PENGARUH NUKLIR KOREA UTARA TERHADAP PRAKARSA JEPANG DALAM PEMBENTUKAN KERJASAMA MILITER DENGAN KOREA SELATAN MELALUIGENERALSECURITY OF MILITARY INFORMATION AGREEMENT (GSOMIA)

(1)

SKRIPSI

PENGARUH NUKLIR KOREA UTARA TERHADAP

PRAKARSA JEPANG DALAM PEMBENTUKAN

KERJASAMA MILITER DENGAN KOREA SELATAN

MELALUIGENERALSECURITY OF MILITARY

INFORMATION AGREEMENT (GSOMIA)

Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik (S.IP) strata-1

jurusan Hubungan Internasional

OLEH : SAIFUL MILAH

NIM: 07260078

JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2013


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : SaifulMilah NIM : 07260078

Jurusan : Hubungan Internasional Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Judul skripsi : PENGARUH NUKLIR KOREA UTARA TERHADAP

PRAKARSA JEPANG DALAM PEMBENTUKANKERJASAMA MILITER DENGAN KOREA SELATAN MELALUI GENERAL SECURITY OF MILITARY INFORMATION AGREEMENT

(GSOMIA)

Telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Ujian Skripsi Jurusan Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dan Dinyatakan LULUS

Pada : Kamis Tanggal : 18 Juli 2013

Tempat : Laboratorium Jurusan Hubungan Internasional

Mengesahkan Dekan FISIP-UMM

Dr. Wahyudi,M.Si

Dewan penguji:

1. Dr. AsepNurjaman, M.Si. Penguji I ( )

2. AyusiaSabhita K. M.Soc.Sc Penguji II ( )

3. RuliInayahRamadhoan, S.Sos, M.Si Penguji II ( )


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Dzat Yang Maha Mengetahui, Maha Karya, yang tiada henti melimpahkan kuasaNYA melalui setiap nafas yang kuhirup untuk dapat menyelesaikan semua kewajibanku. Shalawat dan salam selalu tercurah pada Nabi Besar, Muhammad SAW besrta keluarga dan para sahabat, yang membawa risalah kemurnian tauhid di tengah kejahiliyahan umat.

Alhamdulillah...Tidak lupa penulis ucapkan dengan hati yang tulus rasa terima kasih kepada semua pihak yang secara langsung atau tidak langsung telah membantu dalam terselesaikannya Tugas Akhir ini. Penulis menyadari bahwa kelancaran penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dorongan, bantuan, masukan dari semua pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. MuhadjirEffendy, MAP selakuRektorUniversitasMuhammadiyah Malang.

2. Dr. wahyudi, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang.

3. Tonny Dian Effendy, M.Si selaku Ketua Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang.

4. Ruli Inayah Ramadhoan, S.Sos, M.Si selaku dosen pembimbing I atas dorongan, bimbingan dan masukan serta nasehat yang sangat berarti dalam penulisan skripsi dan dalam menyongsong kehidupan saya.

5. Hevy Kurnia Hardini, S.IP., M.Gov selaku dosen pembimbing II atas bimbingan dan saran-saran mengenai penyusunan skripsi ini.

6. Kepada segenap Dosen Jurusan Hubungan Internasional yang senantiasa memberikan ilmu dan pengetahuan sehingga saya memperoleh pengetahuan terhadap ilmu Hubungan Internasional.


(4)

7. Kedua orang tuaku tercinta Alm. Abi Ubaidah dan Hj. Siti Saudah terima kasih untuk segenap kasih dan sayangnya serta kesabaran dalam mendidik serta membesarkanku sehingga menjadi diriku seperti saat ini.

8. Saudaraku seperjuangan. Ale tampan baik hati, tidak sombong dan rajin menabung, Choky, Devi Fitriani, Lady A. Shandy, SofieAnanta, dan teman-teman yang tidak dapat kusebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungan dan bantuan kalian dalam terselesaikannya Tugas Akhir ini. 9. Dan semua pihak yang tidak dapat ku sebutkan satu per satu, yang telah

membantu dalam terselesaikannya Tugas Akhir ini.

Akhir kata tiada satukarya manusia yang sempurna, dan semoga karya ini menjadi bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Malang, 18 Juli 2013 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

COVER

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR ORISINALITAS ... iii

BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI ...iv

ABSTRAK ...v

ABSTRACK ...vi

KATA PENGANTAR ... vii

LEMBAR PERSEMBAHAN ...ix

MOTTO ...x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang ... 1

1.2 RumusanMasalah ... 6

1.3 TujuandanManfaatPenelitian ... 6

1.3.1 TujuanPenelitian ... 6

1.3.2 ManfaatPenelitian ... 6

1.3.2.1 ManfaatAkademis ... 6

1.3.2.2 ManfaatPraktis ... 7

1.4 PenelitianTerdahulu ... 7

1.5 TeoridanKonsep ... 12

1.5.1 Security Dilema ... 12

1.5.2 Balance of Power ... 15

1.6 MetodologiPenelitian ... 17

1.6.1 TipePenelitian ... 17

1.6.2 Level Analisa ... 17

1.6.3 JenisSumber Data ... 18

1.6.4 TeknikAnalisa Data ... 19

1.6.5 TeknikPengumpulan Data ... 19

1.6.6 RuangLingkupPenelitian ... 19

1.6.6.1 BatasanMateri ... 19

1.6.6.2 BatasanWaktu ... 20

1.7 Hipotesa ... 20


(6)

BAB II ISU KRISIS NUKLIR KOREA UTARA DAN PEMBENTUKAN KERJASAMA GSOMIA

2.1 IsuKrisisNuklir Korea Utara ... 23 2.1.1 SejarahNuklir Korea Utara ... 27 2.1.2 Provokasi Korea Utara dalamUjiCobaNuklir

diSemenanjung Korea ... 33 2.1.3 Nuklir Korea Utara dalamPandanganDuniaInternasional... 37 2.2 KerjasamaMiliterJepangdan Korea Selatan dalam GSOMIA ... 41 2.2.1 Momentum PeristiwaYeongpyeongdan Prakarsa Jepangdalam GSOMIA ... 43 2.2.2 Tanggapan Korea Selatan Atas Prakarsa jepangdalam

GSOMIA ... 44

BAB III BALANCING JEPANG ATAS ISU NUKLIR KOREA UTARA

MELALUI GENERAL SECURITY OF MILITARY

INFORMATION AGREEMENT (GSOMIA)

3.1 Nuklir Korea Utara DalamPerspektifKeamananJepang ... 47 3.2 GSOMIA SebagaiBentuk Balancing JepangTerhadapAncamanNuklir Korea utara ... 55

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan ... 59 4.2 Saran ... 60


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 PosisiPenulis ... 10 Tabel 2 unit Analisadan Unit Eksplanasi ... 17


(8)

DAFTAR PUSTAKA Buku:

Bantarto Bandoro, 1996, Agenda dan Penataan Keamanan di Asia Pasifik, Jakarta: CSIS, hal. 3.

East Asian Strategic Review 2001, Japan: The National Institute for Defence Studies.

East Asian Strategic Review 2003, Japan: The National Institute for Defence Studies.

Irsan, Abdul. 2007.Budaya dan Perilaku Politik Jepang di Asia, Jakarta: Grafindo Khasanah Ilmu.

Mark R. Amstutz, 1995, International Conflict and Cooperation: An Introduction toward Politics, Dubuque: Brown and Benchmark, dalam Aleksius Jemadu, 2008, Politik Global; dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Graha Ilmu, hal. 146-147

Mas’oed, Mohtar. 1990. .Ilmu Hubungan International: Disiplin dan Metodologi. LP3ES: Jakarta.

