HUBUNGAN PERILAKU BULLYING DENGAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI MINOMARTANI 6 NGAGLIK SLEMAN YOGYAKARTA.

(1)

i

HUBUNGAN PERILAKU BULLYING DENGAN KEMAMPUAN

INTERAKSI SOSIAL SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI MINOMARTANI 6 NGAGLIK SLEMAN

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Regina Putri Pratiwi NIM 11108244065

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v

MOTTO

Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. (Matius 22 : 39)


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini sebagai ungkapan rasa cinta penuh kasih untuk :

1. Kedua orang tua dan kakak tercinta yang senantiasa memberikan rasa kasih dan dukungan kepada peneliti di setiap waktu.

2. Almamater PGSD FIP Universitas Negeri Yogyakarta. 3. Agama, Nusa dan Bangsa


(7)

vii

HUBUNGAN PERILAKU BULLYING DENGAN KEMAMPUAN

INTERAKSI SOSIAL SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI MINOMARTANI 6 NGAGLIK SLEMAN

YOGYAKARTA Oleh

Regina Putri Pratiwi NIM 11108244065

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan perilaku bullying dengan kemampuan interaksi sosial siswa kelas III SD Negeri Minomartani 6 Ngaglik Sleman Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif jenis Korelasi. Penelitian ini dilakukan di kelas III SD Negeri Minomartani 6 Ngaglik Sleman Yogyakarta. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 28 siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala perilaku bullying dan kemampuan interaksi sosial. Uji validitas instrumen menggunakan expert judgement kemudian diuji cobakan kepada responden dan dianalisis menggunakan rumus Product Moment. Uji reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach yang menghasilkan indeks reliabilitas sebesar 0,681 untuk variabel perilaku bullying dan 0,839 untuk variabel kemampuan interaksi sosial. Teknik analisis data diperoleh menggunakan rumus korelasi product moment.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh nilai korelasi antara variabel X dan Y dengan hasil uji hipotesis sebesar -0,832 sehingga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku bullying dengan kemampuan interaksi sosial siswa kelas III SD Negeri Minomartani 6 Ngaglik Sleman Yogyakarta. Hasil uji hipotesis sebesar -0,832 termasuk dalam interval koefisien 0,800 – 1,00 sehingga termasuk dalam kategori sangat kuat. Hal ini menunjukkan bahwa apabila perilaku bulllying tinggi, maka kemampuan interaksi sosial menjadi rendah.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME, yang telah melimpahkan kasih dan rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “Hubungan Perilaku Bullying Dengan Kemampuan Interaksi Sosial Siswa Kelas III Sekolah Dasar Negeri Minomartani 6 Ngaglik Sleman Yogyakarta”.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini penulis senantiasa diberikan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Maka dari itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terimakasih setulus tulusnya kepada:

1. Bapak Dr. Haryanto, M.Pd. selaku Dekan FIP UNY yang sudah memberikan kemudahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi.

2. Ibu Hidayati, M.Hum. selaku Ketua Jurusan PPSD FIP UNY yang telah memberikan motivasi dan kesempatan kepada penulis untuk memaparkan gagasan dalam skripsi.

3. Bapak Dr. Ali Mustadi, M.Pd. selaku dosen pembimbing I yang senantiasa membimbing dan memberikan motivasi kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

4. Ibu Dr. Wuri Wuryandani, M.Pd. selaku dosen pembimbing II yang senantiasa membimbing dan memberikan motivasi kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

5. Ibu Suyatinah, M.Pd. selaku dosen PA yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis dari awal masa studi hingga akhir masa studi.


(9)

(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Pernyataan... iii

Halaman Pengesahan ... iv

Halaman Motto ... v

Halaman Persembahan ... vi

Abstrak ... vii

Kata Pengantar ... viii

Daftar Isi ... x

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Gambar ... xiv

Daftar Lampiran ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Perilaku Bullying ... 9

