KANDUNGAN UNSUR RASISME DALAM FILM ACTION (Analisis Isi Film Django Unchained Karya Quentin Tarantino)

(1)

i KANDUNGAN UNSUR RASISME DALAM FILM ACTION

(Analisis Isi Film Django Unchained Karya Quentin Tarantino) SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Sebagai Persyaratan untuk Mendapatkan Gelar Sarjana (S-1)

Oleh :

Nama : Bambang Irawan NIM : 09220347

ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


(2)

ii LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama : Bambang Irawan NIM : 09220347

Jurusan : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Judul Skripsi : KANDUNGAN UNSUR RASISME DALAM FILM ACTION (Analisis Isi Film Django Unchained Karya Quentin Tarantino)


(3)

(4)

iv PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Bambang Irawan

Tempat, tanggal lahir : Sorong, 25 Januari 1990 Nomor Induk Mahasiswa : 09220347

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan : Ilmu Komunikasi

Menyatakan bahwa karya ilmiah (skripsi) dengan judul: KANDUNGAN UNSUR RASISME DALAM FILM ACTION (Analisis Isi Film Django Unchained Karya Quentin Tarantino)

Adalah bukan karya tulis ilmiah (skripsi) orang lain, baik sebagian ataupun seluruhnya, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya dengan benar.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Malang,

Yang Menyatakan,


(5)

(6)

vi HALAMAN PERSEMBAHAN

Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah berpartisipasi dan membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Untuk itu, iringan doa dan ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya penulis sampaikan, utamanya kepada:

1. Berkat rahmat Allah SWT yang telah melancarkan dan memudahkan penyelesaian skripsi ini.

2. Keluarga Besar yang berada di Kota Sorong Papua Barat : Ayah dan Ibundaku yang tak pernah lelah memberikan doa, dukungan, kasih sayang dan pengorbanan demi selesainya skripsi ini.

3. Bapak Nasrullah, M.Si selaku pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, bimbingan dan dorongan moril sehingga skripsi ini cepat selesai.

4. Bapak M. Himawan selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan serta dorongan moril sehingga skripsi ini cepat selesai.

5. Adikku Dedy Prayogo dan Endah Tri Aprillia yang memberikan dukungan yang memacuku lebih rajin dan tak malas lagi. Yang selalu menanyakan tentang kapan kelar kuliahnya dan cepet lulus.

6. Dzatun Habibah-ku yang tiada hentinya menyemangatiku dari hari-hari yang melelahkan ini, yang membantuku dalam menyelesaikan penelitian ini serta tidak mengeluh dalam pertanyaanku dalam bertanya tentang banyak hal tentang penelitian ini.

7. Teman-temanku Abdil, Galih, Syafii, Risky, Ozal dan banyak lagi yang lain yang tak tersebut, mereka adalah orang-orang yang selalu memberikan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.


(7)

vii 9. Para dosen-dosen yang pernah mengajariku tentang belajar menuntut ilmu yang penuh dengan teori-teori yang melelahkan. Yang mendidikku supaya menjadi baik.

10.Staf-staf TU dan jurusan yang selalu ada dalam bertanya keberadaan dosen dan stempel-stempel dalam berkas-berkasku.


(8)

viii ABSTRAK

Bambang Irawan, 09220347

KANDUNGAN UNSUR RASISME DALAM FILM ACTION (Analisis Isi Film Django Unchained Karya Quentin Tarantino) Pembimbing : Nasrullah, M.Si dan Muh. Himawan Sutanto, M.Si (130 halaman+9 tabel+6 lampiran)

Bibliografi : 22 buku+1 Jurnal+8 Artikel Internet

Kata Kunci : Rasisme, Film, Analisis Isi

Pada dasarnya film memiliki nilai hiburan dan artistik. Film meng-gambarkan atau sebagai potret dari masyarakat yang kemudian diproyeksikan ke atas layar. Film yang diproduksi memiliki pesan-pesan yang dikemas sedemikian rupa dengan tujuan yang berbeda-beda, ada yang menghibur dan memberikan informasi, namun ada pula yang mencoba memasukan dogma-dogma tertentu yang secara perlahan mengajak pada penontonnya. Film terkadang merupakan sebuah perwujudan dari realitas kehidupan sosial yang begitu luas, baik di masa dulu, masa sekarang dan masa yang akan datang. Berbagai pesan yang dimunculkan dalam film salah satunya tentang permasalahan rasis. Tujuan untuk mengetahui seberapa besar kandungan unsur rasis yang muncul dalam film Django Unchained Karya Quentin Tarantino.

Rasisme merupakan kepercayaan terhadap superioritas yang diwarisi oleh ras tertentu. Rasisme menyangkal kesetaraan manusia dan menghubungkan kemampuan dengan komposisi fisik. Jadi, sukses tidaknya hubungan sosial tergantung dari warisan genetik dibandingkan dengan lingkungan atau kesempatan yang ada.

Penelitian ini menggunakan metode analisis isi dengan perangkat statistik deskriptif. Analisis isi adalah merepresentasikan kerangka pesan secara akurat. Ruang lingkup penelitian ini menganalisa semua scene yang terdapat pada film Django Unchained. Dalam penelitian ini digunakan unit analisis dimana yang digunakan adalah scene berupa akting dan dialog setiap scene akan diambil dan kemudian dimasukkan dalam kategori yang telah ditentukan, dengan struktur kategori yang terdiri dari rasis idiologi, rasis berbalik, rasis individu dan rasis struktur. Satuan ukur dalam penelitian ini adalah frekuensi kemunculan tema rasisme di setiap scene dari setiap kategori yang muncul dalam film Django Unchained. Dalam mengumpulkan data peneliti yaitu dengan cara memutar VCD film Django Unchained yang telah dijadikan sampel dalam penelitian, pengumpulan data dilakukan dengan menganalisa objek dengan mengamati pesan yang tervisualisasikan dalam film tersebut, dan yang kedua dengan data sekunder dengan teknik pengumpulan datanya dari data perpustakaan dan untuk teknik analisis atau pengelolaan datanya yang terkumpul kemudian dideskripsikan menurut analisis isi. Dari uji reliabilitas dan validitas menggunakan rumus Holsty dan Scott, menunjukkan bahwa dari 4 kategori, telah memenuhi tingkat validitas yakni diatas 0,75 dan rata – rata mencapai nilai validitas sebesar 0,85.


(9)

ix Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, setelah dilakukan analisis maka dapat disimpulkan bahwa pada film Django Unchained menunjukkan unsur rasis dalam film Django Unchained adalah sebanyak 26 scene (35,14%) dari keseluruhan total scene film yakni 74 scene. Film ini lebih mengedepankan sisi tindak rasisme seseorang dalam kategori rasis individu dengan porsi sebanyak 11 scene atau sebesar 14,87% dari 26 scene (35,14%). Kemudian disusul oleh kategori rasis idiologi dengan kemunculan sebanyak 7 scene atau sebesar 9,46% dari 26 scene (35,14%). Lalu kemudian kategori rasis berbalik dengan porsi sebanyak 5 scene atau sebesar 6,76% dari 26 scene (35,14%). Dan kategori rasis struktur dengan kemunculan sebanyak 3 scene atau sebesar 4,05% dari 26 scene (35,14%).Hal ini menunjukkan bahwa, film Django Unchained merupakan karya film yang berusaha memberikan informasi mengenai rasisme yang berkaitan dengan rasis individu seperti sikap seseorang yang selalu menghina dan merendahkan orang lain. Kemudian prasangka merupakan pendapat (anggapan) yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui (menyaksikan, menyelidiki).

Peneliti,

Bambang Irawan

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II


(10)

x ABSTRACT

Bambang Irawan, 09220347

CONTENT ELEMENTS OF RACISM IN ACTION MOVIE

(Movie Content Analysis of Django Unchained by Quentin Tarantino) Advisor: Nasrulloah, M. Si and Muh. Himawan Sutanto, M. Si

(130 pages + 9 tables + 6 attachment)

Bibliography: 19 books + 8 Internet articles) Keywoards :Racism, Movie, Content Analysis

Basically, movie has entertainment and artistic value. Movie describes as a portrait of a society that is showed up to the screen. Movie has produced a messages which are packaged in such a way with different purposes, there are entertaining and provide information, but there are also trying to put a certain dogmas that slowly took the audience. Sometimes, movie is a manifestation of the reality of social life that is so widespread, both in the past, the present and the future. Various messages appear in one movie about racial issues. The aim is finding out how much content in racist elements that appear in Django Unchained movie by Quentin Tarantino.

Racism is belief in the superiority that inherited by particular race. Racism is denying human eguality and connecting skill with physical compositions. So that, whether succeed or not the social relationship depends on genetic inheritance than an environment or every chances

This research used content analysis method descriptive statistics. Content analysis is representing the message frame accurately. The scope of this study to analyze all scenes that is in Django Unchained movie. In this study, the unit of analysis which is used in the form of acting and dialogue each scene will be taken and then put in pre-defined categories, the category structure is consisting of a racist ideology, turned racist, racist people and racist structures. Unit of measurement in this study is the frequency of appearance of the theme of racism in every scene of every category that appears in the Django Unchained movie. In collecting the data, the researcher take Django Unchained movie’s VCD that have been sampled in the study, data collection was done by analyzing the object visualized by observing the messages in movie, and the second with the secondary data collection techniques and data from the data library for techniques analysis or management data gathered are described according to content analysis. From the test reliability and validity using the formula Holsty and Scott, showed that of the four categories, has met the validity of the above levels of 0.75 and the averages reached a value of 0.85 validity.

Based on the research that has been done, after analyzed the data which can be concluded that in Django Unchained movie shows the racist elements, in Django Unchained movie there were 26 scene (35.14%) of the overall total of the 74 movie scene. More setting out of a follow racism person in the individual category with 11 scenes or 14.87% from 26 scenes (35,14%). And then followed by the emergence of the category of racist ideology as many as 7 scene or 9.46% from 26 scenes (35,14%). Then later turned racist category with 5 scenes or


(11)

xi 6.76% from 26 scenes (35,14%). And the racist category structure with the appearance of the scene as many as 3 or 4.05% from 26 scenes (35,14%). This shows that Django Unchained movie that seeks to provide information about the racism associated with the racist attitude of the individual as someone who is always insulting and demeaning others. Then the prejudice is an opinion (perception) that is not good in something before knowing (witness, investigate).

Researcher,

BambangIrawan

Approved by,

1st Advisor 2nd Advisor


(12)

xii KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, kekuatan, kasih sayang-Nya serta yang terbaik kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi berjudul KANDUNGAN UNSUR RASISME DALAM FILM ACTION (Analisis Isi Film Django Unchained Karya Quentin Tarantino) sebagai syarat untuk meraih gelar sarjana pada Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang.