Nurul. Zuriah “Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan”, jakarta : PT Bumi Akasara 2006. Hal 82-83.

Ririn Dwiyanto, 1996, Kerjasama Keamanan Asia Timur, Jakarta, CSIS. Hal 185. Dalam bantarto bandoro

Riska Mardiyasih. 2011. Respon Negara-Negara Asia Timur Terhadap Pengembangan Nuklir Korea Utara. UMM

Yang. S. Y dan Mohtar Mas’oed, 2003, Masyarakat Politik Dan Pemerintahan Korea: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Jurnal:

Aleksius Jemadu, 2008, Politik Global; dalam Teoridan Praktik, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Alfina Farmaritia Wicahyani, Dampak Pengembangan Senjata Nuklir Koreautara Terhadap Kompleksitas Keamanan Regional Asia Timur, Skripsi Jurusan Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia.


(9)

Anita Ferawati, Kebijakan Kim Jong Ill Terhadap Pengembangan Nuklir di Korea Utara tahun 1998-2008, Universitas 11 Maret, dalam

http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sejarah/article/download/592/306. Andi Purwono dan Ahmad Saifuddin Zuhri, PeranNuklir Korea Utara Sebagai

Instrument Diplomasi Politik Internasional. FISIP Unwahas, Jurnal Hubungan Internasional, Vol. 7, No. 2, Juni 2010, hal.8-9. Akses dalam

http://www.unwahas.ac.id/publikasiilmiah/index.php/SPEKTRUM/article/ download/483/605.

California – San DiegonApril 19, 2005 dalam :

http://slantchev.ucsd.edu/courses/ps12/02-state-and-anarchy.pdf. Fatkurrohman, Dampak Nuklir Korea Utara Terhadap Security Dilemma Di Asia

Timur, Vol. 12, No. 2, Juli 2012

http://www.unwahas.ac.id/publikasiilmiah/index.php/SPEKTRUM/article/ download/473/595.

Jae-Jeok Park, Cost-Benefit Analysis of the South Korea-Japan General Security of Military Information Agreement (GSOMIA), Korea Institute for National Unification, hal. 1 akses dalam

http://www.kinu.or.kr/upload/neoboard/DATA01/co12-26(E).pdf

Japan’s “Defense” Policy, http://sjeaa.stanford.edu/journal81/Japan2.pdf .hal 87.

H. Obsatar Sinaga, S.IP.,M.Si. Kalkulasi Strategi Amerika Serikat dalam krisis Proliferasi Nuklir Korea Utara.DalamJurnal Credible Vol 2 No 1 Januari 2008.Hal 40.

Professor Slantchev L. Branislav “Introduction to International Relations Lecture 2: State and Anarchy” Department of Political Science, University of of California San DiegonApril 19, 2005 dalam :

http://slantchev.ucsd.edu/courses/ps12/02-state-and-anarchy.pdf. R. Aditiya Hari sasongko, Diplomasi Amerika Serikat Terhadap Korea Utara

Dalam Upaya Menyelesaikan Krisis Nuklir di Semenanjung Korea (1994-2007),

http://journal.unair.ac.id/filerPDF/4%20R%20Aditia%20Harisasongko,%2 0oke.doc

Roland Bleiker, A Rogue is a Rogue is a Rogue: US Foreign Policy and The North Korean Nuclear Crises, International Affairs, Vol.79. No. 4, Juli


(10)

http://www.meangreenworkshops.com/uploads/MGW10-LCP-Korea-Prolif-ADV.docx.

Seongho Sheen and Jina Kim, What Went Wrong with the ROK-Japan Military Pact? Asia Pacific Bulletin, Number 176. July 31, 2012, East West Center,

www.eastwestcenter.org/sites/default/files/private/apb176.pdf

Wawan Darmawan, Aliansi Australia dalam ANZUS Treaty (1951), JurusanPendidikanSejarah UPI Bandung.

Internet:

Ancaman Perang Nuklir Jepang Gelar Rudal Patriot Di Okinawa Hadapi Korut melalui http://www.kabar24.com/index.php/ancaman-perang-nuklir-Jepang-gelar-rudal-patriot-di-okinawa-hadapi-korut/.

Angga saputara, Kebijakan Pemerintah Korea Selatan Dalam Menghadapi Konflik Dengan Korea Utara (2006-2012),

http://repository.unri.ac.id/bitstream/123456789/1198/1/Angga%20Sap utra.pdf hal. 9.

Alasan Hiroshima Dan Nagasaki Dibom Atom OlehAs

http://international.okezone.com/read/2011/08/07/413/489128/alasan-hiroshima-dan-nagasaki-dibom-atom-oleh-as diakses pada tanggal 2 juni 2013.

Balance of power

http://global.britannica.com/EBchecked/topic/473296/balance-of-power. diaksesp ada tanggal 1 juli 2013.

Criticism Continues Of Japan South Korea Military Pact Signing

http://japandailypress.com/criticism-continues-of-japan-south-korea-military-pact-signing-295565/

Hitoshi Tanaka, Japan’s Perspective on the Korean Peninsula, East Asia Insights To Ward Community Building, Vol. 1 no.3 Juni 2006, Japan Center for International Exchange, hal. 2

North Korea Warns Japan That Tokyo Will Be its First Target; North Korea Missiles Nuclear Kim Jung Un,dalam World Affairs,

http://www.worldcrunch.com/world-affairs/north-korea-warns-japan- that-tokyo-will-be-its-first-target/north-korea-missiles-nuclear-kim-jung-un/c1s11421/ diakses pada tanggal 24 Juni 2013.


(11)

history intrudes-on korea japan security cooperation

http://www.america.gov/st/peacesecenglish/2010/November/20101129 164909nehpets0.5530207.html

http://english.yonhapnews.co.kr/national/2012/07/02/41/0301000000AEN2012 0702005700315F.HTML

http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/132725-T%2027803-Dampak%20pengembangan-Tinjauan%20literatur.pdf

http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=44313&Cr=democratic&Cr1=k orea#.UaxVdtKl48s. diakses pada tanggal 3 juni 2013

http://www.indonesianmission-eu.org/website/page203736492200309126625197.asp diakses pada tanggal 24 Juni 2013

http://tekno.kompas.com/read/2013/02/19/02403616/nuklir.korea.indonesia.dan.as ean diakses pada tanggal 31 Mei 2013.

http://rki.kbs.co.kr/indonesian/archive/news_newissue.htm?No=2349 diakses pada tanggal 1 juni 2013.

http://www.uscc.gov/researchpapers/2000_2003/pdfs/secur.pdf

http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/general_02e.htm http://economy.okezone.com/read/2012/07/08/213/660376/redirect

http://siapbelajar.com/wp-content/uploads/2013/02/3_Sejarah-Kelas-12.pdf. hal. 109-110 yang di akses pada 4 Februari 2013.

http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/faq_02.htm. Di akses pada tanggal 4 Februari 2013

http://www.stimson.org/spotlight/history-intrudes-on-korea-japan-security-cooperation/

http://211.233.93.56/indonesian/news/news_In_detail.htm?No=27107&id=In&pa ge=17. diakses pada tanggal 4 juni 2013.

http://politicalhumor.about.com/od/northkorea/a/northkoreajokes.htm. Diakses pada tanggal 3 Juli.

