Bidang Hasil Pokok Pendidikan IPA key result areas
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
Menurut American Association of Physics Teacher (1988: 3), “Pemegang peran paling penting pada mutu pendidikan adalah guru”. Guru adalah kunci mutu pendidikan. Mutu guru adalah core business pendidikan. Bagi bangsa Indonesia, mutu pendidikan terus diusahakan pengembangan dan peningkatannya seperti juga aspek kehidupan lain. Salah satu langkah nyata ke arah peningkatan mutu pendidikan dilakukan melalui peningkatan kualitas guru. Di beberap Kabupaten/kota sejak kebijakan otonomi daerah diterapkan, kepala daerah melakukan upaya peningkatan mutu pendidikan dengan cara meningkatkan mutu guru-guru mereka melalui pendidikan S1, S2 dan S3.
Abad 21 merupakan pengetahuan, diperlukan sumber daya manusia dengan kualitas tinggi yang memiliki keahlian, yaitu mampu bekerja sama, berpikir tingkat tinggi, kreatif, terampil, memahami berbagai budaya, mampu berkomunikasi, dan mampu belajar sepanjang hayat (life long learning). Pendidikan sebagai pusat pemberdayaan dan pembangunan masyarakat merupakan perwujudan dari konsep pendidikan sebagai investasi modal manusia (human capital investment) untuk mendukung Perkembangan, Pengembangan, dan/atau PembangunanBerkelanjutan. Kebijakan menjadikan pendidikan sebagai instrumen pemberdayaan masyarakat mengacu pada penyelenggaraan satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal. Undang-Undang Sisdiknas mengamanatkan bahwa pemerintah daerah berkewajiban untuk mengembangkan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menjadi berbasis keunggulan lokal.
Setiap satuan pendidikan memiliki sistem untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas. Sistem pendidikan di Indonesia apabila dilihat sebagai sebuah proses akan memiliki empat tahapan pokok yaitu (a) Masukan; (b) Proses; (c) Luaran; dan (c) hasil ikutan (outcome). Yang termasuk dalam katagori masukan antara lain adalah guru/dosen, siswa/mahasiswa, buku, staf administrasi dan teknisi, sarana dan prasarana, dana, dokumen kurikulum, dan lingkungan. Yang masuk dalam katagori proses adalah proses pembelajaran, proses penelitian, proses manajemen. Yang dikatagorikan luaran adalah lulusan, hasil penelitian dan karya IPTEKS lainnya, sedang yang termasuk dalam katagori hasil ikutan (outcome) antara lain adalah
(2)
penerimaan dan pengakuan masyarakat terhadap luaran pendidikan, kesinambungan, peningkatan mutu hidup masyarakat dan lingkungan.
Kualitas sistem pendidikan yang unggul dapat dicapai, sehingga diperlukan sistem penjaminan mutu (quality assurance) yang baik. Standarisari penjaminan mutu pendidikan telah diatur dalam UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 dan PP No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standarisasi sistem pendidikan nasional diperlukan untuk menjamin mutu penyelenggaraan pendidikan sehingga mampu bersaing di era global. Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP) merupakan mitra sejajarDepartemen Pendidikan Nasional dalam pengembangan, pemantauan, danpengendalian mutu pendidikan nasional. BSNP merupakan badan independen danmandiri yang berkedudukan di pusat yang bertugas melaksanakan penilaianpencapaian standar nasional pendidikan melalui ujian nasional.Pemantauan yang dilakukan BSNP bertujuan untuk mengevaluasi capaian StandarNasional Pendidikan. Sedang pemantauan dan evaluasi yang dilakukan olehLembaga Penjaminan Mutu Pendidikan adalah untuk mendapatkan pemetaancapaian standar nasional yang dijadikan dasar dalam mengembangkan modelintervensi, untuk meningkatkan kualitas pendidikan sehingga mencapai standarnasional serta membantu BAN-S/M, BAN- PNF, dan BAN-PT dalam mengakreditasisatuan pendidikan.
Pendidikan IPA merupakan bagian standar isi dari Standar Nasional Pendidikan. Hakikat dari pendidikan IPA adalah membelajarkan peserta didik untuk memahami hakikat sains yang terdiri atas proses, produk dan aplikasinya, mengembangkan sikap ingin tahu, keteguhan hati dan ketekunan serta sadar akan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat serta terjadi pengembangan ke arah sikap positif (Alit Mariana, 2009). Hubungan Pendidikan IPA dan teknologi bagaikan dua permukaan keping uang logam, yang saling berhubungan erat antara satu dengan yang lain. Nilai kontribusi pendidikan IPA terhadap pemberdayaan manusia Indonesia khususnya pembelajar telah mampu menciptakan sumber daya insani yang unggul dibidang sains.
Salah satu mata pelajaran yang berkontribusi besar terhadap pembentukan watak/karakteristik yang dituntut seperti yang dikemukakan di atas dalah mata pelajaran IPA karena hal tersebut sangat sesuai dengan karakteristik IPA itu sendiri. IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis melalui suatu proses penemuan. Prinsip-prinsip, konsep-konsep IPA
(3)
dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hakikat Pendidikan IPA adalah menanamkan kebiasaan siswa untuk berfikir logis, kritis, kreatif dalam menganalisis lingkungan dan menanamkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Karakteristik pengetahuan IPA disertai dengan kebiasaan cara berfikir kritis, logis, dan kreatif yang terbentuk dalam pembelajaran IPA dinilai dapat meningkatkan mutu pendidikan. Kemampuan berpikir IPA sangat diperlukan dalam menjawab tantangan isu global, yang pada akhirnya bermuara pada meningkatnya daya saing dan kualitas sumberdaya manusia Indonesia.
Muara dari seluruh pembelajaran IPA adalah menciptakan masyarakat yang melek/literasi sains (Scientific Literacy). Literasi sains didefinisikan PISA sebagai kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan dan untuk menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti agar dapat memahami dan membantu membuat keputusan tentang alam semesta dan interaksi manusia dengan alam. Literasi sains bagi warga negara merupakan sebuah keniscayaan untuk dilaksanakan supaya bisa menjadi bangsa yang berdaya saing tinggi. Hal inipun sudah disadari oleh berbagai negara maju dimana sejak beberapa tahun ini, literasi sains merupakan prioritas utama dalam pendidikan IPA di negara-negara mereka. Sebagai contoh, Amerika telah menetapkan visi pendidikan sains bagi seluruh siswanya yaitu “that all students should achieve scientific literacy”, visi ini tercantum dalam buku NSES (National Science Education Standards,1966). Jadi tidak diragukan lagi bahwa IPA sangat besar kontribusinya terhadap kemajuan suatu bangsa.
2. Fokus Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, pada makalah ini akan diungkap dan dibahas mengenai:
1. Bagaimana bidang hasil pokok pendidikan IPA? 2. Bagaimana indikator keberhasilan pendidikan IPA? 3. Bagaimana kompetensi pendidikan IPA?
4. Bagaimana kontribusi relatif pendidikan IPA terhadap pembangunan manusia Indonesia seutuhnya?
5. Bagaimana karakteristik model pembelajaran IPA bagi calon guru yang mendukung pembangunan sains?
(4)
BAB II
KAJIAN LITERATUR DAN PEMBAHASAN 1. Bidang Hasil Pendidikan IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Suhandi dan Wibowo, 2012). IPA yang merupakan ilmu dasar yang dikembangkan berdasarkan hasil penemuan ilmiah terkait peristiwa alam yang terjadi dalam keseharian. Sesuai dengan sifatnya maka orientasi pembelajaran IPA lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, pengembangan keterampilan sains, dan pengembangan keterampilan berpikir, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip (Wibowo, 2013). IPA merupakan sebagai tubuh dari pengetahuan yang dibentuk melalui proses inkuari yang terus-menerus, yang diarahkan oleh masyarakat yang bergerak dalam bidang sains. Sains lebih dari sekedar pengetahuan (knowledge). Sains merupakan upaya manusia meliputi operasi mental, keterampilan dan strategi memanipulasi dan menghitung, keingintahuan (curiosity), keteguhan hati (courage), ketekunan (persistence) menyingkap rahasia alam. Sains juga dikatakan sebagai hal yang dilakukan ahli sains ketika melakukan kegiatan penyelidikan ilmiah. Paling sedikit ada tiga komponen dalam rumusan sains, yaitu (1) kumpulan konsep, prinsip, hukum, dan teori, (2) proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental dalam mencermati fenomena alam, termasuk juga penerapnnya, dan (3) sikap keteguhan hati, keingin-tahuan, dan ketekunan dan menyingkap rahasia alam.
