TEACHING MATERIAL DEVELOPMENT OF STUDENTS’WORKSHEET OFLIVING CREATURE INTERACTION MATERIAL WITH ENVIRONMENTFOR STUDENTS CLASS VII AT JUNIOR HIGH SCHOOL SUB DISTRICT GUNUNG SUGIH PENGEMBANGAN BAHAN AJAR LEMBAR KERJA SISWA MATERI INTERAKSI MAKHLUK HIDUP DEN

(1)

TEACHING MATERIAL DEVELOPMENT OF STUDENTS’WORKSHEET OFLIVING CREATURE INTERACTION MATERIAL WITH

ENVIRONMENTFOR STUDENTS CLASS VII

AT JUNIOR HIGH SCHOOL SUB DISTRICT GUNUNG SUGIH By EviOktavia

This research aims to (1) analyze the potency and the condition to develop students’ worksheet of Science as Science Teaching Material on living creature interaction material with environment, (2) analyze the characteristics of Teaching Material of students’ worksheet of Science, (3) produce teaching material of Science students’ worksheet that was used as learning sources of Science material of living creature interaction with environment, (4) analyze the effectiveness use of Science students’ worksheet, (5) analyze the efficient use of Science students’ worksheet, and (6) analyze the interest use of science students’ worksheet.

The research used research and development approach, conducted at Junior High School 1 Gunung Sugih, Junior High School 4 Gunung Sugih and Junior High School Tri Jaya Gunung Sugih. The data collecting technique used questionnaires, the analysis was done through 3 aspects, namely the effectiveness test which used gain test, efficiency test and interest test by using descriptive and qualitative methods.

The conclusion of the research are : (1) JUNIOR HIGH SCHOOL Negeri 4 GunungSugih are potential to develop science students worksheet teaching material, (2) the characteristics of Science students’ worksheet which is developed is inquiry students’ worksheet in which the students find by themselves the concept and the principal of materials learnt, (3) the result of this development is the product of science worksheet teaching material which is validated by media expert, material expert, and learning design expert, (4) teaching material of science students’ worksheet is effective use as the media of learning that is proved with the gain scores of treatments class namely 0,54 > 0,36 of control class gain score, (5) the use of science students’ worksheet is efficient as learning media proved with efficient ratio scores of learning 1,30, (6) the learning material of science students’ worksheet is interesting used with mean of interest try out scores 3,25.


(2)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR LEMBAR KERJA SISWA MATERI INTERAKSI MAKHLUK HIDUP DENGAN LINGKUNGAN UNTUK SISWA KELAS VII DI SMP KECAMATAN GUNUNG SUGIH

Oleh Evi Oktavia

Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis potensi dan kondisi untuk

pengembangan LKS IPA sebagai Bahan Ajar IPA pada materi interaksi makhluk hidup dengan lingkungan, (2) menganalisis karakteristik Bahan Ajar LKS IPA, (3) menghasilkan Bahan Ajar LKS IPA yang digunakan sebagai sumber belajar IPA materi interaksi makhluk hidup dengan lingkungan, (4) menganalisis efektifitas penggunaan LKS IPA, (5) menganalisis efisiensi penggunaan LKS IPA, dan (6) menganalisis kemenarikan penggunaan LKS IPA.

Penelitian menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan, dilakukan di SMP N 1 Gunung Sugih, SMPN 4 Gunung Sugih dan SMP Tri Jaya Gunung Sugih. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan angket, analisis dilakukan pada 3 aspek, yaitu pengujian efektifitas menggunakan uji gain, uji efisiensi dan uji daya tarik dengan deskriptif kualitatif.

Kesimpulan penelitian adalah: (1) SMP Negeri 4 Gunung Sugih berpotensi untuk pengembangan bahan ajar LKS IPA, (2) karakteristik bahan ajar LKS IPA yang dikembangkan adalah LKS Inkuiri dimana siswa menemukan sendiri konsep dan prinsip dari materi yang dipelajari, (3) hasil dari pengembangan ini adalah berupa produk bahan ajar LKS IPA yang divalidasi oleh ahli media, ahli materi dan ahli desain pembelajaran, (4) bahan ajar LKS IPA efektif digunakan sebagai media pembelajaran dibuktikan dengan nilai gain untuk kelas perlakuan yaitu 0,54 > 0,36 nilai gain kelas kontrol, (5) penggunaan bahan ajar LKS IPA efisien sebagai media pembelajaran dibuktikan dengan nilai rasio efisiensi pembelajaran sebesar 1,30, (6) bahan ajar LKS IPA menarik digunakan dengan rata-rata skor uji coba kemenarikan sebesar 3,25.


(3)

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR LEMBAR KERJA SISWA MATERI INTERAKSI MAKHLUK HIDUP DENGAN

LINGKUNGAN UNTUK SISWA KELAS VII DI SMP KECAMATAN GUNUNG SUGIH

Oleh EVI OKTAVIA

Tesis

Sebagai Salah SatuSyaratuntuk MencapaiGelar MAGISTER PENDIDIKAN

Pada

Program Pascasarjana Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

PROGRAM PASCASARJANA TEKNOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(4)

(5)

(6)

(7)

Penulisdilahirkan di TanjungKarangpadatanggal01 Oktober 1976,

merupakananakpertamadaritigabersaudarapasanganBapak UjangSulaimandanIbuWagiyati.

Pendidikandasardiselesaikanpadatahun 1988 di SD Negeri01 Bekri Lampung Tengah, pendidikanSMP Budi Bhakti Persit Bandar Lampung lulus padatahun 1991, dan SMA YP Unila Bandar Lampung padatahun 1994. GelarsarjanadiperolehdariUniversitasMuhammadiyah Metro padatahun 1999 JurusanPendidikanBiologi.

Padatahun 2000 penulismenikahdenganWageyonodandikaruniaidua orang anak Muhammad AldiFebriansyahdanAldilaGevitaOktaVerdya.

Sejaktahun 1999 /2007penulisbekerja di SMP PGRI 01 BangunRejo Lampung Tengah sebagai Guru Mata PelajaranIPA, tahun 2007 penulisbekerja di SMPN 4 GunungSugihsebagaiGuru Mata PelajaranIPA


(8)

MOTO

Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan

Maka apabila kamu telah selesai dari sesuatu urusan

Kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain

Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap

(Q.S. Alam Nasyah 6-8)

“Kehidupan

adalah terus-menerus dilakukannya

pembelajaran untuk menjadi yang lebih baik dari

pada kehidupan yang telah dilampaui.”

Jika kita hanya mengerjakan yang sudah kita

ketahui, kapankah kita akan mendapat

pengetahuan yang baru ? Melakukan yang belum


(9)

xi

PERSEMBAHAN

Puji syukur pada Allah Tuhan Yang Maha Esa, karya ini kupersembahkan untuk : Papa dan Mama yang tiada henti-hentinya memberikan doa, cinta, kasih dan memotivasi semua hal yang baik untukku, semoga Allah Swt selalu

memberikan kesehatan, rezeki, dan umur yang panjang.

Suamiku tercinta dan tersyang (Wageyono) yang selalu memberikan do’a, semangat, cinta kasih, dan dukungan sehingga tesis ini selesai.

Anak-anakku tersayang (Aldi dan Dilla) yang selalu menyemangati dan

mendo’akan ibu.

Adik-adikku tersayang (Eri dan Erwin) yang telah memberikan semangat, perhatian dan cinta kasih.

Keluarga besarku atas doa dan dukungan yang diberikan.

Para sahabat (Sunggul, Arif, Jesi, dan Iin,alimudin,rini,dll) yang selalu mendoakan, menyemangati, dan mendukungku.


(10)

SAN WACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Lembar Kerja Siwa Materi Interaksi Makhluk Hidup Dengan Lingkungan Siswa Kelas VII Di SMP Kecamatan Gunung Sugih”. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program

Pascasarjan Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Tesis ini terselesaikan dengan bimbingan, dukungan, bantuan, dan doa dari orangtua, suami, putra dan putri tersayang, para sahabat, dan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dengan tulus dan penuh hormat kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Sugeng P Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung. 2. Prof. Dr. Sudjarwo, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas

Lampung.

3. Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

4. Dr. Adelina Hasyim, M.Pd., selaku Ketua Program Pascasarjana Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.


(11)

Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung, sekaligus Pembimbing I dalam penyusunan tesisi ini

6. Bapak Dr.Tri Jalmo, M.Si., selaku pembimbing II dalam penyusunan tesis ini. 7. Bapak Drs. Darlen Sikumbang, M.Biomed, selaku pembahas.

8. Bapak/Ibu dosen dan staf administrasi Program Pascasarjana Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. 9. Ibu Ernila, M.Pd., dan Ibu Rina Devita, M.Pd. selaku validator ahli dalam

pengembangan produk.

10. Kepala SMPN 4 Gunung Sugih, beserta Wakil Kepala SMPN 4 Gunung Sugih.

11. Kepala SMPN 1 Gunung Sugih, beserta Wakil Kepala SMPN 1 Gunung Sugih.

12. Kepala SMP Tri Jaya Bekri Lampung Tengah, beserta Wakil Kepala SMP Tri Jaya Bekri Lampung Tengah.

13. Rekan sejawat SMPN 4 Gunung Sugih, serta teman-teman Guru dan Staff TU.

14. Rekan seperjuangan angkatan 2012 (Mak nur, Bunda Lena, Kiki, Naf, Reni, Lestia, Sinta A, Deka, Ade,Sinta W, Wulan,Irna dll) yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu pada Program Pascasarjana Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampsung.


(12)

pihak di atas, dan semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca.

Bandar Lampung, 2014 Penulis


(13)

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 6

1.3 Batasan Masalah... 7

1.4 Rumusan Masalah ... 8

1.5 Tujuan Pengembangan ... 8

1.6 Manfaat Pengembangan ... 9

1.7 Spesifikasi Produk yang Diharapkan ... 11

1.8 Produk Pendukung ... 12

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Belajar... 13

2.2 Teori Pembelajaran ... 17

2.3 Karakteristik Pembelajaran IPA ... 19

2.4 Desain Sistem Pembelajaran ... 23

2.5 Kedudukan Bahan Ajar dalam Pembelajaran ... 28

2.6 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 32

2.7 Kajian Penelitian yang Relevan ... 39

2.8 Kerangka Berpikir ... 40


(14)

xi BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian ... 44

3.2 Subyek Uji Coba Penelitian ... 44

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 44

3.4 Langkah-langkah Pengembangan ... 45

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 51

3.6 Definisi Konseptual dan Operasional... 52

3.7 Instrumen Penelitian... 53

3.8 Kisi-Kisi Instrumen ... 54

3.9 Validasi Instrumen dan Analisis Butir Soal ... 58

3.10 Uji Persyaratan Analisis Hipotesis Statistik ... 65

3.11 Teknik Analisis Data ... 70

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 76

4.1.1 Potensi Sekolah terhadap Produk yang Dikembangkan... 76

4.1.2 Karakteristik Bahan Ajar LKS IPA... 78

4.1.3 Pengumpulan Data Pengembangan Bahan Ajar LKS IPA ... 80

4.1.4 Desain Produk Bahan Ajar LKS IPA ... 82

4.1.5 Validasi Desain ... 87

4.1.6 Revisi ... 89

4.1.7 Uji Coba Produk Tahap I ... 90

4.1.8 Uji Coba Produk Tahap II ... 92

A. Efektifitas Bahan Ajar LKS ... 92

B. Efisiensi Bahan Ajar LKS ... 94

C. Daya Tarik Bahan Ajar LKS ... 95

4.2 Pembahasan ... 97

4.2.1 Efektifitas Bahan Ajar LKS ... 97

4.2.2 Efisiensi Bahan Ajar LKS ... 100


(15)

xii

4.2.4 Kelebihan Pengembangan Bahan Ajar LKS ... 106 4.2.5 Keterbatasan Pengembangan Bahan Ajar LKS ... 106

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 107 5.2 Implikasi ... 108 5.3 Saran ... 109 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(16)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Kisi-kisi Instrumen Uji untuk Siswa terhadap Bahan ajar LKS IPA ... 54