Film terbentuk melalui unsur-unsur yang bergabung menjadi satu kesatuan bentuk gambar bergerak dalam media audio visual. Lebih luas melihat kekuatan film dalam menjangkau segmen sosial tidak terlepas jika mengingat film merupakan salah satu produk budaya yang sekaligus merupakan suatu bentuk komunikasi. Film yang di dalamnya mengandung unsur pesan yang disampaikan oleh pembuatnya dapat berupa pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat, atau propaganda, akhirnya diterima oleh penerima dimana dalam hal ini disebut sebagai penonton. Proses komunikasi yang terjadi dalam film tersebut melihat bahwa film termasuk dalam media komunikasi massa.

Django Unchained adalah salah satu film yang menceritakan tentang seorang negro yang dijual untuk dijadikan budak oleh orang-orang texas yang berkulit putih. Tak hanya itu, mereka yang berkulit hitam tidak dapat diterima oleh masyarakat kulit putih melainkan yang didapat dari mereka adalah perlakuan kasar oleh masyarakat kulit putih karena status perbedaan warna kulit. Fenomena itulah yang memunculkan adanya sifat rasis antar manusia karena berawal dari membedahkan orang-orang berdasarkan status sosial.

Berkat rahmat Allah SWT, Dengan ketulusan hati, Peneliti ingin menghanturkan banyak terima kasih kepada Bapak Nasrullah, M.Si dan Bapak M.


(13)

xiii Himawan Sutanto, M.Si selaku dosen pembimbing atas arahan, kesempatan, dukungan, kepercayaan, perhatian, dan kesabaran selama proses bimbingan sampai skripsi ini dapat diselesaikan.

Harapan peneliti tentunya karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca. Peneliti sebagai makhluk-Nya, dengan rendah hati mengakui banyak kekurangan di dalam naskah ini sehingga saran dan kritik sangat diharapkan agar kelemahan yang ada dapat dikurangi.

Malang,


(14)

xiv DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... x

KATA PENGANTAR ... xii

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Kegunaan Penelitian... 6

D.1. Akademis ... 6

D.2. Praktis ... 6

E. Tinjauan Pustaka ... 6

E.1. Komunikasi Massa ... 6

1. Pengertian Komunikasi Massa ... 6


(15)

xv

3. Fungsi Komunikasi Massa ... 12

E.2. Film ... 16

1. Pengertian Film ... 16

2. Jenis-jenis Film ... 17

3. Fungsi Film ... 20

4. Karakteristik Film ... 20

5. Jenis-jenis Peran Pemain Film ... 22

6. Film Sebagai Media Komunikasi Massa... 24

E.3. Pesan dalam Film ... 28

E.4. Film dan Rasisme di Amerika Serikat ... 29

F. Definisi Konseptual ... 31

F.1. Rasisme ... 31

F.2. Film ... 32

G. Pemahaman tentang Rasisme ... 32

G.1. Sejarah dan Pengertian Rasisme ... 32

G.2. Jenis-jenis Ras ... 34

G.3. Jenis-jenis Rasisme ... 37

H. Analisis Isi ... 39

I. Metode Penelitian... 40

I.1. Tipe dan Dasar Penelitian ... 40

I.2. Ruang Lingkup Penelitian ... 41

I.3. Unit Analisis dan Satuan Ukur ... 41

I.4. Struktur Kategori ... 42


(16)

xvi

I.6. Teknis Analisis Data ... 47

I.7. Uji Reliabilitas dan Validitas ... 48

BAB II GAMBARAN FILM ... 51

A. Gambaran Film Django Unchained... 51

B. Profil Sang Sutradara, Quentin Tarantino ... 54

C. Profil Pemain Film Django Unchained ... 55

BAB IIIPENYAJIAN DAN ANALIS DATA KANDUNGAN UNSUR RASISME DALAM FILM ACTION (Analisis Isi Film Django Unchained Karya Quentin Tarantino) ... 59

A. Sinopsis ... 59

B. Penyajian Data... 60

C. Analisa Data ... 67

B.1. Unsur Rasisme Dalam Film Django Unchained ... 67

a. Unsur rasis dalam Kategori Rasis Idiologi ... 69

1. Unit Analisis Tindakan ... 69

2. Unit Analisis Kalimat ... 69

b. Unsur rasis dalam Kategori Rasis Berbalik ... 74

1. Unit Analisis Tindakan ... 74

2. Unit Analisis Kalimat ... 76

c. Unsur rasis dalam Kategori Rasis Individu ... 77

1. Unit Analisis Tindakan ... 78

2. Unit Analisis Kalimat ... 80

d. Unsur rasis dalam Kategori Rasis Struktur ... 85

1. Unit Analisis Tindakan ... 85


(17)

xvii

D. Uji Reliabilitas... 87

C.1 Uji Reliabilitas peneliti ... 89

1. Koding Peneliti dan Koder 1 ... 90

2. Koding Peneliti dan Koder 2 ... 95

BAB IV PENUTUP ... 102

A. Kesimpulan ... 102

B. Saran ... 103

B.1. Saran Akademis ... 103

B.2. Saran Praktis ... 104 DAFTAR PUSTAKA


(18)

xviii DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Lembar Koding ... 47

Tabel 1.2 Tabel Frekuensi ... 48

Tabel 3.1 Penggalan scene film Django Unchained ... 60

Tabel 3.2 Tabel Distribusi Frekwensi Unsur Rasisme ... 67

Tabel 3.3 Koding Peneliti ... 88

Tabel 3.4 Koding Koder 1 ... 89

Tabel 3.5 Koding Koder 2 ... 89

Tabel 3.6 Expected Agreement Peneliti dan Koder 1 ... 90


(19)

xix DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Cover Film Django Unchained ... 51

Gambar 2.2 Sutradara Film Django Unchained ... 55

Gambar 2.3 Pemain Film Django Unchained ... 56

Gambar 2.4 Pemain Film Django Unchained ... 57

Gambar 2.5 Pemain Film Django Unchained ... 58

Gambar 3.1 Kategori Rasis Berbalik ... 74

Gambar 3.2 Kategori Rasis Berbalik ... 75

Gambar 3.3 Kategori Rasis Berbalik ... 75

Gambar 3.4 Kategori Rasis Individu ... 78

Gambar 3.5 Kategori Rasis Individu ... 78

Gambar 3.6 Kategori Rasis Individu ... 79

Gambar 3.7 Kategori Rasis Individu ... 80


(20)

xx DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 ... 105

Lampiran 2 ... 109

Lampiran 3 ... 113

Lampiran 4 ... 117

Lampiran 5 ... 123

Lampiran 6 ... 129


(21)

xxi DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Ardianto, Elvinaro. 2012. Komunikasi Suatu Pengantar Edisi Revisi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media

Baksin, Askurifa’i. 2003. Membuat Film Indie Itu Gampang. Bandung: Katarsis

Effendy, Heru. 2009. Mari Membuat Film: Panduan Menjadi Produser. Jakarta: Erlangga

Effendi, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti

Eriyanto. 2011. Analisis Isi: Pengantar Metodologi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Fredrickson, George. 2005. Rasisme : Sejarah Singkat. Yogyakarta: Bentang Pustaka

Irawanto, Budi. 1999. Film, Ideologi dan Militer Flegemoni, Militer dalam

Cinema. Yogyakarta: Media Pressindo

Junaedi, Fajar. 2007. Komunikasi Massa : Pengantar Teoritis. Yogyakarta: Santusta

Kriyantono, Rachmat. 2009. Teknis Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Prenada Media

McQuail, Denis. 2011. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Salemba Humanika Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: Raja Grafindo Persada Rakhmat, Jalaluddin. 2002. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja


(22)

xxii Samovar, Larry A. 2010. Komunikasi Lintas Budaya. Jakarta: Salemba Humanika Susanto, Astrid S. 1982. Komunikasi Massa. Bandung: Binacipta

Sugiyono. 1994. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta

Tamburaka, Apriadi. 2012. Agenda Setting Media Massa. Jakarta: Rajawali Pers Waluya, Bagja. 2007. Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat

untuk Kelas XI. Bandung: Setia Purna Inves

Winarni. 2003. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press

Wiryanto. 2006. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: PT. Gramedia

JURNAL :

Jurnal Sosial. 2008. Vol.2, No.6 KomMti (Komunikasi, Media Massa, dan Teknologi Informasi). Departemen Komunikasi dan Informatika R.I. Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya.

NON BUKU :

Kamus Besar Bahasa Indonesia (online): http://kbbi.web.id/

http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_20.htm (diakses pada tanggal 04 mei 2013, pukul 08:36 WIB)

http://kevinbob90.blogspot.com/2011/01/perbudakan-kulit-hitam-di-amerika.html (diakses pada tanggal 07 mei 2013, pukul 11:45 WIB)

http://thisbloghasbeendelete.blogspot.com/2010/07/say-no-to-racisme.html (diakses pada tanggal 19 mei 2013, pukul 14:38 WIB)


(23)

xxiii

http://olahraga.kompasiana.com/bola/2012/08/01/ada-apa-dengan-rasisme-475827.html (diakses pada tanggal 26 mei 2013, pukul 23:04 WIB)

http://www.anneahira.com/gudang-film.htm (diakses pada tanggal 16 Juli 2013, pukul 14:34 WIB)

http://uniqpost.com/36627/film-rasisme-yang-diangkat-dari-kisah-nyata/ (diakses pada tanggal 17 Juli 2013, pukul 04:49 WIB)

http://www.tempo.co/read/news/2013/01/18/111455291/Django-Unchained-Film-Tarantino-Paling-Laku (diakses pada tanggal 20 Agustus 2013, pukul 19:07 WIB) http://id.shvoong.com/social-sciences/communication-media-studies/2205221-pengertian-pesan-dalam-komunikasi/ (diakses pada tanggal 16 November 2013, pukul 14:12 WIB)


(24)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Media massa memiliki peranan yang sangat besar dalam kehidupan manusia saat ini. Media massa menghadirkan berbagai informasi dari seluruh penjuru dunia hanya dalam waktu yang sesaat. Setiap hari kehidupan manusia dipenuhi informasi-informasi yang berasal dari media massa. Disadari atau tidak, media massa memiliki pengaruh dalam kehidupan manusia. Ada lima jenis media massa yang sering disebut sebagai “The Big Five of Mass Media” yaitu televisi, radio, internet, surat kabar dan majalah. Salah satu media massa yang banyak dimiliki dan diminati oleh masyarakat adalah televisi. Hal ini dikarenakan televisi memiliki kelebihan pada audio-visualnya dalam menyampaikan pesan kepada khalayak. Sifat audio-visual tersebut berupa penayangan gambar-gambar dan warna-warna yang dilengkapi dengan suara sehingga membuat kebanyakan orang tertarik seperti halnya film.