1. Perilaku Bullying ... 9

2. Bentuk-bentuk Perilaku Bullying ... 10

3. Penyebab Perilaku Bullying ... 12

4. Dampak Perilaku Bullying ... 14

B. Hakikat Kemampuan Interaksi Sosial ... 16

1. Interaksi Sosial ... 16

2. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial ... 19


(11)

xi

4. Aspek-Aspek Interaksi Sosial ... 23

5. Syarat-syarat Interaksi Sosial ... 24

6. Teknik Pengukuran Interaksi Sosial ... 25

C. Perilaku Bullying dalam Perkembangan Interaksi Sosial Anak ... 27

D. Karakteristik Perkembangan Siswa Kelas III Sekolah Dasar ... 28

E. Kerangka Pikir ... 32

F. Hipotesis Penelitian ... 34

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 35

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

C. Subjek Penelitian ... 35

D. Populasi Penelitian ... 35

E. Definisi Operasional Variabel ... 36

1. Perilaku Bullying ... 36

2. Kemampuan Interaksi Sosial ... 37

F. Teknik Pengumpulan Data ... 37

G. Instrumen Penelitian ... 38

1. Perencanaan dan Penulisan Butir Soal ... 39

2. Penyusunan dan Penyuntingan Butir Item ... 41

3. Pengujian Instrumen ... 42

H. Teknik Analisis Data ... 46

1. Kategori Skor ... 47

2. Uji Hipotesis ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hasil Penelitian ... 51

1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 51

2. Deskripsi Data Penelitian ... 51

B. Uji Hipotesis ... 54

C. Pembahasan ... 56

D. Keterbatasan Penelitian ... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 64


(12)

xii

B. Saran ... 64 DAFTAR PUSTAKA ... 66 LAMPIRAN ... 69


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1 Kisi-kisi Instrumen Skala Perilaku Bullying ... 40

Tabel 2 Kisi-kisi Instrumen Skala Kemampuan Interaksi Sosial... 40

Tabel 3 Penskoran Instrumen ... 41

Tabel 4 Hasil Uji Validitas Instrumen Skala Perilaku Bullying ... 44

Tabel 5 Hasil Uji Validitas Instrumen Skala Kemampuan Interaksi Sosial ... 44

Tabel 6 Interpretasi Nilai r ... 46

Tabel 7 Rumus Kategori Perilaku Bullying dan Kemampuan Interaksi Sosial .. 47

Tabel 8 Panjang Kelas Kategori Perilaku Bullying ... 48

Tabel 9 Panjang Kelas Kategori Kemampuan Interaksi Sosial ... 48

Tabel 10 Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi ... 50

Tabel 11 Kategori Perilaku Bullying ... 52

Tabel 12 Kategori Kemampuan Interaksi Sosial ... 53


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 1 Kerangka Pikir dalam Penelitian Hubungan Perilaku Bullying

dengan Kemampuan Interaksi Sosial Siswa ... 33 Gambar 2 Persentase Perilaku Bullying ... 52 Gambar 3 Persentase Kemampuan Interaksi Sosial ... 53


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1 Lembar Pernyataan Judgement Expert ... 70

Lampiran 2 Instrumen Perilaku Bullying Tahap Uji Coba... 71

Lampiran 3 Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Perilaku Bullying ... 73

Lampiran 4 Skala Kemampuan Interaksi Sosial Tahap Ujicoba ... 75

Lampiran 5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kemampuan Interaksi Sosial... 77

Lampiran 6 Instrumen Penelitian ... 79

Lampiran 7 Hasil Tabulasi Penelitian ... 83

Lampiran 8 Data Kategori Perilaku Bullying dan Kemampuan Interaksi Sosial ... 87

Lampiran 9 Hasil Analisis Deskriptif ... 88

Lampiran 10 Dokumentasi Penelitian ... 89

Lampiran 11 Skala yang Telah diisi oleh Responden ... 90

Lampiran 12 Surat Izin Penelitian ... 94


(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu proses untuk membentuk perilaku peserta didik ke arah yang lebih baik. Dalam prosesnya, terjadi transfer ilmu dan transfer nilai. Pendidikan juga merupakan suatu kebutuhan bagi semua orang agar mampu mengembangkan potensi dirinya, karena tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik. Dengan adanya pendidikan, maka seseorang akan lebih terbantu dalam menyelesaikan segala permasalahan kehidupan di kemudian hari dengan bekal ilmu dan keterampilan yang ia miliki melalui proses pendidikan.