Tabel 3.2. Kisi-kisi Instrumen Uji Ahli Media terhadap Bahan ajar LKS IPA ... 56

Tabel 3.3. Kisi-kisi Instrumen Uji Ahli Materi terhadap Bahan ajar LKS IPA ... 57

Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Uji Kemenarikan Bahan ajar LKS IPA sebagai Sumber belajar Materi Interaksi makhluk hidup dengan lingkungan ... 58

Tabel 3.5. Kriteria Kualitas Butir Soal ... 63

Tabel 3.6. Hasil Rekap Analisis Butir Soal... 64

Tabel 3.7. Tests of NormalityPretest-posttest Kelas Perlakuan ... 65

Tabel 3.8. Tests of NormalityPretest-posttest Kelas Kontrol ... 66

Tabel 3.9. Paired Samples Statistics Kelas Perlakuan ... 67

Tabel 3.10. Paired Samples Statistics Kelas Kontrol ... 67

Tabel 3.11. Paired Samples Correlations Kelas Perlakuan ... 67

Tabel 3.12. Paired Samples Correlations Kelas Kontrol ... 67

Tabel 3.13. Paired Samples Test Kelas Perlakuan ... 68

Tabel 3.14. Paired Samples Test Kelas Kontrol ... 68

Tabel 3.15. Uji Homogenitas Kelas Perlakuan dan Kelas Kontrol ... 69

Tabel 3.16. Penilaian Kualitas Pengembangan Bahan Ajar LKS IPA ... 70

Tabel 3.17. Nilai Indeks Gain Ternormalisasi dan Klasifikasinya ... 73

Tabel 3.18. Skor Penilaian Terhadap Pilihan Jawaban ... 74

Tabel 3.19. Klasifikasi Daya Tarik ... 75

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Tahap I ... 91

Tabel 4.2. Hasil Tes Kelas Perlakuan Dan Kelas Kontrol ... 93

Tabel 4.3. Tabel waktu yang digunakan pada saat pembelajaran ... 94


(17)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Diagram Kerangka Berpikir ... 41

Gambar 3.1. Diagram langkah-langkah pengembangan bahan ajar LKS IPA. ... 45

Gambar 4.1. Peta kebutuhan bahan ajar LKS ... 82

Gambar 4.2. Tampilan halaman muka bahan ajar LKS ... 84

Gambar 4.3. Tampilan LKS ... 86

Gambar 4.4. Tampilan LKS ... 86


(18)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Observasi Sarana dan Prasarana ... 114

Lampiran 2. Lembar Observasi Hasil Uji Blok Siswa Kelas VII SMP N 4 Gunung Sugih ... 116

Lampiran 3. Analisis Hasil Belajar Siswa Materi Interaksi Mahluk Hidup dengan Lingkungan Kelas VII di SMP N 4 Gunung Sugih Tahun Pelajaran 2012-201... 117

Lampiran 4. Angket Analisis Kebutuhan Guru ... 120

Lampiran 5. Pedoman Wawancara ... 122

Lampiran 6. Angket Analisis Kebutuhan Siswa ... 123

Lampiran 7. Kisi - kisi Instrumen Uji Ahli Desain Pembelajaran terhadap Bahan Ajar LKS IPA ... 125

Lampiran 8. Kisi-kisi Instrumen Uji Ahli Media terhadap Bahan ajar LKS IPA ... 127

Lampiran 9. Kisi-kisi Instrumen Uji Ahli Materi terhadap Bahan ajar LKS IPA sebagai Sumber belajar Materi Interaksi mahluk hidup dengan lingkungan ... 129

Lampiran 10. Kisi-kisi Instrumen Uji untuk Siswa terhadap Bahan ajar LKS IPA ... 131

Lampiran 11. Instrumen Uji Ahli Desain Pembelajaran terhadap Bahan ajar LKS IPA ... 133

Lampiran 12. Instrumen Uji Ahli Media terhadap Bahan ajar LKS IPA ... 135

Lampiran 13. Instrumen Uji Ahli Materi terhadap Bahan ajar LKS IPA ... 137

Lampiran 14. Instrumen Uji untuk Siswa terhadap Bahan ajar LKS IPA ... 140


(19)

xvii

Lampiran 16. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 149

Lampiran 17. LKS ... 167

Lampiran 18. Hasil Analisis Kebutuhan dan Wawancara Guru ... 194

Lampiran 19. Hasil Analisis Kebutuhan Siswa... 196

Lampiran 20. Hasil Analisis Validasi Ahli ... 197

Lampiran 21. Hasil Analisis Uji Coba Satu Lawan Satu dan Uji Coba Kelompok Terbatas ... 209

Lampiran 22. Hasil Nilai Pretest-Posttest ... 211

Lampiran 23. Hasil Analisis Uji Daya Tarik Kelompok Besar ... 213

Lampiran 24. LKS yang Digunakan Saat Ini ... 218


(20)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, dan siswa beranggapan IPA adalah mata pelajaran hafalan. Lutfhi (2007:18) menyatakan bahwa “ materi IPA cenderung disajikan dalam bentuk istilah-istilah yang harus dihafalkan siswa, sehingga timbul persepsi dan image siswa bahwa IPA merupakan ilmu yang bersifat hafalan”. Siswa menghafal konsep dan teori tetapi tidak memberi makna dalam kesehariannnya. IPA bukanlah mata pelajaran hafalan melainkan proses. Artinya mata pelajaran IPA yang penting ialah memahami konsep dan prinsip serta dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Rusman (2011:41) menyatakan bahwa ciri utama dari kegiatan pembelajaran adalah adanya interaksi, baik antara siswa dengan lingkungan belajarnya, dengan guru, teman, alat, media pembelajaran, dan/atau sumber-sumber belajar yang lain. Seiring perkembangan zaman, interaksi yang terjadi tidak hanya terbatas pada interaksi guru dan siswa saja, namun siswa dapat menjadikan lingkungan sekitar ataupun media-media yang ada untuk dapat dijadikan sumber tambahan untuk mencapai tujuan pembelajaran.


(21)

Pada proses pembelajaran IPA sering mengalami kendala dan hambatan yang menyebabkan siswa tidak dapat tuntas mencapai kompetensi inti. Antara lain siswa yang kurang serius dalam mengikuti pembelajaran, oleh sebab itu guru yang memegang peranan penting diharapkan mampu menggunakan sumber belajar yang tepat dan mudah dipahami oleh siswa, serta dapat dijadikan pegangan. Menurut Rusman (2011:42) sumber belajar adalah segala bentuk yang ada di luar diri seseorang yang bisa digunakan untuk membuat atau memudahkan terjadinya proses belajar pada diri sendiri atau peserta didik, apapun bentuknya, apapun bendanya, asal bisa digunakan untuk memudahkan proses belajar, maka benda tersebut telah dapat

dikatakan sebagai sumber belajar. Selain itu sumber belajar merupakan komponen yang membantu dalam proses pembelajaran yang bertujuan untuk menyamakan konsep yang diterima siswa, memotivasi siswa, melibatkan siswa dalam pengalaman belajar yang bermakna sehingga diperoleh pengetahuan baru.

Menurut hasil observasi awal, pelaksanaan pembelajaran IPA di kelasVII di SMP Negeri 4 Gunung Sugih, guru menggunakan buku paket untuk guru dan siswa. Selain itu untuk melengkapi buku paket yang ada, guru juga menggunakan LKS sebagai sumber belajar pelengkap. Hanya saja LKS yang selama ini digunakan belum menyesuaikan dengan kurikulum 2013 yang berlaku, susunan materi dan pemetaan standar kompetensi masih

menggunakan kurikulum lama. Sehingga beberapa materi masih belum sesuai.


(22)

Lembar Kerja Siswa (LKS), merupakan lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik, (Depdiknas, 2004). LKS yang dapat digunakan dalam pembelajaran di sekolah dapat berupa LKS yang dirancang sendiri oleh guru. Peserta didik harus mempelajari materi melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.

Fungsi LKS seperti yang dinyatakan oleh Prastowo (2012:205) antara lain adalah sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik, mempermudah peserta didik untuk memahami materi, sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih, serta memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik. Selain itu LKS yang baik harus memenuhi paling tidak kriteria yang berkaitan dengan tercapainya atau tidaknya sebuah kompetensi dasar.

LKS yang digunakan saat ini merupakan jenis LKS yang bersifat sebagai penuntun belajar, karena masih terdapat sajian materi lengkap, sehingga siswa ketika mengerjakan latihan-latihan jawaban telah tersedia pada uraian materi. Dengan penyajian uraian materi, siswa tidak menemukan sendiri pemahaman terhadap materi, namun hanya menghafal isi uraian materi saja. Untuk segi penyajian LKS kurang menarik karena tidak banyak gambar-gambar yang mendukung pemahaman konsep, selain itu spasi yang digunakan adalah spasi 1 dan halaman dibagi menjadi 2 kolom, sehingga tampilan LKS terlalu rapat.


(23)

Selain di SMP Negeri 4 Gunung Sugih, observasi dan wawancara juga dilakukan terhadap pelaksanaan pembelajaran IPA di kelas VII SMP se-kecamatan Gunung Sugih, diantaranya adalah SMP Negeri 1 Gunung Sugih dan SMP Trijaya. Berdasarkan wawancara terhadap guru mata pelajaran IPA di sekolah tersebut, diketahui bahwa kondisinya sama yaitu belum

terdapatnya LKS yang sesuai dengan kurikulum 2013 yang berlaku. Sehingga dibutuhkan pengembangan LKS yang disesuaikan dengan kompetensi inti IPA dan kebutuhan siswa.

Pada penerapan kurikulum 2013 pembelajaran mengutamakan pemahaman, siswa dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam berdiskusi dan

presentasi serta memiliki sopan santun disiplin yang tinggi (wikipedia). Sehingga dalam pengembangan LKS disesuaikan dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang akan dicapai, dan juga dibuat dengan tidak hanya memberikan materi namun lebih diperbanyak latihan, pengamatan dan diskusi yang menggiring siswa untuk membangun sendiri pemahaman terhadap materi yang sedang dipelajari.

Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan nilai siswa tahun sebelumnya yang hanya 35,93% siswa tuntas, materi bahan ajar LKS yang

dikembangkan adalah KD 3.8 yaitu mendeskripsikan interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungan. Pada materi ini membahas tentang lingkungan ekosistem, pola interaksi dan saling ketergantungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Alasan yang paling banyak dikemukakan oleh siswa adalah sulitnya siswa mengenali pola interaksi


(24)

antara makhluk hidup dengan lingkungannya serta membedakan antara rantai makanan dengan jaring-jaring makanan.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dibutuhkan bahan ajar LKS IPA yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku dan untuk melengkapi buku paket yang telah ada, sehingga diharapkan hasil belajar siswa dapat meningkat. Pengembangan dilakukan dengan memperhatikan konsep pengembangan LKS yang didasarkan pada LKS yang membantu peserta didik menemukan suatu konsep, seperti yang diungkapkan Prastowo (2012:209) LKS jenis ini memuat apa yang harus dilakukan peserta didik, meliputi melakukan, mengamati, dan menganalisis. Prinsip ini sesuai dengan prinsip konstruktivisme, yaitu seseorang akan belajar jika ia aktif

mengonstruksi pengetahuan di dalam otaknya. Sehingga pengembangan produk sesuai dengan kurikulum 2013, yang menekankan kepada pembelajaran konstruktivis. Implementasinya pada LKS adalah dengan mengetengahkan terlebih dahulu suatu fenomena yang bersifat konkret, sederhana, dan berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari.

Selain itu pengembangan LKS juga harus mengacu kepada kompetensi inti dan kompetensi dasar dan disesuaikan dengan karakteristik siswa. Dalam hal ini Kompetensi Inti (KI) yang akan dikembangkan adalah :

1) KI 1 : menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya 2) KI 2 : menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung


(25)

ber-interaksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.

3) KI 3 : memahami pengetahuan (Faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.

Untuk Kompetensi Dasar (KD) yang menjadi fokus pengembangan adalah memahami interaksi mahluk hidup dengan lingkungan.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka identifikasi masalah pada penelitian pengembangan ini adalah :

1. IPA merupakan mata pelajaran yang seharusnya memahami konsep, bukan hanya sekedar hafalan.

2. Sumber belajar siswa terbatas, buku paket tidak mencukupi untuk keseluruhan siswa sehingga dibutuhkan sumber belajar lain selain buku paket.

3. LKS yang digunakan siswa belum sesuai dengan KI dan KD yang terdapat pada kurikulum yang berlaku.

4. Penyajian LKS belum sesuai dengan pembelajaran konstruktivis, masih terdapat pemaparan materi-materi, yang seharusnya diganti dengan latihan-latihan yang dapat menggiring siswa untuk membangun sendiri konsep pengetahuannya.


(26)

5. Alat dan bahan ajar siswa yang dimiliki sekolah dan terdapat di perpustakaan tidak mendukung aktivitas /kegiatan pembelajaran sehingga siswa mengalami kesulitan untuk mencari literatur pelajaran. 6. Siswa yang hasil belajarnya mencapai KKM pada materi interaksi

mahluk hidup dengan lingkungan hanya 35,93% (data terlampir).

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka batasan masalah pada penelitian pengembangan ini adalah :

1. Potensi dan kondisi sekolah saat ini untuk pengembangan LKS IPA sebagai bahan ajar pada materi interaksi mahluk hidup dengan lingkungan.

2. Pengembangan bahan ajar LKS IPA SMP yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa.

3. Perbedaan nilai rata - rata Tes formatif pada siswa yang belajar menggunakan bahan ajar LKS IPA yang dikembangkan dibanding dengan nilai rata - rata Tes formatif pada siswa yang belajar menggunakan buku paket.

4. Efektifitas penggunaan bahan ajar LKS IPA yang dikembangkan dalam pembelajaran.

5. Efisiensi penggunaan bahan ajar LKS IPA yang dikembangkan dalam pembelajaran.

6. Daya tarik penggunaan Bahan Ajar LKS IPA yang dikembangkan dalam pembelajaran.


(27)

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah, maka rumusan masalah pada penelitian pengembangan ini adalah :

1. Bagaimana potensi dan kondisi sekolah saat ini untuk pengembangan Bahan Ajar LKS IPA pada materi interaksi mahluk hidup dengan lingkungan ?

2. Bagaimana karakteristik bahan ajar LKS IPA yang dikembangkan pada materi interaksi mahluk hidup dengan lingkungan ?

3. Bagaimana merancang produk bahan ajar LKS IPA yang dikembangkan pada materi interaksi mahluk hidup dengan lingkungan?

4. Bagaimanakah efektifitas penggunaan LKS IPA sebagai Bahan Ajar yang dikembangkan pada materi interaksi mahluk hidup dengan lingkungan?

5. Bagaimanakah efisiensi penggunaan LKS IPA yang dikembangkan sebagai Bahan Ajar pada materi interaksi mahluk hidup dengan lingkungan?

6. Bagaimanakah kemenarikan LKS IPA yang dikembangkan sebagai Bahan Ajar IPA pada materi interaksi mahluk hidup dengan lingkungan?

1.5 TujuanPenelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian pengembangan ini adalah :


(28)

1. Menganalisis potensi dan kondisi untuk pengembangan LKS IPA sebagai bahan ajar IPA pada materi interaksi mahluk hidup dengan lingkungan.

2. Menganalisis karakteristik bahan ajar IPA yang dikembangkan pada materi interaksi mahluk hidup dengan lingkungan.

3. Menghasilkan produk bahan ajar LKS IPA yang dikembangkan sebagai sumber belajar IPA materi interaksi mahluk hidup dengan lingkungan. 4. Menganalisis efektifitas penggunaan LKS IPA yang dikembangkan

sebagai bahan ajar IPA pada materi interaksi mahluk hidup dengan lingkungan.

5. Menganalisis efektifitas penggunaan LKS IPA yang dikembangkan sebagai bahan ajar IPA pada materi interaksi mahluk hidup dengan lingkungan.

6. Menganalisis kemenarikan penggunaan LKS IPA yang dikembangkan sebagai bahan ajar IPA pada materi interaksi mahluk hidup dengan lingkungan.

1.6 ManfaatPenelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka manfaat penelitian pengembangan ini adalah:

1.6.1 Secara Teoritis

a. Mengembangkan konsep, teori, prinsip, dan prosedur teknologi pendidikan, khususnya penyediaan bahan ajar berupa LKS IPA yang termasuk dalam kawasan pengembangan teknologi cetak.


(29)

b. Menjadi sumbangan pengetahuan pada desain pengembangan bahan ajar.

1.6.2 SecaraPraktis

a. Produk hasil penelitian yang dihasilkan, yaitu bahan ajar LKS IPA yang digunakan pada materi interaksi makhluk hidup dengan lingkungan, dapat menjadi salah satu bahan ajar yang menarik dan bermanfaat dalam meningkatkan motivasi siswa untuk belajar, sehingga hasil belajar dapat meningkat.

b. Bahan ajar LKS IPA yang dikembangkan pada materi interaksi mahluk hidup dengan lingkungan memuat pertanyaan-pertanyaan yang bersifat konstruktivis, sehingga siswa dapat membangun konsep pengetahuanya sendiri.

c. Bahan ajar LKS IPA materi interaksi mahluk hidup dengan lingkungan yang dikembangkan dapat menjadi salah satu bahan ajar yang menjadi pilihan guru dalam proses pembelajaran di kelas maupun penugasan.

d. Menjadi contoh bagi guru untuk merancang dan mengembangkan bahan ajar LKS IPA pada materi-materi yang lain.

e. Dapat digunakan sebagai referensi untuk melakukan penelitian pengembangan selanjutnya.


(30)

1.7 Spesifikasi Produk yang Dihasilkan

Produk yang dihasilkan pada penelitian ini adalah : 1.7.1 ProdukUtama

Produk utama yang dihasilkan pada pengembangan ini adalah bahan ajar LKS IPA pada materi interaksi mahluk hidup dengan

lingkungan. LKS yang dihasilkan terdiri dari empat unsur, yaitu 1) judul; 2) kompetensi inti, kompetensi dasar dan indikator; 3) materi; 4) glosarium; dan 5) uji kompetensi.

LKS yang dihasilkan juga didesain dengan tampilan yang menarik melalui penggunaan gambar, warna, dan tulisan yang tepat.

Karakteristik Produk LKS IPA dapat dimanfaatkan sebagai Komplemen, dapat digunakan secara mandiri dan dapat dijadikan untuk memberi Pekerjaan Rumah.

Secara spesifik materi bahan ajar LKS IPA SMP yang dihasilkan merujuk pada kompetensi inti memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata. Kompetensi dasar mendeskripsikan interaksi antar makhluk hidup dengan lingkungannya. Materi pokoknya terdiri dari :

1. Menjelaskan komponen-komponen dalam ekosistem 2. Menjelaskan konsep lingkungan


(31)

3. Menjelaskan pola dalam ekosistem yang membentuk interaksi makhluk hidup dengan lingkungannya

4. Menjelaskan hubungan saling ketergantungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya

1.8 Produk Pendukung

Produk pendukung yang dihasilkan pada penelitian pengembangan ini adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan silabus materi interaksi makhluk hidup dengan lingkungan yang dalam kegiatan pembelajarannya menggunakan metode diskusi kelompok.


(32)

II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Belajar

Belajar adalah proses perubahan perilaku individu sebagai hasil pengalamannya sendiri maupun hasil dari interaksi dengan lingkungannya. Sadiman (2011: 2) menyatakan bahwa pertanda seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku yang mencakup perubahan pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap afektif.

Anderson (2001:35) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses

perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam tingkah laku sebagai hasil pengalaman. Belajar merupakan suatu istilah yang biasa digunakan untuk mendeskripsika proses yang erat kaitanya melibatkan proses perubahan melalui pengalaman. Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh perubahan pemahaman, tingkah laku, pengetahuan, informasi, kemampuan dan ketrampilan secara permanen melalui pengalaman.

Miarso (2011: 3) mengemukakan bahwa belajar akan diperkuat jika siswa ditugaskan untuk (1) menjelaskan sesuatu dengan bahasa sendiri, (2) mem-berikan contoh mengenai sesuatu, (3) mengenali sesuatu dalam berbagai keadaan dan kesempatan, (4) melihat hubungan antara sesuatu dengan fakta


(33)

atau informasi lain, (5) memanfaatkan sesuatu dalam berbagai kesempatan, (6) memperkirakan konsekuensinya, dan (7) menyatakan hal yang ber-tentangan.

Pada pengembangan bahan ajar LKS IPA teori-teori belajar yang berkaitan adalah sebagai berikut :

2.1.1 Teori Konstruktivistik

Piaget (dalam Cahyo, 2011:1) menjelasakan penerapan model belajar konstruktivis yaitu siswa yang aktif menciptakan struktur kognitf dalam interaksinya dengan lingkungan belajar. Dengan bantuan struktur kognitif ini, siswa menyusun pengertian realitasnya. Siswa dapat berpikir aktif serta bertanggung jawab atas proses pembelajaran dirinya.

Woolfolk (2003) memaparkan cara pandang belajar menurut Piaget dan Vygotsky, siswa sebagai si belajar adalah pihak yang aktif dalam membangun pengetahuan, guru berperan sebagai fasilitator saja. Menurut Piaget siswa membangun pengetahuan dengan otak dan pemikiran sendiri, sedangkan menurut Vygotsky siswa membangun pengetahuan melalui interaksi sosial.

Budiningsih (2005:58) secara konseptual, proses belajar

konstruktivistik jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa, melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa


(34)

kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutakhiran struktur kognitifnya.

Rusman (2011:37) menyatakan bahwa paradigma konstruktivistik merupakan basis reformasi pendidikan saat ini, dimana pembelajaran lebih mengutamakan penyelesaian masalah, mengembangkan konsep, konstruksi solusi dan algoritma. Pembelajaran dicirikan oleh aktivitas eksperimentasi, pertanyaan-pertanyaan, investigasi, hipotesis dan model-model yang dibangkitkan oleh siswa sendiri.