Film sebagai salah satu bentuk media massa dipandang mampu memenuhi permintaan dan selera masyarakat akan hiburan dikala penat menghadapi aktifitas hidup sehari-hari. Dalam pandangan Denis Mc.Quail (2011:35), film berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, humor dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum. Hal ini dapat dilihat dari sifatnya yang ringan dan menitikberatkan pada estetika dan etika. Pada dasarnya film memiliki nilai


(25)

2 hiburan dan artistik. Film menggambarkan atau sebagai potret dari masyarakat yang kemudian diproyeksikan ke atas layar. Film yang diproduksi memiliki pesan-pesan yang dikemas sedemikian rupa dengan tujuan yang berbeda-beda, ada yang menghibur dan memberikan informasi, namun ada pula yang mencoba memasukan dogma-dogma tertentu yang secara perlahan mengajak pada penontonnya.

Film terkadang merupakan sebuah perwujudan dari realitas kehidupan sosial yang begitu luas, baik di masa dulu, masa sekarang dan masa yang akan datang. Demikian juga dengan pesan yang disampaikan dalam komunikasi melalui sebuah film, bisa mempengaruhi, menimbulkan efek dengan maksud tertentu. Terlepas apakah maksud mempengaruhi itu bersifat jelas dan langsug atau sebaliknya.

Adapun pesan-pesan komunikasi yang terwujud dalam cerita dan misi yang dibawa oleh sebuah film terangkum dalam bentuk drama, action, komedi, horror, dan lainnya. Jenis-jenis film inilah yang dikemas oleh seorang sutradara sesuai dengan pemikiran masing-masing.

Salah satu pesan dalam film ini adalah tentang permasalahan rasis seperti halnya dalam film Django Unchained. Rasis pada dasarnya adalah memandang rendah atau diskriminasi terhadap golongan lain dengan dasar ras golongan tersebut. Hal inilah yang menarik untuk diteliti karena dalam film ini masih mengandung unsur rasisme padahal film merupakan perwujudan dari realitas kehidupan nyata di masyarakat.


(26)

3 Hal yang menarik lainnya adalah rasis dalam film ini dilakukan oleh orang-orang kulit putih yang berada di Texas yang menindas Django. Sebagaimana Django disini berperan sebagai warga negara Afrika yang berkulit hitam yang akan dijual untuk dijadikan budak dari orang-orang kulit putih. Diskriminasi yang sangat jelas mereka jalani menjadi semacam rutinitas yang sangat memberatkan baik itu bagi masa depan ras juga untuk masa depan secara pribadi orang kulit hitam.

Budak negro pertama sekali tiba di amerika tahun 1619, sebelum Amerika serikat mendeklarasikan kemerdekaanya. Seperti yang telah disampaikan pada penjelasan sejarah Perbudakan di Dunia, budak-budak yang berasal dari benua Hitam itu, sekitar 400.000 dikirim ke koloni Amerika bahkan bisa dikatakan Amerika lah bangsa Barat yang paling banyak memiliki Budak, ada sekitar atau bahkan lebih dari jumlah budak yang ada di dunia hingga tahun 1825 (Kevin Bob, 2011).

Dalam film ini ada beberapa adegan yang dapat dikategorikan kedalam tindakan atau perbuatan rasis. Rasisme pertama kali digunakan secara umum pada 1930-an. Fenomena rasisme sebenarnya sudah muncul jauh sebelumnya. Pengertian rasisme itu sendiri selalu berubah. Xenophobia, tribalisme, keangkuhan dan prasangka serta permusuhan dan perasaan negatif terhadap satu kelompok etnis atau bangsa lain, kadang diiringi dengan sikap brutal sering kali dihubungkan dengan rasisme (Fredrickson, 2005:10).


(27)

4 Munculnya rasis dimulai dengan munculnya pandangan dan sikap antisemitisme (dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) antisemitisme yang berarti paham yang dianut oleh orang-orang yang tidak suka pada segala sesuatu yang bersangkutan dengan bangsa Yahudi), penyebaran pikiran-pikiran rasis mulai maraknya saat masuknya bangsa-bangsa Eropa dan dimulainnya perdagangan budak-budak Afrika. Tetapi pada Abad Pencerahan dan berkembangnya nasionalisme memberikan konteks baru dalam perdebatan menyangkut segi-segi rasisme ini.

Terlepas dari perbedaan persepsi mengenai rasis dalam perkembangannya ada 2 level rasis. Pertama pada tingkat individual. Ini menyangkut persepsi seseorang terhadap yang lain. Level yang kedua, ini yang lebih sulit, adalah rasisme yang muncul karena pandangan masyarakat yang utuh dan lengkap terhadap rasis.

Dalam film Django Unchained ini, rasis masih berada tataran level pertama dan kedua dimana para pelakunya individu dan sebagian kecilnya masyarakat. Persepsi rasisme yang ditunjukan dalam film ini memiliki kekuatan untuk mempengaruhi kesadaran masyarakat tentang sebuah nilai-nilai rasisme. Film sebagai bentuk kebudayaan yang seringkali banyak mempengaruhi kesadaran masyarakat, sehingga pesan-pesan yang terkandung didalamnya menjadi hal yang cukup penting untuk dikaji.

Analisis isi tentang Pesan Anti Rasisme yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu, yakni salah satunya yang dilakukan oleh Dony Kurniawan


(28)

5 dengan judul analisis isi dalam Film Freedom Writers karya Richard LaGravenese tahun 2012. Penelitian ini difokuskan kemunculan pesan anti rasisme dalam film. Kemudian Erwin Widyastama pada tahun 2011 dengan judul penelitian analisis semiotik dalam Video Klip Lagu Bob Marley “One Love”. Pada penelitiannya Erwin Widyastama lebih memfokuskan simbol-simbol rasis yang terkandung dalam video klip lagu Bob Marley “One Love”. Sedangkan dalam penelitian analisis isi kandungan unsur rasisme dalam Film Django Unchained ini lebih memfokuskan kemunculan unsur rasisme dalam film Django Unchained.

Berdasarkan latar belakang, maka peneliti mengangkat film Django Unchained karena permasalahan rasis tidak pernah berhenti selalu saja ada dan dimunculkan kembali padahal semestinya sudah tidak ada lagi. Dengan melakukan penelitian terhadap film Django Unchained ini, peneliti ingin mengetahui berapa banyak isi pesan rasis yang akan dimunculkan dalam film ini.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut : Seberapa besar kandungan unsur rasis pada film Django Unchained Karya Quentin Tarantino.

C. TUJUAN MASALAH

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar kandungan unsur rasis yang dimunculkan pada film Django UnchainedKarya Quentin Tarantino.


(29)

6 D. KEGUNAAN PENELITIAN

D.1. Kegunaan Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan disiplin ilmu komunikasi, khususnya pada konsentrasi AudioVisual tentang penggunaan media film sebagai media penyampai pesan karena film selalu bertautan dengan nilai budaya dalam masyarakat.

D.2. Kegunaan Praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan gambaran dalam menangkap pesan yang termuat dalam sebuah film yang mereka tonton tentang apa dan bagaimana pesan rasis yang termuat dalam film Django Unchainedkarya Quentin Tarantino.

E. TINJAUAN PUSTAKA

E.1. Komunikasi Massa

1. Pengertian Komunikasi Massa

Dalam bukunya Wiryanto (2006:2) Komunikasi massa berasal dari istilah bahasa inggris yaitu mass communication, yang kependekan dari

mass media communication (komunikasi media massa). Yang

dimaksudkan dengan komunikasi massa (mass communication) yaitu, komunikasi melalui media massa modern, yang meliputi surat kabar yang


(30)

7 mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan kepada umum, dan film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop (Effendy, 2003:79).

Menurut Joseph A. Devito dalam Nurudin (2007:11-12) komunikasi massa itu ada dua, yang pertama adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini tidak berarti pula bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk didefinisikan. Yang kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan menurut bentuknya (televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku dan pita).

Berdasarkan pengertian tentang komunikasi massa yang sudah dikemukakan oleh para ahli komunikasi di atas, bahwa komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa modern (media cetak dan elektronik) dalam penyampaian informasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak (komunikan) heterogen dan anonim sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak.

2. Ciri Komunikasi Massa


(31)

8 1) Komunikator dalam komunikasi melembaga

Komunikator dalam komunikasi massa bukan satu orang, tetapi kumpulan orang. Artinya, gabungan antarberbagai macam unsur dan bekerja satu sama lain dalam sebuah lembaga.

Komunikator yang merupakan media massa itu sendiri bisa disebut organisasi sosial karena merupakan kumpulan beberapa individu yang bertanggung jawab dalam proses komunikasi massa tersebut. Dengan demikian, komunikator dalam komunikasi massa setidaknya mempunyai cirri sebagai berikut : 1. Kumpulan individu, 2. Dalam berkomunikasi individu-individu itu terbatasi perannya dengan sistem dalam media massa, 3. Pesan yang disebarkan atas nama media yang bersangkutan dan bukan atas nama pribadi unsur-unsur yang terlihat, 4. Apa yang dikemukakan oleh komunikator biasanya untuk mencapai keuntungan atau mendapatkan laba secara ekonomis.

2) Komunikan dalam komunikasi massa bersifat heterogen

Komunikan dalam komunikasi massa sifatnya heterogen/beragam. Artinya, penonton media yang salah satu contoh media elektronik televisi itu beragam seperti pendidikan, umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi, memiliki jabatan


(32)

9 yang beragam, memiliki agama atau kepercayaan yang tidak sama pula.

Herbert Blumer dalam Nurudin (2007:22) memberikan ciri tentang audience/komunikan sebagai berikut :

a) Audience dalam komunikasi massa sangatlah heterogen. Artinya, ia mempunyai heterogenitas komposisi atau susunan. Jika ditinjau dari asalnya, mereka berasal dari berbagai kelompok dalam masyarakat.

b) Berisi individu-individu yang tidak tahu atau mengenal satu sama lain. Disamping itu antarindividu itu tidak berinteraksi satu sama lain secara langsung

c) Mereka tidak mempunyai kepemimpinan atau organisasi formal.

3) Pesannya bersifat umum

Pesan-pesan dalam komunikasi massa tidak ditujukan kepada satu orang atau satu kelompok masyarakat tertentu. Oleh karena itu, pesan-pesan yang dikemukakannya pun tidak boleh bersifat khusus. Khusus disini, artinya pesan memang tidak disengaja untuk golongan tertentu. Misalnya dalam pilihan katanya, sebisa mungkin memakai kata populer bukan


(33)

kata-10 kata ilmiah. Sebab, kata ilmiah merupakan monopoli kelompok tertentu.