Indonesian Event Korea Nuclear


(12)

Japan North Korea Relations, http://www.mofa.go.jp/region/asia-paci/n_korea/relation.html. Di akses pada tanggal 10 juni 2013

In Focus: North Korea’s Nuclear Threats, The New York Times, dalam

http://www.nytimes.com/interactive/2013/04/12/world/asia/north-korea-questions.html?_r=0, diakses tanggal 20 Juni 2013.

Japan South Korea To Sign First Military Intelligence Agreement Since Wwi I

http://japandailypress.com/japan-south-korea-to-sign-first-military-intelligence-agreement-since-wwii-275424/

Jepang Korea Selatan Akan Tanda Tangani Perjanjian Militer

http://www.beritasatu.com/asia/56619-jepang-Korea Selatan-akan-tanda-tangani-perjanjian-militer.html diakses pada tanggal 4 juni 2013.

Jepang Siaga Hadapi Rudal Korut

http://internasional.kompas.com/read/2013/04/08/11371120/Jepang.Sia ga.Hadapi.Rudal.Korut

Kebijakan Jepang dalam Arms Control dan Disarmament, http://www.skripsi-

tesis.com/07/04/kebijakan-Jepang-dalam-arms-control-dan-disarmament-pdf-doc.htm. diakses pada tanggal 26 Juni 2012

Kekuatan Militer Korut VS Korsel, http://www.artileri.org/2013/04/kekuatan-militer-korut-vs-korsel.html


(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dinamika hubungan internasional di kawasan Asia Timur pasca perang dingin sampai hari ini merupakan salah satu kawasan di dunia yang masih belum kondusif. Ketidak kondusifan tersebut disebabkan karena sensitifitas persoalan politik yang lama maupun persoalan baru yang melingkupi kawasan tersebut.1 Persoalan politk baru misalnya meningkatnya perilaku agresif China seperti dalam hal klaim kepualauan Spartly dan Paracel maupun aktivitasnya di laut China Selatan. Kemudian persoalan lama yang hingga kini masih meliputi kompleksitas permasalahan politik kawasan yaitu konflik dan ancaman keamanan di Semenanjung Korea.

Panasnya tensi hubungan politik di Kawasan Asia Timur khususnya di Semenanjung Korea lantaran semakin meningkatnya program nuklir Korea Utara yang semakin mengkhawatirkan dan mengancam stabilitas di kawasan Asia Timur. Isu nuklir sendiri itu bermula pada awal tahun 1990 dengan tujuan untuk mengamankan rezim Korea Utara dari Amerika Serikat, hal ini tidak lepas dari pandangan Amerika Serikat yang menganggap bahwa Korea Utara merupakan salah satu negara yang mendukung teroris2. Alasan berikutnya adalah dengan memiliki senjata nuklir, Korea Utara akan mempunyai posisi yang strategis dan

1

Abdul Irsan. 2007. Budaya dan Perilaku Politik Jepang di Asia, Jakarta: Grafindo Khasanah Ilmu. hal. 198.

2

Baca, East Asian Strategic Review 2001. Japan: The National Institute for Defence Studies. hal. 142- 143


(14)

2

kuat sebagai bargaining position dan diharapkan mampu memperbaiki hubunganya dengan Amerika Serikat, hal ini terbukti ketika program nuklir Korea Utara telah diketahui oleh dunia internasional, Korea Utara semakin mampu mendominasi proses diplomasi yang dilakukanya.3

Melalui program nuklirnya, Korea Utara yakin akan mampu mengamankan rezimnya untuk berkuasa dan mengurangi kuatnya pengaruh hegemoni Amerika Serikat terhadapnya di kawasan. Korea Utara juga percaya dengan memiliki senjata nuklir akan mendatangkan bantuan ekonomi di tengah tidak membaiknya perekonomian Korea Utara.4

Pada tahun 1993 Korea Utara keluar dari perjanjian Nuclear Nonproliferation Treaty (NPT)5 hingga menimbulkan krisis nuklir Korea Utara

3

Seperti yang dikutip dari East Asian Strategic Review 2003, Japan: The National Institute for Defence Studies hal. 33

4

Perilaku politik luar negeri Korea Utara yang mengandalkan isu senjata nuklir ini dalam perspektif lain dapat disebut sebagai bentuk coercive diplomacy, pasalnya dengan menjadikan nuklir sebagai alat untuk mempengaruhi Negara lain untuk mengikuti keinginannya berarti Korea Utara telah menjadikan kekuatan militernya dalam hal ini nuklir sebagai alat untuk memaksa Negara lain. Mengikut pandangan Jemadu, nuklir Korea Utara ini dapat dianggap sebagai prestige

power dimana Korea Utara menunjukan keunggulan militernya melalui kepemilikan nuklir sebagai

penguasaan teknologi baru yang memiliki daya hancur yang dapat mengancam lawan. Lihat Mark R. Amstutz, 1995, International Conflict and Cooperation: An Introduction toward Politics, Dubuque: Brown and Benchmark, dalam Aleksius Jemadu, 2008, Politik Global; dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Graha Ilmu, hal. 146-147. Permasalahan nuklir Korea Utara, jika kita melihat dari perspektif Amerika Serikat terkait model pendekatan Amerika Serikat terhadap isu nuklir Korea Utara dengan tidak mencerminkan sikap non cooperative terhadap Korea Utara dan sebaliknya memberlakukan pendekatan Crime and Punishment dengan menyebut negara-negara

pengembang senjata nuklir seperti Iran dan Korea Utara sebagai “an EvilRogue State”. Langkah ini juga disebut sebagai Coercive Diplomacy. Lihat, Roland Bleiker, A Rogue is a Rogue is a Rogue: US Foreign Policy and The North Korean Nuclear Crises, International Affairs,

Vol.79. No. 4, Juli 2003, hal. 722. Dalam

http://www.meangreenworkshops.com/uploads/MGW10-LCP-Korea-Prolif-ADV.docx. Akses pada tanggal 1 Juli 2013. Lihat pula Lihat Andi Purwono dan Ahmad Saifuddin, Zuhri, Peran Nuklir Korea Utara Sebagai Instrumen Diplomasi Politik Internasional, Jurnal Ilmu Politik Hubungan Internasional - Spektrum Vol. 7, No. 2, Juni 2010, hal. 8-9.

5

Seperti yang telah diteliti oleh Anita Ferawati, Kebijakan Kim Jong Ill Terhadap Pengembangan Nuklir di Korea Utara tahun 1998-2008, Universitas 11 Maret, dalam

http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sejarah/article/download/592/306, hal. 8. Akses pada tanggal 20 Juni 2013. Penelitian berikutnya adalah R. Aditiya Harisasongko, Diplomasi Amerika Serikat


(15)

3

periode pertama dan mencapai puncaknya pada bulan Juni tahun 1994 dan berakhir pada bulan Oktober 1994 melalui perjanjian Jenewa yang diumumkan Korea Utara dan Amerika Serikat. Setelah hampir satu tahun Korea Utara bernegoisasi dengan Amerika Serikat pada tahun 1995 akhirnya Korea Utara sepakat untuk menghentikan program nuklirnya dan sebagai imbalan Korea Utara akan mendapatkan bantuan solar dan air ringan sebagai upaya untuk mengatasi masalah energinya, hingga krisis nuklir Korea Utara putaran pertama selesai.

Namun pada tahun 2002 krisis nuklir Korea Utara putaran kedua nampak setelah Amerikat Serikat menemukan indikasi bahwa Korea Utara mulai meneruskan kembali program nuklirnya secara rahasia, hal ini di tandai dengan dioprasikanya kembali fasilitas nuklir yang selama ini dihentikan6.

