Peningkatan Gizi Mie Instan Dari Campuran Tepung Terigu dan Tepung Ubi Jalar Melalui Penambahan Tepung Tempe dan Tepung Ikan

(1)

PENINGKATAN GIZI MIE INSTAN DARI CAMPURAN

TEPUNG TERIGU dan TEPUNG UBI JALAR MELALUI

PENAMBAHAN TEPUNG TEMPE dan TEPUNG IKAN

SKRIPSI

OLEH :

AHMAD MUHAJIR

030305030/ TEKNOLOGI PERTANIAN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2007


(2)

PENINGKATAN GIZI MIE INSTAN DARI CAMPURAN

TEPUNG TERIGU danTEPUNG UBI JALAR MELALUI

PENAMBAHAN TEPUNG TEMPE dan TEPUNG IKAN

SKRIPSI

OLEH :

AHMAD MUHAJIR

030305030/TEKNOLOGI PERTANIAN

Skripsi Merupakan Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Medan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Elisa Julianti, MSi Ir. Lasma Nora Limbong

Ketua Anggota

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2007


(3)

ABSTRAK

PENINGKATAN GIZI MIE INSTAN DARI CAMPURAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG UBI JALAR MELALUI PENAMBHAN TEPUNG TEMPE DAN TEPUNG IKAN

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan tepung terigu, tepung ubi jalar, tepung tempe tepung ikan dan konsentrasi CMC terhadap sifat fisikakimia dan organoleptik mie instan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 2 faktor yaitu perbandingan tepung tempe : tepung ikan (T) : (25:15), (20:20), (15:25), (10:30) dan konsentrasi CMC (S) : (0%), (0,25%), (0,50%), (0,75%). Parameter yang dianalisa adalah kadar air, daya serap air, kehilangan padatan akibat pemasakan, kadar protein, kadar kalsium, uji organoleptik (warna, aroma, rasa, tekstur).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung tempe: tepung ikan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein, kadar kalsium, organoleptik warna dan rasa dan berbeda nyata terhadap organoleptik aroma dan berbeda tidak nyata terhadap daya serap air, kehilangan padatan akibat pemasakan, dan organoleptik tekstur. Konsentrasi CMC memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap daya serap air, kehilangan padatan akibat pemasakan, kadar protein, kadar kalsium dan organoleptik tekstur dan berbeda tidak nyata terhadap organoleptik warna, aroma dan rasa. Interaksi perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi CMC memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kadar protein dan kadar kalsium dan berbeda tidak nyata terhadap daya serap air, kehilangan padatan akibat pemasakan, uji organoleptik (warna, aroma, rasa dan tekstur). Perbandingan tepung tempe : tepung ikan (15:25) dan konsentrasi CMC 0,50% menghasilkan mutu mie instan yang lebih baik lagi.

Kata Kunci : Mie Instan, tepung terigu, tepung ubi jalar, tepung tempe, tepung ikan

ABSTRACT

INCREASING INSTANT NOODLE QUALITY MIXTURED BY WHEAT AND SWEET POTATO FLOURS WITH ADDED TEMPEH FLOUR AND FISH MEAL

The aim of this research was to know the effect of composition of tempeh flour and fish meal and CMC concentration on physicochemical feature and organoleptic values of instant noodle. This research had been performed by using completely randomized design (CRD) with two factors i.e : composition tempeh flour : fish meal (T) : (25:15), (20:20), (15:25), (10:30) and CMC concentration (S) : (0%), (0,25%), (0,50%), (0,75%). Parameters analyzed were moisture content, water absortive power, weight loss on cooking, protein content, calcium content, organoleptic values (colour, aroma, taste and texture).

The result showed that composition of tempeh flour : fish meal had highly significant effect on protein content, calcium content, organoleptic value of colour and taste and had significant effect on organoleptic value of aroma and had no significant effect on moisture content, water absortive power, wheat loss on cooking and organoleptic value of texture. CMC concentration had highly significant effect on moisture content, water absortive power, weight loss on cooking, protein content, calcium content and organoleptic value of texture and had no significant effect on organoleptic value of colour, aroma and taste. The interaction of composition tempeh flour : fish meal and CMC concentration had significant effect on protein content and calcium content and had no significant effect on moisture content, water absortive power, weight loss on cooking and organoleptic values (colour, aroma, taste and texture). The composition tempeh flour : fish meal 15 : 25 and CMC concentration 0,50% gave the best and more acceptable quality of instant noodle.

Keywords : Instant noodle, wheat flour, sweet potato flour, tempeh flour, fish meal


(4)

RINGKASAN

AHMAD MUHAJIR

,

“Peningkatan Gizi Mie Instan Dari Campuran Tepung Terigu dan Tepung Ubi Jalar Melalui Penambahan Tepung Tempe dan

Tepung Ikan’’ dibimbing oleh Dr. Ir. Elisa Julianti, MSi sebagai ketua dan Ir. Lasma Nora Limbong sebagai anggota pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi mie instan dari campuran tepung terigu, tepung ubi jalar, tepung tempe dan tepung ikan yang terbaik dalam peningkatan nilai gizi.

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor, yaitu faktor 1 : Perbandingan tepung tempe : tepung ikan terdiri dari 4 taraf yaitu T1= 25:15, T2=20:20, T3=15:25, T4=10:30 dan faktor 2 : Konsentrasi CMC yang terdiri dari S1=0%, S2=0,25%, S3=0,50%, S4=0,75%.

Hasil analisa secara statistik memberikan kesimpulan sebagai berikut : 1. Kadar Air

Perbandingan tepung tempe : tepung ikan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air.

Konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air. Kadar air yang tertinggi diperoleh pada perlakuan S4 (konsentrasi CMC 0,75%) sebesar 8,66 % dan terendah pada S1 (konsentrasi CMC 0%) sebesar 7,06%.

Interaksi antara perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air.


(5)

2. Daya Serap Air

Perbandingan tepung tempe : tepung ikan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap daya serap air.

Konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap daya serap air. Daya serap air yang tertinggi diperoleh pada perlakuan S4 (konsentrasi CMC 0,75%) sebesar 85,72% dan terendah pada S1 (konsentrasi CMC 0%) sebesar 80,79%.

Interaksi antara perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap daya serap air.

3. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan

Perbandingan tepung tempe : tepung ikan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kehilangan padatan akibat pemasakan.

Konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kehilangan padatan akibat pemasakan. Kehilangan padatan akibat pemasakan yang tertinggi diperoleh pada perlakuan S1 (konsentrasi CMC 0%) sebesar 11,16 % dan terendah pada S4 (konsentrasi CMC 0,75%) sebesar 4,41%.

Interaksi antara perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kehilangan padatan akibat pemasakan.


(6)

4. Kadar Protein

Perbandingan tepung tempe : tepung ikan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein. Kadar protein yang tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 (10:30) sebesar 33,24% dan terendah pada perlakuan T1 (25:15) sebesar 29,60%.

Konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein. Kadar protein yang tertinggi diperoleh pada perlakuan S4 (konsentrasi CMC 0,75%) sebesar 33,12 % dan terendah pada S1 (konsentrasi CMC 0%) sebesar 30,67%.

Interaksi antara perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein. Kadar protein tertinggi diperoleh pada perlakuan T4S4 (perbandingan tepung 10:30 dan konsentrasi CMC 0,75%) sebesar 35,24% dan terendah pada perlakuan T1S1 (perbandingan tepung 25:15 dan konsentrasi CMC 0%) sebesar 28,46%.

5. Kadar Kalsium

Perbandingan tepung tempe : tepung ikan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar kalsium. Kadar kalsium yang tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 (perbandingan tepung 10:30) sebesar 1,11 %/mg dan terendah pada perlakuan T1 (perbandingan tepung 25:15) sebesar 0.69 %/mg.

Konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar kalsium. Kadar kalsium yang tertinggi diperoleh pada


(7)

perlakuan S4 (konsentrasi 0,75%) sebesar 1,08 %/mg dan terendah pada S1 (konsentrasi CMC 0%) sebesar 0,69%/mg.

Interaksi antara perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar kalsium. Kadar kalsium tertinggi diperoleh pada perlakuan T4S4 (perbandingan tepung 10:30 dan konsentrasi CMC 0,75%) sebesar 1,46 %/mg dan terendah pada perlakuan T1S1 (perbandingan tepung 25:15 dan konsentrasi CMC 0%) sebesar 0,50 %/mg.

6. Uji Organoleptik (Warna, Aroma, Rasa, Tekstur) (Numerik) Uji Organoleptik Warna (Numerik).

Perbandingan tempe : ikan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap uji organoleptik warna. Uji organoleptik warna yang tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (perbandingan tepung 25:15) yaitu sebesar 2,31 dan yang terendah terdapat pada perlakuan T4 (perbandingan tepung 10:30) yaitu sebesar 2,13.

Konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap uji organoleptik warna.

Interaksi antara perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap uji organoleptik warna.

Uji Organoleptik Aroma (Numerik)

Perbandingan tepung tempe : tepung ikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (0,01<P<0,05) terhadap uji organoleptik aroma. Uji organoleptik aroma yang tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (perbandingan tepung 25:15)


(8)

yaitu sebesar 2,29 dan yang terendah terdapat pada perlakuan T4 (perbandingan tepung 10:30) yaitu sebesar 2,14.

Konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap uji organoleptik aroma.

Interaksi antara perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap uji organoleptik aroma.

Uji Organoleptik Rasa (Numerik)

Perbandingan tepung tempe : tepung ikan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap uji organoleptik rasa. Uji organoleptik rasa yang tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (perbandingan tepung 25:15) yaitu sebesar 2,38 dan yang terendah terdapat pada perlakuan T4 (perbandingan tepung 10:30) yaitu sebesar 2,11.

Konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap uji organoleptik rasa.

Interaksi antara perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap uji organoleptik rasa.

Uji Organoleptik Tekstur (Numerik)

Perbandingan tepung tempe : tepung ikan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap uji organoleptik tekstur.

Konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap uji organoleptik tekstur. Uji organoleptik tekstur tertinggi


(9)

terdapat pada perlakuan S3 (konsentrasi CMC 0,50%) yaitu sebesar 2,65 dan yang terendah terdapat pada perlakuan S1 (konsentrasi CMC 0%) yaitu sebesar 2,44.

Interaksi antara perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap uji organoleptik tekstur.


