KEBIJAKAN KEAMANAN KOREA SELATAN DALAM PERSPEKTIF RMA (REVOLUTION IN MILITARY AFFAIRS)
KEBIJAKAN KEAMANAN KOREA SELATAN DALAM PERSPEKTIF RMA (REVOLUTION IN MILITARY AFFAIRS)
SKRIPSI
Disusun Dan Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Politik (S.IP) Strata-1
Oleh: LESTARI NIM. 09260103
JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
(2)
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama : Lestari NIM : 09260103
Jurusan : Hubungan Internasional Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Judul Skripsi : Kebijakan Keamanan Korea Selatan Dalam Perspektif RMA (Revolution In Military Affairs)
Disetujui,
(3)
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Lestari NIM : 09260103
Jurusan : Hubungan Internasional Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Judul Skripsi : Kebijakan Keamanan Korea Selatan Dalam Perspektif RMA (Revolution In Military Affairs)
Telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Hubungan Internasional Dan dinyatakan LULUS Pada hari: Sabtu, 13 Desember 2014
(4)
BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI
Nama : Lestari NIM : 09260103
Jurusan : Hubungan Internasional Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Judul Skripsi : Kebijakan Keamanan Korea Selatan Dalam Perspektif RMA (Revolution In Military Affairs)
Pembimbing : 1. Ruli Inayah Ramadhoan, M.Si 2. Hevi Kurnia Hardini, S.IP. M.A. Gov
(5)
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Lestari
Tempat, tanggal lahir : Jambi, 17 Juni 1991
NIM : 09260103
Jurusan : Hubungan Internasional Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Menyatakan bahwa karya ilmiah (skripsi) dengan judul :
KEBIJAKAN KEAMANAN KOREA SELATAN DALAM PERSPEKTIF RMA (REVOLUTION IN MILITARY AFFAIRS)
Merupakan hasil karya ilmiah (skripsi) saya sendiri (bukan karya tulis orang
lain). Skripsi ini diselesaikan dengan bantuan serta bimbingan bapak ibu dosen
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, terutama dosen jurusan Hubungan
Internasional. Saya menyatakan semua sumber telah dikutip dan dirujuk dengan
benar.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, dan
apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
(6)
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum warahmatullahhi wa barakatuh..
Telah banyak referensi di Indonesia yang membahas studi tentang konsep RMA (Revolution In Military Affairs). Namun tidak banyak yang membahas RMA di Korea Selatan dan menjabarkan secara rinci bagaimana RMA di Korea Selatan. Terkait hal tersebut, penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang RMA sebagai defense industry di Korea Selatan, yang kemudian penulis jadikan sebagai kajian dari skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa di dalam proses pengerjaan dan penyajian skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, masukan dan kritikan yang membangun sangat diharapkan oleh penulis untuk membantu menutup celah kekurangan tersebut.
Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi, sekalipun kecil, penulis berharap skripsi ini tidak hanya bermanfaat untuk menambah dan mengembangkan pengetahuan mengenai studi Hubungan Internasional di lingkungan Universitas Muhammadiyah Malang saja, akan tetapi juga disiplin Ilmu Hubungan Internasional di Indonesia secara umum.
Amienya Rabbal Alamien
Wassalamu’alaikum warahmatullahhi wa barakatuh..
Malang, 21 Januari 2015
Penulis,
(7)
UNGKAPAN PERSEMBAHAN
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang mana atas berkat dan rahmat-Nya, saya nenantiasa sehat sehingga dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini untuk meraih gelar Sarjana Hubungan Internasional di Universitas Muhammadiyah Malang. Tema yang saya ambil untuk skripsi ini merupakan tema yang begitu menarik bagi saya, dan penyelesain skripsi penelitian ini tidak terlepas dari beberapa pihak yang telah banyak sekali membantu saya. Dalam hal ini, saya ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya.
2. Orang tua saya, atas kesabaran yang luar biasa, dukungan dalam bentuk do’a, nasehat, serta dukungan materiil/imateriil lainnya. Usaha yang saya lakukan selama ini, serta gelar yang saya dapatkan sekarang adalah persembahan untuk membuat mereka bangga, juga sebagai perwujudan sayang dan bakti saya sebagai anak kepada orang tua.
3. Pak Ruli Inayah Ramadhoan, M.Si sebagai pembimbing I, atas waktu, kesabaran, saran dan bimbingan yang sangat membantu saya untuk menyelesaikan penulisan skripsi penelitian ini.
4. Bu Hevi Kurnia Hardini, S.IP. M.A. Gov sebagai pembimbing II, juga atas waktu, saran, dan bimbingannya, yang tentu sangat membantu saya untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.
5. Keluarga saya, kakak-kakak, adik-adik, teman-teman jurusan Hubungan Internasional, dan teman-teman kost, atas support dalam bentuk apapun. 6. Segenap dosen jurusan Hubungan Internasional, terimakasih banyak atas
ilmu dan masukan yang sangat luar biasa selama perkuliahan.
7. Terima kasih juga tak lupa saya haturkan kepada segenap staf di Jurusan Hubungan Internasional UMM, terutama kepada Bapak Hafid Adim Pradana, M.A dan Bapak Hafivz Ageng Prakoso, M.A selaku penguji saya. Terimakasih banyak atas masukannya.
8. PartTimer Kantor Jurusan Ilmu Pemerintahan tahun 2014, thank you so much atas bantuan dan dukungan dalam bentuk apapun.
9. Teman-teman seperjuangan saya dalam menempuh skripsi di Jurusan Hubungan Internasional UMM. Untuk teman-teman yang belum lulus, semoga segera meyusul. Amien..
(8)
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Lembar Persetujuan... ii
Lembar Pengesahan ... iii
Berita Acara Bimbingan Skripsi ... iv
Halaman Pernyataan Orisinalitas ... v
Kata Pengantar ... vi
Lembar Persembahan ... vii
Abstraksi ... viii
Abstract ... ix
Daftar Isi ... x
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.4. Manfaat penelitian ... 6
1. Manfaat Praktis ... 6
2. Manfaat Akademis ... 6
1.5. Penelitian Terdahulu ... 6
1.6. Landasan Konsep ... 16
1.6.1. Konsep Revolution In Military Affairs ... 16
1.6.2. Konsep Defense ... 19
1.7. Metodologi Penelitian ... 22
1.7.1. Tipe Penelitian ... 22
(9)
1.7.3. Teknik Analisis Data ... 22
1.8. Ruang Lingkup Penelitian ... 23
1.8.1. Batasan Penelitian ... 23
1.8.2. Batasan Waktu ... 23
1.9. Sistematika Penulisan ... 23
II. KONSTELASI POLITIK KEAMANAN REGIONAL ASIA TIMUR ... 25
2.1. Konstelasi Politik Keamanan Regional Asia Timur, Khususnya Semenanjung Korea ... 25
2.2. Sejarah Panjang Pengambilan Kebijakan Keamanan Korea Selatan ... ... 30
III. KEBIJAKAN KEAMANAN DAN PERKEMBANGAN MILITER KOREA SELATAN DALAM PERPKEKTIF RMA (REVOLUTION IN MILITARY AFFAIRS) ... 34
3.1. Teknologi Militer Korea Selatan ... 34
3.2. Doktrin Militer Korea Selatan ... 38
3.2.1. Strategi Keamanan Dan Kekuatan Militer Korea Selatan Dari Pemerintahan Kim Dae-Jung, Roh Moo-Hyun, Hingga Lee Myung-Bak ... 38
3.2.1.1.1. Masa Pemerintahan Kim Dae-Jung (1997-2003) ... ... 38
3.2.1.1.2. Kepemimpinan Roh Moo-Hyun (2003-2008) ... 50
3.2.1.1.3. Era Lee Myung-Bak (2008-2013) ... 55
3.3. Revolution In Military Affairs Korea Selatan ... 60
IV. PENUTUP ... 69
4.1. Kesimpulan ... 69
4.2. Implikasi Teoritis ... 72
(10)
(11)
DAFTAR PUSTAKA
Buku, Jurnal dan Skripsi:
Abdurrahman, Bulbul, 2008, Perkembangan Politik dan Senjata Nuklir Korea Utara Vol.8 No.2, Bandung, Universitas Pasundan
Adamsky, Dima, 2010, The Culture of Military Innovation; The Impact of Culrutal Factors and The Revolution in Military Affairs in Rusia, US, and Israel, California, Stanford Security Studies
Adi Joko Purwanto, 2010, Peningkatan Anggaran Militer Cina Dan Implikasinya Terhadap Keamanan Asia Timur Vol. 7 No. 1, Yogyakarta, SPEKTRUM: Jurnal Hubungan Internasional
Armaments, Disarmamament, and Internatonal Security, 2005 (SIPRI Yearbook) Art, Robert J. dan Robert Jervis, 2007, International Politics; Enduring Concepts
and Contemporary Issues, New York, Pearson Longman-Pearson Education, Inc
Bruck, Tilman, 2012, Armaments, Disarmament, And International Security: An
Economist’s Perspective On Security, Conflict, And Peace Research, Stockhholm international peace research institute (SIPRI Yearbook)