Keputusan Korea Utara untuk melanjutkan kembali program nuklirnya semakin dipertegas dengan keluarnya Korea Utara dari perjanjian Nuclear Nonproliferation Treaty (NPT) pada tanggal 1 Oktober 20037 dan lebih meningkatkan kualitas pengayaan uraniumnya. Langkah Korea Utara tersebut mendapat tentangan dan kritikan dari Amerika Serikat dengan mengatakan bahwa Korea Utara telah melanggar kesepakatan Jenewa yang telah disepakati. Tetapi Korea menanggapi kritikan tersebut dengan alasan bahwa ini adalah sikap Korea Utara atas dilanggarnya perjanjian Jenewa yang dilakukan oleh Amerika Serikat

Terhadap Korea Utara Dalam Upaya Menyelesaikan Krisis Nuklir di Semenanjung Korea

(1994-2007), http://journal.unair.ac.id/filerPDF/4%20R%20Aditia%20Harisasongko,%20oke.doc., hal.

190. Akses pada tanggal 20 Juni 2013.

6

http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/faq_01.htm.Di akses pada tanggal 3Oktober 2011

7


(16)

4

dengan tidak memenuhi pasokan energi yang telah disepakati kedua belah pihak guna memenuhi kebutuhan energi dalam negeri Korea Utara.8

Karena dampak dari program nuklir Korea Utara tersebut membuat beberapa negara di kawasan Asia Timur mulai mengantisipasi terhadap hal-hal yang dapat merugikan Negaranya khususnya Jepang dan Korea Selatan, kekhawatiran ini sangat beralasan karena dampak dari meningkatnya program nuklir Korea Utara semakin meningkatkan intensitas konflik lama antara Korea Utara dan Korea Selatan9.

Hal ini sesuai dengan pandangan Jepang tentang kondisi di kawasan Asia Timur pasca berakhirnya perang dingin, seperti pecahnya Korea menjadi dua menjadi Korea Utara dan Korea Selatan yang saling bermusuhan dan terus meningkatkan kekuatan militernya. Perilaku Korea Utara yang semakin sulit untuk diprediksi oleh perhitungan normal akibat terisolirnya Negara tersebut. Keadaan ini membawa Jepang harus menghadapi masalah penculikan warganya oleh Korea Utara serta mengantisipasi program nulir Korea Utara10.

Kekhawatiran Jepang atas program nuklir Korea Utara juga tidak terlepas dari pengalaman traumatik Jepang atas kehancuran Jepang pada Perang Dunia ke II11, dimana Jepang mengalamai kehancuran total secara fisik, bencana kemanusiaan, runtuhnya roda perekonomian serta polusi kimia nuklir yang masih

8

http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/general_02e.htm. Di akses pada tanggal 18 Juni 2012

9

http://www.america.gov/st/peacesec-english/2010/November/20101129164909nehpets0.5530207.html. Di akses pada tanggal 3 Oktober 2011

10

Abdul Irsan, Op. Cit., hal. 201

11Kebijakan Jepang dalam Arms Control dan Disarmament

,

http://www.skripsi-tesis.com/07/04/kebijakan-Jepang-dalam-arms-control-dan-disarmament-pdf-doc.htm. Di akses pada tanggal 26 Juni 2012


(17)

5

terasa sampai saat ini12, selain faktor traumatik tersebut, Jepang juga terikat dengan konstitusi yang isinya memuat pembatasan militer Jepang pasca berakhirnya Perang Dunia II. Berdasarkan konstitusi (pasal 9), secara resmi Jepang dilarang memiliki kekuatan militer, karena perlindungan keamananya berada dibawah naungan Amerika Serikat terutama yang berkaitan dengan invansi dari luar. Jepang juga dilarang memiliki atau menggunakan nuklir sebagai mesin perang13.

Hal inilah yang mendorong Jepang untuk lebih mempererat hubungan bilateralnya dengan Korea Selatan dan melakukan kerjasama militer dalam General Security of Military Infoermation Agreement (GSOMIA) yang ditanda tangani pada Januari 2011.14

Walau dirasa terlambat, semangat kerjasama GSOMIA ini terbentuk sebagai respon pertahanan efektif atas meningkatnya ancaman militer dari Korea Utara. Melalui kerjasama GSOMIA diatur bagaimana Jepang dan Korea Selatan membagi dan memiliki intelejen militer berkaitan dengan informasi nuklir serta senjata pemusnah masal Korea Utara.15

Meskipun semakin tinggi gelombang sanksi dari komunitas internasional atas isu pengembangan nuklirnya, Korea Utara malah mempercepat program

12Menhan Korsel Dan Jepang Bahas Eratkan Hubungan Militer

http://www.investor.co.id/home/menhan-korsel-dan-Jepang-bahas-eratkan-hubungan-militer/2738. Diakses pada tanggal 2 juni 2012

13

Abdul Irsan, 2007, Budaya dan Perilaku Politik Jepang di Asia, Jakarta: Grafindo Khasanah Ilmu, hal 72-73

14

Seongho Sheen and Jina Kim, What Went Wrong with the ROK-Japan Military Pact? Asia Pacific Bulletin, Number 176 | July 31, 2012, East West Center,

www.eastwestcenter.org/sites/default/files/private/apb176.pdf. Akses pada 15 September 2012.

15

Jae-Jeok Park, Cost-Benefit Analysis of the South Korea-Japan General Security of Military Information Agreement (GSOMIA), Korea Institute for National Unification, hal. 1. Akses dalam


(18)

6

pembangunan misil nuklir jarak jauhnya. Pada November 2011 menyusul peristiwa penyerangan yang dilakukan oleh Korea Utara terhadap pulau Yeonpyeong yang kemudian mendesak dua Negara untuk semakin serius dalam kerjasama GSOMIA.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang penulis jelaskan di atas maka penulis

merumuskan masalah sebagai berikut: “Mengapa Jepang melakukan kerjasama

militer dengan Korea Selatan melalui GSOMIA?”

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

1. Untuk dapat menganalisa dan menjelaskan ancaman nuklir Korea Utara terhadap Jepang dan Korea Selatan.

2. Mampu memahami serta menganalisa hubungan dan menjelaskan alasan pembentukan kerjasama militer antara Jepang dan Korea Selatan dengan teori dan konsep yang sudah di tentukan.

1.3.2 Manfaat Penelitian 1.3.2.1 Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan pengetahuan dan pemikiran terkait dengan penngaruh nuklir Korea Utara terhadap kerjasama militer Jepang dan Korea Selatan dalam GSOMIA.


(19)

7

1.3.2.2 Manfaat Praktis

Peneliti berharap penelitian ini mampu memberi kontribusi yang berarti atau sebagai bahan pertimbangan bagi mahasiswa hubungan internasional yang hendak meneliti tentang permasalahan yang berkaitan dengan Asia Timur.

1.4 Penelitian Terdahulu

Sebelum peneliti melakukan penelitian tentang Kerjasama militer Jepang dan Korea Selatan pasca krisis nuklir Korea Utara, sebelumnya telah ada yang

melakukan penelitian tentang “Dampak Pengembangan Senjata Nuklir Korea

Utara Terhadap Kompleksitas Keamanan Regional Asia Timur” oleh Alfina Farmaritia Wicahyani.16

Dalam penelitianya, Alfina menunjukan, bahwa pasca perang dunia II Jepang tidak begitu mengkhawatirkan konvrontasi militer Korea Utara terhadap Korea Selatan, tetapi perlahan persepsi tersebut mulai luntur dan berubah setelah perang dingin berakhir, hal ini tidak terlepas dari meningkatnya konflik regional seperti di Semenanjung Korea yang mulai terlihat dan semakin meningkat intensitasnya yang disebabkan oleh progran nuklir Korea Utara yang terus menerus dilakukan.