Tahapan pendidikan sekolah yang dilalui anak sebagai seorang siswa salah satunya adalah Sekolah Dasar (SD). Sekolah Dasar (SD) yang merupakan jenjang yang paling dasar pada pendidikan formal. Pembentukan karakter dasar pada anak yang kurang baik akan berpengaruh pada diri anak sampai ia dewasa nanti. Oleh karena itu pendidikan yang baik sangat diperlukan bagi anak agar dapat memiliki sifat dan watak yang berkarakter baik. Desmita (2009 : 35) mengemukakan bahwa anak-anak usia sekolah memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih muda. Ia senang bermain, senang bergerak, senang bekerja kelompok, dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung.

Proses perkembangan anak memerlukan adanya kemampuan interaksi sosial yang baik, kemampuan interaksi sosial tersebut nantinya akan membantu seseorang dapat berbaur dengan lingkungannya. H. Bonner dalam


(17)

2

Slamet Santosa (2006: 11) berpendapat bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan antara 2 individu atau lebih, ketika kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Interaksi yang baik dan ideal bagi siswa yakni hubungan yang dapat berlangsung serta dilakukan secara menyeluruh antara siswa satu dengan siswa yang lain dan di dalamnya tidak ada batasan dalam proses sosialisasi atau pergaulan dari setiap siswa terhadap lingkungan di sekitarnya.

Karakteristik anak Sekolah Dasar (SD) yang berada pada tahap dan kecenderungan senang bermain, untuk bisa berinteraksi dalam pergaulan membutuhkan pula kemampuan interaksi sosial yang baik. Dalam hal ini peran guru di sekolah dan peran orang tua sangat penting dalam perkembangan kemampuan interaksi sosial anak. Dengan kemampuan interaksi sosial yang baik maka setiap anak mampu berinteraksi atau bergaul dengan lingkungan di sekitarnya, misalnya teman-teman di sekolah. Apabila setiap anak dapat berinteraksi dengan baik kepada orang-orang di sekitarnya maka proses perkembangan kemampuan interaksi sosial anak dapat semakin terasah, sehingga anak tidak terkucilkan dalam lingkungan sosial di sekitarnya.

Perkembangan anak tidak selalu berjalan optimal, terdapat banyak hal yang menghambat dalam proses perkembangan anak tersebut. Salah satu faktor penghambat dalam perkembangan anak adalah bullying. Bullying juga dapat menjadi penghambat dalam pekembangan kemampuan interaksi sosial anak. Menurut Sejiwa (2008:2) bullying adalah sebuah situasi dimana terjadinya penyalahgunaan kekuatan/kekuasaan yang dilakukan oleh


(18)

3

seseorang/sekelompok. Bentuk yang paling umum terjadi pada kasus bullying di sekolah adalah pelecehan verbal, yang bisa datang dalam bentuk ejekan, menggoda atau meledek seseorang. Hal tersebut memang terlihat sepele bahkan guru maupun orang tua sering mengganggap bahwa hal tersebut hanya bercanda, namun apabila tidak diperhatikan, maka bentuk penyalahgunaan ini dapat meningkat menjadi teror, bahkan hal tersebut dapat menyebabkan seseorang menjadi tertekan. Kasus bullying yang awalnya hanya secara verbal dapat pula menyebabkan munculnya perlakuan yang lebih berbahaya, seperti pelecehan secara fisik.

Bullying berpengaruh terhadap kehidupan sosial setiap anak terutama pada korbannya. Bullying membuat anak menjadi tidak dapat berinteraksi dengan baik terhadap lingkungan sosial di sekitarnya. Bullying juga dapat menghambat proses perkembangan diri pada anak. Pada korban bullying apabila dibiarkan saja maka anak akan merasa terkucilkan, tertekan, bahkan dapat pula merasa tidak berharga atas dirinya. Oleh karena itu kemampuan interaksi sosial yang baik sangat diperlukan oleh setiap anak sehingga anak mampu untuk bersosialisasi dan bergaul dengan baik di lingkungannya.