Buzan, Barry dan Ole Waener, 2003, Regions and Power The Structure of Inernational Security, Cambridge, Cambridge University Press
Cordesman, Anthony H., 2011, The Korean Military Balance; Comparative Korean Forces And The Forces Of Key Neighboring States, CSIS
Cordesman, Anthony H. and Ashley Hess, 2013, The Evolving Military Balance in The Korean Peninsula and Northeast Asia vol.3, CSIS
Denmark, Abraham M. dan Zachary M. Hosford, 2010, Securing South Korea; A Strategic Alliance for the 21st Century, Center For A New American Security Enemark, Christian, 2007, Disease and Security; Natural Plagues and Biological
Weapons in East Asia, London and New York, Routledge
Felician, Stefano, 2011, North And South Korea: A Frozen Conflict on The Verge Of Unfreezing, Instituto Affari Internazionali (SIPRI Yearbook)
(12)
Frankel, J., 1980, Hubungan Internasional: Alih Bahasa, Jakarta: A N S. Sungguh Bersaudara Jakarta-Indonesia
Gill, Bates, dan Governing Board, 2010, Armaments, Disarmament, And International Security, Stockhholm international peace research institute (SIPRI Yearbook)
Gill, Bates, dan Governing Board, 2011, Armaments, Disarmament, And International Security, Stockhholm international peace research institute (SIPRI Yearbook)
Gill, Bates, dan Governing Board, 2013, Armaments, Disarmament, And International Security, Stockhholm international peace research institute (SIPRI Yearbook)
Guoliang, Gu, 2005, Missile Proliferation and Missile Defense in North-East Asia, Disarmament Forum
Hastedt, Glenn dan Kay M. Knickrehm, 1994, Toward The Twenty-First Century: A Reader in World Politics, New Jersey: Prentice Hall
Hastedt, Glenn P. dan Kay M. Knickrehm, 2003, International Politics in a Canging World, New York, Person Education, Inc
Jones, Walter S., 1993, Logika Hubungan Internasional: Kekuasaan, Ekonomi-Politik Internasional, dan Tatanan Dunia, Jakarta: PT Gramedia Utama Joo, Seung-Ho dan Tae-Hwan Kwak, 2007, North Korean Second Nuclear Crisis
And Northeast Asian Security, USA, Ashgate Publishing Limited
Kang, Richard Seok-ho, 2013, South Korea’s Strengthened Deterrence Against
Nuclear North, Honolulu-Hawai, CSIS
Kile, Shannon N. , 2009, Nuclear Arms Contron and Non-Proliferation (SIPRI Yearbook)
Kim, Jiyul dan Michael J. Finnegan, 2002, The Republic of Korea Approaches The Future, Washington, ANSI
Kuhn, Jesica, 2010, Global Security Issues in North Korea: Nultiratelaism in Northeast Asia, Task Force
Lamborn, Alan C. dan Joseph Lepgold, 2003, World Politics Into The Twenty-First Century, New Jesey: Prentice Hall
(13)
Lee, Cung Min, Coping With The North Korea Missile Threat: Implications For Northeast Asia and Korea-Pdf
Luthfi, R. Mokmahad, 2012, Implementasi Revolution In Military Affairs (RMA) Dalam Kebijakan Pertahanan Indonesia, Jakarta, UI
Madian, Mischa Guzel, 2012, Analisa Kerjasama Indonesia-Korea Selatan Dalam Pengembangan Pesawat Tempur KAI KF-X / IF-X, Jakarta: UI
Mardiasih, Riska, 2010, Respon Negara-negara Asia Timur Terhadap Pengembangan Nuklir Korea Utara, Malang: UMM
Martin, James, 2013, North Korea Missile Chronology, NTI
Mas’oed, Mohtar, 1990, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi, Jakarta: PT. Pustaka LP3ES bekerjasama dengan USAID
Moon, Cung-In dan Jin-Young Lee, 2008, The Revolution In Military Affairs and The Defense Industry In South Korea Vol. 4 No. 4
Niksch, Larry A., 2003, North Korea’s Nuclear Weapons Program, CRS Web North Korea’s Nuclear Program, 2012, New York, ASP-American Security
Project-Pdf
O’Hanlon, Michael dan Mike Mochizuki, 2003, Crisis On The Korean Peninsula: How To Deal With A Nuclear North Korea, USA, The Booking Institutions
Perry, William J., 2006, Proliferation On The Peninsula: Five North Korean Nuclear Crisies, AAPSS
Perry, William J., 2009, Proliferation On The Peninsula: Five North Korean Nuclear Crisies, Standford University
Perwita, Anak Agung Banyu dan Yayan Mochammad Yani, 2006, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Bandung: PT Remaja Rosda
Puimara, Leonardo Ernesto, 2008, Kebijakan Ekonomi Korea Selatan Dalam Penyelesaian Krisis Nuklir Semenanjung Korea, Jakarta: UI
Purwono, Andi dan Ahmad Saifuddin Zuhri, 2010, Peran Nuklir Korea Utara Sebagai Instrumen Diplomasi Politik Internasional Vol. 7 No. 2, SPEKTRUM; Jurnal Ilmu Politik Hubungan Internasional
(14)
Sang-Woo, Rhee, South Korea’s Military Reform In The Aftermath of The
Cheonan Incident
Seongwhun, Cheon, 2012, South Korea’s Responses to North Korea’s Missile
Lounch, Washington, CSIS
Seongwhun, Cheon, 2012, South Korea’s Response to North Korea’s Missile
Lounch, Washington, CSIS
Snyder, Scott, 2009, Lee Myung-Bak Foreign Policy, Center For US-Korea Policy
SouthKorea Nuclear Chronology, 2004, NTI-Pdf
Spiegel, Steven L. dan Fred L. Wehling, 1999, World Political in a New Era,
USA: Wadsworth
Steans, Jill dan Lloyd Pettiford, 2009, Hubungan Internasional: Perspektif dan Tema, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sung-Han, Kim, 2009, Northeast Asia Regionalism in Korea, New York,
CFR-Council on Foreign Relations
Sung-Han, Kim, 2009, Northeast Asia Regionalism in Korea, New York,
CFR-Council on Foreign Relations
Szalontai, Balazs dan Sergey Radchenko, 2006, North Korea’s Efforts to Acquire
Nuclear Technology and Nuclear Weapons: Evidence From Russian and Hungarian Archives, Washington, CWIHP
The Korean Peninsula, 2003, East Asia Strategic Review-pdf The Korean Peninsula (2003), East Asia Strategic Review
Tim Beal, 2005, North Korea; The Struggle Against American Power, London, Pluto Press
Tomoda, Seki, 2005, Resolving The North Korean Nuclear Problem, Japan, JIIA (Japan Institute of International Affairs)
Wicahyani, Alfina Farmaritia, 2010, Pengembangan Nuklir Korea Utara dan kondisi Keamanan Regional Asia Timur, Jakarta: UI
(15)
Artikel dan Internet:
Armitage, Richard, 1999, DPRK Briefing Book: A Comprehensive Approach to North Korea, Institute for National Strategic Studies-National Defense University (diakses dari
http://nautilus.org/publications/books/dprkbb/uspolicy/dprk-briefing-book-a-comprehensive-approach-to-north-korea/#axzz2z1dAYiCu pada tanggal 16
April 2014 pukul 15:48)
Campaigning for Change; Organizational Processes, Governmental Politics, and the Revolution in Military Affairs dalam
http://www.airpower.maxwell.af.mil/airchronicles/apj/apj98/fal98/conley.htm l (diakses pada tanggal 28 April 2014 pukul 15:37)
Desain Pesawat Tempur Siluman dalam
http://jakartagreater.com/desain-pesawat-tempur-siluman-kf-x/ 11 ( diakses pada tanggal 11 Maret 2014 pukul 09:53)
Design Of Long-Delayed KF-X dalam
http://www.koreatimes.co.kr/www/news/nation/2014/03/180_152615.html (diakses pada tanggal 17 Juli 2014 pukul 11:08)
Duta Besar Inggris: Korea Utara terlahir sebagai Negara “moster” dalam
http://news.liputan6.com/read/557954/eks-dubes-inggris-korea-utara-terlahir-sebagai-monster (diakses tanggal 26 Maret 2014 pukul 08.59)
Infografik: Duel Dua Korea dalam
http://sorot.news.viva.co.id/news/read/190859-infografik--duel-dua-korea (diakses pada tanggal 23 Mei 2014 pukul 09:38)
Kile, Shannon N. , 2008, Nuclear Arms Contron and Non-Proliferation, SIPRI Yearbook dalam
http://pdf.heat2.org/nuclear-disarmament-and-non-proliferation-download-w1416/ (diakses pada tanggal 14 Mei 2014 pukul
12:48)
Korea Selatan waspadai Senjata Biologi Korea Utara dalam http://www.tempo.co/read/news/2012/03/07/118388717/Korea-Selatan-Waspadai-Senjata-Biologi-Korea-Utara (diakses dari pada tanggal 01 April 2014 pukul 12.52)
(16)
http://www.tempo.co/read/news/2013/04/24/118475589/Korea-Utara-Ingin-Masuk-Klub-Negara-Nuklir (diakses pada tanggal 26 Maret 2014 pukul
08.40)
Korut Tetapkan Zona Tembak dalam
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2010/02/100219_koreanzone.shtml (diakses tanggal 01 April 2014 pukul 12.52)
Pengaruh Kepemilikan Nuklir Korea Utara Terhadap Hubungan Dengan Jepang
dalam
http://www.academia.edu/4964279/Pengaruh_Kepemilikan_Nuklir_Korea_U
tara_Terhadap_Hubungan_Dengan_Jepang (diakses pada tanggal 08 April
2014 pukul 13.12)