(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Adapun Skripsi ini berjudul “Peningkatan Gizi Mie Instan Dari Tepung Terigu dan Tepung Ubi Jalar Melalui Penambahan Tepung Tempe dan Tepung Ikan”. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Elisa Julianti, MSi. selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Lasma Nora Limbong selaku anggota komisi pembimbing atas arahan dan bimbingan yang diberikan selama penyusunan skripsi ini. Disamping itu penulis ucapkan terima kasih kepada yang tersayang Buya Drs. H. Asnan Ritonga, MA dan Ibunda Hj. Zuriah Siregar , kak Lila, Bang Zoel dan adikku Nurul, serta seluruh keluarga atas doa, didikan, motivasi, dan perhatiannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman khususnya stambuk 2003 (Tina, Maya, Roby, Miskah,Watie, Resma, Leila, Daman) atas bantuannya selama ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman asisten Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan (Wati, Bahwin, Vero, Sofie, Teddy dan Vena) serta kawan-kawan dan para junior yang namanya tidak sempat tertulis.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Mei 2007 Penulis


(11)

RIWAYAT HIDUP

AHMAD MUHAJIR dilahirkan di Malaysia pada tanggal 20 Oktober 1985 dari pasangan Drs. H. Asnan Ritonga, MA dan Hj. Zuriah Siregar, beragama Islam.

Pada tahun 1997 penulis lulus dari SD Swasta Nurul Huda di Medan dan pada tahun yang sama penulis memasuki MTS Swasta Al – Ulum di Medan. Pada tahun 2000 penulis memasuki MAN 1 Medan dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2003 memasuki Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB.

Selama kuliah penulis pernah menjabat sebagai Sekretaris Umum Agriculture Technological Moslem (ATM). Pada bulan Juli 2006 penulis mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Sumber Sawit Makmur Laut Tador, Asahan. Penulis juga pernah menjabat sebagai asisten di Labotarorium Analisa Kimia Bahan Pangan.


(12)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... i

RINGKASAN ... ii

KATA PENGANTAR ... vii

RIWAYAT HIDUP ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTARTABEL ... xv

DAFTARGAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ...

3

Kegunaan Penelitian ... 3

Hipotesa Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Mie Instan ... 5

Komposisi Kimia Mie ... 7

Bahan-Bahan Pembuat Mie Instan Dari Tepung Ubi Jalar Dengan Penambahan Tepung Tempe dan Tepung Ikan Tepung Terigu ... 8

Tepung Ubi Jalar ... 11

Tepung Tempe ... 13

Tepung Ikan... 14

Air ... 16

Garam Dapur ... 17

Telur ... 17

CMC (Carboxymetil Cellulose) ... 18

Soda Abu ... 19

Metoda Pembuatan Mie Pencampuran ... 19


(13)

Penyisiran (Slitting) ... 22

Pengukusan (Steaming) ... 23

Pengeringan ... 23

Pengemasan ... 24

BAHAN DAN METODA

Tempat dan Waktu Penelitian 26

Bahan ... 26

Reagensia 26

Alat ... 26

Metoda Penelitian ... 27

Model Rancangan ... 28

Pelaksanaan Penelitian Pembuatan Tepung Ubi Jalar ... 28

Pembuatan Tepung Tempe... 29

Pembuatan Tepung Ikan ... 29

Pembuatan Mie Instan ... 30

Pengamatan dan Pengumpulan Data Kadar Air ... 31

Daya Serap Air ... 31

Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan ... 32

Kadar Protein ... 32

Kadar Kalsium ... 33

Uji Organoleptik ... 34

SKEMA PEMBUATAN MIE INSTAN ... 35

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe :Tepung Ikan Terhadap Parameter yang Diamati ... 36

Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Parameter yang Diamati ... 38

Kadar Air Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung IkanTerhadap Kadar Air Mie Instan ... 39

Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Air Mie Instan ... 39

Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan dengan Konsentrasi CMC terhadap Kadar Air Mie Instan... 41

Daya Serap Air Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan Terhadap Daya Serap Air Mie Instan ... 41

Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Daya Serap Air Mie Instan ... 41

Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan dengan Konsentrasi CMC terhadap Daya Serap Air Mie Instan ... 42


(14)

Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan

Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan Terhadap

Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan Mie Instan ... 43 Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kehilangan Padatan Akibat

Pemasakan Mie Instan ... 43 Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan

dengan Konsentrasi CMC terhadap Kehilangan Padatan Akibat

Pemasakan Mie Instan ... 45 Kadar Protein

Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan Terhadap

Kadar Protein Mie Instan... 45 Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Protein Mie Instan ... 46 Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan

dengan Konsentrasi CMC terhadap kadar protein Mie Instan48 Kadar Kalsium

Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan Terhadap

Kadar Kalsium Mie Instan... 50 Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Kalsium Mie Instan ... 51 Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan

dengan Konsentrasi CMC terhadap Kadar Kalsium Mie Instan... 52 Uji Organoleptik

Uji Organoleptik Warna (Numerik)

Pengaruh Perbandingan Tempe : Tepung Ikan Terhadap Uji

Organoleptik Warna Mie Instan ... 54 Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Uji Organoleptik Warna

Mie Instan ... 56 Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan

dengan Konsentrasi CMC terhadap Uji Organoleptik Warna

Mie Instan ... 56 Uji Organoleptik Aroma (Numerik)

Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan Terhadap

Uji Organoleptik Aroma Mie Instan... 56 Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Uji Organoleptik Aroma

Mie Instan ... 57 Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan

dengan Konsentrasi CMC terhadap Uji Organoleptik Aroma

Mie Instan ... 58 Uji Organoleptik Rasa (Numerik)

Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan Terhadap Uji Organoleptik Rasa Mie Instan ... 58

Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Uji Organoleptik Rasa

Mie Instan ... 59 Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Terigu : Ubi Jalar :

Tempe : Ikan dengan Konsentrasi CMC terhadap Uji Organoleptik Rasa Mie Instan ... 59

Uji Organoleptik Tekstur (Numerik)


(15)

Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Uji Organoleptik Tekstur Mie Instan ... 60

Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan dengan Konsentrasi CMC terhadap Uji Organoleptik Tekstur

Mie Instan ... 61 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan... 62 Saran ... 62 DAFTAR PUSTAKA ... 63 LAMPIRAN


(16)

DAFTAR TABEL

Hal

1. Komposisi Gizi Mie dan Bihun per 100 g bahan ... 7

2. Komposisi Tepung Terigu dalam 100 g bahan ... 9

3. Komposisi Nutrisi Ubi Jalar ... 13

4. Skala Uji Hedonik ... 34

5. Pengaruh Perbandingan Tempe : Tepung Ikan Terhadap Parameter yang Diamati ... 36

6. Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Parameter yang Diamati ... 38

7. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Air ... 40

8. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Daya Serap Air ... 41

9. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan ... 43

10. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe :

Tepung Ikan Terhadap Kadar Protein ... 45

11. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Protein ... 46

12. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan dan Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Protein ... 49

13. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan Terhadap Kadar Kalsium ... 50

14. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Kalsium ... 51


(17)

15. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe :

Tepung Ikan dan Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Kalsium ... 53 16. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe :

Tepung Ikan Terhadap Uji Organoleptik Warna ... 55

17. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe :

Tepung Ikan Terhadap Uji Organoleptik Aroma ... 56 18. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe :

Tepung Ikan Terhadap Uji Organoleptik Rasa ... 58 19. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Uji

Organoleptik Tekstur ... 60


(18)

DAFTAR GAMBAR

Hal 1. Skema Pembuatan Mie Instan ... 35 2. Grafik Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Air ... 40 3. Grafik Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Daya Serap Air ... 42 4. Grafik Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kehilangan

Padatan Akibat Pemasakan ... 44 5. Grafik Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe: Tepung Ikan Terhadap

Kadar Protein

... 46

6. Grafik Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Protein ... 47 7. Grafik Pengaruh interaksi Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan

dan Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Protein ... 49 8. Grafik Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe: Tepung Ikan Terhadap

Kadar Kalsium ... 51 9. Grafik Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Kalsium ... 52 10. Grafik Interaksi Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan dan

Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Kalsium ... 54 11. Grafik Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan Terhadap

Uji Organoleptik Warna ... 55 12. Grafik Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan Terhadap

Uji Organoleptik Aroma ... 57 13. Grafik Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan Terhadap

Uji Organoleptik Rasa ... 59 14. Grafik Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Uji Organoleptik


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran Data Pengamatan Daya Serap Air ... 66

2. Lampiran Data Pengamatan Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan ... 67

3. Lampiran Data Pengamatan Kadar Air ... 68

4. Lampiran Data Pengamatan Kadar Protein ... 69

5. Lampiran Data Pengamatan Kadar Kalsium ... 70

6. Lampiran Data Pengamatan Uji Organoleptik Warna ... 71

7. Lampiran Data Pengamatan Uji Organoleptik Aroma ... 72

8. Lampiran Data Pengamatan Uji Organoleptik Rasa ... 73


(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sasaran pembangunan pangan di Indonesia adalah terwujudnya ketahanan pangan serta terjaminnya keamanan pangan yang dicirikan oleh terbebasnya masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan tidak sesuai dengan keyakinan masyarakat. Salah satu program dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional adalah dengan diversifikasi pangan, yaitu dengan pengembangan bahan pangan pokok pengganti beras seperti jagung, ubi jalar, ubi kayu dan umbi-umbi lainnya.

Mie merupakan makanan yang sangat digemari mulai anak – anak sampai orang dewasa. Alasannya karena rasanya yang enak, praktis dan mengenyangkan. Di pasaran saat ini dikenal ada beberapa jenis mie, yaitu mie mentah (mie pangsit), mie basah, mie kering dan mie instan. Mie kering dan mie instan merupakan mie yang kering dengan kadar air yang rendah sehingga lebih awet dibandingkan dengan mie mentah atau mie basah.

Masyarakat dewasa ini banyak yang mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan alternatif pengganti beras. Mie kini telah memasyarakat. Sifatnya yang praktis dan rasanya yang enak merupakan daya tarik. Harganya yang relatif murah, menyebabkan produk ini dapat dijangkau oleh berbagai lapisan masyarakat. Selain mie harganya terjangkau, cara menyajikannya pun mudah. Oleh karenanya, tak heran produk ini cepat populer.


(21)

penyebarannya. Hal ini disebabkan karena harganya yang murah, nilai kalorinya yang cukup tinggi dan dapat diproduksi dalam berbagai bentuk yang menarik serta daya tahannya yang cukup tinggi. Mie instan merupakan produk makanan yang sangat banyak diproduksi di Indonesia.

Kepopuleran mie merupakan peluang bila akan mendirikan industri mie baik skala kecil, manengah maupun besar. Masalah dalam industri mie saat ini adalah bahan baku utamanya yaitu terigu yang hingga kini masih perlu diimpor. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap terigu dan menurunkan harga jualnya, penggunaan terigu dapat dikurangi dengan penggunaan bahan – bahan lain. Subtitusi terigu diharapkan dapat menjamin kesinambungan produksi mie dan sekaligus memberdayakan potensi sumber daya lokal.

Mie instan siap dikonsumsi setelah direbus selama 3-5 menit, tidak seperti mie tradisional yang harus direbus selama 10-15 menit untuk gelatinisasi pati. Belakangan ini pasaran mie instan semakin luas. Dibandingkan mie basah dan mie kering, mie instan memiliki berbagai keunggulan, terutama dari segi kemudahan dan kepraktisan dalam penggunaannya.

Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia pada saat sekarang ini masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari pengkonsumsian masyarakat luas terhadap umbi-umbian itu sendiri dimana olahannya hanya dikonsumsi dalam bentuk olahan sederhana saja seperti direbus, digoreng dan lain sebagainya. Dan untuk skala industri biasanya umbi-umbian itu dapat dikembangkan lagi menjadi tepung dan keripik. Padahal pemanfaatan umbi-umbian dapat dikembangkan lagi menjadi berbagai macam produk olahan yang bervariasi dan lebih menarik.


(22)

Tempe merupakan sumber protein nabati yang mampu bersaing dengan protein hewani dalam segi kualitas, kuantitas dan harga. Selain itu tempe kaya akan asam amino lisin tetapi miskin metionin. Adapun terigu kaya akan asam amino metionin tetapi miskin lisin. Oleh sebab itu, penggunaan tempe sebagai sumber protein diharapkan dapat memperbaiki nilai gizi mie campuran tepung ubi jalar – terigu tanpa peningkatan yang berarti.

Kandungan protein tepung ikan memang relatif lebih tinggi. Protein hewani tersebut disusun oleh asam – asam amino esensial yang kompleks, diantaranya asam amino lisin dan metionin. Disamping itu juga, mengandung mineral kalsium dan phospor serta vitamin B kompleks, khususnya vitamin B12.

Mie instan dibuat dari tepung terigu dan bahan tambahan lainnya baik untuk meningkatkan mutu gizinya. Bahan yang ditambahkan antara lain tepung ikan dan tepung tempe (untuk meningkatkan kadar protein dan juga kadar kalsium). Disamping meningkatkan nilai gizi dari mie instan juga mengefisiensikan penggunaan tepung terigu.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi mie instan dari campuran tepung terigu, tepung ubi jalar, tepung tempe dan tepung ikan yang terbaik dalam peningkatan nilai gizi.

Kegunaan Penelitian


(23)

- Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan

Hipotesa Penelitian

- Diduga ada pengaruh penambahan tepung tempe dan tepung ikan terhadap nilai gizi mie instan dari tepung terigu dan tepung ubi jalar.

- Diduga ada pengaruh penambahan CMC (Carboxy Methyl Cellulose) terhadap mutu mie instan.

- Diduga ada interaksi antara penambahan tepung tempe dan tepung ikan dan penambahan CMC(Carboxy Methyl Cellulose) terhadap peningkatan nilai gizi mie instan.


(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Mie Instan

Dari segi kandungan airnya mie dapat dibedakan menjadi mie basah atau segar dan mie kering. Mie basah digolongkan dalam produk “Intermediate moisture food” (makanan semi basah), yaitu suatu makanan yang mempunyai kadar air tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah antara 15-55% dengan kisaran aw antara 0,65-0,85 (Robsons, 1976).

Mie instan adalah produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa bahan tambahan makanan lain yang diizinkan berbentuk khas mie yang siap dihidangkan, dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 5 menit (Ubaidillah, 2000).

Mie instan telah dikonsumsi sebagai makanan pokok pengganti, oleh sebagian masyarakat dan merupakan jenis pangan yang sangat luas penyebarannya (Haryadi, 1992). Hal ini disebabkan karena harganya relatif murah, nilai kalori cukup tinggi dan dapat diproduksi dalam berbagai bentuk yang menarik serta daya tahan yang cukup tinggi (Harper, et al, 1979).

Winarno, (1991) menyatakan mie instan (siap hidang) di Jepang disebut sokukimen yaitu mie mentah yang telah mengalami pengukusan dan dikeringkan sehingga menjadi mie instan goreng (instan fried noodles). Bahan baku pembuatan mie instan adalah tepung terigu. Bahan tambahan yang biasa digunakan dalam pembuatan mie instan adalah garam alkali yaitu Na2CO3 dan K2CO3 yang biasa disebut sebagai senyawa kansui.


(25)

Dalam Standart Nasional Indonesia (SNI) nomor 3551-1994, mie instan didefenisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lainnya yang diizinkan, berbentuk khas mie dan siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 4 menit. Mie ini dibuat dengan penambahan beberapa proses setelah diperoleh mie segar. Tahap-tahap tersebut yaitu pengukusan, pembentukan dan pengeringan. Kadar air mie instan umumnya mencapai 5-8 % sehingga memiliki daya simpan yang lama (Astawan, 2006).

Belakangan ini pasaran mie instan semakin luas. Dibandingkan mie basah atau mie kering, mie instan memiliki berbagai keuntungan terutama dari segi kemudahan dan kepraktisan dalam penggunaannya (Astawan, 2006).

Mie instan yang dijual di pasaran pada umumnya tidak ditempatkan secara khusus di tempat penyimpanan sehingga akan mempengaruhi kualitas mie karena kelembaban ruangan yang tinggi akan meningkatkan aktivitas air produk mie kering instan jika bahan pengemasnya tidak kedap udara. Perubahan aktivitas air akan memperbesar kekerasan mie kering instan tersebut. Aktivitas air dapat dikontrol melalui pengaturan lingkungan tempat penyimpanan bahan (James, 1990).

Untuk menghasilkan mie ubi jalar yang berkualitas tinggi yang diterima oleh konsumen, perlu menggunakan pati ubi jalar yang berkualitas baik. Kualitas pati tersebut tergantung pada kualitas ubi jalarnya, proses ekstraksi dan kondisi pengolahan. Kualitas ubi jalar terkait dengan kandungan bahan padat (dry matter) dan cara pembentukan pati (Anonimous, 2006).


(26)

Dari hasil penelitian sebelumnya diperoleh pada pembuatan mie instan dengan subtitusi tepung ubi jalar terhadap tepung terigu maka mutu mie instan terbaik diperoleh pada tingkatan subtitusi ubi jalar 20% (Julianti, et al., 2005).

Komposisi Kimia Mie

Nilai gizi dari mie pada umumnya dapat dianggap cukup baik karena selain karbohidrat terdapat sedikit protein yang disebut glutein. Mutu atau resep yang digunakan oleh pabrik sangat banyak sehingga nilai gizinya pun sangat bervariasi (Judoadmijojo, 1985).

Berdasarkan pengamatan terhadap beberapa mie instan yang beredar di Indonesia, diketahui bahwa komposisi gizi dari 100 g mie (lengkap dengan minyak bumbu, dan komponen lainnya) adalah 10-12 g protein, 17-20 g lemak, 57-60 g karbohidrat, ± 450 kkal energi, 3-7 gr mineral, ± 1800 SI vitamin A, 0,5-0,7 mg vitamin B1, ± 0,5 mg vitamin B6, ± 7,5 mg niasin dan ± 1,3 g vitamin B12 (Astawan, 2006).

Tabel 1. Komposisi Gizi Mie dan Bihun per 100 gr Bahan

Zat Gizi Mie Basah (a) Mie Kering (a) Mie Instan (b) Energi (kal) 86 337 360

Protein (g) 0,6 7,9 4,7

Lemak (g) 3,3 11,8 0,1

Karbohidrat (g) 14,0 50,0 82,1

Kalsium (mg) 14,0 49,0 6

Fosfor (mg) 13,0 47,0 35

Besi (mg) 0,8 2,8 1,8

Vitamin A (SI) 0 0 0

Vitamin B1 (mg) 0 0,01 0

Vitamin C (mg) 0 0 0

Air (mg) 80,0 28,6 12,9

Sumber : (a) Direktorat Gizi, Depkes (1992)


(27)

Berdasarkan sumbangan energi yang diberikan, maka sebungkus mie sudah cukup untuk sarapan pagi, apalagi kalau dikombinasikan dengan bahan makanan lainnya. Akan tetapi, sebungkus mie instan tidak cukup baik untuk bahan makan siang karena setelah bekerja selama 6 jam, tubuh memerlukan energi dalam jumlah yang lebih besar. Agar asupan gizi yang diperoleh dari sebungkus mie lebih baik dalam penyajian sebaiknya ditambahkan bahan-bahan lain untuk meningkatkan mutu gizinya. Bahan yang umum yang ditambahkan seperti telur, ayam, bakso, udang, ikan dan tempe untuk meningkatkan kadar protein serta sayuran (wortel, tomat, sawi, mentimun dan lain-lain) untuk meningkatkan kadar vitamin, mineral dan serat (Astawan, 2006).

Bahan-bahan Pembuat Mie Instan dari Tepung Ubi Jalar Dengan Penambahan Tepung Tempe dan Tepung Ikan

Tepung Terigu

Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mie. Tepung terigu diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Keistimewaan terigu diantara serealia lainnya adalah kemampuannya membentuk glutein pada adonan mie menyebabkan mie yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan. Mutu terigu yang dikehendaki adalah terigu yang memiliki kadar air 14 %, kadar protein 8-12%, kadar abu 0,25-0,60% dan glutein basah 24-36% (Astawan, 2006).

Tepung gandum merupakan produk serealia yang mengandung protein yang tinggi. Protein merupakan komponen yang tertinggi bila dibandingkan dengan komponen yang lain pada gandum. Gandum keras yang ditanam di musim dingin mengandung 14% protein (Kent, 1975).


(28)

Komposisi tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2 . Komposisi Tepung Terigu dalam 100 gr bahan

Komposisi Jumlah

Bdd (%) 100

Energi (kal) 375

Air (g) 12,0

Protein (g) 8,9

Lemak (g) 1,3

Karbohidrat (g) 77,3

Mineral (g) 0,5

Kalsium (g) 16

Phospor (mg) 10,6

Besi (mg) 1,2

Vitamin B1(mg) 1,2

Vitamin C (mg) 0

Sumber : Nio, (1992).

Tepung gandum dapat digunakan atau diolah menjadi produk lain, yaitu dengan memanfaatkan zat pati dan glutein yang ada dalam tepung gandum. Glutein digunakan sebagai bahan tambahan untuk mempertinggi kandungan protein dalam roti dalam pembuatan monosodium glutamat (MSG), sebagai bahan penyedap dan untuk keperluan lainnya. Glutein mengandung 72% protein dan 14% hidrat jika dalam keadaan kering. Pati digunakan untuk memperbaiki tekstur dan kekentalan serta rasa (palabilitas) makanan (Moehyi, 1992).

Bila ingin mendapatkan mutu mie yang lebih baik dapat menggunakan terigu jenis hard flour dengan kadar gluten yang lebih tinggi. Namun, harga mie yang dihasilkan akan menjadi lebih mahal (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Menurut Astawan (2006) berdasarkan kandungan glutein (protein), tepung terigu yang beredar di pasaran dapat dibedakan atas 3 macam yaitu :

Hard flour. Tepung ini berkualitas paling baik. Kandungan proteinnya 12-13%. Tepung ini biasanya digunakan untuk pembuatan roti dan mie


(29)

Medium hard flour. Terigu jenis ini mengandung protein 9,5-11%. Tepung ini banyak digunakan untuk pembuatan roti, mie dan macam-macam kue, serta biscuit. Contohnya terigu dengan merk dagang Segitiga Biru.