Adapun menurut Nationale Science Education Standards (1996), tujuan pendidikan IPA di sekolah adalah membelajarkan siswa sehingga mampu:
1. Mengembangkan pengalamam dan kesenangan untuk mengetahui dan memahami alam semesta;
2. Menggunakan proses ilmiah dan prinsip-prinsip yang tepat dalam membuat keputusan pribadi;
3. Melibatkan kecerdasan dalam topik dan perbincangan yang tepat dalam membuat keputusan pribadi; dan
(5)
4. Meningkatkan produktivitas ekonomi mereka melalui penggunaan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan literasi sains seseorang dalam karirnya.
Tujuan pembelajaran IPA tidak hanya berorientasi pada konsep akan tetapi juga berorientasi pada aspek-aspek nilai dan sikap ilmiah. Pendidikan IPA yang holistik adalah mengajarkan bukan hanya materi, akan tetapi mengajarkan sistem nilai-nilai dan moralnya dengan cara mengambil perumpamaan-perumpamaan dari materi yang dipelajari. Berkenaan dengan hal tersebut Rustaman dan Rustaman (1997:6) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran IPA, selain untuk memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya, juga ditujukan untuk:
1. Meningkatkan kesadaran akan kelestarian lingkungan, kebanggaan nasional, dan kebesaran serta kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa;
2. Mengembangkan daya penalaran untuk memecahkan masalah sehari-hari;
3. Mengembangkan keterampilan proses untuk memperoleh konsep-konsep IPA dan menumbuhkan nilai serta sikap ilmiah; dan
4. Menerapkan konsep dan prinsip IPA untuk menghasilkan karya teknologi sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan manusia.
Sejalan dengan rumusan tujuan pendidikan IPA yang dikemukan para ahli, pemerintah juga menetapkan tujuan mata pelajaran IPA untuk masing-masing jenjang pendidikan yang dinyatakan di dalam Permendiknas No. 22 tentang Standar Isi. Tabel 1. Menunjukkan tujuan mata pelajaran IPA untuk masing-masing jenjang pendidikan.
Tabel 1. Tujuan Pendidikan Mata Pelajaran IPA disetiap Jenjang
Jenjang Tujuan
IPA SD/MI Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan 5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam
memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam 6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
(6)
Jenjang Tujuan
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
IPA SMP/MTs Mata pelajaran IPA di SMP/MTs bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya
2. Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat
4. Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi 5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam
memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan
7. Meningkatkan pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.
Fisika SMA/MTs Mata pelajaran Fisika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
2. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain
3. Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis 4. Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir
analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif
5. Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kimia SMA/MTs Mata pelajaran kimia di SMA/MA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
(7)
Jenjang Tujuan
keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
2. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat bekerjasama dengan orang lain
3. Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, dimana peserta didik melakukan pengujian hipotesis dengan merancang percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis
4. Meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat bermanfaat dan juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan demi kesejahteraan masyarakat 5. Memahami konsep,prinsip, hukum, dan teori kimia serta
saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi.
Biologi SMA/MTs Mata pelajaran Biologi bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Membentuk sikap positif terhadap biologi dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
2. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain
3. Mengembangkan pengalaman untuk dapat mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis 4. Mengembangkan kemampuan berpikir analitis, induktif, dan
deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip biologi 5. Mengembangkan penguasaan konsep dan prinsip biologi dan
saling keterkaitannya dengan IPA lainnya serta mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri
6. Menerapkan konsep dan prinsip biologi untuk menghasilkan karya teknologi sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan manusia
7. Meningkatkan kesadaran dan berperan serta dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Target pembelajaran dalam kurikulum dikatergorikan menjadi 3 bagian, yaitu pengetahuan dan pemahaman, keterampilan dan proses serta nilai dan sikap. Melalui pembelajaran yang dirancang dalam kurikulum siswa akan mencapai target pembelajaran yang relevan dalam berbagai kontek yang berkaitan dengan sains.
Gambar 1. Memperlihatkan hasil pembelajaran IPA yang terdapat di dalam kurikulum di Taiwan (Science Education Key Learning Area Senior Secondary – Physics in Taiwan).
(8)
Gambar 1. Science Education Key Learning Area Senior Secondary Physics in Taiwan
Berdasarkan Gambar 1. diperoleh informasi bahwa bidang hasil pokok pendidikan IPA untuk tingkatan sekolah menengah yang ada di Taiwan terdiri dari pengetahuan dan pemahaman, ketrampilan dan proses, nilai dan sikap. Jika dibandingkan dengan bidang hasil pokok pendidikan IPA di Indonesia maka hampir sama. Tujuan pendidikan pendidikan IPA atau pendidikan sains mencakup lima dimensi, yaitu:
1. Pengetahuan dan pemahaman (scientific information),
Dimensi ini mencakup belajar informasi spesifik seperti fakta, konsep, teori, hukum dan penyelidikan pengetahuan sejarah sains.
2. Penggalian dan penemuan (exploring and discovering; scientific process), Dimensi ini berhubungan dengan penggunaan proses-proses IPA untuk mempelajari bagaimana ahli IPA bekerja dan berpikir. Keterampilan yang harus diajarkan mencakup : mengamati, mendeskripsikan, mengklasifikasi dan mengorganisasikan, mengkomunikasikan, berhipotesis, menguji hipotesis, menginterpretasikan data, penggunaan ketrampilan psikomotorik dan sebagainya.
3. Imajinasi dan kreativitas.
Values and Attitudes Values and Attitudes Knowledge and understanding Knowledge and understanding Skill and Process Skill and Process Scientific thinking, Scientific inversigation, Practical, Problem solving, Decision making, Information handling, Communication, Collaboration, Self directed learning
Scientific thinking, Scientific inversigation, Practical, Problem solving, Decision making, Information handling, Communication, Collaboration, Self directed learning
Phenomena, fact and patterns, prinsip, consept, law, theorities and models Vocabulary, termonology and
conventions,
Knowledge of techniques and skills,
Aplication of physics. Phenomena, fact and
patterns, prinsip, consept, law, theorities and models Vocabulary, termonology and
conventions,
Knowledge of techniques and skills,
Aplication of physics.
Towards themselves and others
Towards physics and the world
Towards learning
Towards themselves and others
Towards physics and the world Towards learning Learning Targets Learning Targets
(9)
Dimensi ini berhubungan dengan kemampuan memvisualisasikan atau menghasilkan gambaran mental, mengkombinasikan objek dan gagasan dengan cara-cara baru, memecahkan masalah dan teka-teki, menghasilkan ide atau gagasan yang tidak biasa.
4. Sikap dan Nilai.
Dimensi ini erat hubungannya dengan pengembangan kepekaan terhadap orang lain, mengekspresikan perasaan dengan cara kondusif serta mampu menghambil keputusan yang didasari oleh nilai individu, sosial dan isu lingkungan.
5. Penerapan.
Dimensi ini berhubungan dengan kemampuan mengidentifikasi konsep IPA dalam penggunaannya dengan kehidupan sehari-hari; memahami prinsip-prinsip ilmiah dan teknologi yang bekerja pada alat-alat rumah tangga; memahami dan menilai laporan-laporan perkembangan ilmiah yang ditulis pada mass media.
Dalam kurikulum berbasis kompetensi atau kurikulum 2013, kompetensi utama dikelompokkan dalam 4 hal yaitu 1) factual knowledge, 2) conceptual knowledge, 3) procedural knowledge, dan 4) metacognitive knowledge.
Ke-empat gugus kompetensi utama tersebut perlu dijembatani dengan lima unsur pokok yang diamanatkan dalam Kepmen 045/U/2002, yaitu: pengembangan kepribadian (MK), pengembangan keahlian dan keterampilan (MKK), pengembangan keahlian berkarya (MKB), pengembangan perilaku berkarya (PPB), dan pengembangan berkehidupan bermasyarakat (PBB).Sedangkan bidang hasil pokok pendidikan IPA di perguruan tinggi secara implisit juga telah tercermin dari KepmendiknasNo.045/U/2002, pengelompokkan mata kuliah tersebut diluruskan maknanya agarlebih luas dan tepat melalui pengelompokkan berdasarkan elemen kompetensinya,yaitu (a) landasan kepribadian; (b) penguasaan ilmu dan keterampilan; (c)kemampuan berkarya; (d) sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkatkeahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai; (e) pemahamankaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalamberkarya. Perguruan tinggi diberikan kebebesan untuk merumuskan profil lulusan serta menyusun prasyarat matakuliah untuk memenuhi standar tersebut.