Pengembangan Pesawat Helikopter Tipe Korsel ‘Surion’ Berlangsung Sukses dalam
http://world.kbs.co.kr/indonesian/news/news_Po_detail.htm?No=28358 (diakses pada tanggal 17 Desember 2014 pukul 13:42)
Penyatuan Kembali Korea Semakin Sulit dalam
http://www.dw.de/penyatuan-kembali-korea-makin-sulit/a-16740511 (diakses pada 20 Maret 2014 pukul
12:42)
Perbandingan Kekuatan Militer Korea Selatan Versus Korea Utara dalam
http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=345&type=8#.U3MV5YGSw-U (diakses pada tanggal 14 Mei 2014 pukul 14:20)
Pertahanan Korea Selatan; Perang, Korea Utara kemungkinan Kalah dalam
http://teknologi.inilah.com/read/detail/1019762/perang-korea-utara-mungkin-kalah/#.U31gyoLTbMw (diakses pada tanggal 22 Mei pukul 08:56)
Pilpres ke-18 2012 dan presiden sebelumnya (history) Dalam
http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/election_2012/history.htm (diakses
pada 14-12-2012)
Presiden baru Roh Moo-hyun menerima utusan khusus dalam http://rki.kbs.co.kr/indonesian/news/news_Po_detail.htm?lang=i&id=Po&No
(17)
Presiden Korea Selatan ajak Korea Utara Sambut Era Baru; Presiden Korea Selatan, hari Senin (2/1) mendesak Korea Utara untuk menyambut era baru dan memanfaatkan pergantian kepemimpinan untuk mengubah hubungan kedua Negara dalam
http://www.dw.de/presiden-korea-selatan-ajak-korea-utara-sambut-era-baru/a-15640685 (diakses pada tanggal 17 Mei 2014 pukul
08:15)
Raska, Michael, 2012, Transforming South Korea’s defence, RSIS; Economics, Politics and Public Policy in East Asia and the Pacific dalam
http://www.eastasiaforum.org/2012/05/28/transforming-south-korea-s-defence-capabilities/ (diakses pada tanggal 16 Mei 2014 pukul 11:17)
Sejarah Negara Korea Utara dalam
http://hikmat.web.id/sejarah-dunia/sejarah-negara-korea-utara/ (diakses pada 04 April 2014 pukul 08:45)
South Korean Military Doctrine dalam
http://www.globalsecurity.org/military/world/rok/doctrine.htm (diakses pada tanggal 19 Juni 2014 pukul 09:51)
South Korea National Security dalam
http://www.mongabay.com/reference/new_profiles/398sk.html (diakses pada
21 Maret 2014 pukul 11.59)
South Korean Naval Modernizalation dalam
www.globalsecurity.org/military//world/rok/navy-modernization.htm (diakses
pada tanggal 14 Mei 2014 pukul 13:30
Stuxnet: Cyberwar Revolution in Military Affairs dalam
http://smallwarsjournal.com/jrnl/art/stuxnet-cyberwar-revolution-in-military-affairs (diakses pada 17-10-2013 pukul 09.33)
Wafatnya Mantan Presiden Kim Dae Jung dalam
http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/kimdaejung_2009/sub_life.htm (diakses pada 14-12-2012)
(18)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam hubungan internasional, keamanan terkait dengan sebuah negara
kurang lebih akan aman pada tingkatan ketika suatu negara bisa memastikan
keberlangsungan hidupnya dalam sistem internasional.1 Perubahan situasi
internasional terkadang memaksa suatu negara untuk melakukan modernisasi
kapabilitas pertahanan nasional dengan alasan untuk tujuan pertahanan.
Pada hakekatnya, politik nasional dan strategi nasional dapat menjadi alat
perjuangan sebagai usaha mencapai tujuan nasional. Meskipun demikian, politik
dan strategi nasional dalam pelaksanaannya akan sangat berpengaruh terhadap
faktor-faktor yang merupakan potensi-potensi atau kekuatan untuk merealisasikan
perjuangan yang terdiri dalam unsur-unsur; ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya, militer serta terpengaruh adanya masalah-masalah yang dapat
dikelompokkan sebagai hakekat-hakekat ancaman.2
Pada tahun 1990-an, runtuhnya Uni Soviet yang menandai berakhirnya
perang dingin telah memunculkan corak perkembangan hubungan internasional
yang khas. Berakhirnya perang dingin telah mengakhiri semangat sistem
internasional bipolar dan berubah menjadi multipolar atau secara khusus telah
mengalihkan persaingan yang bernuansa militer ke arah persaingan atau konflik
1
Jill Steans dan Lloyd Pettiford (2009), Hubungan Internasional: Perspektif dan Tema, Pustaka Pelajar, Yogyakarta: hal. 69
2
(19)
kepentingan ekonomi diantara negara-negara di dunia ini.3 Banyak pihak yang
mengharapkan keamanan internasional yang lebih aman pasca perang dingin,
karena hubungan internasional yang tadinya fokus pada politik dan keamanan
beralih pada isu-isu low politics, namun harapan itu ternyata sangat sulit untuk
diwujudkan. Perubahan tersebut justu menjadi masalah tersediri bagi
negara-negara dalam hubungan internasional.
Seperti yang diasumsikan oleh kaum realis dan juga disadari oleh kaum
neo-liberal, bahwa sangat dalam terdapat anarki yang mewarnai hubungan antar
negara dalam sistem internasional. Kondisi anarki ini mendorong munculnya
perubahan pada sifat dan strategi, maupun doktrin militer di suatu negara. Hal
tersebut disebabkan karena adanya ketakutan akan adanya ancaman. Upaya
negara dengan mengembangkan teknologi militer untuk mengamankan diri adalah
salah satunya. Kemungkinan ini mucul pula bila kita lihat sistem internasional di
kawasan regional Asia Timur, khusunya semenanjung Korea. Nuklir Korea Utara
memang harus diakui menjadi ancaman tersendiri, baik bagi negara-negara di
kawasan Asia Timur maupun di luar kawasan. Harus diakui pula, isu nuklir di
kawasan Asia Timur khusunya semenanjung Korea menambah kaum anarki yang
mewarnai hubungan antar negara di kawasan Asia Timur.
Ketidakstabilan sistem internasional di Asia Timur ditandai dengan mulai
merebaknya konflik etnis dan agama, proliferasi senjata pemusnah masal, serta
terorisme. Asia Timur yang merupakan salah satu kawasan dalam sistem
internasional juga terpengaruh karena ketidakstabilan sistem internasional yang
3
(20)
terjadi sejak berakhirnya perang dingin. Dengan kondisi sistem internasional yang
tidak stabil tersebut membuat negara-negara di kawasan Asia Timur mengarahkan
perhatian mereka pada perkembangan keadaan sekitar yang dianggap dapat
menjadi sumber ancaman, kemudian negara-negara tersebut mencari cara untuk
mengatasinya. Walaupun perang dingin telah berakhir, namun hingga saat ini
keadaan kawasan Asia Timur masih tidak menentu.4 Munculnya Amerika Serikat
sebagai pemenang dalam cold war dan sebagai satu-satunya negara super power
justru mengundang beberapa negara di dunia untuk meningkatkan keamanan.
Jepang, Cina, Taiwan, Korea Utara, dan Korea Selatan adalah
negara-negara yang tergabung dalam kawasan Asia Timur. Jepang dan Cina tentu
melakukan usaha dan beberapa kebijakan demi mempertahankan keamanan
nasional mereka. Namun, Korea Utara adalah negara yang paling berambisi dalam
meningkatkan keamanan dengan alasan pertahanan. Pasca Perang Dingin,
runtuhnya Uni Soviet sebagai sekutu yang paling dekat dengan Korea Utara
tidak serta merta menghentikan aksi pengembangan senjata nuklir di Korea Utara.
Kebijakan Korea Utara menyebabkan ketidakstabilan kondisi keamanan kawasan
Asia Timur, terutama semenanjung Korea.
Pada tahun 1965 sampai awal 1970-an, Yongbyon, Korea Utara diketahui
memasok reaktor jenis uranium dan bahan bakar dari Uni Soviet. Kemudian, pada
tahun 1993 Cina menjadi pemasok Korea Utara dengan memberikan ekstraksi
plutonium yang kapasitasnya tidak diketahui. Korea Utara diperkirakan memiliki
cadangan uranium 4 juta ton yang pabrik beroprasinya berada di Usong.
4
Barry Buzan dan Ole Waener (2003), Regions and Power The Structure of Inernational Security, Cambridge University Press, Cambridge: hal. 152 (dalam Alfina Farmaritia Wicahyani (2010), Pengembangan Nuklir Korea Utara dan kondisi Keamanan Regional Asia Timur, Jakarta:Hal. 1)
(21)
1987-an, Korea Utara kembali mendapat cadangan uranium murni dari negara
mereka sendiri.5 Tahun 1998, Korea Utara meluncurkan rudal dengan jangkauan
1.700-2.200 km sebagai uji coba. AS telah berusaha berkali-kali berusaha
menghentikannya dengan menggunakan bantuan nuklir ketika Korea Utara
melakukan invasi terhadap Korea Selatan, namun harus diakui bahwa pemecahan
konflik Korea Utara dan Korea Selatan bukanlah hal mudah. Sementara,
pembekuan bantuan oleh Jepang dan kebijakan mengenakan embargo oleh AS
terhadap Korea Utara,6 pun tidak juga membuat Korea Utara menghentikan aksi
mereka.