Soft flour. Terigu ini mengandung protein sebesar 7-8,5%. Penggunaannya cocok sebagai bahan pembuatan kue dan biscuit. Contohnya terigu dengan merk dagang Kunci Biru.

Komposisi gandum bervariasi tergantung pada jenisnya. Sebagai contoh, gandum Kanada yang keras banyak mengandung glutein (protein), sedang kadar glutein pada gandum Inggris yang lunak sangat rendah. Istilah “keras” dan “lunak” menuju pada sifat gandum saat digiling dan tidak boleh dikacaukan dengan “kuat” dan “lemah” yang mengarah pada sifat tepung saat dipanggang. Kekuatan tepung lebih tergantung pada mutu dari pada jumlah glutein. Tepung yang kuat adalah tepung yang menghasilkan adonan yang sukar merenggang dan mempunyai sifat dapat menahan gas dengan baik (Gaman dan Sherrington, 1994).

Fortifikasi tepung dengan menggunakan protein seperti protein kedele, konsentrat protein ikan juga sering dilakukan terutama di Amerika Selatan. Protein-protein ini dari segi gizi merupakan unsur yang dikehendaki dalam tepung serealia, bukan hanya karena meningkatkan kandungan protein, tetapi juga karena protein-protein ini menaikkan kadar asam-asam amino, terutama lisin dalam tepung (Buckle, et al., 1987).

Dalam prakteknya, tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan mie terdiri dari campuran dua jenis terigu hard flour dan medium hard flour. Pencampuran kedua jenis tepung tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan


(30)

konsentrasi protein yang dikehendaki sehingga akan menghasilkan tekstur, konsistensi dan rasa yang khas dari produk yang bersangkutan (Astawan, 2006).

Tepung Ubi jalar

Tanaman ubi jalar diduga berasal dari daerah tropis Amerika Tengah, tetapi ada yang mengatakan dari Polinesia. Penyebaran tanaman ini banyak dilakukan bangsa Portugis dan Spanyol pada abad ke-16, antara lain ke Fhilipina, Indonesia, Malaysia dan Jepang. Sekarang tanaman tersebut tumbuh di sekitar khatulistiwa hingga 40° LU dan 32°LS dan tumbuh pada ketinggian ± 2200 meter di atas permukaan laut (Edmont and Ammerman, 1971).

Pengolahan ubi jalar dalam bentuk tepung berguna untuk memperpanjang masa simpannya, memperluas penggunaannya untuk pembuatan berbagai jenis makanan lain. Tepung ubi jalar diperoleh dari ubi jalar kering (gaplek ubi jalar) yang digiling kemudian diayak (Syarief dan Irawati, 1988).

Ubi jalar memiliki prospek dan peluang yang cukup besar sebagai bahan baku industri pangan. Perkembangan pemanfaatannya dapat ditingkatkan dengan cara penerapan teknologi budidaya yang tepat dalam upaya peningkatan produktivitas serta tersedianya jaminan pasar yang layak bagi hasil yang diperoleh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan campuran pada pembuatan berbagai produk antara lain kue-kue kering, kue basah, mie, bihun dan roti tawar (Utomo dan Antarlina, 2002).

Penggunaan ubi jalar di Indonesia dewasa ini masih terbatas untuk bahan pangan. Menurut Rukmana (1997), di luar negeri khususnya di negara-negara maju, ubi jalar dijadikan makanan mewah dan bahan baku industri, seperti


(31)

dijadikan makanan tradisional yang publisitasnya setaraf dengan pizza atau hamburger sehingga aneka makanan olahan dari ubi jalar banyak dijumpai di toko-toko sampai restoran-restoran bertaraf internasional.

Varietas ubi jalar yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas kalasan. Varietas ini memiliki warna kulit ubi coklat muda sedangkan warna daging ubi berwarna orange muda (kuning), rasa ubi agak manis, tekstur sedang dan agak berair.

Soenarjo, (1984) menyatakan bahwa nilai gizi ubi jalar secara kualitatif selalu dipengaruhi oleh varietas, lokasi dan musim tanam. Pada musim kemarau dari varietas yang sama akan menghasilkan tepung yang relatif lebih tinggi dari pada musim penghujan, demikian juga ubi jalar yang berdaging merah muda umumnya mempunyai kadar karoten yang lebih tinggi dari pada yang berwarna putih.

Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) segar yang baru dipanen terdiri dari 14-16% bahan kering yang mana 75-90% adalah karbohidrat. Karbohidrat terutama terdiri dari tepung 60-80%, gula 4-30% dan sedikit selulosa, hemiselulosa dan pektin. Protein kasar 1,3-10%. Nilai energi 479 kj/100 g bahan, betakaroten 0-22 mg/100 g bahan, vitamin A 5580 IU, vitamin B2 0,32 mg, Fe 4 mg, dan protein 2,79 mg (Anonimous, 2000).

Tepung ubi jalar merupakan hancuran ubi jalar yang dihilangkan sebagian kadar airnya. Tepung ubi jalar tersebut dapat dibuat secara langsung dari ubi jalar yang dihancurkan dan kemudian dikeringkan, tetapi dapat pula dibuat dari gaplek ubi jalar yang dihaluskan dengan tingkat kehalusan ± 80 mesh (Suprapti, 2003).


(32)

Komposisi nutrisi ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. komposisi nutrisi ubi jalar

Komponen Kadar

Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Air (g) B.d.d. (%) 323 1.8 0.7 27.9 30 49 0.7 7700 0.09 22 68.5 86 Sumber: Depkes R.I., (1992).

Tepung Tempe

Tempe merupakan salah satu hasil fermentasi kedelai yang sudah cukup terkenal di Indonesia sebagai makanan sehari-hari dan merupakan makanan tradisional. Proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh kapang Rhizopus sp. akan memperbaiki sifat fisik maupun komposisi kimia kedelai. Selain kandungan gizinya yang baik, harganya yang murah dan kemudahan untuk mendapatkannya menjadikan tempe merupakan bahan pangan yang penting bagi masyarakat Indonesia (Susanto dan Saneto, 1994).

Tempe sering kali dianggap sebagai bahan makanan masyarakat golongan manengah ke bawah sehingga masyarakat merasa gengsi memasukkan tempe sebagai salah satu menu makanannya. Namun setelah diketahui manfaatnya secara pasti bagi kesehatan, tempe mulai banyak dicari dan digemari masyarakat (Suprapti, 2003).


(33)

Tempe merupakan sumber protein nabati yang mampu bersaing dengan protein hewani dalam segi kualitas, kuantitas dan harga. Selain itu tempe kaya akan asam amino lisin tetapi miskin metionin. Adapun terigu kaya akan asam amino metionin tetapi miskin lisin. Oleh sebab itu, penggunaan tempe sebagai sumber protein diharapkan dapat memperbaiki nilai gizi mie campuran tepung singkong-terigu tanpa peningkatan harga yang cukup berarti (Astawan, 2006).

Cara pembuatan tepung tempe yang baik adalah tempe segar yang telah dipotong-potong, diblansir (100°C, 10 menit), lalu dikeringkan dengan oven (55°C, 24 jam). Setelah kering, digiling dan diayak dengan ayakan berukuran 30-40 mesh (Astawan, 2006).

Tepung tempe dapat dengan baik ditambahkan pada makanan lain tanpa mengurangi atau mengubah cita rasa makanan yang ditambahkan. Selain itu tepung tempe juga dapat digunakan sebagai sumber protein utama dalam makanan tambahan anak sapihan yang siap untuk dimasak (Sarwono, 1987).

Tepung Ikan

Protein ikan menyediakan lebih kurang 2/3 dari kebutuhan protein hewani yang diperlukan manusia. Kandungan protein ikan relatif lebih besar, yaitu 15-25 g/100 g daging ikan. Selain itu, protein ikan terdiri dari asam-asam amino yang hampir semuanya diperlukan oleh tubuh manusia. Protein ikan banyak mengandung asam amino esensial. Kandungan asam amino dalam daging ikan sangat bervariasi, tergantung pada jenis ikan. Pada umumnya, kandungan asam amino dalam daging ikan kaya akan lisin, tetapi kurang akan kandungan triptofan (Junianto, 2003).


(34)

Tepung ikan merupakan bahan baku makanan ternak dan ikan yang bersih dan kering, yang dibuat dari jaringan tubuh ikan, baik seutuhnya, dicampur ataupun tidak dengan sisa prosesing ikan, dan jaringan tersebut belum membusuk. Proses pengolahannya dengan atau tanpa diekstraksi sebagian minyaknya (Murtidjo, 2001).

Tepung ikan adalah suatu produk padat kering yang dihasilkan dengan jalan mengeluarkan sebagian besar cairan dan sebagian atau seluruh lemak yang terkandung di dalam tubuh ikan. Untuk membuat tepung ikan sebenarnya dapat digunakan semua jenis ikan, tetapi hanya ikan pelagis dan demersal saja yang

banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan tepung ikan (Afrianto dan Liviawaty, 1997)

Konsentrat protein ikan atau tepung ikan diterima sebagai makanan manusia dan tidak sebagai makanan ternak. Salah satu cara melengkapi kekurangan gizi makanan dari serealia adalah dengan makan daging, ikan, telur dan produk-produk ternak perah yang memberikan protein yang bermutu tinggi. Walaupun begitu 60 % dari penduduk dunia tidak mampu membeli produk-produk ini dan persediaan dunia tidak cukup untuk memberi makan semua penduduk dunia. Jadi pemecahan persoalan ini terletak pada pencarian cara yang murah untuk mencampur produk-produk dari bahan serealia dengan protein bermutu tinggi yang murah, diawetkan dan dimantapkan untuk mempertahankan

mutu gizinya. Konsentrat protein ikan dapat memenuhi kebutuhan ini (Buckle, et al., 1987).

Pengolahan ikan rucah atau sisa olahan menjadi tepung ikan, merupakan cara yang paling banyak dilakukan karena mudah dan praktis. Proses pengolahan


(35)

dan pembuatan tepung ikan, hanyalah meliputi proses dan pembersihan bahan baku yang berupa ikan rucah atau sisa olahan, yang dilanjutkan dengan perebusan, pengepresan, pengeringan dan penghancuran (Murtidjo, 2001).

Kandungan gizi tepung ikan tergantung dari jenis ikan yang digunakan sebagai bahan bakunya. Tepung ikan yang berkualitas tinggi mengandung komponen-komponen antara lain air 6-10%, lemak 5-12%, Protein 60-75%, abu 10-20% (Suhartini dan Hidayat, 2006).

