Perilaku Bullying dalam Perkembangan Interaksi Sosial Anak.

27 disimpulkan mengenai arah dan intensitas sikap seseorang. Skala sikap memiliki tujuan untuk mengukur sikap seseorang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial merupakan suatu hubungan sosial yang menyangkut adanya hubungan timbal balik antar individu, antar kelompok, maupun individu dengan kelompok. Interaksi sosial berhubungan dengan sikap manusia, karena interaksi sosial merupakan perilaku seseorang berhubungan dengan orang yang lain. Sikap seseorang tersebut dapat diukur. Pengukuran sikap seseorang tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan skala sikap yang bertujuan untuk mengukur sikap seseorang.

C. Perilaku Bullying dalam Perkembangan Interaksi Sosial Anak.

Perilaku bullying adalah tindakan penyalahgunaan kekuatankekuasaan yang dilakukan oleh seseorang sekelompok. Perilaku bullying yang terjadi yaitu tindakan seperti memukul, menendang, mencubit, menjambak, mengejek, menjuluki, menyoraki, mengancam, menjauhi, mengucilkan, dan memfitnah Sejiwa, 2008: 2-4. Perilaku bullying merupakan suatu tindakan yang bersifat negatif yang membuat korbannya menjadi tertekan yang terjadi berulang kali sehingga membuat seseorang menjadi tertekan, terkucil, dan merasa tidak nyaman yang dilakukan oleh pihak yang lebih kuat kepada yang lebih lemah. Perilaku bullying bisa terjadi pada saat kegiatan sehari-hari anak, misalnya pada saat bermain, proses pembelajaran di kelas, dan proses interaksi sosial lainnya. Interaksi sosial adalah suatu proses yang di dalamnya terjadi hubungan yang dinamis serta saling mempengaruhi antar individu. 28 Hubungan tersebut merupakan proses dimana individu saling mempengaruhi antara individu satu dengan individu yang lain, individu dengan kelompok, maupun individu dengan kelompok Suranto, 2011: 5. Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas sosial. Dalam proses interaksi sosial terjadi suatu hubungan timbal balik antar individu dengan individu lain maupun kelompok yang bertujuan untuk dapat melangsungkan kehidupannya secara utuh sebagai seorang individu. Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa perilaku bullying dalam interaksi sosial anak yaitu tindakan menyimpang seperti memukul, menendang, mencubit, menjambak, mengejek, menjuluki, menyoraki, mengancam, menjauhi, mengucilkan, dan memfitnah yang terjadi dalam proses hubungan timbal balik antar individu maupun kelompok yang dapat mengakibatkan korbannya menjadi, terkucil, dan merasa tidak nyaman yang dilakukan oleh pihak yang lebih kuat kepada yang lebih lemah. D. Karakteristik Perkembangan Siswa Kelas III Sekolah Dasar Pada usia sekolah dasar SD, anak sudah berkembang ke arah berpikir konkret dan rasional. Pada usia tersebut anak sudah mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri kepada sikap yang kooperatif bekerja sama atau sosiosentris yaitu anak mau memperhatikan kepentingan orang lain. Anak mulai berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebayanya, senang bergabung dalam sebuah kelompok gang, dan tidak senang apabila tidak diterima dalam kelompoknya Syamsu Yusuf, 2007: 178-180. 29 Menurut Piaget dalam Rita Eka Izzaty , dkk 2008: 105-106 mengemukakan bahwa masa anak-anak usia 7-12 tahun berada dalam tahap operasi konkret dalam berfikir, yaitu pemahaman seorang anak yang pada mulanya merupakan konsep yang samar-samar dan tidak jelas menjadi lebih konkret. Pada masa operasi konkret tersebut anak sudah dapat berfikir logis terhadap objek yang konkret. Siswa kelas III SD pada umumnya berada pada umur 8-9 tahun. Menurut Carolyn Meggitt 2013: 164 mengemukakan bahwa perkembangan kognitif anak sejak usia 8-9 tahun anak-anak memiliki kemampuan mengingat dan berkonsentrasi yang meningkat, begitu pula dengan kemampuan berbicara dan mengekspresikan ide atau pendapat, kemampuan berpikir dan menalarnya meningkat, dan menikmati tipe aktivitas yang berbeda-beda seperti bergabung dalam klub dan mengoleksi benda-benda. Siswa usia SD yang berkisar umur 6-12 tahun termasuk dalam perkembangan masa anak-anak akhir. Pada siswa kelas III biasanya berada pada usia 9-11 tahun, sehingga siswa kelas III termasuk pada fase kelas rendah. Syamsu Yusuf 2007: 24-25 menjelaskan bahwa masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, kira-kira 6 atau 7 tahun sampai umur 9 atau 10 tahun. Beberapa sifat anak-anak pada masa ini antara lain adanya hubungan positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi, adanya kecenderungan memuji diri sendiri, suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak yang lain, apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal maka soal itu dianggap tidak penting. 