Sehingga menurut Rusman (2011:37) terdapat lima prinsip dasar yang melandasi kelas konstruktivistik, yaitu :

1) Meletakkan permasalahan yang relevan dengan kebutuhan siswa,

2) Menyusun pembelajaran di sekitar konsep-konsep utama, 3) Menghargai pandangan siswa,

4) Materi pembelajaran menyesuaikan terhadap kebutuhan siswa, 5) Menilai pembelajaran secara kontekstual.

2.1.2 Teori Behavioristik

Rusman (2011:35) teori behavioristik dipelopori oleh Thorndike, Pavlov dan Skinner yang menyatakan bahwa belajar adalah tingkah laku yang dapat diamati yang disebabkan adanya stimulus dari luar.


(35)

Menurut Thorndike (dalam Budiningsih, 2005:21) belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan dan lain-lain. Sedangkan respon yaitu reaksi yang

dimunculkan peserta didik ketika belajar.

Budiningsih (2005:20) sesuai dengan teori belajar behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Hal yang terpenting adalah masukan berupa stimulus dan keluaran yang berupa respons. Selain itu faktor lain yang penting adalah penguatan (reinforcement), yang merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan atau dihilangkan untuk memungkinkan terjadinya respon.

Maksum (2000 : 19), mengemukakan ciri-ciri perubahan tingkah laku sebagai berikut :

1) Perubahan bersifat intensional, dalam arti pengalaman yang diperoleh itu diperoleh dengan sengaja dan disadari, diperoleh bukan secara kebetulan.

2) Perubahan bersifat positif, dalam arti sesuai dengan yang diharapkan atau kriteria keberhasilan baik dipandang dari segi peserta didik maupun dari segi pendidik.


(36)

2.2 Teori Pembelajaran

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003

menyatakan pembelajar adalah proses interaksi peserta didik dan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran dibangun oleh pendidik untuk mengembangkan kreativitas berfikir untuk

meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pembelajaran. Pendidik dalam hal ini sebagai fasilitator siswa untuk dapat belajar dengan m udah.

Menurut Miarso (2004:) pembelajaran merupakan suatu usaha sadar yang disengaja, bertujuan dan terkendali agar orang lain belajar, atau terjadi perubahan yang relatif menetap pada diri orang tersebut, yang dilakukan oleh seseorang atau tim yang memiliki kemampuan dan kompetensi dalam

merancang dan mengembangkan sumber belajar yang dipelukan. Pem-belajaran menurut Gagne (dalam Miarso 2004:245) adalah seperangkat proses yang bersifat internal setiap individu sebagai hasil transformasi

rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal di lingkungan individu yang bersangkutan (kondisi). Agar kondisi eksternal itu lebih bermakna sebaiknya diorganisasikan dalam urutan peristiwa pembelajaran (metode atau

perlakuan). Dalam usaha mengatur kondisi eksternal diperlukan berbagai rangsangan yang dapat diterima oleh panca indra, yang dikenal dengan nama media dan sumber belajar. Selain itu pembelajaran juga hendaknya mampu menimbulkan peristiwa belajar dan proses kognitif. Peristiwa belajar diawali dengan menimbulkan minat dan memusatkan perhatian agar peserta didik


(37)

siap menerima pelajaran, menyampaikan tujuan pembelajaran agar peserta didik siap menerima pelajaran , menyampaikan tujuan pembelajaran agar peserta didik tahu apa yang diharapkan dalam pembelajaran itu, mengingat kembali konsep/ prinsip yang telah di pelajari sebelumnya yang merupakan prasyarat menyampaikan materi pembelajaran, memberikan bimbingan atau pedoman untuk belajar, membangkitkan timbulnya unjuk kerja peserta didik , memberikan umpan balik tentang kebenaran pelaksanaan tugas, mengukur evaluasi belajar, memperkuat referensi dan trasfer belajar.

Menurut Reigulth (dalam Pramono, 2007: 27), teori Gagne terdiri atas tiga komponen utama: a) metode seleksi materi yang menghasilkan identifikasi materi-materi yang bersifat pre-requisite (strategi mikro), b) metode mengurutkan materi pembelajaran sehingga materi yang bersifat prasyarat akan diajarkan terlebih dahulu (strategi mikro), dan c) suatu preskripsi yang berupa sembilan peritiwa pembelajaran (nine ev ents of instruktion) untuk mengajarkan tiap tujuan pembelajaran (strategi mikro), termasuk preskripsi jenis media yang digunakan (suatu strategi penyampaian).

Reigeluth (dalam Miarso, 2011:1) juga mengemukakan pendapatnya.

Menurutnya, ada 3 variabel pembelajaran yaitu, 1) kondisi pembelajaran, 2) metode pembelajaran, dan 3) hasil pembelajaran.Suatu pembelajaran akan berjalan baik jika guru mampu men gidentifikasi kondisi pembelajran, menentikan metode yang digunakan yang sesuai dengan pembelajaran yang akan disampaikan, dan mengevaluasi hasil pembelajaran dengan tepat.


(38)

Kemampuan guru mengidentifikasi kondisi pembelajaran bergantung pula dari kemampuan guru mengelompokan kondisi pembelajaran. Metode pembelajaran dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu (1) Strategi pengelolaan kegiatan pembelajaran, (2) Strategi pengorganisasian pelajaran dan (3) daya tarik. Menurut Reigeluth mengenai pembelajaran yaitu tentang menselaraskan dan mengintegrasikan system teknologi yang mendukung paradigma pendidikan yang berpusat pada siswa.

Berdasarkan para ahli tersebut, dapat ditarik sebuah garis besar bahwa pembelajaran merupakan usaha yang dilakukan guru dalam mengelola kegiatan belajar untuk menciptakan proses belajar yang terarah akan berdampak pada hasil belajar siswa. Guru harus dapat mengkondisikan siswa agar kegiatan pembelajaran dapat menarik dan berhasil.Guru juga harus dapat menyusun materi yang disampaikan kepada siswa secara terarah agar dalam penyampaian materi pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan siswa lebih mudah memahaminya.

2.3 Karakteristik Pembelajaran IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu cabang ilmu yang dipelajari secara terpadu di tingkat SMP. Pembelajaran terpadu pada

hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari,

menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik. (Depdikbud dalam Kemendikbud, 2013: 168). Pembelajaran terpadu


(39)

memiliki ciri-ciri holistik, bermakna, dan aktif (Kemendiknas, 2013: 169). Holistik berarti menyeluruh, suatu peristiwa yang menjadi pusat perhatian dikaji dari beberapa bidang studi sekaligus untuk memahami suatu fenomena dari segala sisi. Bermakna berarti memiliki keterkaian antara konsep

menambah kebermaknaan konsep yang dipelajari dan diharapkan anak mampu menerapkannya untuk memecahkan masalah nyata di dalam kehidupannya. Sedangkan aktif mengindikasikan bahwa pembelajaran

terpadu dikembangkan melalui pendekatan discovery-inquiry di mana peserta didik terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.

Menurut Anwar (2009: 1), hakikat IPA atau sains terdiri atas tiga komponen, yaitu produk, proses, dan sikap ilmiah. Jadi tidak hanya terdiri atas kumpulan pengetahuan atau fakta yang dihafal, namun juga merupakan kegiatan atau proses aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam. Selanjutnya, dijelaskan bahwa hakikat IPA sebagai proses, merupakan suatu proses yang diperoleh melalui metode ilmiah. Hal ini senada dengan apa yang diterapkan dalam kurikulum 2013 bahwa pendekatan pembelajaran IPA harus menggunakan pendekatan scientific. IPA tidak hanya kumpulan-kumpulan pengetahuan tentang alam tetapi juga menekankan pada cara kerja dan cara berpikir. Misalnya dalam melakukan penelitian, memahami IPA lebih dari hanya mengetahui fakta-fakta tetapi juga memahami, mengumpulkan, dan menghubungkan fakta-fakta untuk menginterpretasikannya.


(40)

Berkaitan dengan IPA, dalam Permendiknas No. 22 Thn. 2006 tentang standar isi, dijelaskan bahwa pembelajaran IPA dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah, serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Mata pelajaran IPA di SMP/MTs bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

1. Meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya. 2. Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam,

konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

4. Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap, dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam. 6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan

7. Meningkatkan pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya


(41)

Bahan kajian IPA untuk SMP/MTs merupakan kelanjutan bahan kajian IPA SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut.

1. Makhluk Hidup dan Proses Kehidupan 2. Materi dan Sifatnya

3. Energi dan Perubahannya 4. Bumi dan Alam Semesta

Pembelajaran IPA di SMP ada kurikulum tahun 2013 terdapat beberapa perubahan, diantaranya adalah konsep pembelajaran yang dikembangkan sebagai mata pelajaran IPA terpadu, bukan sebagai pendidikan disiplin ilmu. Konsep keterpaduan ini ditunjukkan dalam Kompetensi Inti (KI) dan

Kompetensi Dasar (KD) pembelajaran IPA yakni di dalam satu KD sudah memadukan konsep-konsep IPA di bidang ilmu biologi, fisika, dan ilmu pengetahuan bumi dan antariksa (IPBA).

Pembelajaran IPA berorientasi pada kemampuan aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan pengembangan sikap perduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sosial dan alam. Melalui pembelajaran IPA terpadu, peserta didik dapat memperoleh

pengalaman langsung sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan menerapkan konsep yang telah dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara menyeluruh (holistik), bermakna, autentik, dan aktif (Kemendikbud, 2013: 172).


(42)

Berdasarkan pemaparan di atas pembelajaran IPA tidak hanya menekankan pada aspek kognitif, tetapi juga menekankan pada aspek psikomotor. Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang guru sangat berpengaruh bagi pengalaman peserta didik. Pengalaman belajar yang lebih menunjukan kaitan unsur-unsur konseptual akan menjadikan proses belajar menjadi lebih efektif. Kaitan konseptual yang dipelajari dengan sisi bidang kajian IPA yang relevan akan mebentuk kognitif siswa, sehingga siswa memperoleh

pengetahuan. Perolehan keutuhan belajar IPA serta kebulatan pandangan tentang kehidupan, dunia nyata dan fenomena alam hanya dapat direfleksikan melalui pembelajaran terpadu. Selain aspek kognitif dan psikomotor dalam pembelajaran IPA juga sangat memperhatikan aspek Afektif yang harus dimiliki siswa sebagai salah satu perwujudan pendidikan berkarakter bangsa.

2.4 Desain Sistem Pembelajaran

Seels dan Richey (dalam Pribadi, 2009: 54) mengemukakan bahwa teknologi pendidikan memiliki lima domain atau bidang garapan, yaitu (1) desain, (2) pengembangan, (3) pemanfaatan, (4) pengelolaan, dan (5) evaluasi. Bidang garapan desain meliputi beberapa bidang kerja yaitu desain pembelajaran, desain pesan, strategi pembelajaran, dan karakteristik siswa. Hal ini memperlihatkan bahwa desain merupakan salah satu domain atau bidang garapan yang penting dalam teknologi pendidikan. Selanjutnya, Pribadi (2009: 54) mengemukakan bahwa upaya untuk mendesain proses


(43)

disebut dengan istilah desain sistem pembelajaran atau instructional system design (ISD).