Tepung ikan hendaknya mempunyai ukuran partikel yang seragam, bebas dari serpihan tulang, mata ikan dan partikel-partikel kasar lainnya yang tetahan oleh saringan 8 mesh. Fraksi lolos 50 mesh masih dianggap terlalu besar untuk tepung ikan yang berkualitas baik (Syarief dan Halid, 1992).

Air

Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat (akan mengembang), melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6-9. Makin tinggi pH air maka mie yang dihasilkan tidak mudah patah karena absorpsi air meningkat dengan meningkatnya pH. Air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan air minum, yaitu tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Jumlah air yang ditambahkan pada umumnya sekitar 28-38% dari campuran bahan yang akan digunakan (Astawan, 2006).

Air yang berhubungan dengan hasil-hasil industri pengolahan pangan harus memenuhi setidak-tidaknya standar mutu yang diperlukan untuk minum dan air minum. Dalam banyak hal diperlukan air yang bermutu lebih tinggi dari pada yang diperlukan untuk air minum, dimana diperlukan penanganan tambahan


(36)

supaya semua mikroorganisme yang ada mati, untuk menghilangkan semua bahan-bahan di dalam air yang mungkin dapat mempengaruhi penampakan, rasa dan stabilitas hasil akhir (Buckle, et al., 1987).

Kepentingan air pada pembuatan mie adalah untuk media reaksi antara glutein dengan karbohidrat, larutan garam dan membentuk sifat kenyal dari glutein (Sunaryo, 1985).

Garam dapur

Dalam pembuatan mie, penambahan garam dapur berfungsi memberi rasa, memperkuat tekstur mie, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mie serta untuk mengikat air. Selain itu garam dapur dapat menghambat aktivitas enzim protease dan amilase sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan (Astawan, 2006).

Syarat garam yang baik dalam pembuatan roti adalah 100% larut dalam air, jernih, bebas dari gumpalan-gumpalan (lumps), murni dan bebas dari rasa pahit. Pemberian garam harus disesuaikan dengan jumlah bahan-bahan lain yang digunakan. Jumlah pemakaian garam menurut US Wheat Associates 2-2,25%. Jika kurang dari 2% maka rasa akan hambar, sedangkan di atas 2,25% akan menghambat aktivitas mikroba dalam ragi (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

Telur

Penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu protein mie dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah terputus-putus. Putih telur berfungsi untuk mencegah kekeruhan saus mie waktu pemasakan, sedangkan kuning telur dipakai sebagai pengemulsi karena dalam kuning telur terdapat


(37)

lechitin, selain sebagai pengemulsi lechitin juga dapat mempercepat hidrasi air pada tepung dan untuk mengembangkan adonan (Astawan, 2006).

Telur berfungsi sebagai pengembang, pembentuk warna, perbaikan rasa, dan penambah nilai gizi. Jika telur tidak digunakan dalam adonan maka adonan

harus ditambahkan cairan walaupun hasilnya kurang lunak (Mudjajanto dan Yulianti, 2004)

CMC (Carboxymetil Cellulose)

Carboxy Methyl Cellulose adalah turunan dari selulosa dan beberapa sering dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Fungsi CMC yang terpenting adalah sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel, sebagai pengemulsi dan dalam beberapa hal dapat meratakan penyebaran antibiotik. Pada pembuatan es krim CMC akan memperbaiki tekstur dan kristal laktosa yang terbentuk akan lebih halus (Winarno, 1995).

Sebagai pengemulsi, CMC sangat baik digunakan untuk memperbaiki penampakan tekstur dari produk berkadar gula tinggi. Sebagai pengental, CMC mampu mengikat air sehingga molekul-molekul air terperangkap dalam struktur gel yang dibentuk oleh CMC (Fardiaz, 1986).

Emulsifier memiliki kemampuan untuk menyatukan dua jenis bhan yang tidak saling melarut karena molekulnya terdiri dari gugus hidrofilik dan lipofilik sekaligus. Gugus hidrofilik mampu berikatan dengan air atau bahan lain yang bersifat polar, sedangkan gugus lipofilik mampu berikatan dengan minyak atau bahan lain yang bersifat non polar (Suryani, et al., 2002).

Dalam pembuatan mie, CMC berfungsi sebagai pengembang. CMC dapat mempengaruhi sifat adonan, memperbaiki ketahanan terhadap air, dan


(38)

mempertahankan keempukan selama penyimpanan. Jumlah CMC yang ditambahkan untuk pembuatan mie antara 0,5-1% dari berat tepung terigu. Penggunaan yang berlebihan akan menyebabkan tekstur mie yang terlalu keras dan daya rehidrasi mie menjadi berkurang (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Soda Abu (Natrium karbonat dan Kalium karbonat)

Soda abu merupakan campuran dari natrium karbonat dan kalium karbonat (perbandingan 1:1). Berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie, meningkatkan kehalusan tekstur, serta meningkatkan sifat kenyal (Astawan, 2006).

Soda abu adalah bahan tambahan yang wajib ditambahkan pada proses pembuatan mie. Soda abu juga dapat diganti dengan air qi yang dibuat dari air rendaman abu merang padi. Pada air qi ini tinggi kandungan mineralnya (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Bahan pengembang seperti amonium karbonat atau amonium bikarbonat juga digunakan. Tapi garam-garam ini terurai pada suhu tinggi. Garam KHCO3 jarang digunakan karena bersifat higroskopik dan sedikit menimbulkan rasa pahit (Winarno, 1992).

Sunaryo (1985) menyatakan bahwa natrium karbonat dan garam fosfat telah sejak dahulu dipakai sebagai alkali untuk pembuatan mie. Komponen tersebut berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas (garam fosfat) dan meningkatkan kehalusan tekstur (Na2CO3).


(39)

Metoda Pembuatan Mie

Oh, et al., (1983) menyatakan bahwa tahap-tahap pembuatan mie segar meliputi pencampuran, pengistirahatan, pembentukan lembaran dan pemotongan.

Pencampuran

Tahap awal dalam pembuatan mie instan adalah pencampuran zat warna (umumnya tartazine) dengan air, kemudian dimasukkan ke mesin pengaduk material yang di dalamnya telah terdapat tepung terigu. Campuran diaduk hingga rata, lama proses ini kira-kira 15 menit. Adonan yang terbentuk diharapkan lunak, lembut, halus dan kompak (Astawan, 2006).

Pembuatan mie diawali dengan proses pencampuran tepung terigu dengan larutan alkali ke dalam suatu alat yang disebut mixer dan diaduk secara otomatis. Tujuannya agar tepung terigu terhidrasi (menyerap air) sehingga bercampur dengan merata. Penambahan air menyebabkan serat-serat gluten mengembang karena gluten menyerap air (Ubaidillah, 1997).

Bahan-bahan yang telah disiapkan dicampur menjadi satu, kecuali minyak kacang. Pencampuran dapat dengan tangan atau mixer sampai membentuk adonan yang homogen, yaitu menggumpal bila dikepal dengan tangan (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Proses pencampuran bertujuan untuk menghidrasi tepung dengan air, membuatnya merata dengan mencampur dan membuat adonan dengan bentuk jaringan glutein dengan meremas-remas. Untuk membuat adonan yang baik faktor yang harus diperhatikan adalah jumlah air yang ditambahkan, waktu pengadukan dan temperatur (Soenaryo, 1985).


(40)

Adonan yang baik dapat dibuat dengan memperhatikan jumlah air yang ditambahkan, lama pengadukan, dan suhu adonan. Air yang ditambahkan umumnya berjumlah 28-38% dari berat tepung. Jika penambahan air lebih dari 38%, adonan menjadi basah dan lengket. Bila penambahan air kurang dari 28% menyebabkan adonan menjadi keras, rapuh dan sulit untuk dibentuk menjadi lembaran (Astawan, 2006).

Pengadukan

Proses pengadukan menyebabkan serat glutein sering tertarik tersusun berselang dan terbungkus dalam pati sehingga diperoleh adonan yang lunak dan elastis. Adonan yang baik dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jumlah air yang ditambahkan tergantung dari jenis tepung terigunya, sekitar 30-38%. Semakin lama penyimpanan terigu semakin sedikit air yang ditambahkan. Jika jumlahnya melebihi batas 38%, biasanya adonan menjadi basah dan menyulitkan dalam proses selanjutnya. Jika kurang adonan menjadi rapuh. Keadaan mutu adonan juga dipengaruhi oleh kelembaban suhu disekelilingnya (Ubaidillah, 1997).

Tepung terigu, tepung tapioka dan bahan tambahan lainnya dicampur dan diaduk dalam mixer berkapasitas 125 kg selama 2 menit. Selanjutnya, ditambahkan larutan pengembang dan larutan telur untuk jenis mie kering tertentu. Adonan ini dicampur hingga matang yang dicirikan dengan struktur kompak, penampakan mengkilat, halus, elastis, tidak lengket dan tidak mudah terberai, lunak serta lembut (Astawan, 2006).


(41)

Pengepresan

Setelah mendapat adonan yang diinginkan, maka adonan tersebut dimasukkan ke dalam mesin pres (roll press). Dalam roll press serat gluten yang tidak beraturan ditarik memanjang dan searah dengan tekanan di antara roller. Pengepresan ini dilakukan secara berulang-ulang melalui pengaturan tekanan roller. Mula-mula tekanan ringan sampai tekanan berat sehingga diperoleh lembaran adonan dengan ketebalan tertentu yaitu tekstur yang diinginkan (Ubaidillah, 1997).

Adonan yang telah matang dijatuhkan dari bak penampungan (feeder) masuk ke dalam mesin roll press yang akan mengubah adonan menjadi lempengan-lempengan. Saat pengepresan, gluten ditarik ke satu arah sehingga seratnya menjadi sejajar. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya kehalusan dan elastisitas mie. Tujuan proses ini adalah menghaluskan serat-serat gluten dan membuat adonan menjadi lembaran. Serat yang halus dan searah akan menghasilkan mie yang elastis, kenyal dan halus. Tujuan tersebut dicapai dengan jalan melewatkan adonan berulang-ulang di antara dua rol logam. Jarak antar rol dapat diatur untuk mendapatkan ketebalan lembaran yang diinginkan (Astawan, 2006).

Adonan yang sudah berbentuk gumpalan selanjutnya diuleni. Pengulenan ini dapat menggunakan alat kayu berbentuk silindris. Pengulenan dilakukan secra berulang-ulang sampai adonan kalis (halus) (Widianingsih dan Murtini, 2006).


(42)

Penyisiran (Slitting)

Dari lembaran tipis tersebut kemudian secara otomatis masuk ke dalam mesin penyisir lembaran tipis membentuk untaian tali seperti pita dengan selera konsumen (Ubaidillah, 1997).

Lembaran tipis selanjutnya masuk ke mesin pencetak mie (stiller) yang berfungsi mengubah lembaran mie menjadi untaian mie yang bergelombang. Kerapatan gelombang ini dapat ditentukan dengan mengatur kecepatan net stiller atau net steam (Astawan, 2006).