Dampak dari program nuklir tersebut membuat kawasan Asia Timur dalam kondisi ketidak pastian dan bergantung pada bagaimana hubungan yang terjadi dalam kawasan regional yang berkembang, ini berarti selama Amerika Serikat dan sekutunya tetap bersikap keras terhadap Korea Utara maka Korea Utara akan tetap

16

Alfina Farmaritia Wicahyani, Dampak Pengembangan Senjata Nuklir Koreautara Terhadap Kompleksitas Keamanan Regional Asia Timur, Skripsi Jurusan Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia.


(20)

8

meneruskan program nuklirnya dan selama itu pula kawasan Asia Timur akan tetap dalam kondisi yang mengakhawatirkan.

Berangkat dari adanya perubahan persepsi tentang keamanan tersebut, Jepang mulai memperkuat diri dengan membentuk kerjasama NDPO (National Defense Program Outline) dengan Amerika Serikat pada tanggal 28 November 1995, dengan meningkatkan tiga hal. Pertama adalah pertahanan nasional, untuk menangkal agresi terhadap Jepang bersama dengan pengaturan keamanan As-Jepang maka diperlukan kemampuan pertahanan yang kuat. Kedua adalah, merespon bencana yang bersekala besar dengan cepat, termasuk teroris serta situasi lain yang menyangkut keselamatan harta dan jiwa manusia. Ketiga adalah berperan aktif dalam upaya pembentukan keamanan lingkungan yang lebih stabil serta berperan aktif dalam upaya pencegahan senjata pemusnah masal.

Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Wawan Darmawan17 seorang

staf pengajar UPI Bandung Jurusan Pendidikan Sejarah yang berjudul “Aliansi

Australia dalam ANZUS Treaty (1951)” menjelaskan bahwa. ANZUS adalah suatu kerjasama militer yang dilakukan oleh Australia, New Zewleand dan United State sejak september 1951, kerjasama ini berawal dari Perang Dunia II yang terjadi di kawasan pasifik serta ketegangan pada saat Perang dingin yang berimbas pada kawasan pasifik.

Dari rentetan peristiwa tersebut membuat Australia dan New Zewleand merasa terancam dari negara negara agresor serta serangan nuklir yang sewaktu waktu dapat mengancam sistem pertahananya, hal ini juga tidak terlepas dari

17

Wawan Darmawan, Aliansi Australia dalam ANZUS Treaty (1951), Jurusan Pendidikan Sejarah UPI Bandung.


(21)

9

kekelahan Inggris dari Jepang yang kemudian membawa pengaruh besar terhadap Australia dan New Zewleand sebagai negara yang keamananya dibawah payung keamanan Inggris. Berangkat dari rasa tidak aman tersebut kemudian Australia dan New Zewleand mengagas kerjasma militer dengan Amerika Serikat yang di anggap mampu memperkuat pertahanan negaranya dalam upaya menghadapi serangan dari luar serta mampu menjamin keamanan negaranya.

Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Rendi Pradipta mahasiswa

Hubungan Internasional yang berjudul “ Respon Internasional Terhadap Krisis Nuklir Korea Utara” mengatakan bahwa, dampak dari pengembangan senjata

nuklir serta senjata pemusnah masal yang dilakukan oleh Korea Utara adalah keadaan instabilitas keamanan internasional khususnya di kawasan Asia Timur, ketidak setabilan tersebut sebagi dampak dari aksi Korea Utara yang terus menjalankan program nuklirnya yang kemudian di iringi dengan serentetan uji coba nuklirnya yang dapat mengancam Negara Negara dikawasan Asia Timur secara langsung.

Tidak sampai di situ saja, keberadaan nuklir Korea Utara juga berdampak pada Amerika Serikat dan sekutunya, hal ini terlihat dari usaha mereka yang terus meminta Dewan Keamanan PBB untuk menambah sanksi yang selama ini sudah dijatuh kan kepada Korea Utara mengingat Korea Utara masih terus melakukan tindakan provokatif. Ke khawatiran ini tentu sangatlah rasional mengingat nuklir Korea Utara akan berdampak pada aksi perlombaan senjata di kawasan Asia Timur yang akan berujung pada peningkatan intensitas konflik di kawasan tersebut, tentu hal ini sangat tidak di ingin kan bagi Amerika Serikat yang


(22)

10

mempunyai kepentingan nasionalnya sendiri dalam usaha menjaga stabilitas keamanan Asia Timur maupun PBB sebagai institusi Global yang bertanggung jawab secara menyeluruh atas keamanan internasional.

Dari serentetan kejadian tersebut kemudian memunculkan respon dunia Internasional yang berujung pada resolusi Dewan Keamanan PBB yang memberikan sanksi-sanksi kepada Korea Utara guna menghentikan Program nuklirnya sehingga tercipta stabilitas keamanan Internasiional khususnya di kawasan Asia

Tabel 1.1 Posisi Penulis

No Judul Metodologi dan

Pendekatan

Hasil Penelitian

1 Dampak Pengembangan Senjata Nuklir Korea Utara Terhadap Kompleksitas Keamanan Regional Asia Timur. Oleh Alfina Farmaritia Wicahyanni

Explanative. Regional Security Complex

perilaku Korea Utara dengan senjata nuklir serta senjata pemusnah masalnya semakin membuat instabilitas di kawasan Asia Timur dengan ditandainya respon dari Negara-negara di Asia Timur yang cenderung

meningkatkan kemampuan negaranya masing msing. 2 Aliansi Australia dalam

ANZUS (1951) oleh Wawan

Domino Seiring semakin melemahnya payung keamana yang


(23)

11

Darmawan diberikan Inggris kepada

Australia dan New Zewleand sebagai akibat dari kekalahan Inggris dari Jepang, serta dampak instabilitas keamanan di Asia Pasifik membuat Australia dan New Zewleand membentuk aliansi dengan Amerika Serikat (ANZUS) guna mendapatkan jaminan kemanan dari Amerika serikat 3 Respon Internasional

Terhadap Krisis Nuklir Korea Utara. Oleh Rendi Pradipta

Deskriptif. Regional Security complex dan Collective security

Terbentuknya perjanjian multilateral yang kemudian di iringi dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB yang

menjatuhkan sanksi terhadap Korea Utara merupakan respon dunia Internasional terhadap Keberadaan nuklir Korea Utara

4 Pengaruh Nuklir Korea Utara Terhadap prakarsa Jepang dalam pembentukan

Explanative. Security Dillema dan Balance of

Terjalinnya hubungan kerjasama militer antara Jepang dan Korea Selatan


(24)

12 kerjasama militer dengan

Korea Selatan melalui General Scurity Of Military Information Agreement (GSOMIA)

Oleh Saiful Milah

Power dalam GSOMIA, disebabkan karena Jepang dalam keadaan dilema keamanan atas

meningkatnya program nuklir Korea Utara, sehingga

kerjasama ini merupakan rasionalitas Jepang guna mengimbangi kekuatan Korea Utara serta menghindari serangan terhadap Jepang.

1.5 Teori dan Konsep 1.5.1 Security Dillema

Untuk mempermudah menjelaskan pengaruh nuklir Korea Utara terhadap kerjasama militer Jepang dan Korea Selatan dalam GSOMIA, penulis menggunakan konsep Security Dilema sebagai kerangka berfikir utama. Konsep ini merupakan konsep turunan paradigma realis.

Robert jervis mengatakan bahwa pada dasarnya setiap Negara berusaha untuk mendapatkan dan meningkatkan status keamanan dengan meningkatkan kemampuan militernya.