Jika dibandingkan dengan Negara Taiwan, Queensland dan lainnya, Negara Indonesia memang secara eksplisit belum tersedia key learning areas untuk bidang
(10)
pendidikan IPA. Namun ketika mencermati lebih lanjut, maka sebenarnya secara tidak langsung standar isi maupun proses pembelajaran yang terdapat dalam kurikulum 2004 telah memuat aspek yang ada di dalam key learning areas untuk bidang pendidikan IPA di Taiwan atau di negara lain. Oleh karena itu terdapat peluang bagi para ahli di bidang sains untuk mengembangkan key learning areas sebagai pedoman pokok dalam pendidikan IPA di Indonesia. Apabila Bangsa Indonesia memiliki key learning areas, maka secara tidak langsung krontrol mutu (Quality Control) di bidang pendidikan IPA akan terjaga baik.
2. Indikator Keberhasilan Pendidikan IPA
Sebagian besar masyarakat dan sekolah melihat keberhasilan pendidikan itu dari pencapaian hasil nilai ujian nasional dan banyaknya lulusan yang diterima di perguruan tinggi negeri. Tentu pendapat ini tidak salah sama sekali tetapi perlu diingat bahwa keberhasilan pendidikan itu perlu dilihat secara holistik. baik-buruknya hasil yang dicapai oleh peserta didik dalam proses pembelajaran bisa dilihat dari mutu pembelajarannya. Lembaga pendidikan dianggap bermutu bila berhasil mengubah sikap, perilaku dan keterampilan peserta didik dikaitkan dengan tujuan pendidikannya. Mutu pendidikan sebagai sistem selanjutnya tergantung pada mutu komponen yang membentuk sistem, serta proses pembelajaran yang berlangsung hingga membuahkan hasil.
Mutu pendidikan IPA di Indonesia dapat ditentukan oleh beberapa indikator. Indikator tersebut adalah spesifikasi lulusan yang memenuhi standar kompetensi lulusan, spesifikasi guru IPA yang sesuai dengan standar kompetensi guru IPA, spesifikasi penyelenggaraan pendidikan IPA, spesifikasi fasilitas belajar IPA, spesifikasi kepedulian masyarakat (orang tua, pemerintah, dunia kerja). Sebagaimana telah diketahui bahwa mutu berkaitan erat dengan standar (Peter dalam Sallis, 2007). Oleh sebab itu, jika kita akan berbicara tentang pendidikan IPA yang bermutu maka berarti kita berbicara juga tentang standar. Pendidikan IPA yang bermutu akan selalu berkaitan dengan standar, konsumen, dan pengelolaannya. Di Amerika, standar pendidikan IPA dibuat oleh National Committee on Science Education Standards and Assessment. Standar pendidikan IPA disusun karena adanya kebutuhan masyarakat akan IPA bukan hanya sebagai ilmu tetapi sebagai sesuatu yang dapat digunakan untuk bertahan hidup (National Committee of Science Education, 1996). Kebutuhan IPA bukan hanya sekedar mengetahui isinya tetapi juga keterampilan, sikap
(11)
didapatkan melalui belajar IPA. Berikut ini akan diuraikan rincian dari masing-masing indikator, yaitu :
1) Indikator Lulusan
Indikator lulusan dapat diartikan sebagai pencapaian standar kompetensi IPA sesuai dengan yang tercantum dalam Permen No. 22 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dan pencapain standar kompetensi lulusan sesuai dengan yang tercantum pada Permen No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Sebagai contoh, pendidikan IPA dikatakan berhasil jika siswa mampu:
Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif; Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari secara logis, kritis, dan kreatif; Mendeskripsikan gejala alam dan sosial;
Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab. 2) Indikator Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang profesional dituntut memiliki kompetensi sesuai tugas dan fungsinya, pemerintah telah melahirkan Permendiknas sesuai tugas masing-masing seperti. Untuk kepala sekolah harus menguasai kompetensi seperti yang tercantum didalam Permendiknas Nomor 13 tahun 2007 yang terdiri dari kompetensi kepribadian, manajerial, supervisi, kewirausahaan, dan sosial. Sementara guru yang profesional harus menguasai kompetensi yang tercantum di dalam Permendiknas No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, yang meliputi:
a. Kompetensi pedagogik: Menguasai karakteristik peserta didik, menguasasi teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik; pengembangan kurikulum; kegiatan pembelajaran yang mendidik; pengembangan potensi peserta didik; komunikasi dengan peserta didik; dan penilaian dan evaluasi.
b. Kompetensi kepribadian: bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional; menunjukkan pribadi yang dewasa dan teladan, dan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru.
(12)
c. Kompetensi sosial: bersikap inklusif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif; komunikasi dengan sesama guru, tenaga kependidikan, orang tua, peserta didik, dan masyarakat
d. Kompetensi profesional: penguasaan materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu; mengembangkan keprofesionalan melalui tindakan yang reflektif.
Indikator Kompetensi Guru IPA yang diharapkan dalam kurikulum 2013, yaitu: a. Menguasai materi subjek IPA melalui proses inkuiri,
b. Menyampaikan isu, peristiwa, fenomena, masalah, topik yang relevan dengan IPA serta menarik perhatian siswa,
c. Memahami pentingnya memperbarui pengetahuan dan wawsan melalui berbagai cara dan media, serta ikut serta dalam forum-forum berbasis keguruan,
d. Mengenali dan mampu memperkenalkan teknologi kepada siswa dalam konteks STS,
e. Mengetahui dan mengimplementasikan cara untuk memberi kemudahan bagi siswa untuk memahami konsep IPA dan menguasai keterampilan proses IPA ,
f. Memahami dan merespon adanya perbedaan diantara siswa dalam belajar IPA,
g. Mengerti perlunya asesmen baik bagi siswa maupun bagi guru, mengenali dan dapat menerapkan cara mengases yang bervariasi sesuai dengan apa yang akan diases.
h. Mengerti fungsi dan menerapkan penelitian tindakan kelas sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan mengembangkan keprofesionalannya sendiri. (National Committee of Science Education, 1996)
3) Indikator Penyelenggaraan Pendidikan IPA
Penyelenggaraan pendidikan IPA mempunyai karakteristik yang berbeda daripada ilmu lain. Pendidikan IPA mensyaratkan adanya kurikulum yang merupakan core dari implementasi pembelajaran IPA. Kurikulum tersebut harusnya berisi tujuan pembelajaran IPA yang jelas, bisa dicapai, dan bisa menjadi framework untuk memandu guru mengembangkan unit pembelajaran
(13)
IPA. Baik guru, pihak sekolah, maupun fasilitas belajar seharusnya mendukung ketercapaian tujuan yang tercantum dalam kurikulum.
Berdasarkan Permendiknas No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses dijelaskan bahwa, tentang secara konseptual, indikator mutu poses pembelajaran diartikan secara beragam, tergantung pada situasi dan lingkungan. Penelitian yang dilaksanakan oleh Conect di Amerika Serikat, yang hasilnya divalidasikan oleh the Center for Reseach on Educational Policy dari University of Memphis pada tahun 2005, menunjukkan adanya sejumlah indikator kualitas pembelajaran (instructional quality indicators), yang dikelompokkan ke dalam 10 kategori, yaitu: (1) lingkungan fisik yang kaya dan merangsang, (2) iklim kelas yang kondusif untuk belajar, (3) harapan jelas dan tinggi para peserta didik, (4) pembelajaran yang koheren dan berfokus, (5) wacana ilmiah yang merangsang pikiran, (6) belajar otentik, (7) asesmen diagnostik belajar yang teratur, (8) membaca dan menulis sebagai kegiatan regular, (9) pemikiran matematis, dan (10) penggunaan teknologi secara efektif.Kesepuluh kategori tersebut dijabarkan lagi menjadi 42 indikator.
National Education Association di Amerika Serikat merumuskan enam kunci untuk keunggulan (keys to exellence) yang dijabarkan lebih lanjut menjadi 35 indikator kualitas sekolah (indicators of a quality school). Keenam kunci keunggulan tersebut adalah: (1) pemahaman bersama dan komitmen terhadap tujuan yang tinggi, (2) komunikasi terbuka dan kolaborasi dalam memecahkan masalah, (3) penilaian belajar dan pembelajaran secara terus menerus, (4) belajar pribadi dan profesional, (5) sumber-sumber untuk menunjang belajar dan pembelajaran, serta (6) kurikulum dan pembelajaran.
European Commission yang merupakan perwakilan dari 28 negara Eropa, melaporkan kualitas pendidikan sekolah (quality of school education) yang meliputi 16 indikator kualitas yang dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu: (1) pencapaian belajar, (2) keberhasilan dan transisi, (3) monitoring pendidikan, serta (4) sumber dan struktur.