Proses pembentukan / pemotongan mie dilakukan dengan alat pencetak mie (roll press) manual dengan tenaga atau yang digerakkan oleh listrik. Lembaran adonan yang tipis dimasukkan ke dalam alat pencetak sehingga terbentuk mie yang panjang (Widianingsih dan Murtini, 2006).

Pengukusan (Steaming)

Setelah melalui proses pencetakan dilakukan pemasakan mie dengan pemanasan. Pemanasan ini menyebabkan gelatinisasi pati dan koagulasi gluten. Menurut Astawan, (2006) gelatinisasi ini dapat menyebabkan :

- pati meleleh dan membentuk lapisan tipis (film) yang dapat mengurangi penyerapan minyak dan memberikan kelembutan mie

- meningkatkan daya cerna pati dan mempengaruhi daya rehidrasi mie

- terjadi perubahan pati beta menjadi alfa yang lebih mudah dimasak sehingga struktur alfa ini harus dipertahankan dalam mie kering dengan cara dehidrasi (pengeringan) sampai kadar air kurang dari 10%


(43)

menggunakan uap bertekanan 0,5-1 atm. Pengukusan ini bertujuan agar mie menjadi matang (Ubaidillah, 1997).

Pengeringan

Mie yang telah dicetak selanjutnya dimasukkan dalam oven untuk mengeringkan mie secara sempurna (kadar air 11-12%), menjadikan produk kering dan renyah, serta terbentuk lapisan protein. Faktor yang mempengaruhi proses ini adalah suhu dan tekanan. Suhu yang digunakan sekitar 90-100oC. Sumber energi pengeringan berupa panas uap hasil pengubahan uap panas dari boiler yang berlangsung dalam radiator (Astawan, 2006).

Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi awet dengan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkut dan pengepakan. Disamping itu pengeringan juga mempunyai beberapa kelemahan antara lain : terjadi perubahan warna, tekstur, kandungan gizi, aroma (flavor) yang mudah menguap dan memucatkan pigmen, perubahan struktur serta dapat menimbulkan bahan gosong pada kondisi pengeringan yang tidak terkendali (Buckle, et al., 1987).

Pengeringan dapat dilakukan dengan memakai suatu alat pengering (artificial drying) atau dengan penjemuran (sun drying) yaitu pengeringan dengan menggunakan sinar matahari. Pengeringan buatan mempunyai banyak keuntungan karena suhu dan aliran udara dapat diatur, sehingga waktu pengeringan dapat ditentukan dan kebersihan mudah diawasi (Winarno, 1992).

Setelah matang mie tersebut dialirkan melalui cooling box (alat pendingin). Proses pendinginan ini bertujuan untuk melepaskan sisa-sisa uap panas dari produk dan membuat tekstur mie menjadi keras. Jika sisa uap panas


(44)

tidak hilang, uap tersebut akan mengalami kondensasi saat dikemas dan memungkinkan untuk ditumbuhi jamur (Astawan, 2006).

Pengemasan

Tahap akhir proses produksi mie adalah pengemasan. Tujuan pengemasan adalah melindungi produk dan memperepanjang umur simpan produk. Sebelum dikemas, mie tersebut disortir atau hanya dipilih mie yang rapi dan utuh (Astawan, 2006).

Pengemasan adalah salah satu cara untuk melindungi atau mengawetkan produk pangan maupun non pangan. Kemasan adalah suatu wadah atau tempat yang digunakan untuk mengemas suatu produk yang dilengkapi dengan label atau keterangan-keterangan termasuk beberapa manfaat dari isi kemasan. Pengemasan mempunyai peranan dan fungsi yang penting dalam menunjang distribusi produk yang mudah mengalami kerusakan (Susanto dan Saneto, 1994).

Teknik pengemasan dan jenis kemasan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan daya simpan mie. Fungsi utama kemasan adalah membantu atau mengurangi kerusakan bahan, melindungi dari pencemaran dan gangguan fisik, memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi serta berfungsi sebagai daya tarik bagi pembeli (Astawan, 2006).


(45)

BAHAN DAN METODA

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Analisis kadar kalsium dilakukan di Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Wa

2007.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar berwarna kuning, tempe, ikan teri basah, tepung terigu hard flour, telur, garam, CMC (Carboxy methyl cellulose), air abu, air.

Reagensia

- Aquadest - HNO3

- H2SO4(p) - HClO4

- Phenolphtalein 1% - Metil Red

- NaOH 15% - HCl 0,01N

Alat

- Oven - Beaker Glass

- Timbangan - Labu Kjeldahl


(46)

- Loyang - Kompor

- Alat Pencetak Mie - Gelas Ukur

- Kukusan - Baskom

- Desikator - Tirisan

- Plastik - Buret

- Erlenmeyer - Blender

- Pisau - Kain Saring

- AAS (Atomic Absorption Spectrometer)

Metoda Penelitian (Bangun, 1991)

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan dua faktorial, yang terdiri dari :

Faktor I : Perbandingan tepung terigu dengan tepung ubi jalar adalah 48:12, dimana perbandingan tepung tempe : tepung ikan adalah yang terdiri dari dari 4 taraf, yaitu :

T1 = 25 : 15 T2 = 20 : 20 T3 = 15 : 25 T4 = 10 : 30

Faktor II : Konsentrasi CMC yang terdiri dari 4 taraf, yaitu : S1 = 0,00 %

S2 = 0,25 % S3 = 0,50 % S4 = 0,75 %


(47)

Tc (n – 1) > 15 16 (n – 1) > 15 16n > 31

n > 1,94 …….. dibulatkan menjadi n = 2 Untuk memperoleh ketelitian dilakukan ulangan sebanyak 2 kali

Model Rancangan (Bangun, 1991)

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dua faktorial dengan model sebagai berikut :

ijk = µ + i + j + ( ) ij + ijk Dimana :

ijk = Hasil pengamatan dari faktor T pada taraf ke-I dan faktor S pada taraf ke-j dengan ulangan N.

µ = Efek nilai tengah

i = Efek faktor T pada taraf ke-i J = Efek faktor S pada taraf ke –j

( )ij = Efek interaksi dari faktor T pada taraf ke-I dan faktor S pada taraf ke-j ijk = Efek galat dari faktor T pada taraf ke-I dan faktor S pada taraf ke-j

dalam ulangan N

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata atau sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji LSR (Least Significant Range).

Pelaksanaan Penelitian Pembuatan Tepung Ubi Jalar


(48)

- Ubi jalar dikupas dan dicuci hingga bersih - Dipotong tipis-tipis ± 1 cm

- Direndam dalam larutan Na-metabisulfit 0,2%

- Dilakukan pengeringan dengan suhu 50-60oC hingga kering - Dihaluskan atau diblender sampai benar-benar halus

- Diayak dengan ayakan/shaker ukuran 80 mesh - Dikemas dalam plastik

Pembuatan Tepung Tempe - Tempe diiris tipis-tipis

- Irisan tempe diblansing dengan suhu 90oC selama 10 menit - Ditiriskan irisan tempe

- Dikeringkan irisan tempe dengan oven dengan suhu 60oC hingga kering - Dihaluskan irisan tempe kering dengan blender hingga halus

- Disaring dengan ayakan/shaker ukuran 80 mesh - Dikemas dalam plastik

Pembuatan Tepung Ikan

- Dipilih ikan yang baik dan disortasi - Dibersihkan ikan dari kotoran-kotoran

- Dikukus ikan dengan air mendidih selama 30 menit - Digiling ikan hingga halus

- Dilakukan pengepresan agar air dan minyaknya keluar

- Dilakukan pengeringan dengan oven dengan suhu 50-60oC selama 16 jam - Digiling atau dihaluskan dengan blender


(49)

- Diayak dengan ayakan/shaker ukuran 80 mesh - Dikemas tepung ikan dalam kemasan plastik

Pembuatan Mie Instan

- Pencampuran tepung ubi jalar, tepung terigu, tepung tempe, tepung ikan dan dengan formulasi 48:12:25:15, 48:12:20:20, 48:12:15:25, 48:12:10:30 dengan perlakuan total 100 g

- Penambahan bahan tambahan berupa garam dapur (2%), telur (20 ml), air abu (0,5%), konsentrasi CMC dan air 25 ml

- Dilakukan pengadukan selama 20 menit

- Pembentukan lembaran adonan dan pencetakan dengan alat pembuat mie - Pengukusan dengan suhu 100oC selama 12 menit

- Pengeringan dengan oven pada suhu 70oC - Pengemasan dengan plastik

- Dilakukan analisa terhadap mie instan dengan parameter sebagai berikut : a. Kadar Air

b. Daya Serap Air (DSA)

c. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP) d. Kadar Protein

e. Kadar Kalsium

f. Nilai Organoleptik (Warna, Aroma, Rasa, Tekstur)

Pengamatan dan Pengumpulan Data

Pengamatan dan pengumpulan data dilakukan berdasarkan hasil analisa yang meliputi beberapa parameter :


(50)

Kadar Air (Dengan Metode Oven) (AOAC, 1970)

- Ditimbang bahan sebanyak 2 g dalam alumunium foil yang telah diketahui berat kosongnya.

- Dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 4 jam lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang

- Selanjutnya dipanaskan kembali di dalam oven selama 30 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang

- Perlakuan ini dilakukan sampai didapat berat yang konstan

- Pengurangan berat merupakan banyaknya air yang diuapkan dari bahan dengan perhitungan :

Kadar Air = Berat Awal - Berat Akhir x 100% Berat Awal

Daya Serap Air (DSA) (Hadiningsih, 1999)

Penentuan daya serap air dilakukan dengan cara merebus 5 g mie dalam 150 ml air. Setelah mencapai waktu optimum (± 5 menit), mie ditiriskan dan disiram air kemudian ditiriskan kembali setelah 5 menit. Mie kemudian ditimbang (A) dan dikeringkan pada suhu 105oC sampai tercapai berat yang konstan, ditimbang kembali (B).

DSA (% bk) = [(A-B) – (Ka x Berat awal)] x 100% [Berat awal (1 – Ka)]

Dimana : A = Berat sampel setelah direhidrasi B = Berat sampel setelah dikeringkan Ka = Kadar air awal sampel


(51)

Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (Oh, et al., 1985)

Sebelum dilakukan analisa diukur waktu optimum untuk merebus mie, dengan cara merebus 5 g mie dalam 150 ml air hingga mencapai waktu optimum, ditiriskan selama 5 menit lalu dipindahkan dalam cawan yang telah diketahui beratnya dan ditimbang (A). Cawan dan isinya dikeringkan pada suhu 105oC sampai berat konstan, setelah itu didinginkan dalam deasikator dan ditimbang (B). Mie yang telah masak apabila sudah tidak tampak bagian tengah (core) yang berwarna putih

KPAP (% bk) = 1 – (A – B) x 100% Ba (1 – Ka)

Dimana : A = Sampel setelah rehidrasi (g) B = Berat setelah dikeringkan (g) Ba = Berat sampel awal (g)

Ka = Kadar air awal sample

Kadar Protein (Sudarmadji, et al, 1989)

- Diambil contoh sebanyak 0,1 g dan dimasukkan ke dalam tabung dekstruksi

- Ditimbang 0,2 g campuran selenium dan dicampurkan ke dalam bahan, lalu ditambahkan H2SO4 pekat sebanyak 2,5 ml

- Didestruksi hingga menjadi cairan berwarna kuning jernih kemudian dibiarkan hingga dingin

- Hasil destruksi dibilas dengan aquadest sebanyak 10 ml dan ditampung dilabu suling.