Peningkatan kapabilitas militer disuatu negara merupakan persoalan yang harus dilakukan mengingat tujuannya jelas, bahwa suatu negara harus melindungi kepentingan nasional dan negaranya. Dalam asumsi realis, realitas politik


(25)

13

internasional negara dihadapkan pada sebuah sistem internasional yang bersifat anarki. Sistem anarki dalam konteks realis merupakan sebuah kondisi dimana ketiadaanya otoritas tertinggi sebagai pusat kekuatan sehingga negara-negara saling meningkatkan power demi memenuhi kepentingan dalam Negeri dan meningkatkan keamananya. Akibatnya setiap negara memiliki insting xenophobia dalam mensikapi setiap fenomena international yang berubah cepat dan fenomena kencenderungan peningkatan power oleh setiap negara ini yang dinamakan anarki18.

Sistem internasional yang anarki ini akan membawa sebuah negara akan berhadapan dengan negara lain yang sama-sama mempunyai kepentingan nasional. Asumsinya adalah negara tidak hanya menciptakan perdamaian tetapi juga membangun serta meningkatkan pertahanan negara mereka untuk mengantisipasi ancaman dari luar, dengan cara meningkatkan kemampuan militernya19.

Dari rangkaian antisipasi ancaman tersebut dapat diartikan sebagai ancaman bagi pihak lain, apalagi dalam skala regional ada yang sebagian belum matang dalam membangun pertahanan negaranya. Hal inilah yang menimbulkan perspektif lain bagi negara yang merasa terancam dan saling curiga antara satu sama lain, kemudian direspon dengan hal yang sama yaitu membangun serta

18Professor Slantchev L. Branislav “Introduction to International RelationsLecture 2: State and

Anarchy” Department of Political Science, University of California – San DiegonApril 19, 2005 dalam : http://slantchev.ucsd.edu/courses/ps12/02-state-and-anarchy.pdf. di akses pada tanggal 30 juni 2012. Lihat juga Perspectives-on-Word-Politics hal 15-16

19

http://www.uscc.gov/researchpapers/2000_2003/pdfs/secur.pdf

Security Dilemma, Balance of PowerVs. US Policy Towards China in the Post-Cold War Era By XIN Benjian, Faculty, Luoyang PLA Foreign Language College Xiandai Guoji Guanxi


(26)

14

memperkuat pertahanan negaranya, artinya terdapat aktifitas perlombaan peningkatan kapabilitas militer yang dilakukan oleh banyak negara. Pada dasarnya respon yang ditimbulkan itu berawal dari ketidakpercayaan sebuah negara terhadap negara lain serta ketidakmampuan sebuah negara mengukur secara pasti kemampuan negara lainya sehingga merasa terancam.

Dari penjelasan di atas, kemudian berimplikasi pada sebuah negara dalam mengambil sikap atau membuat keputusan bahwa akan bersikap defensive atau offensive. Kemudian dari penentuan sikap memunculkan sebuah interaksi bahwa penerapan defensive atau offensive itu dilakukan ketika ancaman itu datang. Seperti yang dijelaskan di atas, sebuah negara akan bertindak defensive ketika negara merasa terancam dari nagara lainnya. Posisi bertahan dan menyerang relatif sama ketika negara menganggap bahwa itu mengancam negaranya dan kemudian menimbulkan respon yang sama, tetapi dalam hal ini yang perlu difahami adalah negara tidak bisa mengukur secara pasti peta kekuatan lawanya.

Dari penjelasan teori di atas, terlihat bahwa dampak dari nuklir Korea Utara adalah munculnya keadaan dilema keamana bagi negara-negara di kawasan Asia Timur merasa terancam dan saling curiga antara satu Negara dengan Negara lain, artinya ketika Korea Utara mampu memproduksi senjata nuklir maka yang terjadi adalah adanya aksi-reaksi dari suatu negara untuk melakukan hal yang sama yaitu memproduksi senjata nuklir atau dengan memperkuat sistem pertahanan militernya untuk mengantisipasi serangan dari negara lain. Usaha peningkatan kapabilitas militer yang dilakukan oleh Korea Utara dengan meneruskan program nuklirnya membuat Jepang semakin memperkuat militernya


(27)

15

dengan melakukan kerjasama militer dengan Korea Selatan, hal yang mendasari kerjasama tersebut karena Jepang merasa terancam dengan nuklir yang dimiliki oleh Korea Utara serta ketidak percayaan Jepang terhadap penggunaan program nuklir Korea Utara sebagai aksi damai.

1.5.2 Balance of Power

Alat analisa berikutnya yang digunakan oleh penulis untuk membantu menjelaskan pengaruh nuklir Korea Utara terhadap kerjasama militer Jepang dan Korea Selatan dalam GSOMIA yaitu Balance of Power. Postulasi dasar dari Balance of power adalah, setiap negara atau aliansi negara yang merasa terancam dengan peningkatan kekuatan militer sebuah negara atau aliansi negara lain maka akan direspon balik dengan meningkatkan kekuatan negaranya sebagai upaya perimbangan. Menurut Morgenthau yang juga sebagai penggagas Balance of power mengatakan bahwa kekuatan nasional diukur dari ukuran geografi wilayah, populasi penduduk yang dimiliki, serta tingkat kemajuan teknologi sebuah negara atau aliansi sebuah kekuatan20.

Para pengamat telah menafsirkan cara bekerjanya Balance Of Power

dengan cara yang berbeda beda, salah satunya dengan cara “Balance Of Power

sebagai distribusi power yakni, perimbangan kekuatan yang merujuk pada distribusi sumber kekuatan negara, sehingga dalam hal ini hanya melibatkan dua aktor maupun sebuah aliansi yang melibatkan beberapa aktor. Sehingga dalam konteks Jepang dan Korea Selatan dapat di artikan bahwa keputusan Jepang untuk

20

http://interdisciplinary.wordpress.com/2009/03/29/menakar-relevansi-balance-of-power/. Di akses pada tanggal 18 Juni 2012.


(28)

16

melakukan kerjasama militer dengan Korea Selatan adalah sebuah bentuk balancing untuk memperkecil ancaman dari Korea Utara21.

Dengan menggunakan Balance Of Power sebagai kerangka berfikir utama maka peningkatan kekuatan militer suatu negara yang digunakan secara agresif akan direspon balik oleh negara yang merasa terancam, berangkat dari pemikiran tersebut maka setiap negara yang merasa terancam akan merespon dengan meningkatkan pula kekuatan militernya atau membentuk sebuah aliansi (Balancing). Dalam penelitian ini penulis berusaha menganalisa perilaku Jepang dan Korea Selatan dengan strategi Balancing yang merupakan bagian dari Balance of Power.

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa perilaku Jepang yang bekerjasama dengan Korea Selatan untuk meningkatkan kekuatan militernya juga untuk mengimbangi dan meredam dominasi kekuatan lawan yang sewaktu waktu akan menyerang, dalam hal ini Korea Utara. Perlu diketahui bahwa kebijakan Jepang dan Korea Selatan untuk melakukan kerjasama tersebut bukan untuk menyerang Korea Utara tetapi lebih kepada bentuk penyeimbang kekuatan terhadap Korea Utara karena Jepang dan Korea Selatan merasa terancam dengan keberadaan nuklir Korea Utara.

21

Mohtar Mas’oed, 1990 “ Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi”, , hal 132 -133


(29)

17

1.6 Metodologi Penelitian 1.6.1 Tipe Penelitian

Dalam penelitian ini, tergolong penelitian eksplanatif. Yaitu sebuah penelitian dimana memfokuskan pada variabel-variabel penelitian dan menguji hipotesa yang telah dirumuskan. Kemudian diurai dan dianalisa dengan menggunakan teori-teori yang terkait dengan permasalahan yang diangkat22.