4) Indikator fasilitas belajar IPA
Belajar IPA tanpa didukung fasilitas belajar IPA tidak akan menghasilkan pemahaman yang baik terhadap IPA. Fasilitas disini bukan berarti mahal,
(14)
lengkap, canggih, modern, maupun buatan pabrik; tetapi fasilitas harus diartikan sebagai pemilihan yang tepat untuk mendukung membelajarkan IPA. 5) Indikator kepedulian masyarakat
Indikator ini terkait dengan seberapa jauh masyarakat mengetahui visi dan misi pendidikan IPA yang kemudian mempengaruhi partisipasinya dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan IPA.
Khusus untuk pendidikan IPA, keberhasilan siswa dalam pembelajaran bisa dilihat selain dari pemahaman tentang produk IPA harus pula dilihat dari kemampuan mereka dalam memahami dan mengaplikasikan proses pembelajaran IPA dan sikap mereka sebagai orang yang berliterasi IPA pada kehidupan sehari-hari.
Indikator keberhasilan pendidikan IPA juga harus dilihat dari sisi sumber daya manusianya, sisi penyelenggaraan yang di dalamnya termasuk proses pembelajaran yang menjadi unsur yang paling penting dalam keberhasilan suatu pendidikan.
Berdasarkan berbagai pengkajian, konsep mutu pembelajaran dapat disimpulkan mengandung lima rujukan, yaitu kesesuaian, daya tarik, efektivitas, efisiensi dan produktivitas pembelajaran. Rujukan kesesuaian meliputi indikator sebagai berikut: sepadan dengan karakteristik peserta didik, serasi dengan aspirasi masyarakat maupun perorangan, cocok dengan kebutuhan masyarakat, sesuai dengan kondisi lingkungan, selaras dengan tuntutan zaman, dan sesuai dengan teori, prinsip, dan/atau nilai baru dalam pendidikan.
Pembelajaran yang bermutu juga harus mempunyai daya tarik yang kuat; indikatornya meliputi di antaranya: kesempatan belajar yang tersebar dan karena itu mudah dicapai dan diikuti, isi pendidikan yang mudah dicerna karena telah diolah sedemikian rupa, kesempatan yang tersedia yang dapat diperoleh siapa saja pada setiap saat diperlukan, pesan yang diberikan pada saat dan peristiwa yang tepat, keterandalan yang tinggi, terutama karena kinerja lembaga dan lulusannya yang menonjol, keanekaragaman sumber, baik yang dengan sengaja dikembangkan maupun yang sudah tersedia dan dapat dipilih serta dimanfaatkan untuk kepentingan belajar, dan suasana yang akrab, hangat, dan merangsang.
Efektivitas pembelajaran seringkali diukur dengan tercapainya tujuan, atau dapat pula diartikan sebagai ketepatan dalam mengelola suatu situasi, atau “doing the right things”. Pengertian ini mengandung ciri: bersistem (sistematik), yaitu dilakukan secara teratur atau berurutan melalui tahap perencanaan, pengembangan,
(15)
pelaksanaan, penilaian, dan penyempurnaan, sensitif terhadap kebutuhan akan tugas belajar dan kebutuhan pemelajar, kejelasan akan tujuan dan karena itu dapat dihimpun usaha untuk mencapainya, bertolak dari kemampuan atau kekuatan mereka yang bersangkutan (peserta didik, pendidik, masyarakat dan pemerintah).
Efisiensi pembelajaran dapat diartikan sebagai kesepadanan antara waktu, biaya, dan tenaga yang digunakan dengan hasil yang diperoleh atau dapat dikatakan sebagai mengerjakan sesuatu dengan benar. Ciri yang terkandung meliputi: merancang kegiatan pembelajaran berdasarkan model yang mengacu pada kepentingan, kebutuhan dan kondisi peserta didik, pengorganisasian kegiatan belajar dan pembelajaran yang rapi, misalnya lingkungan atau latar yang diperhatikan, pemanfaatan berbagai sumber daya dengan pembagian tugas seimbang, serta pengembangan dan pemanfaatan aneka sumber belajar sesuai keperluan, pemanfaatan sumber belajar bersama, usaha inovatif yang merupakan penghematan, seperti misalnya pembelajaran jarak-jauh dan pembelajaran terbuka yang tidak mengharuskan pembangunan gedung dan mengangkat tenaga pendidik yang digaji secara tetap. Inti dari efisiensi adalah mempertimbangkan berbagai faktor internal maupun eksternal (sistemik) untuk menyusun alternatif tindakan dan kemudian memilih tindakan yang paling menguntungkan.
Gambar 2. Standar Layanan Mutu Pendidikan
(Sumber: http://mkkssmpgk.files.wordpress.com/2013/11/layanan-mutu.gif) Produktivitas pada dasarnya adalah keadaan atau proses yang memungkinkan diperolehnya hasil yang lebih baik dan lebih banyak. Produktivitas pembelajaran dapat mengandung arti: perubahan proses pembelajaran (dari menghafal dan mengingat ke menganalisis dan mencipta), penambahan masukan
(16)
dalam proses pembelajaran (dengan menggunakan berbagai macam sumber belajar), peningkatan intensitas interaksi peserta didik dengan sumber belajar, atau gabungan ketiganya dalam kegiatan belajar-pembelajaran sehingga menghasilkan mutu yang lebih baik, keikutsertaan dalam pendidikan yang lebih luas, lulusan lebih banyak, lulusan yang lebih dihargai oleh masyarakat, dan berkurangnya angka putus sekolah. 3. Kompetensi pendidikan IPA yang berkaitan dengan akuntabilitas
penyelenggaraan pendidikan IPA yang bermutu.
Standar Nasional Pendidikan (SNP) berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasionalyang bermutu. Untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan telahditerbitkan (a) Peraturan Mendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isiuntuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah; (b) Peraturan Mendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan PendidikanDasar dan Menengah; (c) Peraturan Mendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentangStandar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru; (d) Peraturan MendiknasNomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh SatuanPendidikan Dasar dan Menengah; (e) Peraturan Mendiknas Nomor 20 Tahun2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan; (f) Peraturan Mendiknas Nomor 24Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana; (g) Peraturan MendiknasNomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses, sedangkan standar pembiayaanpendidikan masih dalam prores penyelesaian oleh Badan Standar Nasional Pendidikan.
Kebijakan tentang SNP akan dilaksanakan melalui kegiatan (1) menerapkan standar isi dalam kurikulum satuan pendidikan; (2) menerapkan standarkompetensi lulusan; (3) menerapkan standar kualifikasi guru, dan melaksanakansertifikasi guru; (4) menerapkan standar pengelolaan pendidikan; (5)menerapkan standar penilaian hasil belajar; (6) menerapkan standar sarana danprasarana pendidikan; (7) menerapkan standar proses pendidikan; dan (8)mengembangkan standar pembiayaan pendidikan.
Kompetensi dimaknai sebagai perpaduan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir, dan bertindak. Seseorang telah memiliki kompetensi dalam bidang tersebut yang tercermin dalam pola perilaku sehari-hari.
(17)
Kompetensi mengandung beberapa aspek, yaitu knowledge, understanding, skill, value, attitude, dan interest. Dengan mengembangkan aspek-aspek ini diharapkan siswa memahami, mengusai, dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari materi-materi yang telah dipelajarinya. Adapun kompentensi sendiri diklasifikasikan menjadi: kompetensi lulusan (dimilik setelah lulus), kompetensi standar (dimiliki setelah mempelajari satu mata pelajaran), kompetensi dasar (dimiliki setelah menyelesaikan satu topik/konsep), kompetensi akademik (pengetahuan dan keterampilan dalam menyelesaikan persoalan), kompetensi okupasional (kesiapan dan kemampuan beradaptasi dengan dunia kerja), kompetensi kultural (adaptasi terhadap lingkungan dan budaya masyarakat Indonesia), dan kompetensi temporal (memanfaatkan kemampuan dasar yang dimiliki siswa. Kompetensi pendidikan IPA merupakan elaborasi dari kompetensi yang telah digariskan dalam Permendiknas No 23 Tahun 2006 yang meliputi knowledge, understanding, skill, value, attitude, dan interes. Kompetensi pendidikan IPA ini juga sejalan dengan kompetensi sains di Taiwan yang meliputi knowledge and understanding, skill and process, dan values and attitudes.
Kompetensi diartikan sebagai kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak secara konsisten sebagai perwujudan dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki peserta didik. Standar Kompetensi adalah ukuran kompetensi minimal yang harus dicapai peserta didik setelah mengikuti suatu proses pembelajaran pada satuan pendidikan tertentu. Sementara Standar Kompetensi Lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Untuk menjamin keberhasilan pendidikan di Indonesia, pemerintah telah mengembangkan pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik. Pedoman ini ditetapkan dalam bentuk Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran. Tabel 2 menunjukkan standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran IPA, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran IPA untuk setiap satuan pendidikan.