(52)

- Ditambahkan larutan phenolpthalein 1% 3 tetes dan 10 ml NaOH 15% hingga terbentuk warna merah jingga kemudian didestilasi.

- Hasil penyulingan ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 5 ml H3BO3 3%, kemudian ditampung hingga 125 ml.

- Hasil sulingan dititrasi dengan HCl 0,0105 N hingga terbentuk warna merah muda.

- Dibuat juga larutan blanko dengan mengganti bahan dengan aquadest, dilakukan destruksi, destilasi, dan titrasi seperti pada bahan contoh .

Kadar protein = (b-c) x N x 0,0105 x 14,008 x 100 % Berat contoh x 1000

% Protein = % N x 5,70 Keterangan : b = titrasi blanko

c = titrasi contoh

Kadar Kalsium (Anwar, 1990)

Oksidasi basah dengan HNO3 dan HCLO4

- Ditimbang 0,5 g contoh ke dalam tabung digestion

- Ditambahkan 5 ml HNO3 dan 0,5 ml HCLO¹ dan biarkan satu malam - Dipanaskan dalam digestion block dengan suhu 100oC selama satu jam,

kemudian suhu ditingkatkan menjadi 150oC

- Setelah uap kuning habis suhu digestion block ditingkatkan menjadi 200oC. Destruksi selesai setelah keluar asap putih dan sisa ekstrak kurang lebih 0,5 ml

- Tabung diangkat dan dibiarkan dingin


(53)

Pengukuran Kalsium

- Dipipet 1 ml ekstrak dan deret standar masing-masing ke dalam tabung kimia dan ditambahkan 9 ml larutan La 0,25%, kocok dengan menggunakan pengocok tabung hingga homogen

- Kalsium diukur dengan menggunakan AAS / flamephotometer dengan deret standar sebagai pembanding

- Dihitung kandungan kalsium dengan rumus % Ca = Ac – Ab x ppm standar x 0,1 x FK As

Dimana ;

Ac = Adsorben Contoh Ab = Adsorben Blanko As = Adsorben Standar

100 FK =

100 - % air

Uji Organoleptik (Soekarto, 1982)

Uji organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur (kekenyalan) dilakukan dengan uji kesukaan atau uji hedonik. Sampel berupa mie yang sudah dimasak diberikan kepada 10 orang panelis. Penilaian dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut :

Tabel 4. Skala Uji Hedonik

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat Suka 4

Suka 3

Agak Suka 2


(54)

SKEMA PEMBUATAN MIE INSTAN

Tepung

Penambahan garam, telur, air abu, CMC, dan air

Pengadukan selama 20 menit

Pembentukan lembaran adonan

Pencetakan

Pengukusan dengan suhu 100˚C selama 12 menit

Pengeringan dengan oven pada suhu 70˚C selama 2,5 jam

Mie Instan

Analisa

Gambar 1. Bagan Alir Pembuatan Mie Instan Perbandingan Tepung

tempe dan ikan (T) : T1= 25 : 15

T2 = 20 : 20 T3 = 15 : 25 T4 = 10 : 30

Penambahan CMC (S) : S1= 0% S2= 0,25% S3= 0,50% S¹= 0,75%

Parameter

1. Kadar Air

2. Daya Serap Air (DSA)

3. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP) 4. Kadar Protein

5. Kadar Kalsium

6. Uji Organoleptik terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur (kekenyalan)


(55)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi CMC memberi pengaruh terhadap parameter yang diamati. Pengaruh perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi CMC terhadap parameter yang diamati dapat dijelaskan di bawah ini.

Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan terhadap Parameter yang Diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung tempe : tepung ikan memberikan pengaruh terhadap daya serap air, kehilangan padatan akibat pemasakan, kadar air, kadar protein, kadar kalsium dan uji organoleptik (warna, aroma, rasa dan tekstur) dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan

terhadapParameter yang Diamati

Perbandingan Kadar Daya Serap Kehilangan Kadar Kadar Warna Aroma RasaTekstur Tepung Air Air Padatan akibat Protein Kalsium pemasakan

(%) (%) (%) (%) (%/mg)

(numerik)

T1:25:15 7,99 82,65 8,13 29,60 0,69 2,31 2,29 2,38 2,54 T2:20:20 7,77 83,09 7,68 31,83 0,80 2,26 2,21 2,26 2,55 T3:15:25 7,69 83,32 7,75 32,50 0,87 2,15 2,16 2,23 2,51 T4:10:30 7,83 83,64 7,68 33,24 1,11 2,13 2,14 2,11 2,63

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa perbandingan tepung tempe: tepung ikan memberikan pengaruh terhadap parameter yang diuji. Kadar air yang tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (perbandingan tepung 25:15) yaitu sebesar 7,99% dan


(56)

yang terendah terdapat pada perlakuan T3 (perbandingan tepung 15:25) yaitu sebesar 7,69%. Daya serap air tertinggi terdapat pada perlakuan T4 (perbandingan tepung 10:30) yaitu sebesar 83,64% dan yang terendah terdapat pada perlakuan T1 (perbandingan tepung 25:15) yaitu sebesar 82,65%. Kehilangan padatan akibat pemasakan tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (perbandingan tepung 25:15) yaitu sebesar 8,31% dan yang terendah terdapat pada perlakuan T2 (perbandingan tepung 20:20) dan T4 (perbandingan tepung 10:30) yaitu sebesar 7,68%. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan T4 (perbandingan tepung 10:30) yaitu sebesar 33,24% dan terendah terdapat pada perlakuan T1 (perbandingan tepung 25:15) yaitu sebesar 29,60%. Kadar kalsium tertinggi terdapat pada perlakuan T4 (perbandingan tepung 10:30) yaitu sebesar 1,11 %/mg dan yang terendah terdapat pada perlakuan T1 (perbandingan tepung 25:15) yaitu sebesar 0,69 %/mg. Nilai organoleptik warna tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (perbandingan tepung 25:15) yaitu sebesar 2,31 dan yang terendah terdapat pada perlakuan T4 (perbandingan tepung 10:30) yaitu sebesar 2,13. Nilai organoleptik aroma tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (perbandingan tepung 15:25) yaitu sebesar 2,29 dan yang terendah terdapat pada perlakuan T4 (perbandingan tepung 10:30) yaitu sebesar 2,16. Nilai organoleptik rasa yang tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (perbandingan tepung 25:15) yaitu sebesar 2,45 dan yang terendah terdapat pada perlakuan T4 (perbandingan tepung 10:30) yaitu sebesar 2,11. Nilai organoleptik tekstur yang tertinggi terdapat pada perlakuan T4 (perbandingan tepung 10:30) yaitu sebesar 2,63 dan yang terendah terdapat pada perlakuan T3 (perbandingan tepung 15:25) yaitu sebesar 2,51.


(57)

Pengaruh Konsentrasi CMC terhadap Parameter yang Diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi CMC memberikan pengaruh terhadap daya serap air, kehilangan padatan akibat pemasakan, kadar air, kadar protein, kadar kalsium dan uji organoleptik (warna, aroma , rasa dan tekstur) dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh Konsentrasi CMC terhadap Parameter yang

Diamati

Konsentrasi Kadar Daya Serap Kehilangan Kadar Kadar Warna Aroma Rasa Tekstur CMC Air Air Padatan akibat Protein Kalsium pemasakan

(%) (%) (%) (%) (%) (%/mg) (numerik)

S1=0,00 7,06 80,79 11,16 30,67 0,69 2,29 2,23 2,34 2,44 S2=0,25 7,49 81,89 9,17 31,24 0,80 2,24 2,19 2,26 2,60 S3=0,50 8,07 84,29 6,49 32,14 0,91 2,20 2,16 2,19 2,65 S4=0,75 8,66 85,72 4,41 33,12 1,08 2,13 2,16 2,19 2,54

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa konsentrasi CMC memberikan pengaruh terhadap parameter yang diuji. Kadar air yang tertinggi terdapat pada perlakuan S4 (konsentrasi CMC 0,75%) yaitu sebesar 8,66% dan yang terendah terdapat pada perlakuan S1 (konsentrasi CMC 0%) yaitu sebesar 7,06%. Daya serap air tertinggi terdapat pada perlakuan S4 (konsentrasi CMC 0,75%) yaitu sebesar 85,72% dan yang terendah terdapat pada perlakuan S1 (konsentrasi CMC 0%) yaitu sebesar 80,79%. Kehilangan padatan akibat pemasakan tertinggi terdapat pada perlakuan S4 (konsentrasi CMC 0,75%) yaitu sebesar 4,41% dan yang terendah terdapat pada perlakuan S1 (konsentrasi CMC 0%) yaitu sebesar 11,16%. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan S4 (konsentrasi CMC 0,75%) yaitu sebesar 33,12% dan terendah terdapat pada perlakuan S1 (konsentrasi CMC 0%) yaitu sebesar 30,67%. Kadar kalsium tertinggi terdapat pada perlakuan S (konsentrasi CMC 0,75%)


(1)

Lampiran 4. Data Pengamatan Kadar Protein

(%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II

T1S1 28.74 28.18 56.92 28.46

T1S2 29.45 29.30 58.75 29.38

T1S3 30.74 29.18 59.92 29.96

T1S4 30.45 30.74 61.19 30.60

T2S1 30.31 30.74 61.05 30.53

T2S2 31.74 31.74 63.48 31.74

T2S3 32.17 31.74 63.91 31.96

T2S4 33.74 32.45 66.19 33.10

T3S1 33.04 32.17 65.21 32.61

T3S2 31.74 31.04 62.78 31.39

T3S3 32.17 32.74 64.91 32.46

T3S4 34.04 33.04 67.08 33.54

T4S1 30.45 31.74 62.19 31.10

T4S2 32.74 32.17 64.91 32.46

T4S3 34.31 34.04 68.35 34.18

T4S4 35.17 35.31 70.48 35.24

Total 1017.32

Rataan 31.79

Lampiran4. Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Protein (%)