Faktor-faktor terjadinya bullying yaitu faktor lingkungan sekolah maupun lingkungan di sekitarnya. Faktor lingkungan sekolah meliputi karakteristik anak yang berbeda dengan yang lain sehingga mengakibatkan adanya perbedaan antar siswa, perbedaan kognitif siswa antara siswa yang pintar dan yang kurang pintar, dan adanya kelompok-kelompok bermain yang membuat siswa satu dengan yang lain kurang dapat membaur. Hal tersebut membuat korban bullying semakin terbatasi dan tidak dapat berinteraksi


(19)

4

dengan lingkungan sosialnya. Bullying membuat siswa tidak dapat bergaul dengan baik kepada lingkungannya, hal tersebut terjadi karena kemampuan interaksi sosial siswa yang masih rendah. Dalam hal ini di lingkungan sekolah peran guru sangat penting dalam membimbing siswanya sehingga masalah bullying dapat teratasi.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di kelas III SD N Minomartani 6 pada tanggal 3 agustus 2015 ditemukan perilaku bullying yang berupa kontak verbal langsung seperti mempermalukan, mengganggu, mengejek, dan mengintimidasi atau menekan dengan kata-kata yang membuat anak menjadi takut; non verbal seperti mengucilkan atau menjauhi teman yang tidak disukai; dan fisik seperti menendang, mencubit, menjambak, dan mendorong. Terdapat siswa yang kurang bisa berinteraksi dengan semua teman-temannya sehingga anak tersebut tidak memiliki teman. Terdapat pula siswa yang memiliki group yang membuat siswa yang bukan termasuk dalam group tersebut menjadi sulit bersosialisasi dengan teman yang lain sehingga interaksi sosial siswa tidak dapat berjalan optimal. Guru kelas juga kurang memberikan perhatian terhadap bullying yang terjadi di kelas. Guru bahkan terkesan tidak peduli dan kurang tanggap terhadap permasalahan yang terjadi di kelasnya serta menganggap tindakan-tindakan kasar siswa hanyalah guyon atau candaan. Guru yang seharusnya dapat membimbing siswa untuk dapat bergaul dan menghargai teman lain justru membiarkan siswanya dalam masalah tersebut. Hal ini membuat siswa yang pendiam dan kurang dapat bergaul menjadi semakin terkucil keberadaannya sehingga memberikan dampak yang negatif bagi korban bullying itu sendiri.


(20)

5

Berdasarkan pemaparan di atas, perlu adanya sebuah penelitian yang bisa lebih jauh untuk mengetahui hubungan bullying dengan kemampuan interaksi sosial siswa dan seberapa kuat hubungan perilaku bullying dengan kemampuan interaksi sosial siswa kelas III SD Minomartani 6. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian dengan judul “Hubungan Perilaku Bullying

dengan Kemampuan Interaksi Sosial Siswa Kelas 3 SD Negeri

Minomartani 6 Ngaglik Sleman Yogyakarta” B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka didapatkan identifikasi permasalahan sebagai berikut.

1. Terdapat perilaku bullying berupa bullying yang dapat meningkat menjadi teror bahkan menyebabkan siswa lain menjadi tertekan.

2. Terdapat tindakan fisik yang menyimpang oleh siswa, seperti menendang, mencubit, menjambak, dan mendorong.

3. Adanya interaksi bentuk asimilasi siswa yang rendah sehingga menyebabkan siswa korban bullying menjadi terkucil atau tidak memiliki teman.

4. Terdapat perilaku bullying di kelas III SD N Minomartani 6 yang berupa kontak verbal langsung seperti mempermalukan, mengganggu, mengejek, dan mengintimidasi dengan mengucapkan kata-kata yang membuat korbannya menjadi takut dan tertekan.

5. Terdapat perilaku bullying secara non verbal seperti mengucilkan yang berupa tindakan menjauhi teman yang tidak disukai sehingga korbannya tidak memiliki teman; dan fisik seperti menendang, mencubit, menjambak,


(21)

6

dan mendorong. Terdapat siswa yang kurang bisa berinteraksi dengan semua teman-temannya sehingga anak tersebut tidak memiliki teman. 6. Terdapat siswa yang memiliki group yang membuat siswa yang bukan

termasuk dalam group tersebut menjadi sulit bersosialisasi dengan teman yang lain.

C. Pembatasan masalah

Berdasarkan identifikasi permasalahan di atas, maka penelitian ini dibatasi pada :

1. Terdapat perilaku bullying baik verbal maupun non verbal antar siswa di kelas III SD Negeri Minomartani 6.

2. Adanya interaksi bentuk asimilasi siswa yang rendah sehingga menyebabkan siswa korban bullying menjadi terkucil atau tidak memiliki teman.

D. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat hubungan perilaku bullying dengan kemampuan interaksi sosial siswa di kelas 3 SD Negeri Minomartani 6.