4) Komunikasinya berlangsung satu arah

Ketika pada saat membaca koran, komunikasi yang berlangsung hanya satu arah, yakni dari media massa (koran) ke anda. Dalam media cetak seperti koran, komunikasi hanya berjalan satu arah. Anda tidak bisa langsung memberikan respons kepada komunikatornya (media massa). Kalaupun bisa, sifatnya tertunda. Misalnya, anda mengirimkan ketidak-setujuan pada berita itu melalui rubrik surat pembaca. Jadi, komunikasi yang hanya berjalan satu arah akan memberi konsekuensi umpan balik (feedback) yang sifatnya tertunda atau tidak langsung (delayed feedback)

5) Komunikasi massa menimbulkan keserempakan

Bahwa dalam komunikasi massa ada keserempakan dalam proses penyebaran pesan-pesannya. Serempak berarti khalayak bisa menikmati media massa tersebut hampir bersamaan. Bersamaan tentu juga bersifat relatif. Sebagai contohnya majalah atau media. Surat kabar bisa dibaca di tempat terbit pukul 5 pagi, tetapi di luar kota baru pukul 6 pagi. Namun, harapan komunikator dalam komunikasi massa, pesan tetap ingin dinikmati secara bersamaan oleh para pembacanya.


(34)

11 Hanya karena wilayah jangkauannya yang berbeda, memungkinkan terjadi perbedaan penerimaan. Akan tetapi, komunikator dalam media massa berupaya menyiarkan informasinya secaara serentak.

6) Komunikasi massa mengandalkan peralatan teknis

Media massa sebagai alat utama dalam menyampaikan pesan kepada khalayaknya sangat membutuhkan bantuan peralatan teknis. Peralatan teknis yang dimaksud disini merupakan pemancar untuk media elektronik (mekanik). Televisi disebut media massa yang kita bayangkan saat ini tidak akan lepas dari pemancar.

7) Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper

Gatekeeper atau yang sering disebut penapis informasi/ palang pintu/ penjaga gawang, merupakan orang yang sangat berperan dalam penyebaran informasi melalui media massa. Adanya peran gatekeeper disini sebagai orang yang ikut menambah atau mengurangi, menyederhanakan, mengemas agar semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami.

Gatekeeper yang dimaksud antara lain reporter, editor film/surat kabar/buku, manajer pemberitaan, penjaga rubrik, kameramen, sutradara, dan lembaga sensor film yang semuanya


(35)

12 memengaruhi bahan-bahan yang akan dikemas dalam pesan-pesan dari media massa masing-masing.

Gatekeeper ini juga berfungsi untuk menginterpretasikan pesan, menganalisis, menambah data, dan mengurangi pesan-pesannya. Intinya, gatekeeper merupakan pihak yang ikut menentukan pengemasan sebuah pesan dari media massa. Semakin kompleks sistem media yang dimiliki, semakin banyak pula (pemalang pintu atau penapis informasi) yang dilakukan. Bahkan, bisa dikatakan, gatekeeper sangat menentukan berkualitas atau tidaknya informasi yang akan disebarkan.

Dengan demikian dari ciri-ciri komunikasi massa, dapat didefinisi-kan sebagai jenis komunikasi yang ditujudidefinisi-kan kepada sejumlah audience yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektrolit sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Namun pesan yang akan disampaikan oleh media kepada audience telah melalui proses filterisasi sehingga pesan yang diterima oleh auidence menjadi singkat dan jelas.

3. Fungsi Komunikasi Massa

Menurut Nurudin (2007:66-93) ada beberapa fungsi komunikasi massa yaitu :


(36)

13  Informasi

Fungsi informasi merupakan fungsi paling penting yang terdapat dalam komunikasi massa. Komponen yang paling penting untuk mengetahui fungsi informasi ini adalah berita-berita yang disajikan. Unsur 5W + lH merupakan bagian terpenting untuk menyampaikan informasi kepada khalayak. Film-film sejarahpun juga termasuk bentuk komunikasi massa. Sebagai contoh film kemerdekaan Indonesia. dimana selain tema yang diangkat sesuai dengan kenyataan yang pernah terjadi dalam masyarakat Indonesia juga munculnya nama-nama pahlawan nasional yang sudah dikenal.

 Hiburan

Fungsi hiburan untuk media elektronik menduduki posisi yang paling tinggi dibandingkan dengan fungsi-fungsi yang lainnya. Saat ini masyarakat kita masih menjadikan televisi sebagai media hiburan.

 Persuasi (mengajak)

Fungsi persuasif komunikasi massa tidak kalah pentingnya dengan fungsi informasi dan hiburan. Banyak bentuk tulisan yang kalau diperhatikan sekilas hanya berupa


(37)

14 informasi, tetapi jika diperhatikan secara lebih jeli temyata terdapat fungsi persuasi.

 Transmisi budaya

Terjadinya perubahan ataupun pergeseran budaya atau nilai-nilai budaya dalam suatu masyarakat, tidak terlepas dari keberhasilan media massa dalam memperkenalkan budaya-budaya global kepada audiens massa. Hal ini juga seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang merambah ke berbagai area kehidupan masyarakat, termasuk budaya.

 Mendorong kohesi sosial

Kohesi sama dengan penyatuan. Kohesi sosial sebagai salah satu fungsi komunikasi massa, maksudnya media massa ikut berperan dalam mendorong masyarakat untuk bersatu. Misalnya: ketika media massa memberitakan tentang pentingnya kerukunan antar umat beragama, secara tidak langsung media tersebut berfungsi untuk mewujudkan terjadinya kesatuan secara sosial bagi masyarakat.

 Pengawasan

Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh media massa adalah untuk mengontrol aktivitas masyarakat secara


(38)

15 keseluruhan. Pengawasan dapat dilakukan media massa dalam bentuk kontrol sosial, peringatan, dan atau persuasif. Contohnya: pemberitaan tentang terorisme di Indonesia merupakan salah satu bukti peringatan kepada khalayak akan bahaya dan ancaman terorisme. Pemberitaan tentang kasus mafia peradilan juga merupakan salah satu contoh kontrol sosial yang dilakukan media massa.

 Korelasi

Fungsi korelasi yang dimaksud adalah fungsi yang menghubungkan bagian-bagian dari masyarakat agar sesuai dengan lingkungannya, adanya korelasi dalam media massa berfungsi untuk menghubungkan berbagai elemen masyarakat. Misalnya peran media masssa sebagai jembatan penghubung masyarakat dengan sebuah berita yang disajikan oleh seorang reporter akan menghubungkan antara narasumber (salah satu unsur bagian masyarakat) dengan pembaca surat kabar (unsur bagian masyarakat lain).

 Pewarisan Sosial

Pada konteks fungsi pewarisan sosial, media massa

diibaratkan seperti seorang “pendidik” yang berusaha


(39)

16 norma, dogma, bahkan etika kepada generasi ke generasi selanjutnya.

 Melawan kekuasaan dan kekuatan represif

Media massa selain dapat dijadikan alat untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan, juga bisa dipakai untuk melawan dan merobohkan kekuasaan. Contohnya: tumbangnya rezim Orde Baru dibawah kepimpinan Soeharto (Alm), tidak terlepas dari pengaruh media massa dalam ikut memberitakan dan melakukan investigasi. Media massa tidak lagi sekadar meneruskan perkataan-perkataan pejabat pemerintah, tetapi ikut membongkar kasus ketidak-adilan yang dilakukan pemerintah. Contoh lainnya: kasus dan perseturuan “cicak” dan “buaya” antara KPK dan POLRI.

E.2. Film

1. Pengertian Film

Menurut Sigfreid Kracauer (dalam Jurnal Sosial : Komunikasi, Media Massa dan Teknologi Informasi, 2008:283) film mencerminkan mentalitas bangsa lebih dari yang tercermin lewat media artistik lainnya. Setidaknya ada dua alasan Kracauer untuk menopang teorinya :

Pertama : Film merupakan sebuah karya bersama, artinya dalam proses pembuatan film sutradara memang menjadi


(40)

17 pemimpin suatu kelompok yang terdiri dari berbagai seniman dan teknisi. Tetapi dalam praktiknya sutradara tidak bisa menghindar dari mengakomodasikan sumbangan dari berbagai pihak untuk mendukung film yang bersangkutan.

Kedua : Film dibuat untuk kepentingan banyak orang dan selalu memperhitungkan selera khalayak penonton. Maka dari itu film diproduksinya sejujurnya tidak bisa beranjak dari potensi masyarakat calon penontonnya saja tetapi ada faktor lain yang ikut menentukan. Mungkin sulit dibayangkan ketika seorang pemodal (investor) membiayai sutradara profesional untuk membuat sebuah film yang harus disenangi oleh semua khalayak penontonnya.

Dari penjelasan diatas, film sebagai sebuah karya seni tentu tidak hanya mengekspresikan dirinya melaui berbagai idiom-idiom dari bahasa nasional. Tetapi merupakan hasil dari sebuah proses dialektika yang bertolak dari idiom nasional dan daerah dalam upaya untuk menjadi sebuah karya seni film yang universal melalui frakmentasi (pencuplikan) karya seni sinemato-grafi.

2. Jenis-jenis Film

Dalam bukunya Heru Effendy (2009: 3-5) ada beberapa jenis film sebagai berikut :


(41)

18 a. Film dokumenter (Documentary films)

Menurut Grierson film dokumenter adalah sebutan yang diberikan untuk film pertama kalinya Lumiere bersaudara yang berkisah tentang perjalanan (travelogues) yang dibuat sekitar tahun 1980-an. Namun, tiga puluh enam tahun kemudian si pembuat film dan juga kritikus asal Inggris yaitu John Grierson berpendapat film dokumenter merupakn cara kreatif dalam mempresentasikan sebuah realitas. Meskipun pernyataannya itu mendapat tentangan dari berbagi pihak, pendapatnya tetap relevan sampai saat ini. Dengan demikian film dokumenter tak pernah lepas dari tujuan penyebaran informasi, pendidikan, dan propaganda bagi orang atau kelompok tertentu.

b. Film cerita pendek

Film cerita pendek merupakan film cerita yang biasanya berdurasi di bawah 60 menit. Di banyak negara seperti Jerman, Australia, Kanada, dan Amerika Serikat, film cerita pendek dijadikan laboratorium eksperimen dan batu loncatan bagi sese-orang/sekelompok orang untuk kemudian memproduksi film cerita panjang.

c. Film cerita panjang

Film cerita panjang merupakan film dengan durasi lebih dari 60 menit lazimnya berdurasi 90-100 menit. Film yang diputar di


(42)

19 bioskop umumnya termasuk dalam kelompok. Misalnya film Dance With Wolves yang berdurasi lebih dari 120 menit.

d. Film-film jenis lain

 Profil perusahaan

Film ini diproduksi untuk kepentingan institusi tertentu berkaitan dengan kegiatan yang mereka lakukan, misalnya tayangan “Usaha Anda” di SCTV. Film ini sendiri berfungsi sebagai alat bantu presentasi.

