tertinggi pada dosis iradias 0 Gy terdapat pada kalus dengan penambahan konsentrasi 0.15 mgl biotin namun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 0.2
mgl biotin baik pada umur 2 maupun 4 MST. Hasil ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh El-Shiaty et al. 2004 yang menggunakan biotin dengan
konsentrasi tinggi 5 mgl untuk meningkatkan inisiasi dan proliferasi kalus kelapa.
2. Pendewasaan Embrio Somatik
Untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan PEM dan globular yang dihasilkan menjadi embrio somatik dewasa dilakukan pemindahan ke media
MW dengan penambahan asam absisik ABA untuk membantu proses embriogenesis secara normal. Selain itu, ABA juga berfungsi sebagai pencegahan
terhadap pertumbuhan prematur pada embrio. Husni et al. 2010 melaporkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ABA yang terkandung dalam media kultur
maka semakin banyak embrio somatik yang dewasa. Pada proses pendewasaan, embrio somatik berhenti berproliferasi,
ukurannya meningkat, dan mulai mengakumulasi cadangan nutrisi seperti karbohidrat, protein dan lemak. Embrio dirangsang untuk menjadi dewasa dengan
menggunakan asam absisik ABA dan meningkatkan potensial osmotik Egerstsdotter, 1999. Menurut Renukdas et al. 2006 peningkatan efisiensi
pendewasaan embrio somatik dapat dilakukan dengan penambahan etilen antagonis pada konsentrasi tinggi 10 µM seperti spermidine, ABA, dan AgNO
3
. Media yang digunakan untuk pendewasaan sama dengan pada tahap proliferasi,
namun dengan penambahan zat pengatur tumbuh seperti ABA, meningkatkan potensial osmotik, dan dalam beberapa kasus digunakan auksin danatau sitokinin.
Sukrosa dan polyethylene glycol PEG biasanya digunakan untuk meningkatkan potensial osmotik Egerstsdotter, 1999. Dosis ABA yang tinggi 0.5 mgl pada
fase perkembangan embrio dapat mempercepat perkembangan embrio menjadi fase torpedo dan kotiledon. ABA juga dapat menginduksi embriogenesis somatik
dan pendewasaan embrio somatik pada beberapa tanaman seperti wortel dan kelapa Ghanati dan Ishka, 2009. Gambar 7 menunjukkan fase perkembangan
embrio somatik fase globular, fase hati, fase torpedo, dan fase kotiledon pada jeruk siam Pontianak
Dari hasil penelitian yang dilakukan tidak terjadi pendewasaan pada embrio somatik yang diberi dosis 20, 30, dan 40 Gy pada setiap konsentrasi ABA
baik pada media kultur yang diberi EM maupun yang tidak. Kemampuan kalus beregenerasi dipengaruhi oleh kondisi eksplan kalus dan komposisi media
George, 2008. Kondisi kalus pada saat diregenerasikan telah mengalami tekanan akibat iradiasi sinar gamma. Menurut Biswas dalam Sutjahjo et al. 2007 kalus
yang mengalami tekanan seleksi yang lebih berat akan mengalami kerusakan fisiologi dan gangguan metabolisme. Hal inilah yang menyebabkan sulitnya
beregenerasi pada kalus yang mengalami tekanan iradiasi pada dosis 20, 30, dan 40 Gy. Sehubungan hal tersebut, embrio somatik yang digunakan pada
percobaan selanjutnya hanya yang diberi perlakuan iradiasi sinar gamma pada dosis 0 dan 10 Gy.
.
Gambar 7. Tahap pendewasaan embrio somatik jeruk siam Pontianak, a fase globular, b fase hati, c fase torpedo, d dan fase kotiledon.
Berdasarkan hasil pendewasaan embrio somatik dengan penambahan ABA dalam media MW diperoleh bahwa hanya struktur embrio somatik primer PEM
dan globular yang diiradiasi dengan dosis 10 Gy pada media dengan pengambahan 2.5 mgl ABA yang dapat tumbuh dan berkembang menjadi embrio
somatik dewasa Tabel 6. Hal ini ditandai dengan adanya struktur torpedo dan kotiledon pada media tersebut.
Untuk meningkatkan frekuensi pendewasaan embrio somatik tahap globular dilakukan penambahan dengan 500 mgl Ekstrak Malt EM pada media
B C
A D
kultur. Penambahan EM pada media yang telah mengandung 2 mgl dan 2.5 mgl ABA dapat meningkatkan frekuensi pendewasaan menjadi lebih tinggi.
Penambahan EM pada media yang telah mengandung 2 mgl ABA menghasilkan embrio somatik dewasa sebanyak 6 embrio somatik 1 fase hati, 3 fase torpedo,
dan 2 fase kotiledon dan pada 2.5 mgl ABA sebanyak 5 embrio somatik 1 fase torpedo, dan 4 fase kotiledon dari dosis iradiasi 0 Gy. Sedangkan penambahan
EM pada dosis iradiasi 10 Gy dengan media kultur yang telah mengandung 1.5 mgl ABA menghasilkan 9 embrio somatik dewasa 7 fase hati, dan 2 fase
torpedo. Hal ini menandakan bahwa proembrio yang diiradiasi memiliki respon yang berbeda bila dibandingkan dengan kontrol.
Tabel 5. Pengaruh dosis radiasi dan konsentrasi ABA pada media pendewasaan embrio somatik MW dan MW + 500 mgl EM setelah 4 MST
Dosis Radiasi
Gray Konsentrasi mgl
Globular Hati Torpedo Kotiledon ABA Ekstrak
Malt
1 0 8 - -
- 1.5 0
6 - - -
2 0 12 - -
- 2.5
16 -
- -
10
1 0 8 - -
- 1.5 0
13 - - -
2 0 24 - -
- 2.5
22 -
1 4
0 500 4 - -
- 1 500
3 - - -
1.5 500 11 -
- -
2 500 19 1 3
2 2.5 500
23 - 1
4
10
0 500 0 - 1
- 1 500
3 - - -
1.5 500 12 7 2
- 2 500
15 - - -
2.5 500 9
- -
- Penambahan berbagai macam ekstrak organik pada media kultur sering
memberikan respon pertumbuhan yang diinginkan. Bahan organik kompleks tersebut antara lain protein hidrolisat, air kelapa, ekstrak ragi, ekstrak malt,
pisang, jus jeruk, dan jus tomat. Ekstrak malt mempunyai peran khusus dalam
kultur jeruk. Ekstrak malt merupakan sumber karbohidrat utama yang telah digunakan untuk menginisiasi embriogenesis pada jaringan nuselus oleh Rangan
et al. dalam Thorpe 2008. Ekstrak malt diketahui mempunyai peran dalam multiplikasi embrio somatik pada Citrus sinensis Das et al. dalam Thorpe, 2008,
dan pada Citrus spp. yang lain Jumin dalam Thorpe, 2008. Ekstrak malt juga meningkatkan efisiensi perkecambahan fase kotiledon pada sour orange Carimi
et al dalam Thorpe, 2008. Ekstrak malt biasa digunakan pada media kultur jeruk dengan konsentrasi 0.5 – 1 gl Thorpe, 2008.
3. Perkecambahan Embrio Somatik