Smith dan Ragan (dalam Pribadi, 2009: 55) mengemukakan bahwa desain sistem pembelajaran adalah proses sistematik yang dilakukan dengan

menerjemahkan prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran menjadi rancangan yang dapat diimplementasikan dalam bahan dan aktivitas pembelajaran. Lebih lanjut Pribadi (2009: 56) menjelaskan bahwa pada umumnya desain sistem pembelajaran berisi lima langkah yang penting, yaitu (1) analisis lingkungan dan kebutuhan belajar siswa, (2) merancang spesifikasi proses pembelajaran yang efektif dan efisien serta sesuai dengan lingkungan dan kebutuhan belajar siswa, (3) mengembangkan bahan-bahan untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran, (4) implementasi desain sistem pembelajaran, dan (5) implementasi evaluasi formatif dan sumatif terhadap program pembelajaran.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa desain sistem pembelajaran berisi langkah-lagkah yang sistematis dan terarah untuk menciptakan proses belajar yang efektif, efisien, dan menarik. Lazimnya, desain sistem pembelajaran dimulai dari kegiatan analisis masalah. Setelah masalah pembelajaran diketahui, langkah selanjutnya adalah menentukan solusi yang akan digunakan untuk mengatasi tersebut. Hasil dari proses desain sistem pembelajaran berisi rancangan sistematik dan menyeluruh dari


(44)

sebuah aktivitas atau proses pembelajaran yang diaplikasikan untuk mengatasi masalah pembelajaran.

Smaldino (2011: 110) menjelaskan model ASSURE adalah jembatan antara peserta didik, materi, dan semua bentuk media. Model ini memastikan pengembangan pembelajaran dimaksudkan untuk membantu pendidik dalam pengembangan instruksi yang sistematis dan efektif.

Ada enam tahap dalam pengembangan model ASSURE, yaitu 1. Analyze learner (menganalisis pembelajar)

Tahap ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik siswa yang disesuaikan dengan hasil belajar. Hal yang penting dalam

menganalisis karakteristik siswa meliputi karakteristik umum dari siswa, kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa (pengetahuan, kemampuan dan sikap), dan gaya belajar siswa.

2. State objectives (menyatakan standar dan tujuan)

Tahap ini adalah menyatakan standar dan tujuan pembelajaran yang spesifik mungkin. Tujuan pembelajaran dapat diperoleh dari kurikulum atau silabus, keterangan dari buku teks, atau dirumuskan sendiri oleh perancang pembelajaran.

3. Select instructional methods, media and materials (memilih strategi, teknologi, media dan materi)

Tahap ini adalah memilih metode, media dan bahan ajar yang akan digunakan. Dalam memilih metode, media dan bahan ajar yang akan


(45)

digunakan, terdapat beberapa pilihan, yaitu memilih media dan bahan ajar yang telah ada, memodifikasi bahan ajar, atau membuat bahan ajar baru. 4. Utilize media and materials (menggunakan media dan material)

Pada tahap ini media dan bahan ajar diuji coba untuk memastikan bahwa ketiga komponen tersebut dapat berfungsi efektif untuk digunakan dalam situasi sebenarnya. Untuk melakukannya melalau proses 5P, yaitu:

preview (mengulas) metode, media dan bahan ajar; prepare (menyiapkan) metode, media dan bahan ajar; prepare (menyiapkan) lingkungan; prepare

(menyiapkan) para pemelajar; dan provide (memberikan) pengalaman belajar.

5. Require learner participation (mengharuskan pastisipasi pembelajar) Keterlibatan siswa secara aktif menunjukkan apakah media yang

digunakan efektif atau tidak. Pembelajaran harus didesain agar membuat aktivitas yang memungkinkan siswa menerapkan pengetahuan atau kemampuan baru dan menerima umpan balik mengenai kesesuaian usaha mereka sebelum dan sesudah pembelajaran.

6. Evaluate and revise (mengevaluasi dan merevisi)

Tahap evaluasi dilakukan untuk menilai efektivitas pembelajaran dan juga hasil belajar siswa. Proses evaluasi dilakukan untuk memperoleh

gambaran yang lengkap tentang kualitas sebuah pembelajaran.

Menyampaikan pembelajaran sesuai dengan konsep teknologi pendidikan dan pembelajaran pada hakekatnya merupakan kegiatan menyampaikan pesan kepada siswa. Agar pesan tersebut efektif, perlu diperhatikan prinsip desain


(46)

pesan pembelajaran. Prawiradilaga dan Siregar (2008: 18) mengemukakan prinsip desain pesan pembelajaran meliputi prinsip (1) kesiapan dan motivasi, (2) penggunaan alat pemusat perhatian, (3) partisipasi aktif siswa, (4)

perulangan, dan (5) umpan balik. Kelima prinsip desain pesan pembelajaran tersebut, dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Prinsip kesiapan dan motivasi

Prinsip ini menjelaskan jika dalam menyampaikan pesan pembelajaran siswa siap (siap pengetahuan prasayarat, siap mental, siap fisik) dan memiliki motivasi tinggi maka hasil belajar akan tinggi juga. Namun, jika siswa belum siap maka perlu dilakukan pembekalan dan jika siswa belum termotivasi maka perlu dimotivasi dengan menunjukkan pentingnya materi yang akan dipelajari, manfaat dan relevansi untuk kegiatan belajar yang akan datang dan untuk bekerja di masyarakat, serta dapat juga melalui pemberian hadiah dan hukuman.

2. Prinsip penggunaan alat pemusat perhatian

Prinsip ini menjelaskan bahwa perhatian yaitu terpusatnya mental terhadap suatu objek memegang peranan penting terhadap keberhasilan belajar siswa, semakin memperhatikan maka siswa akan semakin berhasil. Alat pengendali perhatian yang paling utama adalah media dan teknik


(47)

3. Prinsip partisipasi aktif siswa

Prinsip ini menjelaskan jika siswa aktif berpartisipasi dan interaktif dalam pembelajaran maka hasil belajar siswa akan meningkat.

4. Prinsip perulangan

Prinsip ini menjelaskan jika penyampaian pesan pembelajaran diulang-ulang maka hasil belajar akan meningkat. Perdiulang-ulangan dapat dilakukan dengan memberikan tinjauan singkat pada awal pembelajaran dan ringkasan atau kesimpulan pada akhir pembelajaran.

5. Prinsip umpan balik

Prinsip ini menjelaskan jika dalam penyampaian pesan siswa diberi umpan balik, hasil belajar akan meningkat. Jika salah diberikan pembetulan, dan jika benar diberikan konfirmasi atau penguatan. Dengan demikian, siswa akan tahu di mana letak kesalahannya dan semakin mantap dengan pengetahuan yang diperolehnya.

2.5 Kedudukan Bahan Ajar dalam Pembelajaran

Bahan ajar menyiapkan petunjuk belajar bagi pembelajar baik untuk kepentingan belajar mandiri maupun untuk kepentingan tutorial dalam kegiatan tatap muka. Bahan ajar dilengkapi dengan evaluasi untuk melihat keberhasilan dari belajar.


(48)

Gagne, Briggs, dan Wager (dalam Harjanto, 2003: 23) mengajukan beberapa pendapat tentang vitalnya kedudukan bahan ajar, khususnya rancangan pembelajaran adalah sebagai berikut :

1. Membantu belajar secara perorangan (individual)

2. Memberikan keleluasaan penyajian pembelajaran jangka pendek dan jangka panjang

3. Rancangan bahan ajar yang sistematis memberikan pengaruh yang besar bagi perkembangan sumber daya manusia secara perorangan

4. Memudahkan pengelola proses pembelajaran dengan pendekatan sistem 5. Memudahkan belajar, karena dirancang atas dasar pengetahuan tentang

bagaimana manusia belajar.

Menurut Sukitman (2011;17) tujuan penyusunan bahan ajar adalah: 1. Membantu siswa dalam mempelajari sesuatu.

2. Menyediakan berbagai jenis pilihan bahan ajar.

3. Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran 4. Agar kegiatan pembelajaran lebih menarik.

Sedangkan Dick dan Carey (2001), mengedepankan pendekatan sistem sebagai dasar atau alasan bagi kedudukan vital bahan ajar dalam pembelajaran dengan alasan sebagai berikut :

1. Fokus pembelajaran

Fokus pembelajaran diartikan sebagai apa yang diketahui oleh pembelajar dan apa yang harus dilakukannya. Tanpa pernyataan yang jelas dalam


(49)

bahan ajar dan langkah pelaksanaannya, kemungkinan fokus pembelajaran tidak akan jelas dan efektif.

2. Ketepatan kaitan antar komponen dalam pembelajaran, khususnya strategi dan hasil yang diharapkan.

3. Proses empirik dapat diulangi

Pembelajaran dirancang tidak hanya untuk sekali waktu, tetapi sejauh mungkin dapat dilaksanakan. Oleh karena itu harus jelas dapat diulangi dengan dasar proses empirik menurut rancangan yang terdapat dalam bahan ajar.

Pembelajaran dirancang tidak hanya untuk sekali waktu, tetapi sejauh mungkin dapat diulang dengan dasar empirik menurut rancangan yang terdapat dalam bahan ajar. Pernyataan bahan ajar dalam proses pembelajaran mempunyai arti yang sangat penting. Tanpa bahan ajar akan sulit bagi guru untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran, dan siswa akan sulit untuk menyesuaikan diri dalam belajar dan tidak mampu menelusuri kembali apa yang diajarkan gurunya.

Aspek dalam pemilihan bahan ajar perlu memperhatikan berbagai hal yang berkaitan dengan isi maupun tampilan sehingga bahan ajar yang diberikan kepada siswa dapat menjadikan pembelajaran lebih menarik, inovatif, efektif, dan efisien. Benny A. Pribadi (2009:90) mengemukakan bahwa pengadaan bahan ajar yang akan digunakan dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu


(50)

(1) membeli produk komersial, (2) memodifikasi bahan ajar yang telah tersedia, dan (3) memproduksi sendiri bahan ajar sesuai tujuan.

Dalam mengembangkan bahan ajar khususnya banah ajar cetak, perlu diperhatikan prinsip-prinsip desain pesan. Prawiradilaga dan Eveline (2008: 21) menjelaskan lima komponen yang harus diperhatikan, yaitu (1) kegiatan pembelajaran pendahuluan, (2) penyampaian materi pembelajaran, (3)

memancing kinerja siswa, (4) pemberian umpan balik, dan (5) kegiatan tindak lanjut. Secara lebih khusus pada pengembangan bahan ajar cetak, Arsyad (2010: 87) menjelaskan ada enam elemen yang perlu diperhatikan pada saat merancang, yaitu (1) konsistensi, (2) format, (3) organisasi, (4) daya tarik,(5) ukuran huruf, dan (6) ruang/spasi kosong. Selain itu, ada komponen lain yang digunakan untuk menarik perhatian siswa pada bahan ajar cetak yaitu warna, huruf, dan kotak.