 Iklan televisi

Film ini diproduksi untuk kepentingan penyebaran informasi, baik tentang produk (iklan produk) maupun berupa layanan masyarakat (iklan masyarakat). Iklan produksi biasanya menampilkan produk yang diiklankan dengan maksud memberikan stimulus audio-visual yang jelas tentang produk tersebut. Sedangkan iklan layanan masyarakat menginformasikan kepedulian produsen suatu produk terhadap fenomena sosial yang diangkat sebagai topik iklan tersebut.

 Program televisi

Program televisi dibagi menjadi dua jenis yaitu cerita dan noncerita. Untuk jenis cerita terbagi menjadi 2 kelompok antara lain kelompok fiksi dan nonfiksi. Kelompok fiksi memproduksi


(43)

20 film serial, film televisi/FTV, dan film cerita pendek. Untuk kelompok nonfiksi itu sendiri yaitu menggarap aneka program pendidikan, film dokumenter, atau profil tokoh dari daerah tertentu. Sedangkan untuk program noncerita memproduksi variety show, TV quiz, talkshow, dan liputan/berita.

 Video klip

Video klip merupakan sarana bagi para produser musik untuk memasarkan produknya lewat medium televisi. Ini dipopulerkan pertama kali lewat saluran televisi MTV tahun 1981.

3. Fungsi Film

Menurut Effendy (1981), dalam bukunya Ardianto (2012:145) fungsi film itu sendiri adalah untuk memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film dapat terkandung fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif. Hal ini pun sejalan dengan misi perfilman nasional sejak tahun 1979, bahwa selain sebagai media hiburan, film nasional dapat digunakan sebagai media edukasi untuk pembinaan generasi muda dalam rangka nation and character building.

4. Karakteristik Film

Dalam bukunya Ardianto (2012:145-147) ada beberapa karakteristik film adalah sebagai berikut :


(44)

21  Layar yang luas/lebar

Film dan televisi sama-sama menggunakan layar, namun kelebihan media film adalah layarnya yang berukuran luas. Layar film yang luas telah memberikan keleluasaan penontonnya untuk melihat adegan-adegan yang disajikan dalam film. Apalagi dengan adanya kemajuan teknologi, layar film bioskop-bioskop pada umumnya sudah tiga dimensi, sehingga penonton seolah-olah melihat kejadian nyata dan tidak berjarak.

 Pengambilan gambar

Sebagai konsekuensi layar lebar, maka pengambilan gambar atau shot dalam film bioskop memungkinkan dari jarak jauh atau extreme long shot, dan panoramic shot, yakni pengambilan pemandangan menyeluruh. Shot tersebut dipakai untuk memberi kesan artistik dan suasana yang sesungguhnya, sehingga film menjadi lebih menarik. Di samping itu, melalui pano-ramic shot, penonton dapat memperoleh sedikit gambaran, bahkan mungkin gambaran yang cukup tentang daerah tertentu yang dijadikan lokasi film. Misalnya kita dapat mengetahui suasana sekitar menara Effiel di Paris, air terjun Niagara di Amerika Serikat dan lain-lain.


(45)

22  Konsentrasi penuh

Pada saat menonton film di bioskop, pintu-pintu segera ditutup dan lampu dimatikan agar konsentrasi penuh penonton tertuju pada film. Sehingga dalam keadaan demikian emosi penonton juga terbawa suasana, penonton akan tertawa terbahak-bahak manakala ada adegan yang lucu, atau sedikit senyum dikulum apabila ada adegan yang menggelitik. Namun dapat pula penonton menjerit ketakutan bila adegan menyeramkan dan bahkan menangis melihat adegan menyedihkan.

 Identifikasi psikologi

Pengaruh film terhadap jiwa manusia (penonton) tidak hanya sewaktu atau selama duduk di gedung bioskop, tetapi terus sampai waktu yang cukup lama, misalnya peniruan terhadap cara berpakaian atau model rambut. Ini dikarenakan penghayatan penonton yang amat mendalam, seringkali secara tidak sadar penonton menyamakan (mengidentifikasikan) seolah-olah ingin beranggapan sama, bahwa dirinya seperti pemeran dalam film.

5. Jenis-jenis Peran Pemain Film

Menurut Lutters dalam bukunya (2006:80-82) peran tokoh dalam film dibagi menjadi peran protagonis, antagonis, tritagonis, dan peran pembantu.


(46)

23 a) Peran Protagonis

Peran protagonist adalah peran yang harus mewakili hal-hal postitif dalam kebutuhan cerita. Perana ini biasanya cenderung menjadi tokoh yang disakiti, baik, dan menderita sehingga akan menimbulkan simpati bagi penontonnya. Dalam sebuah cerita biasanya ada satu atau dua peran protagonis, dengan didampingi tokoh yang lain. Peran protagonist ini biasanya menjadi tokoh sentral, yaitu tokoh yang menentukan gerak adegan.

b) Peran Antagonis

Peran antagonis adalah kebalikan dari peran protagonis. Peran ini adalah peran yang harus mewakili hal-hal negative dalam kebutuhan cerita. Peran ini biasanya cenderung menjadi tokoh yang menyakiti tokoh protagonis. Dia adalah tokoh yang jahat sehingga akan menimbulkan rasa benci atau antipasti penontonnya. Dalam sebuah cerita, biasanya ada satu atau dua peran antagonis, dibantu tokoh-tokoh lain. Peran antagonis juga sering menjadi tokoh sentral dalam cerita, yang tugasnya mengganggu dan melawan peran protagonist. Peran ini biasanya merupakan biang keladi terjadinya sebuah konflik.


(47)

24 c) Peran Tritagonis

Peran tritagonis adalah peran pendamping, baik untuk peran protagonis maupun untuk peran antagonis. Peran ini bisa menjadi pendukung atau penentang tokoh sentral, tetapi bisa juga sebagai penengah atau perantara antar tokoh sentral. Posisinya bisa menjadi pembela tokoh yang didampinginya. Peran ini termasuk peran pembantu utama.

d) Peran Pembantu

Selain ketiga peran tadi, masih ada peran pembantu yang ber fungsi sebagai tokoh pelengkap, gunanya untuk mendukung rangkaian cerita. Kehadiran tokoh ini tidak ada pada semua cerita, tergantung dari kebutuhan cerita. Jika tidak diperlukan pelengkap tokoh, tidak perlu ditampilkan, misalnya peran ayah dan ibu, saudara, dan lain-lain.

6. Film Sebagai Media Komunikasi Massa

Ini berarti bahwa dari permulaan sejarahnya film dengan lebih mudah dapat menjadi alat komunikasi yang sejati. karena ia tidak mengalami unsur teknik, polilik, ekonomi. sosial dan demografi yang merintangi (menghalangi) kemajuan surat kabar pada masa pertumbuhannya dalam abad ke-18 dan permulaan abad ke-19. film mencapai masa puncaknya di antara perang dunia I dan perang dunia II.


(48)

25 namun merosot tajam setelah tahun 1945, seiring dengan munnculnya medium televisi.

Dalam perspektif komunikasi massa, film dimaknai sebagai pesan-pesan yang disampaikan dalam komunikasi filmis, yang memahami hakikat, fungsi dan efeknya. Disamping itu, dengan meletakkan film dalam konteks sosial, politik, dan budaya di mana proses komunikasi itu berlangsung, sama artinya dengan memahami preferensi penonton yang pada gilirannya menciptakan citra penonton film (Irawanto, 1999:11).

Film memiiki kemampuan untuk menarik perhatian orang dan sebagian lagi didasari oleh alasan bahwa film memiliki kemampuan mengantar pesan secara unik. Ringkasnya, terlepas dari dominasi penggunaan film sebagai alat hiburan dalam sejarah film, tampaknya ada semacam pengaruh yang menyatu dan mendorong kecenderungan sejarah jika menuju ke penerapannya yang bersifat didaktik-propagandis, atau dengan kata lain bersifat manipulatif. Film pada dasarnya memang mudah dipengaruhi oleh tujuan manipulatif, karena film memerlukan penanganan yang lebih sungguh-sungguh dan kontruksi yang lebib artifisial pula (melalui manipulasi) daripada media lain (McQuail. 1987).

Dalam konteks media massa, film tidak lagi semata-mata dimaknai sebuah karya seni semata. Film juga suatu media komunikasi massa yang beroperasi di dalam masyarakat. Dalam pengertiannya tersebut film dimaknai sebagai pesan-pesan yang disampaikan dalam komunikasi film,


(49)

26 ini yang memberikan fungsi dan efek yang timbul dari proses komunikasi massa. Antara lain efek media massa seperti dalam buku Winarni (2003 : 126-128) sebagai berikut :

a. Efek Kognitif

Efek kognitif merupakan akibat yang timbul pada diri individu yan terkena terpaan media yang sifatnya informatif bagi dirinya. Dari semula yang tidak tahu menjadi tahu, tidak jelas menjadi jelas, ragu menjadi yakin, dan sebagainya. Ini berarti melalui media massa akan memperoleh informasi tentang orang, benda, peristiwa atau kejadian, tempat-tempat yang belum pernah dikunjungi, dan sebagainya.

b. Efek Afektif

Efek Afektif lebih mengacu pada aspek emosional atau perasaan. Maksudnya disini ialah, efek yang ditimbulkan tidak hanya sekedar khalayak tahu tentang orang, benda dan peristiwa yang ada di dunia ini melainkan khalayak dapat merasakannya. Media massa dapat menimbulkan rangsangan emosional pada khalayak. Misalnya merasa sedih, senang, gembira, marah, jengkel, dan sebagainya terhadap informasi yang diterimanya dari media massa.


(50)

27 c. Efek Behavioral

Efek behavioral mengacu pada perilaku, tindakan atau kegiatan khalayak yang tampak pada kegiatan sehari-sehari. Efek ini meliputi perilaku antisosial dan prososial. antisosial atau perilaku agresi merupakan setiap bentuk perilaku yang diarahkan untuk merusak atau melukai orang lain yang menghindari perlakuan seperti itu. Misalnya adegan kekerasan di televisi akan menyebabkan orang menjadi brutal dan beringas. Sedang perilaku prososial behavioral merupakan setiap bentuk perilaku positif dari khalayak pengguna media massa. Salah satu bentuk perilaku prososial behavioral ialah memiliki ketrampilan yang bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain. Misalnya media televisi, radio atau film sering dipergunkan sebagai media pendidikan.

Pengertian media massa merupakan sarana penyampaian komuni-kasi dan informasi yang melakukan penyebaran informasi secara massal dan dapat diakses oleh masyarakat secara luas pula (Tamburaka, 2012:13). Yang dimaksud massa pada komunikasi massa yaitu pembaca surat kabar atau majalah, pendengar radio, penonton televisi. Sedangkan yang dimaksud media massa disini adalah media massa periodik, seperti surat kabar, majalah, televisi, radio, dan film.