2. Seberapa kuat hubungan perilaku bullying dengan kemampuan interaksi sosial siswa kelas 3 SD Negeri Minomartani 6.

E. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan penelitian ini adalah:


(22)

7

1. Untuk mengetahui adanya hubungan perilaku bullying dengan kemampuan interaksi sosial siswa kelas 3 SD Negeri Minomartani 6.

2. Untuk mengetahui kuat hubungan perilaku bullying dengan interaksi sosial siswa kelas 3 SD Negeri Minomartani 6.

F. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : 1. Secara teoritis :

Memberikan masukan dalam mengetahui hubungan perilaku bullying dengan kemampuan interaksi sosial pada siswa.

2. Secara praktis : a. Bagi Guru

1) Memberikan masukan dalam penanganan siswa yang terkena bullying. Meningkatkan pemahaman bagi guru untuk dapat lebih tanggap terhadap masalah di kelas.

2) Meningkatkan pemahaman bagi guru mengenai pentingnya kemampuan interaksi sosial yang baik pada diri setiap siswa. b. Bagi Siswa

1) Memberi informasi bagi siswa tentang perilaku bullying yang dapat merugikan dirinya sendiri bahkan orang lain.

2) Memberikan pemahaman bagi siswa mengenai berinteraksi yang baik kepada setiap teman sehingga kemampuan interaksi sosial siswa dapat meningkat.


(23)

8

1) Memberikan masukan dan pemahaman mengenai bullying sebagai upaya dalam mendeteksi dan meminimalisir adanya bullying pada anak.

2) Melakukan pendeketan kepada anak mengenai bullying sehingga anak tidak menjadi koraban maupun pelaku bullying.


(24)

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Perilaku Bullying

1. Perilaku Bullying

Perilaku Bullying merupakan sebuah situasi dimana telah terjadi penyalahgunaan kekuatan atau kekuasaan yang dilakukan oleh perseorangan ataupun kelompok. Penyalahgunaan kekuatan/kekuasaan dilakukan pihak yang kuat tidak hanya secara fisik saja tetapi juga secara mental (Sejiwa, 2008: 2). Ratna Djuwita dalam Riana Mashar (2011: 3) bullying digunakan untuk menjelaskan berbagai perilaku kekerasan yang segaja dilakukan secara terencana oleh seseorang atau sekelompok orang yang merasa lebih berkuasa terhadap seseorang atau sekelompok orang yang merasa tidak berdaya melawan perlakuan ini.

Sejiwa (2008: 2) mengungkapkan bahwa istilah bullying diilhami dari kata bull yang berarti banteng yang suka menanduk pihak pelaku bullying biasa disebut bully. Bullying merupakan situasi dimana seseorang yang kuat menekan, memojokkan, melecehkan, menyakiti seseorang yang lemah dengan sengaja dan berulang-ulang. Menurut Carolyn Meggitt (2013: 174) perilaku bullying merupakan tekanan serta intimidasi terus-menerus yang dilakukan untuk menyakiti seseorang secara fisik maupun emosional.

Berdasarkan beberapa pengertian bullying di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Perilaku bullying merupakan suatu tindakan negatif yang bersifat menekan korbannya serta terjadi berulang kali dan dapat


(25)

10

dilakukan secara verbal maupun fisik sehingga membuat seseorang menjadi tertekan, terkucil, trauma, dan merasa tidak nyaman yang dilakukan oleh pihak yang lebih kuat kepada pihak yang lebih lemah.

2. Bentuk-bentuk Perilaku Bullying

Steve Wharton (2009: 7) mengemukakan bahwa, bentuk perilaku bullying bermacam-macam. Perilaku Bullying lebih sering berupa gangguan yang ditunjukkan secara individu dalam bentuk gangguan-gangguan ringan dan komentar-komentar yang tidak berbahaya. Hal tersebut apabila di biarkan akan menjadi sesuatu yang berbahaya, karena tindakan bullying akan meningkat menjadi tindakan yang lebih agresif. Carolyn Meggitt (2013: 174) berpendapat bahwa aksi bully biasanya mencakup penyerangan dan kebencian yang disengaja, korban yang lebih lemah dari pelaku, dan hasil atau dampak yang selalu menyakitkan serta membuat korban tertekan.