Belawati dkk (dalam Prastowo, 2008: 40) menjelaskan bahwa bahan ajar diklasifikasikan menurut bentuk, cara kerja, dan sifatnya. Menurut bentuknya bahan ajar dibedakan menjadi (1) bahan ajar cetak seperti buku, modul, dan lembar kerja siswa; (2) bahan ajar audio seperti kaset, CD, dan radio; (3) bahan ajar audiovisual seperti VCD dan film; dan (4) bahan ajar interaktif seperti CD interaktif. Sedangkan bentuk dan jenis bahan ajar menurut Suryantara (2011;1) dapat berupa:

1. Bahan cetak seperti: hand out, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur,leaflet, wallchart.


(51)

2. Audio Visual seperti: video/film, VCD. 3. Visual: Foto,gambar, model/maket.

4. Multi Media : CD interaktif, Computer Based, Internet.

Untuk ciri-ciri bahan ajar yang baik, menurut Suryantara (2011: 2) antara lain adalah sebagai berikut:

1. Menimbulkan minat baca.

2. Ditulis dan dirancang untuk siswa. 3. Menjelaskan tujuan instruksional.

4. Disusun dengan pola belajar yang fleksibel.

5. Struktur berdasarkan kebutuhan siswa dan kompetensi akhir yang akan dicapai.

6. Memberikan kesempatan pada siswa untuk berlatih. 7. Mengakomodasi kesulitan siswa.

8. Memberikan rangkuman.

9. Gaya penuulisan komunikatif dan semi formal. 10.Kepadatan berdasar kebutuhan siswa.

11.Dikemas untuk proses instruksional.

12.Mempunyai mekanisme untuk mengumpulkan umpan balik dari siswa. 13.Menjelaskan cara mempelajari bahan ajar.

2.6 Lembar Kerja Siswa (LKS)

Tabatabai (2009: 1) mengemukakan bahwa LKS adalah lembar kerja yang berisi informasi dan perintah/instruksi dari guru kepada siswa untuk


(52)

mengerjakan suatu kegiatan belajar dalam bentuk kerja, praktik, atau dalam bentuk penerapan hasil belajar untuk mencapai suatu tujuan. Lebih

terperinci, Kusnandiono (2009: 1) mengemukakan bahwa LKS adalah suatu lembaran kerja bagi siswa yang disusun secara terprogram yang berisi tugas untuk mengamati dan mengumpulkan data, dan tersaji untuk didiskusikan atau untuk dijawab sehingga siswa dapat menguji diri seberapa jauh kemampuannya dalam bahasa yang disajikan guru.

Selain dua pendapat di atas, pendapat lain dikemukakan oleh Belawati (dalam Prastowo, 2012: 204) yang mengemukakan bahwa LKS merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembar-lembar kertas yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh peserta didik, yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, LKS memiliki peranan penting dalam pembelajaran. Melalui LKS, siswa dituntut untuk mengemukakan pendapat, melakukan kerja, praktik, berdiskusi, membuat kesimpulan tentang kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan, serta menguji kemampuan dan pemahamannya.

Berbicara mengenai pentingnya LKS bagi pembelajaran, maka perlu dikaji fungsi, tujuan, dan kegunaan dari LKS tersebut. Berkaitan dengan fungsi LKS, Tabatabai (2009: 2) menjelaskan bahwa dalam proses pembelajaran LKS memiliki dua fungsi, yaitu


(53)

1. Sebagai sarana belajar siswa, baik di kelas, di ruang praktek, maupun di luar kelas sehingga siswa berpeluang besar untuk mengembangkan kemampuan, menerapkan pengetahuan, melatih keterampilan, dan memproses sendiri untuk mendapatkan perolehannya.

2. Melalui LKS, guru dalam menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar sudah menerapkan metode “membelajarkan siswa” dengan kadar SAL (Student Active Learning) yang tinggi.

Lebih lanjut, Prastowo (2012: 204) menjelaskan bahwa LKS memiliki empat fungsi: (1) sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik namun lebih mengaktifkan siswa, (2) sebagai bahan ajar yang mempermudah siswa untuk memahami materi yang diberikan, (3) sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih, (4) mempermudah pelaksanaan pengajaran siswa. Mengenai kegunaannya, ada banyak kegunaan LKS, bagi pendidik sendiri LKS dapat memencing peserta didik agar secara aktif terlibat dengan materi yang dibahas.

Dari beberapa fungsi diatas LKS yang akan dikembangkan adalah fungsi yang ke dua yaitu sebagai bahan ajar yang mempermudah siswa untuk memahami materi yang diberikan. LKS dalam kegiatan pembelajaran dapat dimanfaatkan pada tahap penanaman konsep (menyampaikan konsep baru) atau pada tahap pemahaman konsep (tahap lanjutan dari penanaman konsep). Pada tahap pemahaman konsep, LKS dimanfaatkan untuk mempelajari suatu topik dengan maksud memperdalam pengetahuan tentang topik yang telah


(54)

dipelajari pada tahap sebelumnya yaitu penanaman konsep. LKS tidak hanya berisi pertanyaan-pertanyaan, tugas, atau petunjuk teknis (praktikum

misalnya), tetapi berisi alur pemahaman konsep yang menggiring siswa untuk menyimpulkan materi yang dipelajari secara utuh.

Pendapat lain dikemukakan oleh Alfad (2010: 2)

Tujuan penggunaan LKS adalah (1) memberi pengetahuan, sikap dan keterampilan yang perlu dimiliki oleh peserta didik, (2) mengecek tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah disajikan, (3) mengembangkan dan menerapkan materi pelajaran yang sulit disampaikan secara lisan.

Berdasarkan kajian para ahli tentang fungsi, tujuan, dan kegunaan LKS dalam pembelajaran, dapat dikatakan bahwa LKS digunakan untuk memancing aktivitas belajar siswa, mendidik siswa untuk mandiri, percaya diri, disiplin, bertanggung jawab, dan dapat mengambil keputusan. Penggunaan LKS menuntut siswa lebih aktif dan mandiri dalam memahami suatu materi pembelajaran, siswa juga akan merasa diberikan tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas.

Pemaparan di atas juga menunjukkan bahwa LKS memiliki keunggulan sehubungan dengan penggunaannya dalam pembelajaran. Menurut Ardhi dalam Suyono (2011:42), kelebihan dari penggunaan LKS adalah (1)

meningkatkan aktivitas belajar, (2) mendorong peserta didik mampu bekerja sendiri, dan (3) membimbing peserta didik secara baik ke arah pengembangan konsep. LKS disusun dengan materi-materi dan tugas-tugas tertentu yang dikemas sedemikian rupa untuk tujuan tertentu. Berdasarkan hal tersebut,


(55)

Prastowo (2012: 208) menjelaskan ada lima macam bentuk LKS yang umum digunakan oleh siswa, yaitu (1) LKS yang berfungsi sebagai penuntun belajar, (2) LKS yang berfungsi sebagai petunjuk praktikum (3), LKS yang membantu siswa menemukan suatu konsep, (4) LKS yang membantu siswa menerapkan dan mengintegrasikan berbagai konsep yang telah ditemukan, dan (5) LKS yang berfungsi sebagai penguatan.

LKS sebagai bahan ajar tentu memiliki unsur-unsur tertentu. Ada beberapa pendapat yang menjelaskan tentang hal tersebut. Diknas (2004)

mengemukakan bahwa jika dilihat dari formatnya, LKS memuat delapan unsur, yaitu (1) judul, (2) kompetensi dasar yang akan dicapai, (3) waktu penyelesaian, (4) peralatan/bahan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, (5) informasi singkat, (6) langkah kerja, (7) tugas yang harus

dilakukan, dan (8) laporan yang harus dikerjakan. Merujuk dari hal tersebut, Prastowo (2012: 207) mengemukakan bahwa jika dilihat dari strukturnya, LKS lebih sederhana daripada modul, terdiri atas enam unsur utama meliputi (1) judul, (2) petunjuk belajar, (3) kompetensi dasar atau materi pokok, (4) informasi pendukung, (5) tugas atau langkah kerja, (6) dan penilaian.

Di sisi lain, Trianto (2010: 223) mengemukakan ada enam unsur LKS yaitu (1) judul, (2) teori singkat tentang materi, (3) prosedur kegiatan, (4) data pengamatan, (5) pertanyaan, dan (6) kesimpulan. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, ada kesamaan dan ada juga perbedaan unsur-unsur yang


(56)

pembuatan sebuah LKS tergantung pada kebutuhan siswa, fungsi, dan kegunaan LKS tersebut dalam pembelajaran.

Selanjutnya dalam membuat LKS, Diknas (2004) menjelaskan tahap-tahap yang dilakukan, yaitu

1. Analisis kurikulum

Tahap ini merupakan tahap menentukan materi-materi mana yang memerlukan LKS. Umumnya, analisis dilakukan dengan melihat materi pokok, pengalaman belajar, materi yang akan diajarkan, dan kompetensi yang harus dimiliki siswa.

2. Menyusun peta kebutuhan LKS

Tahap ini merupakan tahap untuk mengetahui jumlah LKS yang harus ditulis serta melihat sekuensi atau urutan LKS-nya.

3. Menentukan judul-judul LKS

Pada tahap ini, satu kompetensi dasar dapat dijadikan sebagai judul LKS jika kompetensi tersebut diuraikan ke dalam materi-materi pokok

mendapat maksimal 4 materi pokok. Namun, jika lebih dari 4 materi pokok, maka kompetensi dasar dapat dipecah menjadi dua judul misalnya.

4. Menulis LKS

Pada tahap ini ada empat hal yang perlu dilakukan, yaitu (1) merumuskan kompetensi dasar, (2) menentukan alat penilaian, (3) menyusun materi, dan (4) memperhatikan struktur bahan ajar.


(57)

Dalam hal pengembangan LKS, Ibid (dalam Prastowo,2012: 220) menjelaskan langkah-langkah pengembangannya meliputi (1) penentuan tujuan pembelajaran yang akan di-breakdown dalam LKS, (2) pengumpulan materi, (3) penyusunan elemen atau unsur-unsur LKS, dan (4) pemeriksaan dan penyempurnaan. Lebih lanjut, Ibid menjelaskan batasan umum yang dapat dijadikan pedoman pada saat menentukan desain LKS, yaitu : 1. Ukuran

Ukuran kertas LKS yang digunakan diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan pembelajaran yang telah ditetapkan.

2. Kepadatan halaman

Halaman LKS diusahakan tidak terlalu dipadati dengan tulisan.

3. Penomoran dan penggunaan huruf kapital

Untuk membantu siswa dalam menentukan mana judul, subjudul, atau subjudul dari materi yang diberikan dalam LKS, dapat digunakan huruf kapital, penomoran, atau bahkan struktur lainnya. Namun, perlu diingat konsistensi penggunaan struktur yang sudah dipilih harus selalu dijaga.

4. Kejelasan

Materi dan instruksi yang diberikan dalam LKS harus dapat dibaca dengan jelas oleh siswa. Sesempurna apapun materi yang disiapkan jika siswa tidak dapat membacanya dengan jelas, maka LKS tidak akan memberikan hasil yang maksimal.


(58)

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, ada beberapa perbedaan tahapan-tahapan atau langkah-langkah dalam pembuatan dan pengembangan LKS. Namun, inti dalam tahap pembuatan dan pengembangannya adalah sama yaitu menganalasis kompetensi terlebih dahulu. Setelah itu, menentukan materi, mendesain, dan menyusun isi LKS. Sebagai langkah atau tahap terakhir adalah penyempurnaan LKS.

2.7 Kajian Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan pada penelitian ini antara lain adalah : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Betha Natalia Aritonang adalah

Pengembangan LKS mata pelajaran fisika kelas X SMA di Bandar

Lampung. Rumusan masalah dari penelitian tersebut adalah tidak terdapat LKS yang digunakan sebagai panduan praktikum fisika siswa.