Kemudian, Korea Selatan adalah negara di kawasan Asia Timur yang
memiliki sejarah hubungan tidak baik dengan Korea Utara. Di setiap era,
kebijakan yang diambil oleh Korea Selatan berbeda-beda dalam menanggapi
pengembangan nuklir di Korea Utara. Pemerintahan Kim Dae Jung tahun 1997
adalah pemerintahan dimana Korea Selatan mengambil kebijakan secara resmi
mengadopsi Revolution in Military Affairs (RMA).7
Setelah selesai masa pemerintahannya, usaha Kim dilanjutkan oleh Roh
Moo-Hyun mulai tahun 2003, kemudian Lee Myung Bak sampai tahun 2013.
Pemikiran tentang RMA muncul pertamakali di Rusia pada tahun 1980-an untuk
menganalisa Strategi Perancis menggunakan bubuk mesiu dalam perang
5
Leonardo S. Spector dan Jacqueline R. Smith (1990), Nuclear Ambitions; The Spread Of Nuclear Weapons 1989-1990, Westview Press, USA: Hal. 139
6
Willam J. Perry (2006), Proliferation The Peninsula; Five North Korean Nuclear Crises: annals of The American Academy of Political Science, vol 607, Sage Publication; hal 80 (dalam Alfina Farmaritia Wicahyani (2010), Pdf: Pengembangan Senjata Nuklir Korea Utara dan Kondisi Keamanan Regional Asia Timur, UI, Jakarta: Hal. 20
7 Revolution in Military Affairs
(22)
Napoleon, namun pada era nuklir RMA mulai banyak dikenal pada tahun 1991 era
perang gurun, dilihat dari kemajuan teknologi informasi, komunikasi, dan smart
munitions di kalangan militer Amerika Serikat.8 RMA terbagi atas tiga macam,
yaitu perubahan secara revolusioner pada teknologi, doktrin (strategi dan
kekuatan), dan juga organisasi yang tujuannya ditujukan pada peperangan atau
pertahanan keamanan. Komponen dari RMA yang harus bekerja secara signifikan
adalah: meningkatkan informasi, intelejen, komando dan pengendalian, teknologi
canggih, serta konsep operasional modern.9
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah akan mempermudah penulis dalam mengkaji sebuah
fenomena agar penulisan bisa lebih fokus dan rinci. Oleh karena itu, penulis akan menarik rumusan masalah yaitu “bagaimana kebijakan keamanan Korea Selatan dalam perspektif Revolution in Military Affairs?”.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan konstelasi politik di kawasan
Asia Timur dan memberi gambaran bagaimana atau apa saja Revolution in
Military Affairs Korea Selatan yang merupakan strategi dalam pertahanan
negara.
8
Lt Col Kathleen M. Conley, 1998, Campaigning for Change; Organizational Processes, Governmental Politics, and the Revolution in Military Affairs, USAF (diakses dari http://www.airpower.maxwell.af.mil/airchronicles/apj/apj98/fal98/conley.html pada tanggal 28 april 2014 pukul 15:37
9
Jurnal pdf: Paulo Shakarian (2011), stuxnet: cyberwar Revolution in Military Affairs, dalam http://smallwarsjournal.com/jrnl/art/stuxnet-cyberwar-revolution-in-military-affairs (diakses 17-10-2013 pukul 09.33)
(23)
1.4. Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat praktis
Penulis berharap, penjelasan dalam proposal ini dapat memberikan
pemahaman baru tentang perubahan politik di kawasan Asia Timur pasca Perang
dingin serta memberi gambaran konstelasi politik di kawasan Asia Timur
menanggapi ambisi pengembangan nuklir Korea Utara. Selain itu, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang bagaimana kebijakan
keamanan Korea Selatan dalam perpektif RMA.
2. Manfaat akademis
Melalui penelitian ini, penulis berharap dapat memberikan pengetahuan
tentang kebijakan suatu negara dalam pertahanan keamanan yang pastinya sangat
erat hubungannya dalam international relations. Kemudian, setelah membaca
proposal ini, penulis berharap penelitian dalam kajian ini tidak hanya berhenti
sampai di sini saja, yang berarti diharapkan ada penelitian baru tentang suatu
fenomena yang berhubungan dengan tema dalam penelitian ini.
1.5. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu dalam penelitian ini menggunakan penelitian Mischa
Guzel Madian berjudul Analisa Kerjasama Indonesia-Korea Selatan Dalam
Pengembangan Pesawat Tempur KAI KF-X / IF-X, penelitian Alfina Farmaritia
(24)
Kompleksitas Keamanan Regional Asia Timur, jurnal penelitian oleh Anita
Ferawati dengan judul Kebijakan Kim Jong Il Terhadap Pengembangan Nuklir di
Korea Utara Tahun 1998-2008, dan tesis R. Mokmahad Luthfi yang berjudul
Implementasi Revolution In Military Affairs (RMA) Dalam Kebijakan Pertahanan Indonesia sebagai studi terdahulu.
Mischa Guzel Madian dalam penelitiannya membahas masalah kerjasama
Indonesia-Korea Selatan dalam mengembangkan pesawat tempur generasi 4.5
KAI KF-X / IF-X dengan menggunakan fenomena Revolution In Military Affairs
(RMA).
Penelitian Mischa adalah penelitian kualitatif dan merupakan tipe
penelitian deskriptif, dimana Mischa dalam penelitiannya mencoba
menggambarkan apakah kerjasama tersebut berdampak terhadap doktrin, postur,
maupun gelar operasi TNI Indonesia. Untuk menjelaskan rumusan masalah dalam
penelitiannya, Mischa menggunakan konsep Stratification and Tiers dalam
industri pertahanan global, dan konsep Revolution In Military Affairs (RMA).
Dalam penelitiannya, Mischa menggambarkan konsep Revolution In
Military Affairs (RMA) sebagai perubahan besar di dalam strategi peperangan
yang diakibatkan oleh aplikasi inovatif serta teknologi, yangmana jika perubahan
tersebut juga dibarengi dengan berubah pula doktrin militer serta konsep
(25)
menyebabkan perubahan pada karakter dan cara kerja dari sebuah operasi
militer.10
Hasil dari penelitian Misha yaitu, setelah diteliti ternyata kerjasama
Indonesia-Korea Selatan tersebut di atas tidak menyebabkan perubahan besar
terhadap postur dan doktrin TNI Indonesia. Dalam hasil penelitian tersebut
dijelaskan bahwasannya yang terjadi pada keamanan Indonesia adalah Evolutin In
Military Affairs, bukan Revolution In Military Affairs (RMA).11
Penelitian ini dan penelitian Mischa memiliki kesamaan, yaitu
menggunakan konsep yang sama (konsep Revolution In Military Affairs).
Sementara, perbedaan penelitian ini dan penelitian Mischa terletak pada fokus dan
hasil dari penelitian. Mischa dalam penelitiannya mencoba menjelaskan apakah
kerjasama antara Indonesia-dan Korea Selatan berpengaruh terhadap postur dan
doktrin TNI Indonesia, ternyata hasilnya tidak berpengaruh. Pengertian RMA
yang digunakan Mischa dalam penelitiannya adalah, bisa dikatakan RMA jika
terjadi perubahan besar terhadap strategi peperangan, namun hal tersebut tidak
terjadi pada doktrin militer Indonesia. Sementara dalam penelitian ini penulis
menggambarkan bagaimana atau apasaja RMA di Korea Selatan setelah negara
tersebut secara resmi mengadopsi RMA pada tahun 1998.
Sementara itu, Alfina Farmaritia Wicahyani dalam penelitiannya
menjelaskan dampak pengembangan nuklir Korea Utara terhadap kompleksitas
keamanan regional Asia Timur. Alfina Farmaritia Wicahyani dalam penelitiannya
memaparkan bahwa Korea Utara memulai program nuklir mereka pada tahun
10
Mischa Guzel Madian, (2012), Analisa Kerjasama Indonesia-Korea Selatan Dalam Pengembangan Pesawat Tempur KAI KF-X / IF-X, UI, Jakarta: Hal. 18
(26)
1956 ketika mereka menandatangani sebuah perjanjian dengan Uni Soviet dalam
kerjasama penggunaan damai energi nuklir. Dalam program ini, Sebagian besar
generasi pertama ilmuan nuklir Korea Utara mendapatkan pelatihan. namun Korea
Utara berpikir bahwa teknologi yang mereka miliki tidak cukup maju untuk
memproduksi nuklir sendiri, sehingga Korut mendekati beberapa negara, salah
satunya Cina.
Pengembangan nuklir di Korea Utara menimbulkan respon dari
negara-negara di kawasan Asia Timur seperti Jepang, Korea Selatan, dan Cina. Setelah
Perang Dunia II, Jepang mengalami masa-masa damai. Jepang tidak merasa
terancam oleh konfrontasi militer Korea Utara terhadap Korea Selatan. Namun
seiring berjalannya waktu, karena konflik regional di semenanjung Korea mulai
bermunculan dan semakin meningkat setelah berakhirnya perang dingin, persepsi
ancaman Jepang mulai berubah. Guna mengantisipasi perkembangan situasi
keamanan pasca perang dingin, tanggal 28 november 1995 Jepang mengumumkan
NDPO (National Defense Program Outline).