SK db JK KT F hit. F.05 F.01

Perlakuan

15 95.752 6.383 21.410 ** 2.35 3.41

T 3 59.322 19.774 66.321 ** 3.63 5.29

T Lin 1 53.824 53.824 180.523 ** 4.49 8.53 T Kuad 1 4.425 4.425 14.842 ** 4.49 8.53 T Kub 1 1.073 1.073 3.597 tn 4.49 8.53

S 3 27.490 9.163 30.733 ** 3.63 5.29

S Lin 1 27.126 27.126 90.979 ** 4.49 8.53 S Kuad 1 0.340 0.340 1.141 tn 4.49 8.53 S Kub 1 0.024 0.024 0.079 tn 4.49 8.53

TxS 9 8.940 0.993 3.332 * 2.54 3.78

Galat 16 4.771 0.298 Total 31 100.522

Keterangan: FK = 32,341.87 KK = 1.718%

** = sangat nyata * = nyata tn = tidak nyata


(2)

Lampiran 5. Data Pengamatan Kadar

Kalsium(%/mg)

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II

T1S1 0.50 0.50 1.00 0.50

T1S2 0.77 0.64 1.41 0.71

T1S3 0.77 0.77 1.54 0.77

T1S4 0.82 0.77 1.59 0.80

T2S1 0.70 0.70 1.40 0.70

T2S2 0.77 0.70 1.47 0.74

T2S3 0.82 0.82 1.64 0.82

T2S4 0.82 1.10 1.92 0.96

T3S1 0.77 0.77 1.54 0.77

T3S2 0.77 0.82 1.59 0.80

T3S3 0.82 0.82 1.64 0.82

T3S4 1.10 1.10 2.20 1.10

T4S1 0.77 0.82 1.59 0.80

T4S2 0.82 1.10 1.92 0.96

T4S3 1.10 1.32 2.42 1.21

T4S4 1.46 1.46 2.92 1.46

Total 27.79

Rataan 0.87

Lampiran 5. Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Kalsium (%/mg)

SK db JK KT F hit. F.05 F.01

Perlakuan

15 1.572 0.105 14.299 ** 2.35 3.41

T 3 0.734 0.245 33.370 ** 3.63 5.29

T Lin 1 0.685 0.685 93.493 ** 4.49 8.53 T Kuad 1 0.031 0.031 4.180 tn 4.49 8.53 T Kub 1 0.018 0.018 2.436 tn 4.49 8.53

S 3 0.655 0.218 29.774 ** 3.63 5.29

S Lin 1 0.644 0.644 87.866 ** 4.49 8.53 S Kuad 1 0.009 0.009 1.198 tn 4.49 8.53 S Kub 1 0.002 0.002 0.258 tn 4.49 8.53

TxS 9 0.184 0.020 2.784 * 2.54 3.78

Galat 16 0.117 0.007

Total 31 1.689

Keterangan: FK = 24.13 KK = 9.857%

** = sangat nyata * = nyata tn = tidak nyata


(3)

Lampiran 6. Data Pengamatan Analisa Organoleptik

Warna (Numerik)

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II

T1S1 2.40 2.40 4.80 2.40

T1S2 2.30 2.40 4.70 2.35

T1S3 2.10 2.50 4.60 2.30

T1S4 2.10 2.30 4.40 2.20

T2S1 2.30 2.40 4.70 2.35

T2S2 2.20 2.40 4.60 2.30

T2S3 2.20 2.30 4.50 2.25

T2S4 2.10 2.20 4.30 2.15

T3S1 2.30 2.20 4.50 2.25

T3S2 2.20 2.10 4.30 2.15

T3S3 2.20 2.10 4.30 2.15

T3S4 2.10 2.00 4.10 2.05

T4S1 2.20 2.10 4.30 2.15

T4S2 2.20 2.10 4.30 2.15

T4S3 2.10 2.10 4.20 2.10

T4S4 2.20 2.00 4.20 2.10

Total 70.80

Rataan 2.21

Lampiran 6. Daftar Analisis Sidik Ragam Organoleptik warna (Numerik)

SK db JK KT F hit. F.05 F.01

Perlakuan

15 0.325 0.022 1.825 tn 2.35 3.41

T 3 0.193 0.064 5.404 ** 3.63 5.29

T Lin 1 0.182 0.182 15.347 ** 4.49 8.53 T Kuad 1 0.001 0.001 0.105 tn 4.49 8.53

T Kub 1 0.009 0.009 0.758 tn 4.49 8.53

S 3 0.113 0.038 3.158 tn 3.63 5.29

S Lin 1 0.110 0.110 9.284 ** 4.49 8.53

S Kuad 1 0.001 0.001 0.105 tn 4.49 8.53

S Kub 1 0.001 0.001 0.084 tn 4.49 8.53

TxS 9 0.020 0.002 0.187 tn 2.54 3.78

Galat 16 0.190 0.012

Total 31 0.515

Keterangan: FK = 156.65 KK = 4.925%

** = sangat nyata * = nyata tn = tidak nyata


(4)

Lampiran 7. Data Pengamatan Analisa Organoleptik

Aroma (Numerik)

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II

T1S1 2.40 2.30 4.70 2.35

T1S2 2.30 2.20 4.50 2.25

T1S3 2.10 2.20 4.30 2.15

T1S4 2.30 2.20 4.50 2.25

T2S1 2.20 2.10 4.30 2.15

T2S2 2.20 2.20 4.40 2.20

T2S3 2.30 2.20 4.50 2.25

T2S4 2.20 2.10 4.30 2.15

T3S1 2.30 2.20 4.50 2.25

T3S2 2.10 2.20 4.30 2.15

T3S3 2.20 2.10 4.30 2.15

T3S4 2.10 2.10 4.20 2.10

T4S1 2.10 2.20 4.30 2.15

T4S2 2.20 2.10 4.30 2.15

T4S3 2.10 2.10 4.20 2.10

T4S4 2.10 2.20 4.30 2.15

Total 69.90

Rataan 2.18

Lampiran 7. Daftar Analisis Sidik Ragam Organoleptik Aroma (Numerik)

SK db JK KT F hit. F.05 F.01

Perlakuan

15 0.137 0.009 2.251 tn 2.35 3.41

T 3 0.056 0.019 4.590 * 3.63 5.29

T Lin 1 0.053 0.053 12.938 ** 4.49 8.53 T Kuad 1 0.003 0.003 0.692 tn 4.49 8.53 T Kub 1 0.001 0.001 0.138 tn 4.49 8.53

S 3 0.021 0.007 1.718 tn 3.63 5.29

S Lin 1 0.018 0.018 4.446 tn 4.49 8.53 S Kuad 1 0.003 0.003 0.692 tn 4.49 8.53 S Kub 1 0.000 0.000 0.015 tn 4.49 8.53

TxS 9 0.060 0.007 1.650 tn 2.54 3.78

Galat 16 0.065 0.004

Total 31 0.202

Keterangan: FK = 152.69 KK = 2.918%

** = sangat nyata * = nyata tn = tidak nyata


(5)

Lampiran 8. Data Pengamatan Analisis Nilai Organoleptik Rasa (Numerik)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

T1S1 2.50 2.40 4.90 2.45

T1S2 2.40 2.40 4.80 2.40

T1S3 2.30 2.30 4.60 2.30

T1S4 2.40 2.30 4.70 2.35

T2S1 2.50 2.30 4.80 2.40

T2S2 2.30 2.30 4.60 2.30

T2S3 2.20 2.20 4.40 2.20

T2S4 2.30 2.00 4.30 2.15

T3S1 2.40 2.20 4.60 2.30

T3S2 2.30 2.20 4.50 2.25

T3S3 2.20 2.10 4.30 2.15

T3S4 2.40 2.00 4.40 2.20

T4S1 2.20 2.20 4.40 2.20

T4S2 2.10 2.10 4.20 2.10

T4S3 2.20 2.00 4.20 2.10

T4S4 2.10 2.00 4.10 2.05

Total 71.80

Rataan 2.24

Lampiran 8. Daftar Analisis Sidik Ragam Nilai Organoleptik Rasa

(Numerik)

SK db JK KT F hit. F.05 F.01

Perlakuan

15 0.429 0.029 2.178 tn 2.35 3.41

T 3 0.281 0.094 7.143 ** 3.63 5.29

T Lin 1 0.272 0.272 20.743 ** 4.49 8.53 T Kuad 1 0.000 0.000 0.000 tn 4.49 8.53

T Kub 1 0.009 0.009 0.686 tn 4.49 8.53

S 3 0.124 0.041 3.143 tn 3.63 5.29

S Lin 1 0.110 0.110 8.400 * 4.49 8.53

S Kuad 1 0.011 0.011 0.857 tn 4.49 8.53

S Kub 1 0.002 0.002 0.171 tn 4.49 8.53

TxS 9 0.024 0.003 0.201 tn 2.54 3.78

Galat 16 0.210 0.013

Total 31 0.639

Keterangan: FK = 161.10 KK = 5.106%

** = sangat nyata * = nyata tn = tidak nyata


(6)

Lampiran 9. Data Pengamatan Analisa Organoleptik

Tekstur (Numerik)

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II

T1S1 2.40 2.50 4.90 2.45

T1S2 2.60 2.60 5.20 2.60

T1S3 2.70 2.50 5.20 2.60

T1S4 2.40 2.60 5.00 2.50

T2S1 2.30 2.40 4.70 2.35

T2S2 2.50 2.70 5.20 2.60

T2S3 2.60 2.70 5.30 2.65

T2S4 2.60 2.60 5.20 2.60

T3S1 2.30 2.50 4.80 2.40

T3S2 2.70 2.40 5.10 2.55

T3S3 2.60 2.70 5.30 2.65

T3S4 2.50 2.40 4.90 2.45

T4S1 2.50 2.60 5.10 2.55

T4S2 2.60 2.70 5.30 2.65

T4S3 2.70 2.70 5.40 2.70

T4S4 2.60 2.60 5.20 2.60

Total 81.80

Rataan 2.56

Lampiran 9. Daftar Analisis Sidik Ragam Organoleptik Tekstur (Numerik)

SK db JK KT F hit. F.05 F.01

Perlakuan

15 0.299 0.020 1.992 tn 2.35 3.41

T 3 0.056 0.019 1.875 tn 3.63 5.29

T Lin 1 0.020 0.020 2.025 tn 4.49 8.53

T Kuad 1 0.020 0.020 2.000 tn 4.49 8.53

T Kub 1 0.016 0.016 1.600 tn 4.49 8.53

S 3 0.201 0.067 6.708 ** 3.63 5.29

S Lin 1 0.049 0.049 4.900 * 4.49 8.53

S Kuad 1 0.151 0.151 15.125 ** 4.49 8.53

S Kub 1 0.001 0.001 0.100 tn 4.49 8.53

TxS 9 0.041 0.005 0.458 tn 2.54 3.78

Galat 16 0.160 0.010

Total 31 0.459

Keterangan: FK = 209.10 KK = 3.912%

** = sangat nyata * = nyata tn = tidak nyata