Keterbatasan penyajian panduan praktikum yang biasa digunakan

membuat siswa sulit mengaitkan antara teori dengan percobaan, penyajian panduan praktikum yang biasa digunakan dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan mata pelajaran fisika. Berdasarkan masalah tersebut dikembangkanlah paket pembelajaran fisika yang berupa Lembar kerja siswa sebagaia panduan praktikum fisika siswa materi gerak lurus yang dapat menjadi salah satu bahan ajar yang menarik dan bermanfaat dalam mengaitkan antara teori atau konnsep dengan percobaan langsung yang dilakukan siswa sehingga hasil belajar meningkat.


(59)

2. Irianti (2011) tentang pengembangan LKS IPA terpadu SMP berbasis siklus belajar (learning cycle) 5E pada topik pengaruh tekanan zat cair terhadap kondisi ikan yang dikembangkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa berkategori sedang untuk kategori kognitifnya, penilaian untuk penyajian tema dan evaluasi belajar dari seluruh penilai dirata-ratakan dalam kategori sangat baik dan penilaian untuk aspek pendekatan penulisan, kejelasan kalimat, kebahasaan, kegiatan/percobaan termasuk dalam kategori baik.

3. Nagihan Yildirim, Sevil Kurt, dan Alipasa Ayas pada journal of Turkish science education volume 8, September 2011 yang berjudul “The effect of the worksheet on students’ achievement in chemical equilibrium”,

worksheet digunakan pada mata pelajaran kimia, penelitian dilakukan dengan desain quasi-eksperimental. Dilakukan pada dua kelas yang terbagi menjadi kelas perlakuan dan kelompok control. Hasil dari

penelitian ini adalah kelompok siswa yang menggunakan worksheet lebih sukses dibandingkan dengan kelompok kontrolnya.

2.8 Kerangka Berpikir

Berdasarkan penelitian pendahuluan dan kajian pustaka yang telah dilakukan, maka dapat digambarkan kerangka berpikirnya seperti pada Gambar 2.1 berikut.


(60)

Gambar 2.1. Diagram Kerangka Berpikir

Berawal dari hasil belajar siswa, khususnya pada materi Interaksi mahluk hidup dengan lingkungan siswa belum cukup berhasil dalam meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi. Penyebabnya adalah tidak adanya bahan

Menghasilkan produk berupa bahan ajar LKS IPA materi Interaksi mahluk hidup dengan lingkungan Ada LKS

IPAtetapi tidak sesuai dengan kondisi siswa SMP kelas VII Keterbatas an buku paket yang digunaikan sebagai sumber belajar Hasil belajar siswa rendah pada materi Interaksi mahluk hidup dengan lingkung an Tidak tercapainya tujuan mata pelajaran IPA Ketidak-sesuaian LKS dengan kondisi sekolah Siswa sulit mengaitkan antara teori dengan latihan

Pengembangan bahan ajar LKS IPA sebagai sumber belajar materi Interaksi mahluk hidup dan lingkungan

Uji cobabahan ajar LKS IPA

Efektifitas dalam pembelajaran

Efisiensi penggunaan dalam

pembelajaran

Kemenarikan LKS

LKS IPA materi Interaksi mahluk hidup dengan lingkungan

Hasil belajar siswa meningkat dengan bantuan LKS


(61)

ajar IPA yang dimiliki siswa sehingga siswa tidak dapat memahami materi ini secara optimal. Bahan ajar yang digunakan selama ini tidak menuntun siswa pada konsep pemahaman materi, karena siswa masih harus mencari sumber belajar dari panduan buku yang lan, sehingga siswa mengalami kesulitan dalam hal ini, siswa banyak menghabiskan waktu untuk mencatat materi tersebut sehingga pemahaman siswa pada materi ini tidak optimal.

Berkaitan dengan hal tersebut, perlu dikembangkan bahan ajar LKS IPA yang digunakan sebagai sumber belajar IPA materi Interaksi mahluk hidup dengan lingkungan yang tidak terbatas pada penyajian ringkasan materi saja, tetapi ada beberapa evaluasi soal yang digunakan agar siswa dapat langsung memahami tentang konsep materi trsebut. Selain itu, LKS juga menyajikan pertanyaan-pertanyaan lanjutan yang dapat embantu siswa untuk lebih memahai dan mengingat materi yang diberikan,serta membantu siswa memahami konsep materi tersebut.

Penggunaan panduan bahan ajar LKS IPA yang digunakan sebagai sumber belajar IPA pada materi Interaksi mahluk hidup dengan lingkungan

diharapkan dapat memudahkan siswa dalam mengaitkan teori atau konsep IPA, dengan latihan beberapa soal yang terdapat dalam LKS sehingga pengetahuan siswa akan lebih mendalam dan tertanam lebih lama. Dengan demikian LKS ini diharapkan efektif, efisien dan menarik jika digunakan sebagai sumber belajar sehingga dapat memberikan dampak yang baik juga


(62)

pada hasil belajar siswa pada materi Interaksi mahluk hidup dengan lingkungan.

2.9 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian pengembangan ini adalah

Ho: Peningkatan prestasi belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan bahan ajar LKS lebih kecil dari pada prestasi belajar siswa kelas yang pembelajarannya tidak menggunakan bahan ajar IPA.

Ha: Peningkatan prestasi belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan bahan ajar LKS lebih besar atau sama dengan prestasi belajar siswa kelas yang pembelajarannya tidak menggunakan bahan ajar IPA.

Ho : g1<g2 Ha : g1 ≥ g2


(63)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah Research and Development (R&D) atau

penelitian pengembangan. Desain penelitian pengembangan ini berdasarkan langkah-langkah penelitian pengembangan menurut Sugiyono (2010:408), yaitu (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) ujicoba produk, (7) revisi produk, (8) ujicoba pemakaian, (9) revisi produk dan (10) produksi masal.

3.2 Subyek Uji Coba Penelitian

Subyek tindakan dalam penelitian ini adalah siswa di SMPN 4 Gunung Sugih, SMPN 1 Gunung Sugih dan SMP Tri Jaya yang semuaanya berdomisili di kecamatan Gunung Sugih Sampel diambil dengan teknik purposif.

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2013-2014 di SMPN 4 Gunung Sugih, SMPN 1 Gunung Sugih dan SMP Tri Jaya.


(64)

3.4 Langkah-Langkah Penelitian

Terdapat sepuluh langkah penelitian pengembangan menurut Sugiyono (2008 : 298), yaitu : potensi dan masalah, pengumpulan data, desain produk, validasi desain, revisi desain, uji coba produk, revisi produk, uji coba pemakaian, revisi produk dan produksi mas al. Gambar 3.1 berikut menggambarkan alurnya.

.

Gambar 3.1 Diagram langkah-langkah penelitian pengembangan bahan ajar LKS IPA

Sesuai dengan kesepuluh langkah pelaksanaan strategi penelitian pengembangan tersebut, dalam penelitian ini peneliti hanya melaksanakan langkah satu sampai dengan langkah ke sembilan, yaitu langkah potensi dan masalah sampai dengan pelaksanaan revisi produk setelah uji coba

pemakai/uji lapangan. Langkah kesepuluh tidak dilaksanakan dikarenakan membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya yang mahal terhadap pengembangan produk dan penelitian ini. Berdasarkan alasan tersebut

Potesi dan Masalah

Pengumpul -an Data

Desain Produk

Validasi Desain

Revisi Desain Uji Coba

Produk Revisi

Produk Uji Coba

Pemakaian

Produksi Masal Revisi Produk


(65)

maka peneliti telah memodifikasi dan menyelaraskan prosedur penelitian dan pengembangan serta menyesuaikannya dengan tujuan dan kondisi penelitian yang sebenarnya. Langkah-langkah penelitian untuk pengembangan LKS yang ditampilkan pada Gambar 3.1 dijabarkan sebagai berikut

A. Potensi dan Masalah

Potensi adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh sekolah untuk pengembangan bahan ajar LKS. Masalah adalah penyimpangan antara yang diharapkan dengan realita yang terjadi. Tahap pertama yang dilakukan adalah melakukan penelitian untuk menghasilkan informasi. Berdasarkan data yang diperoleh selanjutnya dapat dirancang model penanganan yang efektif.

Potensi dilakukan dengan observasi awal pada sekolah yang

dijadikan tempat penelitian, serta untuk melihat pula permasalahan yang ada selama proses pembelajaran.

B. Pengumpulan Data

Pada tahap ini, dilakukan pengumpulan data melalui studi pustaka, studi lapangan, dan survey untuk menganalisis kebutuhan siswa dan guru terhadap produk. Untuk mengetahui bahan ajar IPA yang selama ini digunakan, maka dilakukan studi lapangan dan survey terhadap


(66)

siswa dan guru mata pelajaran, untuk mengetahui tingkat kebutuhan terhadap produk yang dikembangkan.

Studi pustaka dilakukan untuk sumber dalam perencanaan pengembangan bahan ajar LKS IPA sehingga produk hasil pengembangan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Studi Pustaka juga digunakan sebagai literatur untuk mengetahui karakteristik LKS, serta kedalaman materi LKS dan standar isi LKS.

Pada proses pengembangannya, hal-hal yang perlu direncanakan adalah sebagai berikut:

a) Memilih KI dan KD mata pelajaran IPA kelas VII semester 1 yang pada proses pembelajarannya sangat perlu dikembangkan bahan ajar LKS IPA yang digunakan sebagaisumber belajar.

b) Merumuskan indikator dan tujuan pembelajaran berdasarkan KI dan KD yang telah dipilih.

c) Menyusun peta kebutuhan LKS untuk mengetahui jumlah LKS yang dikembangkan.

d) Pengumpulan bahan materi

C. Desain Produk

Setelah melakukan perencanaan terhadap materi apa yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran, langkah selanjutnya adalah desain produk bahan ajar LKS IPA.


(67)

Langkah-langkah yang dilakukan pada pengembangan produk awal adalah:

a) Menentukan unsur-unsur LKS

LKS yang dihasilkan teridiri dari empat unsur, yaitu (1) judul; (2) kompetensi inti, kompetensi dasar dan indikator; (3) kegiatan-kegiatan latihan dan percobaan yang membantu siswa untuk dapat menemukan sendiri konsep materi yang sedang dipelajari; dan (4) uji kompetensi. b) Mendesain tampilan LKS

c) Mengumpulkan materi yang sesuai dengan materi-materi percobaan yang telah ditentukan.

d) Menyusun unsur-unsur LKS sesuai dengan desain yang dibuat. e) Editing yang menghasilkan produk awal.

f) Finishing produk awal berupa bahan ajar LKS IPA yang digunakan sebagai sumber belajar IPA pada materi interaksi makhluk hidup dengan lingkungan.

D. Validasi Desain

Valiadasi desain merupakan proses kegiatan untuk menilai apakah rancangan produk secara rasional lebih efektif dari produk yang lama. Validasi produk dilakukan dengan cara meminta tenaga ahli yang sudah berpengalaman untuk menilai produk sehingga dapat diketahui kelemahan dan kekuatannya.


(68)

Validasi dilakukan pada 3 aspek, yaitu aspek desain pembelajaran, aspek materi atau konten dan aspek media pembelajaran. Penilaian dilakukan oleh ahli dari masing-masing bidang tersebut.