Selanjutnya, Cina juga melakukan modernisasi pertahanan nasionalnya.
Hal ini dikarenakan Cina membutuhkan lingkungan yang stabil untuk bisa fokus
dalam pembangunan ekonomi negara. Cina mengkhawatirkan program nuklir Korea Utara akan menimbulkan “pembenaran” bagi Jepang untuk mengembangkan kapabilitas nuklir dan misilnya. Cina telah berasosiasi dengan
komunitas internasional untuk menghadang proliferasi misil ataupun nuklir di
Asia Timur. Ternyata, membujuk Korea Utara agar mengehentika program
(27)
Dalam penelitian Alfina Farmaritia Wicahyani, merespon ancaman nuklir
Korea Utara, Korea Selatan melakukan dua Sikap. Pertama, Korea Selatan
meminjam jaminan payung nuklir dari AS dengan mempererat Kerjasama aliansi
AS dan Korea Selatan. Kedua, meningkatkan kapabilitas pertahanan
konvensional. Namun setiap tahun, Ketika Korea Selatan merasa bahwa program
nuklir Korea Utara mengalami kemajuan, maka Korea Selatan perlahan-lahan
Mulai memperhitungkan untuk mengembangkan program misil dan nuklir.12
Dalam penelitiannya, Wicahyani menjelaskan kondisi keamanan Asia
Timur dan respon dari negara-negara Asia Timur menanggapi pengembangan
nuklir Korea Selatan. Beberapa hal yang membedakan dengan penelitian ini
adalah, dalam penelitian ini peneliti hanya fokus pada respon Korea Selatan.
Dalam penelitiannya Wicahyani sedikit memaparkan tentang RMA yang
merupakan respon Korea Selatan pada masa pemerintahan Kim Dae Jung, dalam
penelitian ini penulis akan menggambarkan lebih lanjut apa yang telah sedikit
dipaparkan oleh Wicahyani dalam penelitiannya.
Kemudian, Anita Ferawati dalam penelitiannya mencoba menjelaskan
bagaimana kebijakan Kim Jong Il terhadap pengembangan senjata nuklir di Korea
Utara pada tahun 1998-2008. Anita Ferawati menggunakan Hubungan
internasional, konsep kebijakan (kebijakan dalam negeri, kebijakan luar negeri),
kekuasaan, dan pengembangan nuklir.dalam kajian teori.
Pada tahun 2002, Kim Jong Il mengaku mereka memiliki senjata nuklir
yang diproduksi sejak 1994. Pemerintah berpendapat produksi rahasia itu
(28)
diperlukan untuk tujuan keamanan seperti Amerika Serikat yang memiliki senjata
nuklir di Korea Selatan. Pengakuan tersebut memunculkan ketegangan baru
dengan Amerika Serikat.13
Krisis nuklir Korea Utara dimulai pertama kali saat Korea Utara menarik
diri dari keanggotaan NPT (Perjanjian Non-proliferasi Nuklir) pada tahun 1993.
Korea Utara menandatangani pernyataan sepakat untuk menaati perjanjian NPT
dan IAEA (Badan Tenaga Atom Internasional) pada tahun 1992.
Sebagai syarat dalam perjanjian itu, IAEA melakukan 6 kali inspeksi di
Korea Utara dan ditemukan bukti beberapa kilogram plutonium yang bisa
membuat senjata nuklir telah diekstrak, ada selisih sebanyak 90 gram dari yang
dilaporkan oleh Korea Utara. Berdasarkan hasil itu, IAEA segera meminta
pelaksanaan inspeksi khusus, namun Korea Utara menolak permintaan itu dan
menarik diri dari NPT sebagai aksi protes.
Amerika Serikat menghendaki Korea Utara menghentikan program
pengembangan senjata nuklir mereka, kemudian AS akan menukarnya dengan
bantuan ekonomi, tetapi pemerintah Korea Utara mengumumkan bahwa Korea
Utara telah keluar dari keanggotaan Nuclear Non-proliferation Treaty (NPT).
Korea Utara menyatakan keluar dari NPT karena mereka mendapat tekanan dari
Amerika Serikat untuk menghentikan program pengembangan nuklir.
Pemerintah Amerika Serikat memilih kebijakan intervensi dalam urusan
internasional dan menunjukkan sikap tegas terhadap Korea Utara. Pemerintah
Amerika Serikat dibawah pemerintahan Presiden Bill Clinton meminta Korea
13
Kompas, 22 maret 2002 (dalam Anita Ferawati, Kebijakan Kim Jong Il Terhadap Pengembangan Nuklir di Korea Utara Tahun 1998-200, Universitas Sebelas Maret, hal: 3): Jurnal-pdf
(29)
Utara menerima pengawasan senjata nuklir dan masuk kembali kedalam NPT.
Korea Utara diminta untuk menerima tim pemeriksa international Atom Energy
Assosiation (IAEA). Di lain pihak, Amerika Serikat bersama Korea Selatan
mengadakan latihan perang untuk menggertak Korea Utara. Namun Korea Utara
menolak usaha Amerika dan IAEA melakukan instalasi nuklir Korea Utara di
Yongbyon, kemudian Pyongyang diberi waktu untuk memenuhi tuntutan IAEA.
Jika tetap menolak inspeksi IAEA, maka dewan PBB akan mengenakan embargo
ekonomi. himbauan Amerika Serikat tersebut tidak dipedulikan oleh Korea Utara,
bahkan Korea Utara terus meningkatkan uji coba mesin baru untuk peluru kendali
(rudal) jarak jauh.14
Perbedaan antara penelitian Anita dan penelitian ini terletak pada
penelitiannya yang lebih fokus pada Korea Utara sendiri dan bagaimana Korea
Utara memikirkan cara kembali bangkit ketika mereka mengalami keadaan yang
buruk dalam haal ekonomi. Sementara, dalam penelitiannya Anita
menggambarkan bagaimana respon Amerika Serikat menanggapi
kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Korea Utara.
Kemudian, R. Mokmahad Luthfi dalam penelitiannya yang berjudul
Implementasi Revolution In Military Affairs (RMA) Dalam Kebijakan Pertahanan Indonesia tahun 2010-1014, membahasan masalah pembangunan postur
pertahanan Indonesia berbasis Minimum Essential Force (MEF/Kekuatan
Kelompok Minimum) tahun 2010-2014). Luthfi dalam penelitiannya ingin
14
(30)
melihat sejauh mana Indonesia mengadopsi wacana RMA dengan melihat
teknologi, doktrin, dan organisasi militer Indonesia.15
Penelitian tersebut merupakan tipe penelitian eksplanatif dimana penulis
menjelaskan bagaimana implementasi RMA dalam pertahanan Indonesia. Jenis
penelitian adalah penetitian kualitatif, namun penelitian tersebut juga didukung
oleh data kuantitatif sebagai bahan analisis.16
Kemudian, penelitian Luthfi menggunakan konsep Revolution In Military
Affairs yang didefinisikan oleh Bitzinger. RMA merupakan paradigm dalam
karakter serta bagaimana perang dijalankan. Ciri-ciri RMA yaitu penggunaan
teknologi baru ke dalam sistem militer, kemudian digabungkan dengan
operasional yang inovatif.
Hasil dari penelitian Luthfi yaitu, Indonesia tidak secara resmi mengadopsi
RMA. Namun, dalam penelitiannya Luthfi juga menjelaskan bahwa wacana RMA
adalah salah satu pengaruh bagi perubahan dan telah menjadi inspirasi bagi
akuisisi teknologi peralatan dan sistem senjata, doktrin, dan organisasi militer
Indonesia. Terdapat syarat bahwa kebijakan pertahanan Indonesia memang telah
menuju pada wacana RMA.17
Bedanya dengan penelitian ini, penelitian Luthfi mejelaskan bagaimana
kebijakan pertahanan Indonesia yang cenderung mengacu pada wacana RMA,
namun Indonesia belum secara resmi mengadopsi konsep RMA. Sementara,
dalam penelitian ini penulis menjelaskan bagaimana kebijakan Korea selatan dari
15
R. Mokmahad Luthfi, (2012), Implementasi Revolution In Military Affairs (RMA) Dalam Kebijakan Pertahanan Indonesia, UI, Jakarta: Hal. vi
16Ibid
., Hal. 6 dan 24 17Ibid
(31)
tahun 1998-2013 dalam perspektif RMA setelah negara tersebut secara resmi
mengadopsi RMA pada tahun 1998. Penelitian terdahulu dalam penelitian ini
akan dipetakan sebagai berikut:
TABEL PENELITIAN TERDAHULU 1.5.1 No
JUDUL DAN NAMA PENELITI JENIS PENELITIAN DAN ALAT ANALISA HASIL
1 Thesis: Analisa Kerjasama Indonesia-Korea Selatan Dalam Pengembangan Pesawat Tempur KAI KF-X / IF-KF-X
Oleh: Mischa Guzel Madian Kualitatif Deskriptif Pendekatan teori: Stratification and Tiers dalam industri pertahanan global, dan konsep Revolution In Military Affairs (RMA)
Mischa menggambarkan konsep RMA sebagai perubahan besar dalam peperangan yang diakibatkan oleh aplikasi inovatif dan teknologi yang jika dibarengi dengan perubahan doktrin militer serta konsep operasional dari angkatan bersenjata, juga akan secara fundamental menyebabkan perubahan pada karakter dan cara kerja dari sebuah operasi militer.