Sejiwa (2008: 2) menjelaskan bahwa perilaku bullying dikelompokkan menjadi perilaku bullying fisik, perilaku bullying non fisik, dan perilaku bullying mental/psikologis. Perilaku bullying secara fisik yaitu tindakan yang dilakukan dengan kontak langsung kepada fisik dan dapat dilihat, seperti menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, melempar dengan barang, dan menolak. Perilaku bullying secara verbal yaitu tindakan yang dilakukan dengan kata-kata atau ucapan dan dapat terdeteksi karena bisa tertangkap indra pendengaran kita, seperti memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan di depan umum, menuduh, menyoraki, memfitnah, dan menolak. Perilaku


(26)

11

Bullying mental atau psikologis yaitu tindakan-tindakan seperti memandang sinis, memandang penuh ancaman, mempermalukan di depan umum, mendiamkan, mengucilkan, mempermalukan, memelototi, dan mencibir.

Menurut Ponny Retno Astuti (2008: 22) mengemukakan bahwa bentuk-bentuk dari perilaku bullying yaitu:

a. Fisik

Bentuk tindakan bullying secara fisik seperti mengigit, menarik rambut, memukul, menendang, mengunci, dan mengintimidasi korban di ruangan atau dengan mengintari, memelintir, menonjok, mendorong, mencakar, meludahi, mengancam dan merusak kepemilikian (property) korban, penggunaan senjata dan perbuatan kriminal.

b. Non Fisik

Bentuk tindakan bullying secara non fisik terbagi dalam bentuk verbal maupun non verbal

1) Verbal

Bentuk tindakan bullying secara verbal misalnya, panggilan telepon yang meledek, pemalakan, pemerasan, mengancam, atau intimidasi, menghasut, berkata jorok pada korban, berkata menekan, menyebar luaskan kejelekan korban.

2) Non verbal


(27)

12

a) Tidak langsung, contohnya manipulasi pertemanan, mengasingkan, tidak mengikutsertakan, curang dan sembunyi-sembunyi.

b) Langsung, misalnya gerakan (tangan, kaki atau anggota badan lain) kasar atau menganvcam, menatap, muka mengancam, menggeram, hentakan, mengancam atau menakuti.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk perilaku bullying terdiri dari perilaku bullying fisik, perilaku bullying verbal atau non fisik, dan perilaku bullying mental/psikologis atau sosialyang semuanya itu sama-sama dapat berdampak negatif bagi korbannya.

3. Penyebab Perilaku Bullying

Ratna Juwita (Kompas, 2008) dalam Riana Mashar dan Siti Nur Hidayah (2011: 4-5) mengungkapkan bahwa ada dua faktor penyebab perilaku bullying, yaitu kepribadian dan situasional. Faktor kepribadian terjadi karena pengaruh dari pola asuh orang tua terhadap anak. Sementara faktor situasional, kecenderungan untuk mengikuti perilaku kelompok cukup tinggi. Apalagi jika sebuah sekolah nyata-nyata memiliki tradisi bullying. Tradisi itu akan menurun terus kepada para junior.

Menurut Steve Wharton (2009: 69-70), seseorang akhirnya menjadi pelaku bullying adalah orang yang memiliki medan energi yang biasa bergetar pada frekuensi rendah. Pikiran getaran rendah tersebut akan selalu memonitor tingkat frekuensi energi untuk memastikan bahwa


(28)

13

frekuensi energi tersebut tetap rendah sehingga mereka akan memiliki pemikiran negatif tentang dirinya sendiri. Pada awalnya pelaku berusaha meningkatkan harga dirinya dengan menyombongkan diri sehingga dapat diperhatikan dan mendapat pengakuan serta penghargaan dari orang lain, sampai pada akhirnya kebohongan tersebut terbongkar dan membuatnya menjadi terpojok, serta pikiran dan perasaannya pun bergetar rendah dan hal tersebut membuatnya mencari cara lain untuk mencapai kondisi yang lebih baik yaitu dengan cara menjelekkan orang lain yang dianggap lebih lemah untuk dapat menutupi kekurangan ataupun kesalahan pada dirinya sendiri. Pelaku bullying juga sering dimotivasi oleh rasa iri, dengki dan dendam.