30 Pada siswa usia sekolah dasar memiliki karakteristik bahwa anak senang berteman dan berkelompok dengan teman sebaya sehingga anak senang melakukan hubungan sosial dengan teman seusianya. Menurut Desmita 2005: 145, hubungan sosial dengan teman sebaya memiliki arti yang sangat penting bagi perkembangan pribadi anak. Salah satu fungsi kelompok teman sebaya yaitu sebagai tempat yang menyediakan sumber informasi tentang dunia di luar keluarga. Dalam hal ini anak meniru orang lain sebagai tolok ukur untuk membandingkan dirinya, hal ini merupakan dasar dari pembentukan rasa harga diri dan gambaran diri anak. Karakteristik anak erat kaitannya dengan perkembangan emosi anak. Emosi memegang salah satu peranan penting dalam perkembangan diri anak. Menurut Gunarsa, Singgih D 2008: 13-14, pada anak sekolah dasar hal penting yang harus dimiliki anak yaitu dapat mengendalikan emosi. Pada masa ini anak mulai membandingkan dirinya dengan teman-temannya dimana ia mudah dihinggapi rasa ketakutan dan kegagalan serta ejekan teman. Bila pada masa ini anak sering gagal dan merasa cemas, maka hal tersebut akan menyebabkan kepercayaan diri anak yang rendah, tetapi apabila anak mampu untuk menghadapi serta tahu bagaimana dan apa yang harus dikerjakan sehingga mampu untuk mengatasi masalah dalam hubungan teman dan prestasi, maka akan timbul motivasi serta anak menjadi terpupuk mentalnya dalam menghadapi setiap masalah yang ada di lingkungan dan prestasinya. Menurut Syamsu Yusuf 2006: 181, kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan pembiasaan. Tahap perkembangan emosi yang dialami pada anak usia sekolah ini adalah marah, 31 takut, cemburu, iri hati, kasih sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan rasa senang, nikmat, atau bahagia. Yudrik Jahja 2013: 189 mengemukakan emosi berpengaruh terhadap perilaku individu seperti memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas terhadap hasil yang dicapai; melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa terhadap kegagalan yang dialami; menghambat konsentrasi belajar, jika anak mengalami ketegangan emosi yang menyebabkan sikap gugup pada anak; terganggunya penyesuaian social, bila terjadi rasa cemburu dan iri hati; suasana emosional yang diterima dan dialami individu pada waktu kecil yang dapat mempengaruhi sikap anak pada waktu dewasa baik terhadap dirinya maupun orang lain. Syamsu Yusuf 2006: 181 mengemukakan bahwa emosi yang bersifat positif pada anak usia sekolah meliputi perasaan senang, bergairah, bersemangat atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar, seperti memperhatikan penjelasan guru, membaca buku, aktif dalam berdiskusi, mengerjakan tugas, dan disiplin dalam belajar. Karakteristik perkembangan emosi dan interaksi sosial kelas III di SD Negeri Minomartani 6 yaitu emosi anak masih belum stabil, anak masih mudah marah pada hal-hal yang sepele, bertindak usil dan nakal kepada teman yang lain, terdapat juga anak yang cenderung banyak diam dan pasif, serta ada pula anak yang memiliki rasa ingin tahu yang cukup tinggi meskipun anak mudah bosan terhadap sesuatu yang dipelajari, namun hal tersebut masih dapat dikontrol oleh guru, selain itu pada tahap ini peran guru 32 sebagai pembimbing di kelas sangat dibutuhkan agar perkembangan emosi anak menjadi baik. Berdasarkan beberapa penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa anak sekolah dasar SD berada pada tahap operasional konkret. Siswa kelas III biasanya berada pada usia 8-9 tahun, sehingga termasuk pada fase kelas rendah yang memiliki karakteristik meliputi senang memuji diri sendiri, adanya hubungan positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi, suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak yang lain, apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal maka soal itu dianggap tidak penting, anak senang berkelompok dengan lingkungan sebayanya atau senang melakukan hubungan sosial serta memiliki karakteristik emosi seperti anak memiliki rasa marah, takut, cemburu, iri hati, kasih sayang, dan rasa ingin tahu pada dirinya. Dalam tahap perkembangan emosi anak ini, emosi anak akan sangat mempengaruhi perkembangan anak itu sendiri, terutama dalam penyesuaian sosialnya, anak yang penyesuaian sosialnya kurang baik makan dapat menimbulkan rasa rendah diri dalam diri anak sehingga perkembangan anak tersebut dapat terhambat. Dengan karakteristik anak yang demikian maka anak perlu untuk terus dibimbing agar perkembangan anak dapat berjalan optimal. E. Kerangka Pikir Bullying merupakan suatu tindakan yang bersifat negatif yang berbentuk tekanan terhadap seseorang yang kuat terhadap seseorang yang lemah dan dapat dilakukan secara verbal maupun fisik yang terjadi berulang kali sehingga membuat seseorang menjadi tertekan, terkucil, terintimidasi, 33 trauma dan bahkan mebuat seseorang tersebut tidak dapat berinteraksi dengan baik kepada lingkungan sekitarnya. Pada umumnya, adanya bullying cenderung mengakibatkan kemampuan interaksi sosial antar anak menjadi tidak merata yaitu anak tidak dapat bersosialisasi dengan semua teman di lingkungannya. Kemampuan interaksi sosial merupakan proses dimana seorang individu mampu untuk melakukan hubungan timbal balik dengan individu lain di lingkungannya yang bertujuan untuk dapat melangsungkan kehidupan sebagai seorang individu yang seutuhnya. Berdasarkan pemaparan di atas, apabila ditulis secara skematis maka menjadi : Gambar 1. Kerangka Pikir dalam Penelitian Hubungan Perilaku Bullying dengan Kemampuan Interaksi Sosial Siswa. Perilaku Bullying Siswa Kemampuan Interaksi Sosial Siswa 34

F. Hipotesis Penelitian