Hasil dari penelitian Misha yaitu bahwasannya kerjasama tersebut tidak menyebabkan perubahan terhadap postur dan doktrin TNI Indonesia, yang terjadi pada keamanan Indonesia adalah
Evolutin In Military Affairs, bukan Revolution In Military Affairs (RMA).
2 Tesis: Dampak
Pengembangan Nuklir Korea Utara Terhadap Kompleksitas Keamanan Regional Asia Timur
Oleh: Alfina Farmaritia Wicahyani
Eksplanatif Reduksionis Pendekatan teori: konsep dinamika persenjataan, teori kompleks keamanan regional.
Sejak tahun 1950, Korea Utara telah menjadi ancaman serius bagi keamanan kawasan Asia Timur. Korea Utara dapat menjadi pengacau besar di Asia Timur karena pengembangan senjata nuklir. Doktrin juga ditimbulkan oleh Pergantian pemimpin, kebijakan dan strategi
(32)
military-centric semakin menjadi fokus Korea Utara.
Menyusutnya kepercayaan jaminan keamanan AS bisa menyebabkan Jepang dan Korea Selatan untuk tidak memiliki pilihan lain kecuali meningkatkan pertahanan rudal dan kapabilitas nuklir sendiri, Selama itu, rasa saling curiga dan sikap permusuhanlah yang mendominasi regional Asia Timur.
3 Jurnal: Kebijakan Kim Jong Il Terhadap Pengembangan Nuklir di Korea Utara Tahun 1998-2008
Oleh: Anita Ferawati
Metode historis Pendekatan teori: Hubungan internasional, kebijakan (kebijakan dalam negeri, kebijakan luar negeri),
kekuasaan, pengembangan nuklir
Pihak IAEA menemukan bukti, terdapat selisih 90 gram dari laporan Korea Utara pada awalnya. Korea Utara menolak ketika IAEA meminta pelaksanaan inspeksi khusus, lalu Korea Utara keluar dari keanggotaan NPT sebagai aksi protes.
Kemudian, Korea Utara mengalami keadaan yang buruk, sehingga membuat Kim Jong Il menggabung kebijakan ekonomi dengan kebijakan militer untuk memperkuat negara dan rezim Kim. Selama 2006 dan 2009 Korea Utara memiliki sekitar 5.287 senjata aktif rudal nuklir dan balistik yang telah dilaporkan pada dewan PBB. Dalam hal ini, Amerika Serikat meminta Korea Utara menerima tim IAEA dan masuk kembali ke dalam NPT. Namun Korea Utara terus meningkatkan uji coba mesin baru untuk peluru kendali (rudal) jarak jauh.
4 Tesis: Implementasi Revolution In Military Affairs (RMA) Dalam Kebijakan Pertahanan Indonesia 2010-2014
Oleh: R. Mokmahad
Kualitatif Eksplanatif Teori: Konsep
Revolution in Military
Affairs
Indonesia tidak secara resmi mengadopsi RMA. Namun, dalam penelitiannya Luthfi juga menjelaskan bahwa wacana RMA adalah salah satu pengaruh bagi perubahan dan telah
(33)
Luthfi menjadi inspirasi bagi akuisisi teknologi peralatan dan sistem senjata, doktrin, dan organisasi militer Indonesia. Terdapat syarat bahwa kebijakan pertahanan Indonesia memang telah menuju pada wacana RMA. 5 Kebijakan keamanan
Korea Selatan Dalam Perspektif Revolution in Military Affairs 1997-2013
Oleh: Lestari
Deskriptif Pendekatan Teori: Konsep
Revolution in Military
Affairs dan konsep
Defense
Korea selatan mengadopsi RMA secara resmi pada tahun 1998, kemudian terjadi perubahan pada doktrin militer Korea Selatan, lalu negara tersebut mulai membangun perlengkapan militer canggih dan strategi militer yang lebih cerdas dengan menghubungkan komando, kontrol, komunikasi, computer, intelijensi, dan pengintaian, untuk mempersempit kerugian dan kerusakan sesedikit mungkin dalam strategi perang.
1.6. Landasan Konsep
Secara tradisional, konsep keamanan selama ini memang hanya merujuk
pada sifat ancaman yang bersifat militer dan fokus pada aspek negara. Dalam
konteks ini, hirauan utama dalam pembahasan keamanan baik tradisional maupun
non-tradisional juga mengacu pada ancaman terhadap keamanan.18 Dalam
penelitian ini, penulis akan menggunakan dua konsep, yaitu konsep Revolution in
Military Affairs yang dijelaskan oleh Marshal Nikolai Orgakov, dan konsep
defense (menggunakan pemikiran Robert Jervis).
1.6.1. Konsep Revolution In Military Affairs
18
(34)
Meskipun konsep RMA masih menimbulkan perdebatan, namun tujuan
RMA telah nyata menuju suatu bentuk teknologi tinggi dan modernisasi.
Beberapa pakar menyebutkan bahwa RMA diawali dari terbentuknya infrastruktur
tentara modern pada era Napoleon bersama pasukannya (Levee en masse).19
Berikut, penulis akan memaparkan beberapa definisi tentang RMA menurut
beberapa pakar.
Neil MacFarlance menjelaskan dalam Security, Strategy and Global
Economics OF Defence Production, bahwa pemahaman tentang RMA dan
hubungannya dengan perang modern adalah hal penting pada analisa dan
pembuatan kebijakan dengan memandang restrukturisasi kekuatan bersenjata dan
defence industry. Menurutnya, RMA mencakup high technology dan aplikasi
besar untuk kekuatan dan strategi masa depan, namun RMA tidak begitu cocok
digunakan untuk beberapa jenis ancaman masa kini, mencakup terorisme, drugs,
international crime, dan pengembangan senjata pemusnah masal.20
Neil juga berpendapat bahwa standar penjelasan RMA untuk menganalisa
perang gurun tidaklah benar. Dia berpendapat bahwa kesalahan Iraq dan
kelemahan militernya (kurangnya pelatihan, moral, dan rendahnya pemikiran)
menunjukan bahwa kekuatan mereka merujuk kepada korban yang lebih besar.21
19
Gary Chapman, 2003, An Introduction To The Revolution In Military Affairs, University of Texas Austin, USA: Hal.
20
Michael J. Thompson, Military Revolution and Revolution in Military Affairs: Accurate Descriptions of Change or Intellectual Constructs, Hal. 86
21
(35)
Kemudian, Andrew W. Marshall dalam Some Thouhgts on Military
Revolution menjelaskan bahwa tantangan dalam RMA tidak hanya mengacu pada
teknologi, namun juga intelektual.22
Memahami masih banyaknya perdebatan mengenai definisi tentang RMA,
dalam penelitian ini penulis akan menggunakan definisi RMA yang dikemukakan
oleh Marshal Nikolai Orgakov.
Sepanjang tahun 1990-an, ide tentang RMA berlanjut menjadi topik
populer yang didiskusikan. Seperti kesadaran untuk lebih mengembangkan
kemampaun internet dan revolusi informasi, strategi dan kebijakan. Marshal
Nikolai Orgakov, Kepala Staf Angkatan Perang Rusia pada tahun 1980
mendefinisikan konsep RMA dengan nama MTR (Military Technical Revolution)
untuk menganalisa strategi Perancis dalam perang Napoleon.23 Pada era nuklir,
konsep RMA (Revolution in Military Affairs) mulai banyak dikenal pada tahun
1991 era Perang Gurun (Desert Storm) dengan berita-berita tentang sistem senjata
pintar (smart munitions).24 Dimana dalam hal ini Korea Selatan berusaha
membangun Smart munitions dengan menggabungkan C4ISR (Command,
Control, Communication, Computers, Intelligence, Surveillance, And Reconnaissance) untuk menciptakan senjata canggih yang dapat meminimalisir
kerusakan sesedikit mungkin demi pertahanan negara.
22
Dima Adamsky, (2010), The Culture of Military Innovation; The Impact of Culrutal Factors and The Revolution in Military Affairs in Rusia, US, and Israel, Stanford Security Studies, California: Hal. 2 dan
23
Michael J. Thompson, Op. Cit., Hal. 85 24
Lt Col Kathleen M. Conley, 1998, Organizational Processes, Governmental, Politics, and the Revolution in Military Affairs, Air Power Journal (diakses dari http://www.airpower.maxwell.af.mil/airchronicles/apj/apj98/fal98/conley.html pada tanggal 28
(36)
Menurut Marshal, konsep RMA terbagi atas tiga macam yaitu perubahan
secara revolusioner pada teknologi, doktrin (strategi dan kekuatan) yang ditujukan
pada peperangan atau pertahanan keamanan. Komponen dari RMA yang harus
bekerja secara signifikan adalah: meningkatkan informasi, intelejen, komando dan
pengendalian, teknologi canggih, serta konsep operasional modern.25
Konsep RMA dalam penelitian ini akan digunakan untuk menggambarkan
bagaimana Revolution in Military Affairs di Korea Selatan, yangmana bila diteliti,
kebijakan keamanan yang diambil oleh Korea Selatan dalam menangani isu
keamanan dan dilihat dari peralatan perang canggih yang mereka miliki, Korea
Selatan telah menerapkan wacana RMA sejak mengadopsi konsep tersebut pada
tahun 1998 pada masa pemerintahan Kim Dae-Jung.