Film dapat menjadi salah satu media komunikasi yang efektif kepada masyarakat sesuai dengan apa pesan yang ingin disampaikan


(51)

28 pembuat film itu sendiri. Film dapat menimbulkan pesan-pesan yang berbeda kepada siapa saja yang menonton, sehingga semua kembali pada individu masing-masing yang menontonya.

Dengan demikian, film merupakan suatu sarana komunikasi yang mengaktualisasi suatu kejadian untuk dinikmati pada saat tertentu oleh khalayak, seakan-akan sedang mengalami apa yang dibawakan oleh film secara nyata. Oleh karena itu film mampu mengatasi masalah hambatan waktu seakan-akan “menarik suatu kejadian dari masa lampau ke masa kini” dan ini dapat dialami oleh khalayak film (Susanto, 1982:58).

E.3. Pesan Dalam Film

Menurut Baksin (2003:2), pesan-pesan dalam film terwujud dalam cerita dan misi yang dibawa film tersebut yang terangkum dalam bentuk drama, action, komedi dan horror. Pesan tersebut oleh sang sutradara sesuai dengan tendensi masing-masing dan tujuan yang berbeda-beda. Ada yang tujuannya sekedar menghibur, memberi penerangan atau mungkin kedua-duanya. Ada juga yang ingin memasukkan dogma-dogma tertentu sekaligus mengajarkan kepada khalayaknya.

Pesan yang disampaikan dalam komunikasi melalui sebuah film bisa mempengaruhi, menimbulkan efek dengan maksud tertentu. Dalam sebuah media massa termasuk juga media film semua pesan yang terkandung dapat ditangkap dan dipahami dengan cara menganalisanya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Budi Irawanto (1999:27) bahwa “pada


(52)

29 dasarnya studi media massa mencakup pencarian pesan dan makna yang terdapat didalamnya.

E.4. Film dan Rasisme di Amerika Serikat

Banyak film-film yang telah diproduksi oleh gudang film Hollywood. Di samping itu juga berbagai hiburan lainnya juga banyak dilahirkan di sini; musik, radio, studio hiburan, rumah produksi. Dilihat dari berbagai karya yang dihasilkan. Hollywood nyatanya bukan hanya gudang film, tapi gudangnya industri hiburan yang ada di dunia.

Namun, dari sekian banyaknya jenis hiburan, yang terkenal dari Hollywood adalah memang industri yang menjadikan film sebagai prioritasnya. Takheran jika Hollywood lebih cocok dijadikan atau disebut gudang film. Baik yang ditayangkan di layar kaca, maupun di layar lebar, tentunya dengan beragam genre film yang ada.

Idealnya sebuah gudang film, Hollywood pun memiliki banyak jenis genre film. Mulai dan komedi situasi, hingga flksi ilmiah. Mulai dan film yang berlatar belakang masa lalu, hingga film berlatar belakang jauh ke masa depan. Entahlah, dalam hal mi Hollywood seperti tidak pernah kehilangan ide. Selalu saja menghasilkan sesuatu yang segar dan sama sekali tidak membosankan.

Gudang film Hollywood terletak di salah satu negara bagian Amerika Serikat, di wilayah pantai barat yang dikenal dengan nama California, tepatnya di baratdaya bagian barat Los Angeles. Amerika


(53)

30 Serikat sepertinya menjadi negara dengan senbu macam kelebihan. Berbagai teknologi sudah barang tentu diciptakan di negara itu, ditambah lagi industri film yang juga berkembang di negara ini.

Selain dikenal sebagai industri hiburan raksasa, sebagai gudang film dunia, Hollywood merupakan wilayah terbesar yang terdapat di Los Angeles. Orang biasa pula menyebut Hollywood dengan Starstruck Town atau Tinseltown.

Saat ini terdapat empat rumah produksi film utama di Hollywood, yaitu Paramount, Columbia, Warner Bros, dan RKO. Empat raksasa rumah produksi tersebut memiliki studio-studio yang luas untuk prod uksi film masing-masing, juga beberapa studio kecil yang disewakan. Dan banyaknya studio film tersebut sudah dapat dipastikan bahwa Holloywood memang benar-benar gudang film dunia (Anneahira, 2013).

Tak hanya menjadi tempat gudang film dunia, garapan yang dilakukan oleh studio film dengan mutu yang tinggi serta ide gagasan yang cemerlang membuat film itu bisa menjadi sebuah pembelajaran bagi penonotonnya salah satunya film rasisme yang diangkat dari kisah nyata, dimana sejak 1940, isu tentang rasisme merebak luas di dunia, khususnya di Amerika. Perbedaan warna kulit atau ras yang menjadi hal utama dan paling mudah dikatakan rasis. Di Amerika yang memiliki populasi kulit putih dan kulit hitam yang sangat banyak membuat rasisme sempat menjadi hal yang benar-benar mengerikan. Kulit hitam atau yang juga


(54)

31 dikenal dengan Afro-American kerap kali mendapat teror, meskipun mereka tidak melakukan sesuatu yang salah. Hanya saja ada anggapan bahwa kulit hitam tidak layak menempati wilayah yang sama dengan kulit putih. Anggapan lain juga mengatakan bahwa kulit hitam adalah kaum buruh miskin yang tidak seharusnya diperlakukan sama dengan mereka para kulit putih. Beberapa kisah mengharukan bahkan diangkat menjadi film, diantaranya adalah : Glory Road, Men Of Honor, Remember The Titans (nasionaluniqpost).

F. Definisi Konseptual

F.1. Rasisme

Menurut Leone, rasisme merupakan kepercayaan terhadap superioritas yang diwarisi oleh ras tertentu. Rasisme menyangkal kesetaraan manusia dan menghubungkan kemampuan dengan komposisi fisisik. Jadi, sukses tidaknya hubungan sosial tergantung dari warisan genetik dibandingkan dengan lingkungan atau kesempatan yang ada (Samovar, 2010:212).

Rasisme sering diberi legitimasi oleh suatu klaim bahwa suatu ras minoritas secara genetik dan budaya lebih inferior (lemah) dari ras yang dominan. Menurut DuBois dan Miley (dalam bukunya Waluya, 2007:38) diskriminasi ras memiliki tiga tingkatan: individual, organisasional, dan struktural. Pada tingkat individu, diskriminasi ras berwujud sikap dan perilaku prasangka. Pada tingkat organisasi, diskriminasi ras terlihat


(55)

32 manakala kebijakan, aturan dan perundang-undangan hanya menguntungkan kelompok tertentu saja. Secara struktural, diskriminasi ras dapat dilacak manakala satu lembaga sosial memberikan pembatasan-pembatasan dan larangan-larangan terhadap lembaga lainnya.

F.2. Film

Pengertian film sebagai suatu media komunikasi, merupakan suatu kombinasi antara usaha penyampaian pesan melalui gambar yang bergerak, pemanfaatan teknologi kamera, warna dan suara. Unsur-unsur tersebut dilatarbelakangi oleh suatu ceritera yang mengandung suatu pesan yang ingin disampaikan oleh sutradara kepada khalayak film. Bagaimana, bilamana, dan dalam kombinasi bagaimana gambar yang bergerak, dialog, warna, sudut pengambilan musik dipergunakan, semua ini ditentukan oleh sutradara. (Susanto, 1982:60).

G. Pemahaman Tentang Rasisme

G.1. Sejarah dan Pengertian Rasisme

Menurut George M. Fredirickson (2007:1) istilah rasisme baru pertama kali digunakan sekitar tahun 1930-an, ketika istilah tersebut diperlukan untuk menggambarkan “teori-teori rasis” yang dipakai orang-orang Nazi dalam melakukan pembantaian terhadap orang-orang Yahudi. Fenomena rasisme sebenarnya sudah muncul jauh sebelumnya. Pengertian rasisme itu sendiri selalu berubah. Tribalisme, xenofobia, keangkuhan dan prasangka serta permusuhan dan perasaan negatif terhadap satu kelompok


(56)

33 etnis atau bangsa yang lain kadang diiringi dengan sikap brutal seringkali dihubungkan dengan rasisme.

Pengertian rasisme merupakan sebuah ideologi yang membenarkan dominasi satu kelompok ras tertentu terhadap kelompok lainnya. Termasuk dalam pengertian ini adalah perasaan superioritas yang berlebihan terhadap kelompok sosial tertentu.

Menurut Prof. Dr. Alo Liliweri, M.S. (2005:29-30) mendefinisi-kan rasisme sebagai berikut :

1. Suatu ideologi yang mendasarkan diri pada gagasan bahwa manusia dapat dipisahkan atas kelompok ras ; bahwa kelompok itu dapat disusun berdasarkan derajat atau hierarki berdasarkan kepandaian atau kecakapan, kemampuan, dan bahkan moralitas.

2. Suatu keyakinan yang terorganisasi mengenai sifat inferioritas (perasaan rendah diri) dari suatu kelompoksosial, dan kemudian karena dikombinasikan dengan kekuasaan, keyakinan ini diterjemahkan dalam praktik hidup untuk menunjukkan kualitas atau perlakuan yang berbeda.

3. Diskriminasi terhadap seseorang atau sekelompok orang karena ras mereka. Kadang-kadang konsep ini menjadi doktrin politis untuk mengklaim suatu ras lebih hebat dari pada ras lain.


(57)

34 4. Suatu kompleks keyakinan bahwa beberapa subspesies dari manusia (stocks) inferior (lebih rendah) dari pada subspecies manusia lain.

5. Kadang-kadang juga rasisme menjadi ideologi yang bersifat etnosentris pada sekelompok ras tertentu. Apalagi ideology ini didukung oleh manipulasi teori sampai mitos, stereotip, dan jarak sosial, serta diskriminasi yang sengaja diciptakan.

6. Kadang-kadang paham ini juga menyumbang pada karakteristik superioritas dan inferioritas dari sekelompok penduduk berdasarkan alasan fisik maupun faktor bawaan lain dari kelahiran mereka. Rasisme merupakan salah satu bentuk khusus dari prasangka yang memfokuskan diri pada variasi fisik diantara manusia.

Dari definisi di atas dapat diartikan bahwa hal-hal yang termasuk dalam rasisme adalah sikap yang mendasarkan diri pada karakteristik superioritas dan inferioritas, ideologi yang didasarkan pada derajat manusia, sikap diskriminasi, dan sikap yang mengklaim suatu ras lebih unggul dari pada ras lain. Hal ini seringkali terjadi dalam masyarakat multikultur.

G.2. Jenis-jenis Ras

Menurut Maryati (2006:8-9) Ras adalah suatu kelompok manusia yang memiliki ciri-ciri fisik bawaan yang sama. Apabila kita menyebut


(58)

35 satu kelompok ras tertentu, maka ciri yang kita kemukakan adalah ciri fisiknya, bukan ciri budayanya. Secara garis besar, manusia dibagi ke dalam tiga kelompok ras utama berikut.