1.6.2 Level Analisa

Mohtar Mas’oed dalam bukunya menjelaskan bahwa level analisa

terdiri dari beberapa ketegori yaitu; Individu, Kelompok, Negara Bangsa, Sistem regional dan sistem global23 yang secara sederhana dapat dijelaskan melalui kutipan bagan di bawah ini.

Tabel 2. Unit Analisa dan Unit Eksplanasi24.

22Nurul. Zuriah “Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan”, jakarta : PT Bumi Akasara 2006.

Hal 82-83

23

Op.Cit. Hal 39

24

Ibid.

Individu & Kelompok Negara Bangsa Sistem Regional Global Individu & Kelompok

Korelasionis Reduksionis Reduksionis

Negara Bangsa

Induksionis Korelasionis Reduksionis

Sistem Regional Global

Induksionis Induksionis Korelasionis Unit Analisa

Unit Eksplanasi


(30)

18

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa level analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah reduksionis karena unit eksplanasi atau variabel independen dari penelitian ini termasuk dalam Sistem Regional yaitu krisis nuklir Korea Utara, sedangkan Unit Analisis atau variabel dependen dari penelitian ini tergolong negara bangsa yaitu alasan Jepang melakukan kerjasama militer dengan Korea Selatan dalam GSOMIA.

Jika dilihat dari sifat kerjasamanya GSOMIA termasuk dalam tingkat kelompok negara yaitu kerjasama Jepang dan Korea Selatan dalam GSOMIA. Namun dalam penelitian ini penulis memfokuskan pada salah satu negara saja yaitu Jepang, karena kerjasama GSOMIA diprakarsai oleh Jepang. Sehingga penulis memfokuskan penelitian ini pada alasan Jepang melakukan kerjasama dengan Korea Selatan dalam GSOMIA. Oleh sebab itu, level negara bangsa dipilih menjadi unit analisa dalam penelitian ini.

1.6.3 Jenis Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari literatur-literatur yang didapatkan dari berbagai sumber seperti perpustakaan dan internet yang menyangkup berbagai dokumen yang berkaitan dengan pengaruh nuklir Korea Utara terhadap prakarsa Jepang dalam pembentukan kerjasama militer dengan Korea Selatan melalui GSOMIA.


(31)

19

1.6.4 Teknik Analisa Data

Dalam menganalisa penelitian ini penulis menggunakan tiga tahap, yakni : 1. Pemeriksaan. Berfungsi untuk melihat apakah data yang dikumpulkan sudah

falid, benar atau bahkan salah.

2. Pengolahan. Pada tahapan ini peneliti mengolah data untuk dipilah pilah mana yang cocok dan sesuai dengan kategori yang di butuhkan oleh masing masing sub bab penelitian.

3. Analisa data dan interpretatif. Tahapan akhir ini menjadikan data yang mentah dan sudah diolah tadi, untuk kemudian dianalisa dan diinterpretasikan oleh peneliti.

1.6.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dari penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode dokumentasi dan studi pustaka yang di ambil dari catatan, buku, transkrip, surat kabar, website yang dipublikasikan oleh instansi dan lembaga yang terkait dengan penelitian ini.

1.6.6 Ruang Lingkup Penelitian 1.6.6.1 Batasan Materi

Dalam penelitian ini penulis akan membatasi materi penelitian dengan hanya berfokus pada pengaruh nuklir Korea Utara terhadap Jepang sehingga mengajak Korea Selatan untuk bekerjasama dalam GSOMIA, serta menjelaskan rasionalitas kerjasama militer antara Jepang dan Korea Selatan.


(32)

20

1.6.6.2 Batasan Waktu

Dalam penelitian ini penulis mengambil batasan waktu antara tahun 2011 sampai dengan 2012. Penentuan batasan ini didasarkan pada awal mula penyerangan yang dilakukan oleh Korea Utara terhadap pulau Yoenpyoeng yang merupakan bagian dari wilayah Korea Selatan pada bulan november 201125. Penentuan batasan waktu yang penulis gunakan bertujuan untuk lebih memfokuskan penelitian, sehingga arah pembahasan lebih jelas. Adapun penentuan batasan ini didasarkan pengaruh nuklir Korea Utara terhadap prakarsa Jepang dalam pembentukan kerjasama militer dengan Korea Selatan dalam GSOMIA.

1.7 Hipotesa

Terjalinnya hubungan kerjasama militer antara Jepang dan Korea Selatan dalam GSOMIA, disebabkan karena Jepang dalam keadaan dilema keamanan atas meningkatnya program nuklir Korea Utara, di sisi lain faktor traumatik atas kehancuran Jepang pasca perang dunia kedua serta terikatnya Jepang dalam perjanjian payung keamanan dengan Amerika Serikat pasca berakhirnya Perang Dunia II yang isinya banyak memuat pembatasan militer terhadap Jepang sehingga Jepang tidak bisa meningkatkan kemampuan militernya, hal ini juga membuat Jepang lebih bersikap defensive dengan membentuk kerjasama militer dengan Korea Selatan atau balancing.

25Menhan korsel dan Jepang bahas eratkan hubungan militer

http://www.investor.co.id/home/menhan-korsel-dan-Jepang-bahas-eratkan-hubungan-militer/2738. di akses pada tanggal 1 juli 2012


(33)

21

Kerjasama tersebut diharapkan mampu untuk membendung atau mengurangi resiko ancaman dari Korea Utara yang sewaktu waktu bisa terjadi, sehingga Jepang merasa aman.

1.8 Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian 1.3.2 Manfaat Penelitian

1.3.2.1 Manfaat Akademis 1.3.2.2 Manfaat Praktis 1.4 Penelitian Terdahulu

1.5 Teori dan Konsep 1.5.1 Security Dillema 1.5.2 Balance Of Power 1.6 Metodologi Penelitian

1.6.1 Tipe Penelitian 1.6.2 Level Analisa 1.6.3 Jenis Sumber Data 1.6.4 Teknik Analisa data 1.6.5 Teknik Pengumpulan data 1.6.6 Ruang Lungkup Penelitian

1.6.6.1 Batasan Materi 1.6.6.2 Batasan Waktu 1.7 Hipotesa

1.8 Sistematika Penulisan


(34)

22

BAB II : ISU KRISIS NUKLIR KOREA UTARA DAN KERJASAMA GSOMIA

2.1 Isu Krisis Nuklir Korea Utara 2.1.1 Sejarah Nuklir Korea Utara

2.1.2 Provokasi Korea Utara dalam Uji Coba Nuklir di Semenanjung Korea

2.1.3 Nuklir Korea Utara Dalam Pandangan Dunia Internasional 2.2 Kerjasama Militer Jepang dan Korea Selatan Dalam GSOMIA

2.2.1 Momentum Peristiwa Yeonpyeoung dan Prakarsa Jepang dalam GSOMIA

2.2.2 Tanggapan Korea Selatan Atas Prakarsa Jepang dalam GSOMIA

BAB III : GSOMIA, BALANCING JEPANG ATAS ISU NUKLIR KOREA UTARA

3.1 Isu Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Keamanan Jepang 3.2 GSOMIA sebagai balancing terhadap ancaman nuklir Korea Utara

BAB IV : PENUTUP

4.1 Kesimpulan 4.2 Saran


(1)

1.6 Metodologi Penelitian 1.6.1 Tipe Penelitian

Dalam penelitian ini, tergolong penelitian eksplanatif. Yaitu sebuah penelitian dimana memfokuskan pada variabel-variabel penelitian dan menguji hipotesa yang telah dirumuskan. Kemudian diurai dan dianalisa dengan menggunakan teori-teori yang terkait dengan permasalahan yang diangkat22.