Tabel 2. Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran (SK-KMP) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(18)
Paket A sekitar secara logis, kritis, dan kreatif
2. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif dengan bimbingan guru/pendidik
3. Menunjukkan rasa keingintahuan yang tinggi
4. Menunjukkan kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari
5. Menunjukkan kemampuan mengenali gejala alam dan sosial di lingkungan sekitar
6. Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung
7. Menunjukkan kebiasaan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang
SMP/MTs/SM PLB*/Paket B
1. Mencari dan menerapkan informasi secara logis, kritis, dan kreatif 2. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif
3. Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya
4. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari
5. Mendeskripsi gejala alam dan sosial
6. Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab
7. Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya
8. Menerapkan hidup bersih, sehat bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang
9. Memiliki keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris sederhana
8. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah
SMA/MA/SM ALB*/Paket C
1. Membangun dan menerapkan informasi, pengetahuan, dan teknologi secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif
2. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif secara mandiri
3. Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri
4. Menunjukkan sikap kompetitif, sportif, dan etos kerja untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam bidang iptek
5. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks
6. Menunjukkan kemampuan menganalisis fenomena alam dan sosial sesuai dengan kekhasan daerah masing-masing
7. Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab 8. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun melalui
berbagai cara termasuk pemanfaatan teknologi informasi 9. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis
10. Menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam bahasa Indonesia dan Inggris
11. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan tinggi
SMK/MAK 1. Membangun dan menerapkan informasi, pengetahuan, dan teknologi secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif
(19)
2. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif secara mandiri
3. Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri
4. Menunjukkan sikap kompetitif, sportif, dan etos kerja untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam bidang iptek
5. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks
6. Menunjukkan kemampuan menganalisis fenomena alam dan sosial sesuai dengan kekhasan daerah masing-masing
7. Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab 8. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun melalui
berbagai cara termasuk pemanfaatan teknologi informasi 9. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis
10. Menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam bahasa Indonesia dan Inggris
11. Menguasai kompetensi program keahlian dan kewirausahaan baik untuk memenuhi tuntutan dunia kerja maupun untuk mengikuti pendidikan tinggi sesuai dengan kejuruannya
Tabel 3. Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran IPA untuk setiap Jenjang Jenjang
Pendidikan
Standar Kompetensi Lulusan
SD/MI 1. Melakukan pengamatan terhadap gejala alam dan menceritakan hasil pengamatannya secara lisan dan tertulis
2. Memahami penggolongan hewan dan tumbuhan, serta manfaat hewan dan tumbuhan bagi manusia, upaya pelestariannya, dan interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya
3. Memahami bagian-bagian tubuh pada manusia, hewan, dan tumbuhan, serta fungsinya dan perubahan pada makhluk hidup 4. Memahami beragam sifat benda hubungannya dengan
penyusunnya, perubahan wujud benda, dan kegunaannya 5. Memahami berbagai bentuk energi, perubahan dan manfaatnya 6. Memahami matahari sebagai pusat tata surya, kenampakan dan
perubahan permukaan bumi, dan hubungan peristiwa alam dengan kegiatan manusia
SMP/MTs 1. Melakukan pengamatan dengan peralatan yang sesuai, melaksanakan percobaan sesuai prosedur, mencatat hasil pengamatan dan pengukuran dalam tabel dan grafik yang sesuai, membuat kesimpulan dan mengkomunikasikannya secara lisan dan tertulis sesuai dengan bukti yang diperoleh
2. Memahami keanekaragaman hayati, klasifikasi keragamannya berdasarkan ciri, cara-cara pelestariannya, serta saling ketergantungan antar makhluk hidup di dalam ekosistem
3. Memahami sistem organ pada manusia dan kelangsungan makhluk hidup
4. Memahami konsep partikel materi, berbagai bentuk, sifat dan wujud zat, perubahan, dan kegunaannya
(20)
Jenjang Pendidikan
Standar Kompetensi Lulusan
optik, listrik, magnet dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
6. Memahami sistem tata surya dan proses yang terjadi di dalamnya SMA/MA Fisika 1. Melakukan percobaan, antara lain merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis, menentukan variabel, merancang dan merakit instrumen, mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data, menarik kesimpulan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis 2. Memahami prinsip-prinsip pengukuran dan melakukan
pengukuran besaran fisika secara langsung dan tidak langsung secara cermat, teliti, dan obyektif
3. Menganalisis gejala alam dan keteraturannya dalam cakupan mekanika benda titik, kekekalan energi, impuls, dan momentum 4. Mendeskripsikan prinsip dan konsep konservasi kalor sifat gas
ideal, fluida dan perubahannya yang menyangkut hukum termodinamika serta penerapannya dalam mesin kalor
5. Menerapkan konsep dan prinsip optik dan gelombang dalam berbagai penyelesaian masalah dan produk teknologi
6. Menerapkan konsep dan prinsip kelistrikan dan kemagnetan dalam berbagai masalah dan produk teknologi
Kimia SMA/MA 1. Melakukan percobaan, antara lain merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis, menentukan variabel, merancang dan merakit instrumen, mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data, menarik kesimpulan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis 2. Memahami hukum dasar dan penerapannya, cara perhitungan
dan pengukuran, fenomena reaksi kimia yang terkait dengan kinetika, kesetimbangan, kekekalan masa dan kekekalan energi 3. Memahami sifat berbagai larutan asam-basa, larutan koloid,
larutan elektrolit-non elektrolit, termasuk cara pengukuran dan kegunaannya
4. Memahami konsep reaksi oksidasi-reduksi dan elektrokimia serta penerapannya dalam fenomena pembentukan energi listrik, korosi logam, dan pemisahan bahan (elektrolisis)
5. Memahami struktur molekul dan reaksi senyawa organik yang meliputi benzena dan turunannya, lemak, karbohidrat, protein, dan polimer serta kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari Biologi SMA/MA 1. Merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis,
menentukan variabel, merancang dan merakit instrumen, menggunakan berbagai peralatan untuk melakukan pengamatan dan pengukuran yang tepat dan teliti, mengumpulkan, mengolah, menafsirkan dan menyajikan data secara sistematis, dan menarik kesimpulan sesuai dengan bukti yang diperoleh, serta berkomunikasi ilmiah hasil percobaan secara lisan dan tertulis 2. Memahami keanekaragaman hayati dan klasifikasinya, peranan
keanekaragaman hayati bagi kehidupan dan upaya pelestariannya.
(21)
Jenjang Pendidikan
Standar Kompetensi Lulusan
materi dan energi, serta peranan manusia dalam keseimbangan ekosistem
4. Memahami konsep sel dan jaringan, keterkaitan antara struktur dan fungsi organ, kelainan dan penyakit yang mungkin terjadi pada sistem organ, serta implikasinya pada sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat
5. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan, proses metabolisme dan hereditas, evolusi dan implikasinya dengan sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat
6. Memahami prinsip-prinsip dasar bioteknologi serta implikasinya pada sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat
Melalui standar kompetensi lulusan IPA, diharapkan kualitas lulusan (output) pendidikan IPA dapat memahami hakekat sains yang sangat diperlukan dalam menjawab tantangan isu global, yang pada akhirnya bermuara pada meningkatnya daya saing dan kualitas sumberdaya manusia Indonesia. Untuk mencapai lulusan yang bermutu tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan karena banyak faktor yang turut mempengaruhi keberhasilan tersebut.
Mengingat bahwa pendidikan itu merupakan suatu sistem dengan komponen-komponen yang saling berkaitan, maka untuk mencapai hasil yang bermutu keseluruhan sistem harus sesuai dengan ketentuan yang diharapkan atau standar. Untuk itu masing-masing komponen dalam sistem harus pula sesuai dengan standar yang ditentukan bersama. Dengan demikian output atau produk akan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya dan terpenuhinya spesifikasi yang diharapkan menurut tuntutan dan kebutuhan pengguna jasa (Salis; 2004).