Sejiwa (2008: 14-15) mengemukakan bahwa, tidak semua pelaku bullying melakukannya karena kepercayaan diri yang rendah. Banyak di antara mereka justru memiliki kepercayaan diri yang begitu tinggi dan sekaligus dorongan untuk selalu menindas dan menggencet anak yang lebih lemah. Ini disebabkan karena mereka tidak pernah dididik untuk memiliki empati terhadap orang lain. Pelaku bullying juga dapat melakukan tindakan-tindakan bullying terhadap orang lain karena meniru apa yang ia lihat. Mereka melakukan tindakan bullying terhadap orang lain karena untuk melampiaskan rasa kekecewaannya terhadap sesuatu hal yang terjadi pada dirinya. Sebelumnya pelaku bullying terlebih dahulu menjadi korban bullying, sehingga hal tersebut membuat si pelaku menjadi terpacu untuk membalas dan menjadi pelaku bullying. Menurut Les Parson dalam Rohmah Ismiatun (2014: 22) perilaku


(29)

14

bullying terjadi karena terdapat pandangan bahwa interaksi sosial adalah menyangkut hal yang membangun dan memelihara suatu hierarki. Anak dengan sengaja menggunakan paksaan, manipulasi, status, harga diri, dan dominasi mereka dalam hierarki sosial.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying dapat terjadi dari beberapa hal yaitu karena faktor kepribadian, misalnya seseorang ingin dianggap lebih tinggi dari pada orang lain sehingga melakukan tindakan-tindakan yang dianggapnya dapat meningkatkan nilai dirinya dihadapan orang lain dengan cara melakukan aksi bully terhadap pihak yang dianggap lebih lemah, dapat terjadi pula karena faktor situasional yaitu lingkungan yang kurang baik sehingga membuat seseorang menjadi memiliki sifat iri, dendam atau kasar terhadap orang lain di sekitarnya, selain itu interaksi sosial juga berpengaruh dalam terjadinya tindakan bullying karena masalah tersebut berkaitan dengan hubungan sosial anak.

4. Dampak Perilaku Bullying

Tindakan bullying yang terjadi pada anak tentunya akan berdampak pada psikis anak itu sendiri sehingga perkembangan anak dapat pula terhambat. Menurut Joseph A. Dake, James H. Price, and Susan J. Telljohan (2003) dalam Monicka Putri Kusuma (2014: 35), korban bullying mengalami rasa kesepian, memiliki harga diri yang rendah, cemas, kurang populer dari pada anak-anak lain, susah dalam menjalin hubungan pertemanan sehingga cenderung menghabiskan banyak waktu sendirian. Dalam hal ini peran orang tua juga sangat


(30)

15

berpengaruh, sikap orang tua yang cuek atau kurang peduli terhadap anak akan berdampak pada perkembangan diri anak itu sendiri, sehingga anak menjadi kurang tegas di dalam mengambil sikap dan memiliki sikap percaya diri yang kurang.

Steve Wharton (2009: 86) berpendapat bahwa, perilaku bullying di sekolah akan menyebabkan ketidak bahagiaan dan berpengaruh pada anak-anak, sehingga mereka tidak dapat mencapai potensinya secara penuh. Perilaku bullying dapat pula membuat seorang anak melakukan tindakan yang buruk seperti membolos, tidak mengerjakan tugas sekolah, menjadi tidak bersemangat, bahkan depresi. Sejiwa (2008: 35-36) mengemukakan bahwa, perilaku bullying adalah penghambat besar bagi seorang anak untuk mengaktualisasikan diri. Perilaku bullying tidak memberi rasa aman dan nyaman, membuat para korban bullying merasa takut dan terintimidasi, rendah diri serta tak berharga, sulit berkonsentrasi dalam belajar, tidak tergerak untuk bersosialisasi dengan lingkungan, enggan sekolah, dan sulit berkomunikasi. Hal tersebut menjelaskan bahwa tindakan bullying dapat memberikan dampak yang buruk bagi diri anak, anak akan selalu merasa tertekan dengan lingkungan di sekitarnya sehingga perkembangan diri anak pun akan terhambat.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tindakan bullying dapat menghambat perkembangan diri setiap anak. Dampak-dampak tindakan bullying tersebut dapat membuat seorang anak menjadi memiliki harga diri yang rendah, minat belajar menjadi kurang sehingga anak sering membolos atau enggan sekolah dan tidak mau


(31)

16

mengerjakan tugas sehingga prestasi akademisnya pun dapat merosot, tidak memiliki rasa percaya diri karena akan selalu merasa terintimidasi, dan sulit berkomunikasi dengan orang lain.