Secara singkat, RMA di korea selatan sangat dipengaruhi oleh difusi dan
praktek konsep RMA Amerika Serikat. Meningkatnya kepercayaan diri atau
mental militer, berkembangnya ilmu pengetahuan dan kecanggihan teknologi
yang dimiliki Korea Selatan adalah modal yang akan memfasilitasi dalam
mengejar RMA.26
1.6.2. Konsep defense
Hubungan antar negara diatur oleh sifat dari negara-negara itu sendiri
maupun oleh masyarakat internasional. Tingkahlaku antar-negara memperlihatkan
setiap tahap konflik, dari referensi konstan terhadap politik kekuasaan dan
25
Jurnal: Paulo Shakarian (2011), Loc. Cit,-pdf 26
Cung-In Moon dan Jin-Young Lee (2008), The Revolution In Military Affairs and The Defense Industry In South Korea Vol.4 No.4, hal. 123
(37)
ancaman untuk diserang, sampai peperangan yang sebenarnya, yang dalam abad
ini telah menjadi semakin berbahaya.27
Defense merupakan sebuah strategi yang digunakan untuk menjadi alat
pendukung keamanan. Konsep ini akan digunakan untuk menjelaskan bahwa
pengambilan kebijakan oleh Korea Selatan adalah demi pertahanan keamanan.
Dimana Korea Selatan lebih berupaya mencari cara bagaimana mengurangi
kerugian atau kerusakan dari adanya ancaman dan serangan. Strategi defense tidak
jauh berbeda dengan konsep deterrence. Terdapat persamaan antara kedua konsep
tersebut, yaitu digunakan untuk mempertahankan keamanan nasional dari pihak
lain atau pihak yang dikawatirkan akan menjadi penyerang.
Defense merupakan pertahanan suatu negara dalam mengurangi
kemampuan lawan atau negara penyerang untuk menyerang negara defender.
Defense juga merupakan strategi alternatif bagi suatu negara ketika strategi
deterrence dianggap gagal mempertahankan keamanan nasional, melalui
kemampuan mengurangi kerugian bagi negara yang bertahan (defender), baik
keterancaman kerugian batas teritorial, sumber daya alam dan kekayaan lainnya,
yang akan timbul dari tindakan negara penyerang (aggressor).28
Strategi deterrence memiliki tujuan menyiapkan keamanan dari yang
dimiliki oleh negara, sedangkan defense berupaya mengalihkan tujuan negara
penyerang jika benar-benar melakukan tindakan kerusuhan yang merugikan
negara (defender). Deterrence sebagai dasar pengaruh proses tantangan,
27
J. Frankel (1980), Hubungan Internasional: Alih Bahasa, A N S. Sungguh Bersaudara Jakarta-Indonesia, Jakarta: Hal. 99
28
(38)
sementara defense berupaya menolak tantangan tersebut. Perbedaan dua strategi
tersebut terdapat pada strategi perlindungan pada persoalan pertama yang
ditemukan, yaitu dalam melihat penyerang dengan kalkulasi agar defense dapat
berjalan dengan efektif.29
Menurut Robert Jervis, Konsep defense dianggap memiliki keuntungan.
Jika pertahanan yang efektif dapat dibangun dengan cepat, penyerang mungkin
dapat menjaga wilayah yang telah diambil dari kemenangan sebelumnya. Ketika
defense berhasil, negara penyerang akan memiliki “ketakutan” untuk melakukan serangan, karena serangan akan sia-sia dan berarti melakukan pemborosan (hanya
mengurangi kekuatan militer yang dimiliki), sehingga situasi keamanan akan
stabil.30
Kesalahan jika mengungkapkan bahwa selalu menguntungkan jika lebih
dulu melakukan penyerangan. Ketika defense mendominasi, perang cenderung
mengalami kemandekan, atau negara penyerang bisa menyerang, namun dengan
kerugian yang sangat besar. negara yang relatif kecil dan lemah dapat mencegah
negara yang lebih besar dan kuat (dapat mencegah serangan karena serangan akan
sia-sia dan negara penyerang akan mengalami kerugian sendiri dengan level yang
tidak diperkirakan).31
Konsep defense dalam penelitian ini akan digunakan untuk menjelaskan
bahwa kebijakan keamanan yang diambil oleh Korea Selatan, strategi keamanan
yang dibangun dan sistem persenjataan dengan wacana RMA yang dimiliki Korea
29
Ibid., 30
Robert J. Art dan Robert Jervis (2007), International Politics; Enduring Concepts and Contemporary Issues, Pearson Longman-Pearson Education Inc, New York: Hal. 177-185
31Ibid. ,
(39)
Selatan tidak ditujukan untuk offense, melainkan hanya sebagai pertahanan
keamanan ketika terjadi serangan dari negara aggressor.
1.7. Metodologi Penelitian 1.7.1. Tipe Penelitan
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif analitis, dimana
penulis akan menggambarkan bagaimana keamanan Korea Selatan dalam
perspektif Revolution in Military Affairs (apa saja Revolution in Military Affairs
Korea Selatan).
1.7.2. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan sebagai referensi dalam penelitian ini dikumpulkan
dari berbagai sumber buku, jurnal, skripsi, E-book, dan dilengkapi dengan data
dari internet. Selanjutnya, data tersebut diolah dan digunakan untuk membantu
mempermudah penelitian ini.
1.7.3. Teknik Analisis Data
Berkaitan dengan teknik analisis data, dalam penelitian ini penulis
menggunakan data kualitatif dimana data yang diambil untuk penelitian ini bukan
merupakan data yang sifatnya menghitung, serta jawaban dalam menjelaskan
rumusan masalahpun bukan merupakan sebuah pembahasan yang bisa
disimbolkan dengan menggunakan angka. Data-data kualitatif yang diperoleh
tersebut kemudian diolah dan akan digunakan sebagai bahan untuk menjawab dan
(40)
1.8. Ruang Lingkup Penelitian 1.8.1. Batasan Penelitian
Dalam merespon ketidakstabilan kondisi keamanan di Asia Timur,
terutama pengembangan nuklir Korea Utara, Korea Selatan mengambil beberapa
kebijakan demi manjaga keamanan negara agar tetap stabil. Penelitian ini akan
mengambarkan seperti apa revolusi militer di Korea Selatan menanggapi
ketidakstabilan kondisi keamanan negara-negara di kawasan Asia Timur, terutama
pengembangan nuklir Korea Utara. Penulis akan memberi gambaran bagaimana
perkembangan senjata-senjata Korea Selatan dalam perspektif RMA.
1.8.2. Batasan Waktu
Penelitian ini difokuskan pada respon Korea Selatan pada tahun 1998
hingga tahun 2013. Penelitian ini dimulai dari masa pemerintahan Kim Dae Jung
presiden ke-18 Korea Selatan yang secara resmi mengadopsi Revolutionj in
Military Affairs, kemudian Roh Moon-Hyung, hingga kepemimpinan Lee Myung
Bak. Penelitian ini akan menggambarkan bagaimana revolusi militer di Korea
Selatan dari tahun 1998 hingga tahun 2013.
1.9. Sistematika Penulisan
Bab I dalam penelitian ini adalah pendahuluan yang di dalamnya berisi
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
penelitian terdahulu, landasan teori, metodologi penelitian, ruang lingkup
(41)
Bab II dalam penelitian ini memberikan penjelasan tentang Konstelasi
Politik Regional Asia Timur Dan Sejarah Pengambilan Kebijakan Keamanan
Korea Selatan.
2.1.Konstelasi Politik Keamanan Regional Asia Timur, Khusunya Semenanjung
Korea
2.2.Sejarah Panjang Pengambilan Kebijakan Keamanan Korea Selatan
Selanjutnya, Bab III adalah bagian dimana penulis akan menjawab
rumusan masalah. Bab ini berisi tentang bagaimana Kebijakan Keamanan dan
Perkembangan Militer Korea Selatan Dalam Perspektif RMA.
3.1. Teknologi Militer Korea Selatan
3.2. Doktrin Militer Korea Selatan
3.2.1. Strategi Keamanan dan Kekuatan Militer Korea Selatan dari tahun
1997-2013 masa pemerintahan Kim Dae-Jung, Roh Moo-Hyun hingga Lee Myung-Bak
3.2.1.1. Pemerintahan Kim Dae-Jung (1997-2003)
3.2.1.2. Era Kepemimpinan Roh Moo-Hyun (2003-2008)
3.2.1.3. Masa Pemerintahan Lee Myung-Bak (2008-2013)
3.3. Revolutin In Military Affairs Korea Selatan
Terakhir, Bab IV merupakan Bab penutup yang berisi kesimpulan dari
(1)
Menurut Marshal, konsep RMA terbagi atas tiga macam yaitu perubahan secara revolusioner pada teknologi, doktrin (strategi dan kekuatan) yang ditujukan pada peperangan atau pertahanan keamanan. Komponen dari RMA yang harus bekerja secara signifikan adalah: meningkatkan informasi, intelejen, komando dan pengendalian, teknologi canggih, serta konsep operasional modern.25
Konsep RMA dalam penelitian ini akan digunakan untuk menggambarkan bagaimana Revolution in Military Affairs di Korea Selatan, yangmana bila diteliti, kebijakan keamanan yang diambil oleh Korea Selatan dalam menangani isu keamanan dan dilihat dari peralatan perang canggih yang mereka miliki, Korea Selatan telah menerapkan wacana RMA sejak mengadopsi konsep tersebut pada tahun 1998 pada masa pemerintahan Kim Dae-Jung.