4. Kontribusi relatif pendidikan IPA terhadap pembangunan manusia Indonesia seutuhnya
Pendidikan merupakan suatu investasi jangka panjang. Pendidikan juga tidak mampumenghasilkan dan berdampak seketika (quick yielding/instant). Untuk itu, kita harusmemperhatikan lebih dahulu bagaimana keadaan sumber daya manusianya. Pendidikandi Indonesia, selama 20 tahun sejak tahun 1968 telah mengalami
(22)
kemajuan. Kemajuanini terlihat dengan adanya perubahan suatu indikasi kuantitatif yang disebut angka partisipasi pendidikan yaitu rasio antara jumlah siswa terhadap jumlah penduduk usiasekolah untuk jenjang pendidikan yang bersangkutan. Namun, peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan tinggi masih lebih rendah bila dibandingkan dengan negara Philippina, Thailand, Singapura, Malaysia, atau Korea. Arsyad (1990:8-9) mengungkapkan bahwa angkatan kerja yang berpendidikan tamat SD dan lebih rendah, menurun persentasenya dari 88,25 persen dalam tahun 1980 menjadi 78,43 persen pada tahun 1988. Bersamaan dengan ini angkatan kerja yangberpendidikan SLTP dan SLTA meningkat dari 10,92 persen dalam tahun 1980 menjadi19,71 persen pada tahun 1988. Perkembangan angkatan kerja berpendidikan tingginampaknya lebih cepat yaitu dari 0,81 persen pada tahun 1980 menjadi 1,86 persenpada tahun 1988, atau meningkat lebih dari dua kali dalam kurun waktu delapan tahun.Namun demikian, tingkat pendidikan angkatan kerja Indonesia masih rendah, yaitulebih dari 78 persen berpendidikan tamat SD dan lebih rendah (hampir 16 persen diantaranya atau hampir 12 juta tidak pernah sekolah, dan 27 persen atau lebih dari 20 jutatidak tamat SD pada tahun 1988). Selain itu, angkatan kerja berpendidikan menengahdan tinggi yang mencari kerja meningkat.
Dalam upaya pengembangkan sumber daya manusia, peranan pendidikan cukupmenonjol. Dari pengalaman beberapa negara menunjukkan bahwa dalam menujuperubahan struktural, dengan meningkatnya pembangunan ekonomi telah terjadiproporsi tenaga kerja di bawah pendidikan dasar yang semakin mengecil, sedangkanproporsi tenaga kerja berpendidikan menengah dan tinggi semakin meningkat. Berbedadengan negara lain yang mengalami tinggal landas, proporsi yang berpendidikan dasardan menengah di Korea pada pertengahan tahun 70-an cukup besar yaitu 19 persentidak berpendidikan, 43 persen berpendidikan dasar, 31 persen berpendidikan menengahdan 7 persen berpendidikan tinggi (Macharany, 1990). Selanjutnya, Yudo Swasono danBoediono (dalam Macharany, 1990) mengungkapkan bahwa struktur tenaga kerjaIndonesia pada tahun 1985 adalah 53 persen tidak berpendidikan, 34 persen berpendidikan dasar, 11 persen berpendidikan menengah dan 2 persen berpendidikantinggi. Bila kita ingin mencapai tinggal landas seperti Korea, diperkirakan strukturtenaga kerja menurut pendidikan dalam tiga skenario pertumbuhan GDP per kapita,yaitu rendah 6 persen, sedang 7 persen, dan tinggi 8 persen pada tahun 2019.
(23)
Pembangunan pendidikan merupakan bagian dari upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Melalui pembangunan pendidikan diharapkan dapat dibentuk manusia yang berkualitas utuh yang salah satu cirinya adalah sehat jasmani dan rohani. Depdiknas telah berhasil mengembangkan kebijakan-kebijakan terobosan, yaitu (a) pendanaan massal pendidikan, (b) peningkatan kualifikasi dan sertifikasi pendidik secara massal, (c) penerapan TIK secara massal untuk e-pembelajaran dan e-administrasi, (d) pembangunan prasarana dan sarana pendidikan secara massal, (e) rehabilitasi prasarana dan sarana pendidikan secara massal, (f) reformasi perbukuan secara mendasar, (g) peningkatan mutu dan daya saing pendidikan dengan pendekatan komprehensif, (h) perbaikan rasio peserta didik SMK:SMA, (i) otonomisasi satuan pendidikan, (j) intensifikasi dan ekstensifikasi pendidikan nonformal dan informal untuk menggapaikan layanan pendidikan kepada peserta didik yang tak terjangkau pendidikan formal (reaching the unreached), dan (11) penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pendidikan dengan pendekatan komprehensif. Berkat kebijakan terobosan tersebut, pembangunan pendidikan telah menunjukkan peningkatan akses dan kualitas pendidikan meskipun masih banyak yang harus ditingkatkan. Pendidikan sebagai salah satu aspek dalam penentuan human development index (HDI) belum mampu mengangkat peringkat HDI Indonesia dibandingkan dengan indeks pembangunan manusia negara-negara di Dunia, yang terdapat pada Tabel 4.
Tabel 4. Human Development Index
BAB I
(Sumber : UNESCO Tahun 201, diakses melalui http//:www.undp.org ) Keterangan:
Human Development Index (HDI): A composite index measuring average achievement in three basic dimensions of human development—a long and
(24)
healthy life, knowledge and a decent standard of living. See Technical note 1 for details on how the HDI is calculated.
Life expectancy at birth:Number of years a newborn infant could expect to live if prevailing patterns of age-specific mortality rates at the time of birth stay the same throughout the infant’s life.
Mean years of schooling: Average number of years of education received by people ages 25 and older, converted from education attainment levels using official durations of each level.
Expected years of schooling:Number of years of schooling that a child of school entrance age can expect to receive if prevailing patterns of age-specific enrolment rates persist throughout the child’s life.
Gross national income (GNI) per capita:Aggregate income of an economy generated by its production and its ownership of factors of production, less the incomes paid for the use of factors of production owned by the rest of the world, converted to international dollars using purchasing power parity (PPP) rates, divided by midyear population.
GNI per capita rank minus HDI rank:Difference in rankings by GNI per capita and by the HDI. A negative value means that the country is better ranked by GNI than by the HDI.
Nonincome HDI:Value of the HDI computed from the life expectancy and education indicators only.
Berdasarkan Tabel 4, tampak bahwa Human Development Index Negara Indonesia menempati ututan ke 124 (dalam katetegori rendah). Posisi Indonesia tepat di bawah Afrika Selatan dan dibawahnya tampak Vietnam menempati ututan ke 128 dari 141. Negara di lingkungan ASEAN yang menempati kategori High Human Development (rangking 47 besar) adalah Negara Singapura dan Brunia Darussalam. Sedangkan Negara ASEAN yang termasuk dalam kategori Medium Human Development (urutan 94) adalah Malaysia dan Thailand.
Angka HDI Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, tetapi masih di bawah negara-negara lain di Asia Tenggara seperti Philipina, Thailand, Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Hal ini disebabkan oleh penanganan masalah yang berkaitan dengan indikator HDI seperti buta aksara, lama bersekolah, angka kematian ibu dan anak, serta pendapatan per kapita dilaksanakan lebih agresif di negara-negara tersebut dibandingkan dengan di Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan pendidikan perlu terus ditingkatkan pada semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan, baik yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat secara terpadu. Reformasi pendidikan merupakan proses panjang untuk mendorong terwujudnya daya saing bangsa. Hingga akhir tahun 2011, pembangunan pendidikan di Indonesia telah menunjukkan banyak kemajuan dan hasil yang cukup menggembirakan pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. Secara umum
(25)
capaian hasil pembangunan pendidikan tersebut dikelompokkan ke dalam aspek (1) Perluasan dan Pemerataan Akses Pendidikan, (2) Peningkatan Mutu dan Daya Saing Pendidikan, dan (3) Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Citra Publik.Sumbangan Pendidikan IPA terhadap Human Development Index tercermin dalam standar isi dan proses yang digariskan dalam kurikulum. Jika dikaji dari luaran pembelajaran dalam kurikulum, maka dapat dibagi dalam 3 bagian yaitu pengetahuan dan pemahaman, ketrampilan proses dan nilai serta sikap ilmiah. Ketiga luaran ini apabila mampu ditanamkan kepada siswa tentu akan memberikan sumbangan positif terhadap peningkatan Human Develompment Index.
Kemampuan yang diharapkan setelah pebelajar mempelajari pendidikan IPA adalah siswa dibangun mampu berpikir ilmiah tentang gejala obyek atau gejala alam yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Agar tercapai proses pembelajaran yang baik sesuai yang telah digariskan dalam kurikulum, maka peran pimpinan dalammemberikan dukunganagar implementasinya berjalan sesuai dengan guideline. Seorang pimpinan atau manager harus memiliki peran sentral dalam menyusun rencana masa depan (berupa visi dan misi), seperti diungkapkan Deming (dalam Salis : 100 – 103) dengan istilah 14 poin Deming.Herarki terbalik menekankan pada pola hubungan yang berorientasi pada layanan dan betapa pentingnya pelanggan bagi sebuah institusi(Salis, 80-81). Seorang pemimpin atau manajer berada pada dasar sebuah segitiga terbalik dalam melayani guru, staf pendukung dan pelajar. Sehingga standar proses pembelajaran yang telah digariskan oleh sekolah maupun kurikulum mampu diterjemahkan dengan baik melalui kolaborasi peran masing-masing bagian. 5. Karakteristik model pembelajaran IPA
Hinduan, et al (2001: 11) mengacu pada saran-saran tersebut mengembangkan dan menguji beberapa model mengajar untuk program pendidikan calon guru. Model mengajar itu memiliki empat karakteristik yaitu:
a. Model mengajar memadukan matakuliah IPA dengan matakuliah metodologi, b. Staf pengajar pendidikan guru (dosen) mendemonstrasikan cara mengajar di
sekolah menerapkan prinsip-prinsip atau teori-teori yang akan didiskusikan, c. Staf pengajar pendidikan guru memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk
berlatih,
d. Memberikan pengayaan untuk memperkuat/mengkaji lebih dalam
(26)
belakang pengetahuan yang berkaitan langsung bagi kebutuhan pengajaran IPA di sekolah dan tidak terlalu berorientasi akademis.