E. Revisi

Setelah melakukan validasi desain dapat diketahui kelemahan dari produk yang dikembangkan. Selanjutnya dilakukan revisi/perbaikan desain sehingga dapat diuji coba ke subjek uji coba.

F. Uji Coba Tahap I

Pada tahap ini uji coba produk dilakukan dalam sekala kecil, meliputi uji coba satu lawan satu dan uji coba kelompok terbatas.

a. Uji Satu Lawan Satu

Produk awal yang telah direvisi setelah uji ahli diujikan lagi melalui uji satu lawan satu. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui

kemenarikan LKS secara perorangan atau individu. Uji kemenarikan dilakukan dengan pengisian angket. Adapun aspek pada angket adalah kemenarikan dan kemudahan menggunakan LKS.

Populasi uji perorangan adalah 3 orang masing-masing dari SMP N 4 Gunung Sugih, SMPN 1 Gunung Sugih dan SMP Tri Jaya, untuk subjek uji coba masing-masing kelas yang ditetapkan dengan teknik

sample purposive, mewakili tiga kelompok siswa dengan nilai baik, sedang dan rendah.


(69)

b. Uji Kelompok Kecil

Produk awal yang telah diuji satu lawan satu diujikan lagi melalui uji kelompok kecil. Uji kelompok kecil bertujuan untuk mengetahui kemenarikan LKS pada kelompok kecil. Uji kemenarikan dilakukan dengan pengisian angket.

Populasi dan teknik pengambilan sampel pada uji kelompok kecil sama dengan uji satu lawan satu, tetapi yang menjadi sampelnya berbeda. Sampel pada uji ini adalah 6 siswa untuk masing-masing sekolah dari tiga kelompok nilai siswa.

G. Revisi

Revisi produk ini dilakukan apabila dalam penggunaannya bahan ajar LKS memiliki kekurangan dan kelemahan, serta tingkat kelayakan bahan ajar LKS untuk dipakai dalam proses

pembelajaran, dan menarik minat belajar siswa yang dilihat dari tingkat kemenarikan tampilan bahan ajar LKS IPA.

H. Uji Coba Tahap II

Pada tahap ini, pengujian dilakukan untuk menguji efektifitas, efisiensi dan daya tarik. Uji coba produk operasional ini dilakukan dengan sasaran yang lebih luas, terdapat tiga sekolah yang menjadi subjek uji coba yaitu SMPN 4 Gunung Sugih, SMPN 1 Gunung Sugih dan SMP Trijaya. Tujuan dari tahapan penelitian ini adalah


(1)

menunjukkan tingkat efektifitas penggunaan bahan ajar LKS IPA berada dalam klasifikasi efektif. Sehingga Hipotesa nol (Ho) ditolak dan Hipotesa alternatif (Ha) diterima.

5. Pengujian efisiensi dilaksanakan dengan melihat waktu pembelajaran yang dilakukan, dilihat dari perbandingan waktu yang disediakan dan waktu yang digunakan siswa dalam pembelajaran hingga tuntas. Pada kelas perlakuan didapatkan rasio perbandingan waktu sebesar 1,30, sedangkan pada kelas kontrol rasionya adalah 1. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahan ajar LKS IPA efisien untuk siswa mampu memahami materi interaksi makhluk hidup dengan lingkungannya.

6. Pengujian kemenarikan bahan ajar LKS IPA dilakukan pada tiga (3) sekolah yaitu SMP N 4 Gunung Sugih, SMPN 1 Gunung Sugih dan SMP Trijaya, dilakukan dengan pengisian kuesioner. Dari hasil perhitungan untuk aspek kemenarikan didapatkan skor 3,25 termasuk pada klasifikasi “menarik”. Sehingga produk bahan ajar LKS IPA ini sangat layak untuk digunakan dalam proses pembelajaran materi interaksi makhluk hidup dengan lingkungannya.

5.2 Implikasi

Implikasi dari penelitian ini adalah :

1. Pengembangan suatu produk pembelajaran harus didasarkan pada hasil analisis kebutuhan sehingga produk yang akan dikembangkan


(2)

benar-benar relevan dengan tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Produk bahan ajar LKS IPA ini merupakan komplemen bagi siswa, agar siswa dapat belajar mandiri diluar dari pembelajaran di kelas. Juga agar siswa dapat mengkontruksi sendiri pengetahuannya sesuai dengan karakteristik belajar masing-masing sampai siswa menguasai kompetensi yang harus dicapai.

2. Bahan ajar LKS IPA ini dapat dijadikan sumber belajar, yang dapat menambah pengetahuan dan wawasan siswa terhadap materi interaksi makhluk hidup dengan lingkungannya.

5.3 Saran

Saran pada penelitian ini adalah :

1. Bagi guru bahan ajar LKS IPA ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber belajar tambahan yang diberikan kepada siswa, selain itu evaluasi yang terdapat pada bahan ajar LKS IPA ini mempermudah guru untuk menilai apakah siswa telah mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan ataukah perlu pendalaman.

2. Bahan ajar LKS IPA ini dapat digunakan bagi siswa untuk sumber belajar madiri yang dapat digunakan diluar pembelajaran di kelas, sehingga mempercepat siswa dalam mencapai kompetensi yang diharapkan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Wiwiek N. K. 2012. Desa Budaya Kertalangu Sebagai Usaha Daya Tarik Wisata di Kota Denpasar. Tesis Universitas Udayana Denpasar. Tidak diterbitkan

Alfad, Haritsah. 2010. Pengembangan Lembar Kerja Siswa. Artikel, diambil dari http://haritsah.ifasnet.com/home/38/50-lks.html. pada 10 Januari 2013

Anderson, Lorin W. dkk. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching and Assessing, A Revison of Bloom’s Taxonomy of Education Objectives.: Addison Wesley Logman. Inc. New York

Anwar, Holil. 2009. Hakikat Pembelajaran IPA. Artikel, diambil dari

http://anwarholil.blogspot.com/2009/01/hakikat-pembelajaran –ipa.html.25. Pada 25 Agustus 2012

Arikunto, S. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. Aritonang, Betha Nalia. 2013. Pengembangan LKS mata pelajaran fisika kelas X

SMA di Bandar Lampung. Tesis. Universitas Lampung

Arsyad, Azhar. 2010. Media Pembelajaran. Rajagrafindo Persada: Jakarta. Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta: Jakarta. Cahyo, Jea Mukti. 2011. Implementasi Teori Pembelajaran Piaget pada Fisika.

Artikel, diambil dari http://studifisika.blogspot.com/2011/02/implementasi-teori-pembelajaran-piaget.html pada 12 Januari 2013

Chaeruman,Uwes Anis. 2005. Mengintegrasikan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) ke dalam proses Pembelajaran: Apa, Mengapa dan Bagaimana? Jurnal Teknodik No.16/IX.

Degeng, I.N.S. 2000. Teori Belajar dan Strategi Pembelajaran. Citra Raya: Surabaya.


(4)

Depdiknas. 2003. Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sekretaris Negara RI: Jakarta.

________. 2004. Pedoman umum pemilihan dan pemanfaatan bahan ajar. Ditjen Dikdasmenum: Jakarta.

________. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Biro Hukum BPK RI: Jakarta. ________. 2006. Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik

Indonesia No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Diambil dari

http://masdukiums.files.wordpress.com/2011/12/standar_isi.pdf pada 12 Januari 2013

________. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Biro Hukum dan Organisasi Depdiknas RI: Jakarta.

Dick, W. & Carey, L. 2005. The systematic design of instruction (6th ed.). Pearson: Boston.

Hake, R.R. 2007. "Design-Based Research in Physics Education Research: A Review," in A.E. Kelly, R.A. Lesh, & J.Y. Baek, eds. (in press), Handbook of Design Research Methods in Mathematics, Science, and Technology Education. Jurnal, diambil dari http://www.physics.indiana.edu/~hake/DBR-Physics3.pdf pada 9 September 2013.

Irianti. 2011. Pengembangan LKS IPA Terpadu SMP Berbasis Siklus Belajar (Learning Cycle) 5E Pada Topik Pengaruh Tekanan Zat Cair. Tesis. Kemendiknas, 20013, Modul Pelatihan Implementasi kurikulum 2013. Badan

Pengembangan Sumber Daya Manusia. Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjamin Mutu Pendidikan: Jakarta.

Kusnandiono. 2009. Lembar Kerja Siswa. Artikel diambil dari http://kusnan-kentus.blogspot.com/2009/05/lks.html pada 13 Januari 2013

Lutfhi. 2007. Materi IPA cenderung disajikan dalam bentuk istilah-istilah yang harus dihafalkan.


(5)

Miarso,Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Kencana Prenada Media Group: Jakarta.

Miarso, Yusufhadi dan Eko Suyanto. 2011. Kumpulan Materi Kuliah Mozaik Teknologi Pendidikan. PPSJ Teknologi Pendidikan Unila: Lampung

Nagihan Yildirim, Sevil Kurt, dan Alipasa Ayas. 2011. The effect of the worksheet on students’ achievement in chemical equilibrium. Jurnal. Diambil dari

http://www.academia.edu/1009726/the_effect_of_the_worksheets_on_students _achievement_in_chemical_equilibrium pada 13 Januari 2013

Prastowo, Andi. 2012. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. DIVA Press: Yogyakarta.

Prawiradilaga, Dewi Salma, dan Eveline Siregar. 2008. Mozaik Teknologi Pendidikan. Kencana Prenada Media Group: Jakarta.

Pribadi. 2009 . Model-model Desain Sistem Pembelajaran. Prodi Teknologi Pendidikan Program Pascasarjana UNJ: Jakarta.

Reigeluth, C.M & Chellman, A.C. 2009. Instructional-Design Theories and

Models Volume III, Building a Common Knowledge Base. New York:

Taylor & Francis

Roblyer, M & Doering, A.H. 2010. Integrating Educational Technology Into Teaching. Boston: Pearson.

Rusman, dkk. 2011. Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi Mengembangkan Profesionalitas Guru. PT Rajagrafindo Persada: Jakarta. Sadiman, Arief, S. 2011. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan

Pemanfaatannya. PT RajaGrafindo Persada: Jakarta.

Sagala, Syaiful. 2012. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta: Bandung. Sanjaya. 2009. Langkah-langkah Pembelajaran Inkuiri. Kencana Predana Media

Group: Jakarta.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Rineka Cipta: Jakarta.

Smaldino Sharon E etc. 20011. Instructional Tecnologi dan media for learning. Teknologi Pembelajaran dan Media Untuk Belajar. Kencana: Jakarta.


(6)

Smith, Ragon. 2009. Definisi Desain Pembelajaran. Mirza Media Pustaka: Jakarta. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Alfabeta:

Bandung.

Suparman, Atwi. 2001. Desain Instruksional. Universitas Terbuka: Jakarta.

Suryantara. 2011. Langkah-langkah Mengembangkan Bahan Ajar. Artikel diambil dari www.suryantara.wordpress.com pada 12 Januari 2013.

Suyono. 2011. Pengembangan Media Pembelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Menegah Atas Kelas X Berbasis Teknologi Informasi. Tesis. FKIP Unila PPSJ Teknologi Pendidikan: Lampung.

Tabatabai, Husein. 2009. Pengembangan Lembar Kerja Siswa. Artikel diambil dari http://tartocute.blogspot.com/2009/06/lembar-kerja-iswa.html. pada 13 Januari 2013

Trianto.2010.Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana. Woolfolk, Anita. 2003. Educational Psycholoy Ninth Edition: New York.