1. Ras Mongoloid (berkulit kuning dan cokelat).

2. Ras Negroid (bekulit hitam).

3. Ras Kaukasoid (berkulit putih).

Menurut Ralph Linton, manusia di dunia dibagi menjadi tiga

kelompok ras besar, yakni ras Mongoloid, Kaukasoid, dan Negroid. Di luar ras pokok ini, terdapat ras khusus, seperti Austroloid, Veddoid, Polynesia, dan Ainu.

1. Ras Mongoloid memiliki ciri-ciri kulit warna kuning sampai sawo matang, rambut lurus, btilu badan sedikit, dan mata sipit (terutama Asia Mongoloid). Ras Mongoloid dibagi menjadi dua, yaitu Mongoloid Asia dan Indian. Mongoloid Asia terdiri dan subras Tionghoa (terdiri dari Jepang, Taiwan, dan Vietnam) dan subras Melayu. Subras Melayu terdiri dari Malaysia, Indonesia, dan Filipina. Mongoloid indian terdiri dari orang-orang Indian di Amerika.

2. Ras Kaukasoid memiliki ciri fisik hidung mancung, kulit putih, rambut pirang sampai coklat kehitam-hitaman, dan kelopak mata


(59)

36 lurus. Ras ini terdiri dari lima subras, yaitu Nordic, Alpin, Mediteran, Armenoid, dan India.

3. Ras Negroid memiliki ciri fisik rambut keriting, kulit hitam, bibir tebal, dan kelopak mata lurus. Ras ini dibagi menjadi lima subras, yaitu Negrito. Nilitz., Negro Rimba, Negro Oseanis, dan Hotentot-Boysesman.

A.L Kroeber membuat klasifikasi manusia berdasarkan ras sebagai berikut.

1. Ras Austroloid mencakup penduduk asli Australia (Aborigin)

2. Ras Mongoloid mencakup:

a) Asiatic Mongoloid (Asia Utara, Asia Tengah, dan Asia Timur),

b) Malayan Mongoloid (Asia Tenggara, indonesia, Malaysia. Filipina, dan penduduk asli Taiwan),

c) American Mongoloid (penduduk asli Amerika).

3. Ras Kaukasoid mencakup:

a) Nordic (Eropa Utara, sekitar laut Baltik),


(60)

37 c) Mediteranian (sekitar laut Tengah, Afrika Utara, Armenia,

Arab, dan Iran),

d) Indic (Pakistan, India. Bangladesh, dan Sn Lanka).

4. Ras Negroid mencakup:

a) African Negroid (Benua Afrika),

b) Negrito (Afrika Tengah, Semenanjung Malaya, yang dikenal dengan orang Semang, Filipina).

c) Melanesian (Irian, Melancesia).

5. Ras-ras khusus (tidak dapat diklasifikasikan dalam keempat ras pokok), yaitu:

a) Bushman (Gurun Kalahari-Afrika Sciatan),

b) Veddoid (Pedalaman Sri Lanka, dan Sulawesi Selatan),

c) Polynesian (kepulauan Micronesia dan Polynesia),

d) Ainu (di pulau Karafuto dan Hokaido, Jepang).

G.3. Jenis-jenis Rasisme

Dengan berkembangnya zaman, rasisme seakan-akan ikut pula berkembang dengan beberapa jenis rasisme yang bersumber dari Farhan Azis (2010) sebagai berikut :


(61)

38 a) Rasisme Individu

Rasisme Individu merupakan rasisme yang dilakukan oleh perseorangan dalam artian tindak rasisme ini dilakukan dengan tanggung jawab pribadi dan merupakan sikap seseorang secara khusus atas individu yang lain. Contohnya rasis yang dilakukan Luiz Suarez yang memanggil Patrice Evra dengan sebutan „Negrito‟ atau negro (orang kulit hitam) sebanyak kurang lebih 8 kali (kompasiana).

b) Rasisme Struktur

Rasisme struktur merupakan rasisme yang dijalankan melalui institusi sosial seperti perundangan dan pendidikan. Hal ini menjadikan hampir seluruh pihak masyarakat yang dituju oleh peraturan tersebut terkena dampaknya. Contohnya dari elemen rasisme ini nampak jelas pada pearaturan yang dikeluarkan oleh penguasa orde baru di Indonesia yang melarang warga keturunan Tionghoa untuk berpatisipasi dalam bidang politik dan militer.

c) Rasisme Idiologi

Rasisme idiologi merupakan rasisme yang didukung oleh justifikasi bersistem. Pengaruhnya meliputi keseluruhan masyarakat dalam struktur idiologi atau negara tersebut. Contohnya kaum X menganggap dirinya lebih unggul karena mereka adalah keturunan dewa Y, menurut agama Z, realita


(62)

39 semacam ini dapat kita lihat pada idiologi jerman “Deutsch is

ubber alles”. Jerman di atas segalanya. Sehingga masyarakat Jerman disini merasa bahwa mereka secara status lebih tinggi dari ras yang lain dan berhak untuk menguasai ras lain dibawahnya. Idiologi ini juga memicu timbulnya Perang Dunia II serta pembantaian massal terhadap masyarakat Yahudi.

d) Rasisme Berbalik

Rasisme berbalik merupakan rasisme yang sebagai reaksi kepada rasisme, ini berkaitan dengan konsep anti reaksi. Contohnya masyarakat X memandang rendah masyarakat Y, sehingga berbalik masyarakat Y membenci masyarakat X. Contoh di Amerika Serikat, dimana masyarakat kulit hitam yang tadinya dibenci oleh masyarakat kulit putih kemudian berbalik membenci masyarakat kulit putih, yang mana tampak dari pandangan sinis masyarakat kulit hitam terhadap pemusik rap atau blues berkulit putih, dimana kedua jenis musik itu sebagai milik masyarakat kulit hitam.

H. Analisis Isi

Menurut Rakhmat (2002:89) dalam bukunya, analisis isi digunakan untuk memperoleh keterangan dari isi komunikasi yang disampaikan dalam bentuk lambang. Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi: surat kabar, buku, puisi, lagu, cerita rakyat,


(63)

40 lukisan, pidato, surat, peraturan, undang-undang, musik, teater, film dan sebagainya. Dalam penelitian misalnya ingin mengetahui apakah lagu-lagu Indonesia sekarang ini lebih berorientasi pada cinta daripada kritik sosial, apakah drama televisi lebih mengungkapkan kehidupan “cengeng” daripada kehidupan realistis.

Analisis isi (content analysis) dilaksanakan dengan melakukan kuantifikasi terhadap sifat-sifat yang dikandung isi media massa. Analisis isi telah sering dipakai dalam mengkaji pesan-pesan media. Karena metode ini merupakan sebuah metode untuk menguji secara kuantitatif, keyakinan, kepentingan para editor dan penerbit, kecenderungan pembaca (dengan asumsi bahwa bahan-bahan yang dipublikasikan secara berhasil bagi golongan tertentu, mencerminkan secara akurat kecenderungan golongan yang bersangkutan) (Junaedi, 2007:62).

I. Metode Penelitian

I.1. Tipe dan Dasar Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analasis isi. Analisis menurut Krippendorf dalam Eriyanto (2011:15) merupakan suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya. Analisis isi merupakan sebuah metode penelitian dengan menggunakan seperangkat prosedur untuk inferensi yang valid dari teks (Weber, 1994 dalam Eriyanto 2011:15).


(64)

41 Metode ini digunakan oleh peneliti untuk memperoleh suatu hasil atau pemahaman terhadap berbagai isi pesan komunikasi yang disampaikan oleh media massa secara objektif dan sistematis. Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui pesan rasisme yang terdapat dalam film Django Unchained.

Tipe penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan meng-gunakan perangkat statistik. Statistik deskriptif merupakan statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 1994:112).

I.2. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil ruang lingkup penelitian dengan menganalisis total 74 Scene dengan durasi 165menit 22detik yang terdapat dalam film Django Unchained.

I.3. Unit Analisis dan Satuan Ukur

Unit analisis merupakan satuan terkecil dari kategori data yang akan diamati oleh peneliti, unit analisi dalam penelitian ini adalah setiap tindakan rasis dan kalimat (dialog) rasis yang terdapat pada film Django Unchained. Tindakan yang dimaksud disini adalah suatu perbuatan, perilaku, atau aksi yang dilakukan oleh manusia yang mengandung unsur rasis seperti pemukulan, pencambukan, penembakkan. Sedangkan kalimat


(65)

42 yang dimaksud disini adalah segala sesuatu yang diucapkan oleh pemain (tokoh) yang mengandung unsur rasis seperti hinaan, membentak, merendahkan, melarang, ancaman.

Satuan ukur dalam penelitian ini adalah jumlah kemunculan tindakan dan kalimat dalam tiap scene yang mengandung unsur rasisme dari setiap kategori yaitu rasisme idiologi, rasisme berbalik, rasisme individu dan rasisme struktur.

I.4. Struktur Kategori

Dalam hal ini, peneliti membuat struktur kategori mengenai rasisme yang terdapat dalam film Django Unchained untuk lebih memfokuskan pada unsur visual berupa tindakan dan kalimat yaitu dikaitkan dengan peran yang dijalankan pemain dalam menokohkan karakter seseorang yang terlibat dalam film. Adapun struktur kategorinya adalah sebagai berikut :

1. Rasisme Idiologi

Yang dimaksud dengan rasis ideologi disini adalah rasisme yang didukung oleh justifikasi bersistem yang berpengaruh pada keseluruhan masyarakat atau negara. Dengan indikator sebagai berikut:

 Diskriminasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diskriminasi yaitu pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara (berdasarkan


(66)

43 warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama, dsb), contoh “kau pikir apa yang kau lakukan, nak? Suruh negro itu keluar”, dari maksud perkataan itu, ada perbedaan ras bahwa kulit hitam tidak diijinkan untuk masuk didalam rumah. Jelas pernyataan itu mengandung unsur rasis yaitu merendahkan dan membedakan ras kulit hitam.

 Dominasi

Yaitu etnis yang mendominasikan dirinya bahwa mereka yang dominan atau yang paling banyak berhadapan dengan etnis yang tidak dominan (minoritas), contoh seperti Django yang berkulit hitam mengatakan “sekarang jalan, negro!” kepada sesama kulit hitam, sehingga dari pernyataan Django ini, bahwa Django menganggap dirinya bukan lagi orang kulit hitam melainkan kelompok atau golongan orang kulit putih.