Model mengajar dengan empat karakteristik tersebut, dalam penerapannya di program pendidikan calon guru dilaksanakan melalui lima komponen utama (Hinduan, 2001: 29), yaitu:
a. Demonstrasi dilakukan dosen tentang bagaimana mengajar topik-topik IPA di sekolah dengan menerapkan prinsip-prinsip atau teori-teori yang akan
didiskusikan,
b. Mendiskusikan dengan mendalam tentang teori-teori dan prinsip-prinsip, dan metode-metode perencanaan dan penerapan model mengajar yang
didemonstrasikan,
c. Memberi kesempatan pada mahasiswa untuk merencanakan model mengajar, d. Memberi kesempatan pada mahasiswa mempraktekkan model mengajar
rancangannya dalam peer-teaching, dan
e. Memberi pengayaan yang tepat untuk membantu mereka menguasai materi IPA. Pengayaan hendaknya tidak terlalu berorientasi akademis. Bahkan sebaliknya, pengayaan hendaknya melatarbelakangi pengetahuan yang berkaitan langsung bagi kebutuhan pengajaran IPA di sekolah.
BAB III KESIMPULAN
(27)
Berdasarkan kajian teori dan pembahasan yang berkaitan dengan bidang hasil pokok pendidikan IPA, maka dapat ditarik disimpulkan sebagai berikut:
1. Bidang hasil pokok pendidikan IPA yaitu pengetahuan dan pemahaman (scientific information), penggalian dan penemuan (exploring and discovering; scientific process), imajikansi dan kreativitas, sikap dan nilai, serta penerapan. Jika keempat komponen ini dijabarkan maka sejalan dari science education key learning areas Negara Taiwan.
2. Indikator keberhasilan pendidikan IPA terdiri atas indikator lulusan, indikator kompetensi guru, indikator penyelenggaraan pendidikan IPA, indikator fasilitas belajar IPA, dan indikator kepedulian masyarakat.
3. Kompetensi pendidikan IPA yang berkaitan dengan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan IPA yang bermutu adalah elaborasi dari kompetensi yang telah digariskan dalam Permendiknas No 23 Tahun 2006 yang meliputi knowledge, understanding, skill, value, attitude, dan interes. Kompetensi pendidikan IPA ini juga sejalan dengan kompetensi sains di Taiwan yang meliputi knowledge and understanding, skill and process, dan values and attitudes.
4. Nilai kontribusi relatif pendidikan IPA terhadap pendidikan IPA khususnya pebelajar adalah membangun pengetahuan dan pemahaman, ketrampilan proses dan nilai serta sikap ilmiah melalui pendidikan IPA. Ketiga luaran ini apabila mampu ditanamkan kepada siswa tentu akan memberikan sumbangan positif terhadap peningkatan Human Develompment Index.
5. Karakteristik model pembelajaran IPA bagi calon guru yang mendukung pembangunan sains yaitu empat karakteristik, (a) Model mengajar memadukan matakuliah IPA dengan matakuliah metodologi, (b) guru (dosen) cara mengajar di sekolah melalui demonstrasi, (c) memberi kesempatan kepada siswa/mahasiswa untuk berlatih, (d) Memberikan pengayaan untuk memperkuat/mengkaji lebih dalam penguasaan siswa/mahasiswa tentang IPA.
DAFTAR PUSTAKA
AAPT. (American Association of Physics Teacher). (1988). The Role, Education, and Qualification of the High School Physics Teacher. MD: College Park.
(28)
Arsyad, S. (1990). Tinjauan Kritis Tentang Kebijaksanaan dan PerananPendidikan Dalam Peningkatan Kualitas Dan Pengembangan Sumberdaya Manusia. Atit Mariana, IM. (2009). Hakikat IPA dan Pendidikan IPA. PPPPTK : Bandung. Curriculum Development Council Taiwan. (2006). Science Education Key Learning
Area : New Senior Secondary Curriculum and Assesment Guide. Taiwan Examination and Assesment Autority.
Hinduan, Achmad A. et al. (2001). The Development of Teaching and Learning Science Models at Primary School and Primary School Teacher Education. Final Report URGE Project. Loan IBRD No. 3754-IND Graduate Program Indonesian University of Education: Unpublished.
Macharany, A.A. (1990). Tinjauan Antisiapatif Tentang Bagaimana Ikhtiar Ke Depan Peningkatan Kualitas Dan Pengembangan Sumberdaya Manusia. Menteri Pendidikan Nasional. (2006). Peraturan Mendiknas Nomor 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta Menteri Pendidikan Nasional. (2007). Peraturan Mendiknas Nomor 23 Tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.
Menteri Pendidikan Nasional. (2007). Peraturan Mendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta.
Menteri Pendidikan Nasional. (2007). Peraturan Mendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.
Menteri Pendidikan Nasional. (2007). Peraturan Mendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Jakarta.
Menteri Pendidikan Nasional. (2007). Peraturan Mendiknas Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana. Jakarta.
Menteri Pendidikan Nasional. (2007). Peraturan Mendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Jakarta.
National Committee of Science Education.(1996). National Science Education Standards, Washington DC : National Academy Press.
National Committee of Science Education (1998). Standard for Science Education Preparation. Washington DC : National Academy Press.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
(29)
Sallis, E. (2006). Total Quality Management in Education.IRCiSoC: Yogjakarta. Suhandi, A. dan Wibowo, F. C. (2012). Pendekatan Multirepresentasi Dalam
Pembelajaran Usaha-Energi dan Dampak Terhadap Pemahaman Konsep Mahasiswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 8 (1): 1-7.
Wibowo, F. C. (2013). Penerapan Model Science Creative Learning (SCL) Fisika Berbasis Proyek Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif dan Keterampilan Berpikir Kreatif. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 2 (1): 67-75.
(1)
healthy life, knowledge and a decent standard of living. See Technical note 1 for details on how the HDI is calculated.
Life expectancy at birth:Number of years a newborn infant could expect to live if prevailing patterns of age-specific mortality rates at the time of birth stay the same throughout the infant’s life.
Mean years of schooling: Average number of years of education received by people ages 25 and older, converted from education attainment levels using official durations of each level.
Expected years of schooling:Number of years of schooling that a child of school entrance age can expect to receive if prevailing patterns of age-specific enrolment rates persist throughout the child’s life.
Gross national income (GNI) per capita:Aggregate income of an economy generated by its production and its ownership of factors of production, less the incomes paid for the use of factors of production owned by the rest of the world, converted to international dollars using purchasing power parity (PPP) rates, divided by midyear population.
GNI per capita rank minus HDI rank:Difference in rankings by GNI per capita and by the HDI. A negative value means that the country is better ranked by GNI than by the HDI.
Nonincome HDI:Value of the HDI computed from the life expectancy and education indicators only.
Berdasarkan Tabel 4, tampak bahwa Human Development Index Negara Indonesia menempati ututan ke 124 (dalam katetegori rendah). Posisi Indonesia tepat di bawah Afrika Selatan dan dibawahnya tampak Vietnam menempati ututan ke 128 dari 141. Negara di lingkungan ASEAN yang menempati kategori High Human Development (rangking 47 besar) adalah Negara Singapura dan Brunia Darussalam. Sedangkan Negara ASEAN yang termasuk dalam kategori Medium Human Development (urutan 94) adalah Malaysia dan Thailand.