Secara singkat, RMA di korea selatan sangat dipengaruhi oleh difusi dan praktek konsep RMA Amerika Serikat. Meningkatnya kepercayaan diri atau mental militer, berkembangnya ilmu pengetahuan dan kecanggihan teknologi yang dimiliki Korea Selatan adalah modal yang akan memfasilitasi dalam mengejar RMA.26
1.6.2. Konsep defense
Hubungan antar negara diatur oleh sifat dari negara-negara itu sendiri maupun oleh masyarakat internasional. Tingkahlaku antar-negara memperlihatkan setiap tahap konflik, dari referensi konstan terhadap politik kekuasaan dan
25
Jurnal: Paulo Shakarian (2011), Loc. Cit,-pdf
26
Cung-In Moon dan Jin-Young Lee (2008), The Revolution In Military Affairs and The Defense Industry In South Korea Vol.4 No.4, hal. 123
(2)
ancaman untuk diserang, sampai peperangan yang sebenarnya, yang dalam abad ini telah menjadi semakin berbahaya.27
Defense merupakan sebuah strategi yang digunakan untuk menjadi alat pendukung keamanan. Konsep ini akan digunakan untuk menjelaskan bahwa pengambilan kebijakan oleh Korea Selatan adalah demi pertahanan keamanan. Dimana Korea Selatan lebih berupaya mencari cara bagaimana mengurangi kerugian atau kerusakan dari adanya ancaman dan serangan. Strategi defense tidak jauh berbeda dengan konsep deterrence. Terdapat persamaan antara kedua konsep tersebut, yaitu digunakan untuk mempertahankan keamanan nasional dari pihak lain atau pihak yang dikawatirkan akan menjadi penyerang.
Defense merupakan pertahanan suatu negara dalam mengurangi kemampuan lawan atau negara penyerang untuk menyerang negara defender. Defense juga merupakan strategi alternatif bagi suatu negara ketika strategi deterrence dianggap gagal mempertahankan keamanan nasional, melalui kemampuan mengurangi kerugian bagi negara yang bertahan (defender), baik keterancaman kerugian batas teritorial, sumber daya alam dan kekayaan lainnya, yang akan timbul dari tindakan negara penyerang (aggressor).28
Strategi deterrence memiliki tujuan menyiapkan keamanan dari yang dimiliki oleh negara, sedangkan defense berupaya mengalihkan tujuan negara penyerang jika benar-benar melakukan tindakan kerusuhan yang merugikan negara (defender). Deterrence sebagai dasar pengaruh proses tantangan,
27
J. Frankel (1980), Hubungan Internasional: Alih Bahasa, A N S. Sungguh Bersaudara Jakarta-Indonesia, Jakarta: Hal. 99
28
Steven L. Spiegel dan Fred L. Wehling (1999), World Political in a New Era,Wadsworth, USA: Hal. 495-496
(3)
sementara defense berupaya menolak tantangan tersebut. Perbedaan dua strategi tersebut terdapat pada strategi perlindungan pada persoalan pertama yang ditemukan, yaitu dalam melihat penyerang dengan kalkulasi agar defense dapat berjalan dengan efektif.29
Menurut Robert Jervis, Konsep defense dianggap memiliki keuntungan. Jika pertahanan yang efektif dapat dibangun dengan cepat, penyerang mungkin dapat menjaga wilayah yang telah diambil dari kemenangan sebelumnya. Ketika defense berhasil, negara penyerang akan memiliki “ketakutan” untuk melakukan serangan, karena serangan akan sia-sia dan berarti melakukan pemborosan (hanya mengurangi kekuatan militer yang dimiliki), sehingga situasi keamanan akan stabil.30
Kesalahan jika mengungkapkan bahwa selalu menguntungkan jika lebih dulu melakukan penyerangan. Ketika defense mendominasi, perang cenderung mengalami kemandekan, atau negara penyerang bisa menyerang, namun dengan kerugian yang sangat besar. negara yang relatif kecil dan lemah dapat mencegah negara yang lebih besar dan kuat (dapat mencegah serangan karena serangan akan sia-sia dan negara penyerang akan mengalami kerugian sendiri dengan level yang tidak diperkirakan).31
Konsep defense dalam penelitian ini akan digunakan untuk menjelaskan bahwa kebijakan keamanan yang diambil oleh Korea Selatan, strategi keamanan yang dibangun dan sistem persenjataan dengan wacana RMA yang dimiliki Korea
29
Ibid.,
30
Robert J. Art dan Robert Jervis (2007), International Politics; Enduring Concepts and Contemporary Issues, Pearson Longman-Pearson Education Inc, New York: Hal. 177-185
31Ibid.
(4)
Selatan tidak ditujukan untuk offense, melainkan hanya sebagai pertahanan keamanan ketika terjadi serangan dari negara aggressor.
1.7. Metodologi Penelitian 1.7.1. Tipe Penelitan
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif analitis, dimana penulis akan menggambarkan bagaimana keamanan Korea Selatan dalam perspektif Revolution in Military Affairs (apa saja Revolution in Military Affairs Korea Selatan).
1.7.2. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan sebagai referensi dalam penelitian ini dikumpulkan dari berbagai sumber buku, jurnal, skripsi, E-book, dan dilengkapi dengan data dari internet. Selanjutnya, data tersebut diolah dan digunakan untuk membantu mempermudah penelitian ini.
1.7.3. Teknik Analisis Data
Berkaitan dengan teknik analisis data, dalam penelitian ini penulis menggunakan data kualitatif dimana data yang diambil untuk penelitian ini bukan merupakan data yang sifatnya menghitung, serta jawaban dalam menjelaskan rumusan masalahpun bukan merupakan sebuah pembahasan yang bisa disimbolkan dengan menggunakan angka. Data-data kualitatif yang diperoleh tersebut kemudian diolah dan akan digunakan sebagai bahan untuk menjawab dan menjelaskan rumusan masalah yang telah diambil dalam penelitian ini.
(5)
1.8. Ruang Lingkup Penelitian 1.8.1. Batasan Penelitian
Dalam merespon ketidakstabilan kondisi keamanan di Asia Timur, terutama pengembangan nuklir Korea Utara, Korea Selatan mengambil beberapa kebijakan demi manjaga keamanan negara agar tetap stabil. Penelitian ini akan mengambarkan seperti apa revolusi militer di Korea Selatan menanggapi ketidakstabilan kondisi keamanan negara-negara di kawasan Asia Timur, terutama pengembangan nuklir Korea Utara. Penulis akan memberi gambaran bagaimana perkembangan senjata-senjata Korea Selatan dalam perspektif RMA.
1.8.2. Batasan Waktu
Penelitian ini difokuskan pada respon Korea Selatan pada tahun 1998 hingga tahun 2013. Penelitian ini dimulai dari masa pemerintahan Kim Dae Jung presiden ke-18 Korea Selatan yang secara resmi mengadopsi Revolutionj in Military Affairs, kemudian Roh Moon-Hyung, hingga kepemimpinan Lee Myung Bak. Penelitian ini akan menggambarkan bagaimana revolusi militer di Korea Selatan dari tahun 1998 hingga tahun 2013.
1.9. Sistematika Penulisan
Bab I dalam penelitian ini adalah pendahuluan yang di dalamnya berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian terdahulu, landasan teori, metodologi penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan.
(6)
Bab II dalam penelitian ini memberikan penjelasan tentang Konstelasi Politik Regional Asia Timur Dan Sejarah Pengambilan Kebijakan Keamanan Korea Selatan.
2.1.Konstelasi Politik Keamanan Regional Asia Timur, Khusunya Semenanjung Korea
2.2.Sejarah Panjang Pengambilan Kebijakan Keamanan Korea Selatan
Selanjutnya, Bab III adalah bagian dimana penulis akan menjawab rumusan masalah. Bab ini berisi tentang bagaimana Kebijakan Keamanan dan Perkembangan Militer Korea Selatan Dalam Perspektif RMA.
3.1. Teknologi Militer Korea Selatan 3.2. Doktrin Militer Korea Selatan
3.2.1. Strategi Keamanan dan Kekuatan Militer Korea Selatan dari tahun 1997-2013 masa pemerintahan Kim Dae-Jung, Roh Moo-Hyun hingga Lee Myung-Bak 3.2.1.1. Pemerintahan Kim Dae-Jung (1997-2003)
3.2.1.2. Era Kepemimpinan Roh Moo-Hyun (2003-2008) 3.2.1.3. Masa Pemerintahan Lee Myung-Bak (2008-2013) 3.3. Revolutin In Military Affairs Korea Selatan
Terakhir, Bab IV merupakan Bab penutup yang berisi kesimpulan dari penelitian ini.