2. Rasisme Berbalik

Yaitu rasisme yang sebagai reaksi kepada rasisme, dan ini berkaitan dengan konsep reaksi. Dengan indikator sebagai berikut:

 Kebencian

Yaitu kaum kulit hitam yang tadinya dibenci oleh kaum kulit putih kemudian berbalik kaum putih yang dibenci oleh kaum hitam. Contoh seperti kaum kulit putih yang ditembak kepalanya


(67)

44 oleh teman-teman Django yang sesama kaum kulit hitam, karena kesal mereka yang kulit hitam diikat kakinya dengan menggunakan rantai dan dijual untuk dijadikan budak oleh kaum kulit putih.

 Ketakutan

Yaitu suatu kaum yang merasa takut dengan kaum atau golongan lain. Contoh seperti speck yang berkulit putih merasa ketakutan terhadap kaum kulit hitam dan berkata kepada

teman-teman Django “tunggu dulu kawan-kawan, aku bukan orang jahat,

aku hanya melakukan pekerjaanku”. 3. Rasisme Individu

Merupakan rasisme yang dilakukan oleh perseorangan dalam artian tindak rasisme ini dilakukan dengan tanggung jawab pribadi dan merupakan sikap seseorang secara khusus atas individu yang lain. Dengan indikator sebagai berikut:

 Sikap

Yaitu sikap seseorang yang selalu kasar terhadap ras tau golongan lain.

 Prasangka

Yaitu pernyataan atau kesimpulan berdasarkan perasaan yang dangkal terhadap seseorang atau sekelompok orang tertentu.


(68)

45 Contoh Rasisme individu dalam bentuk sikap, seperti perkataan Tn.

Speck kepada Django “Negro, jangan berani-beraninya kau

menyentuh jaket saudaraku”. 4. Rasisme Struktural

Merupakan aturan dan larangan yang dilakukan oleh kulit putih untuk membatasi pergerakan atau kegiatan ras kulit hitam. Dengan indikator sebagai berikut:

 Aturan dan Larangan

Contoh : seperti perkataan Tn. Bennet kepada Django dan Dr. King Schultz “Ini pelanggaran hukum jika ada negro yang mengendarai kuda didaerah ini”. Dari pernyataan itu ada sebuah aturan yang melarang ras kulit hitam untuk tidak menaiki kendaraan kuda melainkan untuk tetap berjalan kaki.

I.5. Teknik Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a. Data primer, merupakan data utama yang diperoleh langsung dari objek penelitian dengan cara mengamati data yang ada, yaitu film Django Unchained. Dalam pengumpulan datanya, peneliti bersama koder melakukan pengamatan dengan melihat secara langsung setiap scene yang menggambarkan pesan rasisme dengan kategorisasi yang telah ditentukan. Setelah itu


(69)

46 peneliti melakukan capture frame atau pemotongan gambar adegan yang telah dipilih oleh peneliti dan koder.

b. Data sekunder, yaitu data pendukung yang didapatkan dari buku-buku, jurnal, artikel-artikel, internet, serta bahan dari penelitian sebelumnya berkaitan dengan pesan rasisme yang dapat mendukung data primer.

Setelah dilakukan pengamatan film Django Unchained kemudian data dimasukan kedalam kategorisasi pesan rasisme. Untuk mempermudah pengkategorisasian dan pengolahan data, maka dibuatkan tabel lembar koding sebagai berikut :

Tabel 1.1

Lembar Koding

Scene

Rasisme Idiologi Rasisme Berbalik Rasisme Individu Rasisme Struktur

A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2

A D A D A D A D A D A D A D A D

Keterangan :


(70)

47 D : Unit analisis Dialog

A1 : Diskriminasi A2 : Dominasi B1 : Kebencian B2 : Ketakutan

C1: Sikap C2: Prasangka D1: Aturan D2 : Larang

I.6. Teknis Analisis Data

Hasil analisis isi data dapat dideskripsikan dalam bentuk tabel frekuensi. Tabel ini memuat frekuensi dari masing-masing kategori dan persentase (Eriyanto, 2011:305). Adapun tabel frekuensinya adalah sebagai berikut :

Tabel 1.2

Kategori Frekuensi Persentase

1. Rasime Ideologi

(Diskriminasi dan Dominasi)

2. Rasisme Berbalik (Kebencian dan Ketakutan)


(71)

48 ( Sikap dan Prasangka)

4. Rasisme Struktur (Aturan dan larangan)

Selanjutnya lewat tabel frekuensi tersebut dilakukan analisis deskripstif yang bertujuan untuk menginterpretasikan data penelitian.

I.7. Uji Reliabilitas dan Validitas

Dalam uji reliabilitas kategorisasi, peneliti meggunakan sistem koding, dimana peneliti dibantu oleh dua orang koder (orang yang melakukan pengkodingan) dalam pengkodingan data. Pengujian reliabilitas digunakan untuk mengetahui apakah kategori atau indikator yang digunakan sudah reliable atau belum. Pada dua orang koder yang telah dipilih diberikan dua definisi struktur kategori.

Berdasarkan definisi struktur kategori atau indikator yang telah ditetapkan. Koder diminta menilai bahan dan memberikan tanda pada tabel kerja koding lalu dikumpulkan dan dihitung secara statistik. Kedua orang koder yang ditunjuk sebagai koder harus memiliki pengetahuan tentang audio visual juga harus mengerti konsep-konsep peneliti dalam membuat kategorisasi, peneliti juga memberikan pemahaman atau penjelasan tentang rasisme itu sendiri.


(1)

Contoh Rasisme individu dalam bentuk sikap, seperti perkataan Tn. Speck kepada Django “Negro, jangan berani-beraninya kau menyentuh jaket saudaraku”.

4. Rasisme Struktural

Merupakan aturan dan larangan yang dilakukan oleh kulit putih untuk membatasi pergerakan atau kegiatan ras kulit hitam. Dengan indikator sebagai berikut:

 Aturan dan Larangan

Contoh : seperti perkataan Tn. Bennet kepada Django dan Dr. King Schultz “Ini pelanggaran hukum jika ada negro yang mengendarai kuda didaerah ini”. Dari pernyataan itu ada sebuah aturan yang melarang ras kulit hitam untuk tidak menaiki kendaraan kuda melainkan untuk tetap berjalan kaki.

I.5. Teknik Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a. Data primer, merupakan data utama yang diperoleh langsung dari objek penelitian dengan cara mengamati data yang ada, yaitu film Django Unchained. Dalam pengumpulan datanya, peneliti bersama koder melakukan pengamatan dengan melihat secara langsung setiap scene yang menggambarkan pesan rasisme dengan kategorisasi yang telah ditentukan. Setelah itu


(2)

peneliti melakukan capture frame atau pemotongan gambar adegan yang telah dipilih oleh peneliti dan koder.

b. Data sekunder, yaitu data pendukung yang didapatkan dari buku-buku, jurnal, artikel-artikel, internet, serta bahan dari penelitian sebelumnya berkaitan dengan pesan rasisme yang dapat mendukung data primer.

Setelah dilakukan pengamatan film Django Unchained kemudian data dimasukan kedalam kategorisasi pesan rasisme. Untuk mempermudah pengkategorisasian dan pengolahan data, maka dibuatkan tabel lembar koding sebagai berikut :

Tabel 1.1

Lembar Koding

Scene

Rasisme Idiologi Rasisme Berbalik Rasisme Individu Rasisme Struktur

A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2

A D A D A D A D A D A D A D A D

Keterangan :


(3)

D : Unit analisis Dialog A1 : Diskriminasi

A2 : Dominasi B1 : Kebencian B2 : Ketakutan

C1: Sikap C2: Prasangka D1: Aturan D2 : Larang

I.6. Teknis Analisis Data

Hasil analisis isi data dapat dideskripsikan dalam bentuk tabel frekuensi. Tabel ini memuat frekuensi dari masing-masing kategori dan persentase (Eriyanto, 2011:305). Adapun tabel frekuensinya adalah sebagai berikut :

Tabel 1.2

Kategori Frekuensi Persentase

1. Rasime Ideologi

(Diskriminasi dan Dominasi)

2. Rasisme Berbalik (Kebencian dan Ketakutan)


(4)

( Sikap dan Prasangka)

4. Rasisme Struktur (Aturan dan larangan)

Selanjutnya lewat tabel frekuensi tersebut dilakukan analisis deskripstif yang bertujuan untuk menginterpretasikan data penelitian.

I.7. Uji Reliabilitas dan Validitas

Dalam uji reliabilitas kategorisasi, peneliti meggunakan sistem koding, dimana peneliti dibantu oleh dua orang koder (orang yang melakukan pengkodingan) dalam pengkodingan data. Pengujian reliabilitas digunakan untuk mengetahui apakah kategori atau indikator yang digunakan sudah reliable atau belum. Pada dua orang koder yang telah dipilih diberikan dua definisi struktur kategori.

Berdasarkan definisi struktur kategori atau indikator yang telah ditetapkan. Koder diminta menilai bahan dan memberikan tanda pada tabel kerja koding lalu dikumpulkan dan dihitung secara statistik. Kedua orang koder yang ditunjuk sebagai koder harus memiliki pengetahuan tentang audio visual juga harus mengerti konsep-konsep peneliti dalam membuat kategorisasi, peneliti juga memberikan pemahaman atau penjelasan tentang rasisme itu sendiri.


(5)

Dengan melakukan uji reliabilitas ini, kesepakatan antara peneliti dan koder dapat diketahui. Adapun tingkat kesepakatan antar peneliti dan koder dapat dihitung dengan formula reliabilitas yang dibuat oleh Holsti (dalam buku Eriyanto, 2011:290) yaitu :

Keterangan :

C.R = Coefisien Reliability

M = Jumlah pernyataan yang disetujui oleh dua pengkoding dan periset

N1, N2 = Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh pengkoding dan periset

Kemudian kesepakatan dan hasil peneliti para koder diuji lagi menggunakan rumus Pi Index Scott sebagai berikut :

Keterangan :

Pi = Nilai keterandalan

Observed Agreement = Persentase persetujuan yang ditemukan dari pernyataan yang disetujui antar pengkode (yaitu nilai C.R)


(6)

Expected Agreement = Persentase persetujuan yang diharapkan, yaitu jumlah proporsi dari pesan yang dikuadratkan

Uji reliabilitas ini dilakukan dengan dua koder yang lain. Masing-masing koder diberikan kategorisasi yang sama dengan dilakukan peneliti. Kemudian dari hasil tersebut dihitung dengan rumus diatas.

Dengan merujuk formula yang dikemukakan Hostly (1969, dalam Eriyanto, 2011: 290) untuk menguji reliabilitas perlu adanya perhitungan tingkat kesepakatan antara peneliti dan koder. Jika tingkat kesepakatan mencapai 0,75 atau lebih maka data yang diperoleh dinyatakan valid dan reliabel. Namun sebaiknya, jika tingkat kesepakatan tidak mencapai 0,75 maka kategorisasi operasinya perlu dibuat lebih spesifik lagi.