Angka HDI Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, tetapi masih di bawah negara-negara lain di Asia Tenggara seperti Philipina, Thailand, Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Hal ini disebabkan oleh penanganan masalah yang berkaitan dengan indikator HDI seperti buta aksara, lama bersekolah, angka kematian ibu dan anak, serta pendapatan per kapita dilaksanakan lebih agresif di negara-negara tersebut dibandingkan dengan di Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan pendidikan perlu terus ditingkatkan pada semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan, baik yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat secara terpadu. Reformasi pendidikan merupakan proses panjang untuk mendorong terwujudnya daya saing bangsa. Hingga akhir tahun 2011, pembangunan pendidikan di Indonesia telah menunjukkan banyak kemajuan dan hasil yang cukup menggembirakan pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. Secara umum
(2)
capaian hasil pembangunan pendidikan tersebut dikelompokkan ke dalam aspek (1) Perluasan dan Pemerataan Akses Pendidikan, (2) Peningkatan Mutu dan Daya Saing Pendidikan, dan (3) Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Citra Publik.Sumbangan Pendidikan IPA terhadap Human Development Index tercermin dalam standar isi dan proses yang digariskan dalam kurikulum. Jika dikaji dari luaran pembelajaran dalam kurikulum, maka dapat dibagi dalam 3 bagian yaitu pengetahuan dan pemahaman, ketrampilan proses dan nilai serta sikap ilmiah. Ketiga luaran ini apabila mampu ditanamkan kepada siswa tentu akan memberikan sumbangan positif terhadap peningkatan Human Develompment Index.
Kemampuan yang diharapkan setelah pebelajar mempelajari pendidikan IPA adalah siswa dibangun mampu berpikir ilmiah tentang gejala obyek atau gejala alam yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Agar tercapai proses pembelajaran yang baik sesuai yang telah digariskan dalam kurikulum, maka peran pimpinan dalammemberikan dukunganagar implementasinya berjalan sesuai dengan guideline. Seorang pimpinan atau manager harus memiliki peran sentral dalam menyusun rencana masa depan (berupa visi dan misi), seperti diungkapkan Deming (dalam Salis : 100 – 103) dengan istilah 14 poin Deming.Herarki terbalik menekankan pada pola hubungan yang berorientasi pada layanan dan betapa pentingnya pelanggan bagi sebuah institusi(Salis, 80-81). Seorang pemimpin atau manajer berada pada dasar sebuah segitiga terbalik dalam melayani guru, staf pendukung dan pelajar. Sehingga standar proses pembelajaran yang telah digariskan oleh sekolah maupun kurikulum mampu diterjemahkan dengan baik melalui kolaborasi peran masing-masing bagian. 5. Karakteristik model pembelajaran IPA
Hinduan, et al (2001: 11) mengacu pada saran-saran tersebut mengembangkan dan menguji beberapa model mengajar untuk program pendidikan calon guru. Model mengajar itu memiliki empat karakteristik yaitu:
a. Model mengajar memadukan matakuliah IPA dengan matakuliah metodologi, b. Staf pengajar pendidikan guru (dosen) mendemonstrasikan cara mengajar di
sekolah menerapkan prinsip-prinsip atau teori-teori yang akan didiskusikan, c. Staf pengajar pendidikan guru memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk
berlatih,
d. Memberikan pengayaan untuk memperkuat/mengkaji lebih dalam
(3)
belakang pengetahuan yang berkaitan langsung bagi kebutuhan pengajaran IPA di sekolah dan tidak terlalu berorientasi akademis.
Model mengajar dengan empat karakteristik tersebut, dalam penerapannya di program pendidikan calon guru dilaksanakan melalui lima komponen utama (Hinduan, 2001: 29), yaitu:
a. Demonstrasi dilakukan dosen tentang bagaimana mengajar topik-topik IPA di sekolah dengan menerapkan prinsip-prinsip atau teori-teori yang akan
didiskusikan,
b. Mendiskusikan dengan mendalam tentang teori-teori dan prinsip-prinsip, dan metode-metode perencanaan dan penerapan model mengajar yang
didemonstrasikan,
c. Memberi kesempatan pada mahasiswa untuk merencanakan model mengajar, d. Memberi kesempatan pada mahasiswa mempraktekkan model mengajar
rancangannya dalam peer-teaching, dan
e. Memberi pengayaan yang tepat untuk membantu mereka menguasai materi IPA. Pengayaan hendaknya tidak terlalu berorientasi akademis. Bahkan sebaliknya, pengayaan hendaknya melatarbelakangi pengetahuan yang berkaitan langsung bagi kebutuhan pengajaran IPA di sekolah.
BAB III KESIMPULAN
(4)
Berdasarkan kajian teori dan pembahasan yang berkaitan dengan bidang hasil pokok pendidikan IPA, maka dapat ditarik disimpulkan sebagai berikut:
1. Bidang hasil pokok pendidikan IPA yaitu pengetahuan dan pemahaman (scientific information), penggalian dan penemuan (exploring and discovering; scientific process), imajikansi dan kreativitas, sikap dan nilai, serta penerapan. Jika keempat komponen ini dijabarkan maka sejalan dari science education key learning areas Negara Taiwan.
2. Indikator keberhasilan pendidikan IPA terdiri atas indikator lulusan, indikator kompetensi guru, indikator penyelenggaraan pendidikan IPA, indikator fasilitas belajar IPA, dan indikator kepedulian masyarakat.
3. Kompetensi pendidikan IPA yang berkaitan dengan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan IPA yang bermutu adalah elaborasi dari kompetensi yang telah digariskan dalam Permendiknas No 23 Tahun 2006 yang meliputi knowledge, understanding, skill, value, attitude, dan interes. Kompetensi pendidikan IPA ini juga sejalan dengan kompetensi sains di Taiwan yang meliputi knowledge and understanding, skill and process, dan values and attitudes.
4. Nilai kontribusi relatif pendidikan IPA terhadap pendidikan IPA khususnya pebelajar adalah membangun pengetahuan dan pemahaman, ketrampilan proses dan nilai serta sikap ilmiah melalui pendidikan IPA. Ketiga luaran ini apabila mampu ditanamkan kepada siswa tentu akan memberikan sumbangan positif terhadap peningkatan Human Develompment Index.
5. Karakteristik model pembelajaran IPA bagi calon guru yang mendukung pembangunan sains yaitu empat karakteristik, (a) Model mengajar memadukan matakuliah IPA dengan matakuliah metodologi, (b) guru (dosen) cara mengajar di sekolah melalui demonstrasi, (c) memberi kesempatan kepada siswa/mahasiswa untuk berlatih, (d) Memberikan pengayaan untuk memperkuat/mengkaji lebih dalam penguasaan siswa/mahasiswa tentang IPA.
DAFTAR PUSTAKA
AAPT. (American Association of Physics Teacher). (1988). The Role, Education, and Qualification of the High School Physics Teacher. MD: College Park.
(5)
Arsyad, S. (1990). Tinjauan Kritis Tentang Kebijaksanaan dan PerananPendidikan Dalam Peningkatan Kualitas Dan Pengembangan Sumberdaya Manusia. Atit Mariana, IM. (2009). Hakikat IPA dan Pendidikan IPA. PPPPTK : Bandung. Curriculum Development Council Taiwan. (2006). Science Education Key Learning
Area : New Senior Secondary Curriculum and Assesment Guide. Taiwan Examination and Assesment Autority.
Hinduan, Achmad A. et al. (2001). The Development of Teaching and Learning Science Models at Primary School and Primary School Teacher Education. Final Report URGE Project. Loan IBRD No. 3754-IND Graduate Program Indonesian University of Education: Unpublished.
Macharany, A.A. (1990). Tinjauan Antisiapatif Tentang Bagaimana Ikhtiar Ke Depan Peningkatan Kualitas Dan Pengembangan Sumberdaya Manusia. Menteri Pendidikan Nasional. (2006). Peraturan Mendiknas Nomor 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta Menteri Pendidikan Nasional. (2007). Peraturan Mendiknas Nomor 23 Tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.
Menteri Pendidikan Nasional. (2007). Peraturan Mendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta.
Menteri Pendidikan Nasional. (2007). Peraturan Mendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.
Menteri Pendidikan Nasional. (2007). Peraturan Mendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Jakarta.
Menteri Pendidikan Nasional. (2007). Peraturan Mendiknas Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana. Jakarta.
Menteri Pendidikan Nasional. (2007). Peraturan Mendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Jakarta.
National Committee of Science Education.(1996). National Science Education Standards, Washington DC : National Academy Press.
National Committee of Science Education (1998). Standard for Science Education Preparation. Washington DC : National Academy Press.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
(6)
Sallis, E. (2006). Total Quality Management in Education.IRCiSoC: Yogjakarta. Suhandi, A. dan Wibowo, F. C. (2012). Pendekatan Multirepresentasi Dalam
Pembelajaran Usaha-Energi dan Dampak Terhadap Pemahaman Konsep Mahasiswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 8 (1): 1-7.
Wibowo, F. C. (2013). Penerapan Model Science Creative Learning (SCL) Fisika Berbasis Proyek Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif dan Keterampilan Berpikir Kreatif. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 2 (1): 67-75.