1.6.2 Level Analisa

Mohtar Mas’oed dalam bukunya menjelaskan bahwa level analisa terdiri dari beberapa ketegori yaitu; Individu, Kelompok, Negara Bangsa,

Sistem regional dan sistem global23 yang secara sederhana dapat dijelaskan

melalui kutipan bagan di bawah ini.

Tabel 2. Unit Analisa dan Unit Eksplanasi24.

22Nurul. Zuriah “Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan”, jakarta : PT Bumi Akasara 2006.

Hal 82-83

23

Op.Cit. Hal 39

24

Ibid.

Individu & Kelompok Negara Bangsa Sistem Regional Global Individu & Kelompok

Korelasionis Reduksionis Reduksionis

Negara Bangsa

Induksionis Korelasionis Reduksionis

Sistem Regional Global

Induksionis Induksionis Korelasionis

Unit Analisa

Unit Eksplanasi


(2)

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa level analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah reduksionis karena unit eksplanasi atau variabel

independen dari penelitian ini termasuk dalam Sistem Regional yaitu krisis nuklir

Korea Utara, sedangkan Unit Analisis atau variabel dependen dari penelitian ini

tergolong negara bangsa yaitu alasan Jepang melakukan kerjasama militer dengan

Korea Selatan dalam GSOMIA.

Jika dilihat dari sifat kerjasamanya GSOMIA termasuk dalam tingkat kelompok negara yaitu kerjasama Jepang dan Korea Selatan dalam GSOMIA. Namun dalam penelitian ini penulis memfokuskan pada salah satu negara saja yaitu Jepang, karena kerjasama GSOMIA diprakarsai oleh Jepang. Sehingga penulis memfokuskan penelitian ini pada alasan Jepang melakukan kerjasama dengan Korea Selatan dalam GSOMIA. Oleh sebab itu, level negara bangsa dipilih menjadi unit analisa dalam penelitian ini.

1.6.3 Jenis Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari literatur-literatur yang didapatkan dari berbagai sumber seperti perpustakaan dan internet yang menyangkup berbagai dokumen yang berkaitan dengan pengaruh nuklir Korea Utara terhadap prakarsa Jepang dalam pembentukan kerjasama militer dengan Korea Selatan melalui GSOMIA.


(3)

1.6.4 Teknik Analisa Data

Dalam menganalisa penelitian ini penulis menggunakan tiga tahap, yakni :

1. Pemeriksaan. Berfungsi untuk melihat apakah data yang dikumpulkan sudah

falid, benar atau bahkan salah.

2. Pengolahan. Pada tahapan ini peneliti mengolah data untuk dipilah pilah

mana yang cocok dan sesuai dengan kategori yang di butuhkan oleh masing masing sub bab penelitian.

3. Analisa data dan interpretatif. Tahapan akhir ini menjadikan data yang

mentah dan sudah diolah tadi, untuk kemudian dianalisa dan diinterpretasikan oleh peneliti.

1.6.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dari penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode dokumentasi dan studi pustaka yang di ambil dari catatan, buku, transkrip, surat kabar, website yang dipublikasikan oleh instansi dan lembaga yang terkait dengan penelitian ini.

1.6.6 Ruang Lingkup Penelitian 1.6.6.1 Batasan Materi

Dalam penelitian ini penulis akan membatasi materi penelitian dengan hanya berfokus pada pengaruh nuklir Korea Utara terhadap Jepang sehingga mengajak Korea Selatan untuk bekerjasama dalam GSOMIA, serta menjelaskan rasionalitas kerjasama militer antara Jepang dan Korea Selatan.


(4)

1.6.6.2 Batasan Waktu

Dalam penelitian ini penulis mengambil batasan waktu antara tahun 2011 sampai dengan 2012. Penentuan batasan ini didasarkan pada awal mula penyerangan yang dilakukan oleh Korea Utara terhadap pulau Yoenpyoeng yang

merupakan bagian dari wilayah Korea Selatan pada bulan november 201125.

Penentuan batasan waktu yang penulis gunakan bertujuan untuk lebih memfokuskan penelitian, sehingga arah pembahasan lebih jelas. Adapun penentuan batasan ini didasarkan pengaruh nuklir Korea Utara terhadap prakarsa Jepang dalam pembentukan kerjasama militer dengan Korea Selatan dalam GSOMIA.

1.7 Hipotesa

Terjalinnya hubungan kerjasama militer antara Jepang dan Korea Selatan dalam GSOMIA, disebabkan karena Jepang dalam keadaan dilema keamanan atas meningkatnya program nuklir Korea Utara, di sisi lain faktor traumatik atas kehancuran Jepang pasca perang dunia kedua serta terikatnya Jepang dalam perjanjian payung keamanan dengan Amerika Serikat pasca berakhirnya Perang Dunia II yang isinya banyak memuat pembatasan militer terhadap Jepang sehingga Jepang tidak bisa meningkatkan kemampuan militernya, hal ini juga membuat Jepang lebih bersikap defensive dengan membentuk kerjasama militer dengan Korea Selatan atau balancing.

25Menhan korsel dan Jepang bahas eratkan hubungan militer http://www.investor.co.id/home/menhan-korsel-dan-Jepang-bahas-eratkan-hubungan-militer/2738. di akses pada tanggal 1 juli 2012


(5)

Kerjasama tersebut diharapkan mampu untuk membendung atau mengurangi resiko ancaman dari Korea Utara yang sewaktu waktu bisa terjadi, sehingga Jepang merasa aman.

1.8 Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

1.3.2 Manfaat Penelitian

1.3.2.1 Manfaat Akademis

1.3.2.2 Manfaat Praktis

1.4 Penelitian Terdahulu

1.5 Teori dan Konsep

1.5.1 Security Dillema

1.5.2 Balance Of Power

1.6 Metodologi Penelitian

1.6.1 Tipe Penelitian

1.6.2 Level Analisa

1.6.3 Jenis Sumber Data

1.6.4 Teknik Analisa data

1.6.5 Teknik Pengumpulan data

1.6.6 Ruang Lungkup Penelitian

1.6.6.1 Batasan Materi

1.6.6.2 Batasan Waktu

1.7 Hipotesa

1.8 Sistematika Penulisan


(6)

BAB II : ISU KRISIS NUKLIR KOREA UTARA DAN KERJASAMA GSOMIA

2.1 Isu Krisis Nuklir Korea Utara

2.1.1 Sejarah Nuklir Korea Utara

2.1.2 Provokasi Korea Utara dalam Uji Coba Nuklir di

Semenanjung Korea

2.1.3 Nuklir Korea Utara Dalam Pandangan Dunia Internasional

2.2 Kerjasama Militer Jepang dan Korea Selatan Dalam GSOMIA

2.2.1 Momentum Peristiwa Yeonpyeoung dan Prakarsa Jepang

dalam GSOMIA

2.2.2 Tanggapan Korea Selatan Atas Prakarsa Jepang dalam

GSOMIA

BAB III : GSOMIA, BALANCING JEPANG ATAS ISU NUKLIR KOREA UTARA

3.1 Isu Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Keamanan Jepang

3.2 GSOMIA sebagai balancing terhadap ancaman nuklir Korea Utara

BAB IV : PENUTUP 4.1 Kesimpulan 4.2 Saran