibawahnya tampak Vietnam menempati ututan ke 128 dari 141. Negara di lingkungan ASEAN yang menempati kategori High Human
Development rangking 47 besar adalah Negara Singapura dan Brunia Darussalam. Sedangkan Negara ASEAN yang termasuk dalam kategori Medium Human
Development urutan 94 adalah Malaysia dan Thailand. Angka HDI Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, tetapi masih di bawah
negara-negara lain di Asia Tenggara seperti Philipina, Thailand, Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Hal ini disebabkan oleh penanganan masalah yang berkaitan
dengan indikator HDI seperti buta aksara, lama bersekolah, angka kematian ibu dan anak, serta pendapatan per kapita dilaksanakan lebih agresif di negara-negara
tersebut dibandingkan dengan di Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan pendidikan perlu terus ditingkatkan pada semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan,
baik yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat secara terpadu. Reformasi pendidikan merupakan proses panjang untuk mendorong
terwujudnya daya saing bangsa. Hingga akhir tahun 2011, pembangunan pendidikan di Indonesia telah menunjukkan banyak kemajuan dan hasil yang cukup
menggembirakan pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. Secara umum 24
capaian hasil pembangunan pendidikan tersebut dikelompokkan ke dalam aspek 1 Perluasan dan Pemerataan Akses Pendidikan, 2 Peningkatan Mutu dan Daya Saing
Pendidikan, dan 3 Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Citra Publik.Sumbangan Pendidikan IPA terhadap Human Development Index tercermin
dalam standar isi dan proses yang digariskan dalam kurikulum. Jika dikaji dari luaran pembelajaran dalam kurikulum, maka dapat dibagi dalam 3 bagian yaitu pengetahuan
dan pemahaman, ketrampilan proses dan nilai serta sikap ilmiah. Ketiga luaran ini apabila mampu ditanamkan kepada siswa tentu akan memberikan sumbangan positif
terhadap peningkatan Human Develompment Index. Kemampuan yang diharapkan setelah pebelajar mempelajari pendidikan IPA
adalah siswa dibangun mampu berpikir ilmiah tentang gejala obyek atau gejala alam yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Agar tercapai proses pembelajaran yang
baik sesuai yang telah digariskan dalam kurikulum, maka peran pimpinan dalammemberikan dukunganagar implementasinya berjalan sesuai dengan guideline.
Seorang pimpinan atau manager harus memiliki peran sentral dalam menyusun rencana masa depan berupa visi dan misi, seperti diungkapkan Deming dalam
Salis : 100 – 103 dengan istilah 14 poin Deming.Herarki terbalik menekankan pada pola hubungan yang berorientasi pada layanan dan betapa pentingnya pelanggan bagi
sebuah institusiSalis, 80-81. Seorang pemimpin atau manajer berada pada dasar sebuah segitiga terbalik dalam melayani guru, staf pendukung dan pelajar. Sehingga
standar proses pembelajaran yang telah digariskan oleh sekolah maupun kurikulum mampu diterjemahkan dengan baik melalui kolaborasi peran masing-masing bagian.
5. Karakteristik model pembelajaran IPA