B. Hakikat Kemampuan Interaksi Sosial

1. Interaksi Sosial

Setiap makhluk hidup selalu memiliki kegiatan. Salah satu kegiatan manusia yaitu berinteraksi dengan lingkungannya. Kegiatan seorang makhluk hidup atau individu merupakan manifestasi dari hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Individu melakukan kegiatan selalu dalam interaksi dengan lingkungannya, lingkungan manusia dan bukan manusia (Nana Syaodih Sukmadinata, 2004: 57). Seorang individu dalam melangsungkan kehidupannya memerlukan hubungan dengan lingkungannya, seorang individu juga tidak akan pernah lepas dari hubungan dengan lingkungan di sekitarnya, tanpa adanya hubungan tersebut maka seorang individu tidak menjadi individu yang seutuhnya.

Menurut Nurani Soyomukti (2013: 315) interaksi sosial adalah tindakan, kegiatan, atau praktik dari dua orang atau lebih yang masing-masing mempunyai orientasi dan tujuan. Robert M.Z. Lawang dalam Nurani Soyomukti (2013:315) juga menjelaskan bahwa interaksi sosial adalah proses ketika orang-orang yang berkomunikasi saling berpengaruh-mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan. Interaksi sosial merupakan kunci semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial, maka tidak mungkin terjadi kehidupan bersama. Menurut Abdulsyani


(32)

17

(2007:152) interaksi sosial yaitu hubungan-hubungan sosial yang di dalamnya terjadi proses timbal balik yang dinamis antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok manusia.

Dany Haryanto dan G. Edwi Nugrohadi (2011: 215) berpendapat bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan yang terjadi antara dua individu maupun lebih yang di dalamnya terdapat proses mempengaruhi perilaku individu lain, atau sebaliknya. Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati (2013: 67) mengemukakan bahwa interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. interaksi sosial merupakan suatu hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar orang perorangan, antar kelompok dengan kelompok, maupun antar orang perorangan dengan kelompok manusia.

Interaksi sosial dapat terjadi dimana saja, misalnya saja di lingkungan sekolah. Kemampuan yang dimiliki oleh seorang siswa dalam melakukan interaksi sosial berbeda-beda antara siswa yang satu dengan siswa yang lain. Siswa yang memiliki kemampuan interaksi sosial yang tinggi akan mudah bergaul dengan individu maupun kelompok yang ada di lingkungan sekolahnya, seperti senang berkomunikasi dengan orang lain, senang bekerja sama dengan orang lain, dan senang memiliki teman yang banyak. Siswa yang memiliki kemampuan interaksi sosial yang tinggi juga mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan di sekitarnya dan cenderung dapat memiliki banyak teman, sedangkan siswa yang memiliki kemampuan interaksi sosial yang rendah lebih cenderung sulit


(33)

18

dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya, sehingga siswa menjadi sulit bergaul dengan teman atau masyarakat di sekitarnya dan cenderung tidak banyak memiliki teman.

Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang menyangkut hubungan timbal balik antar individu satu dengan individu yang lain maupun individu dengan kelompok. Menurut Herminanto dan Winarno (2013: 52) interaksi sosial dapat terjadi apabila memiliki ciri-ciri seperti: a) Pelakunya lebih dari satu orang.

b) Adanya komunikasi antar pelaku melalui kontak sosial. c) Mempunyai maksud dan tujuan.

d) Memiliki dimensi waktu yang akan menentukan sikap yang sedang berlangsung.

Interaksi sosial merupakan bagian dari kebutuhan dalam kelangsungan hidup seorang individu. Interaksi sosial merupakan suatu bentuk sikap oleh seorang individu dalam melakukan kegiatan seperti berbicara, bersosialisasi, dan bekerja sama dengan individu lain atau kelompok yang ada di lingkungannya untuk dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai dalam melangsungkan kehidupannya sebagai seorang individu yang seutuhnya. Oleh karena itu interaksi sosial sangat diperlukan dalam kelangsungan hidup seorang individu.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka kemampuan interaksi sosial merupakan proses dimana seorang individu mampu melakukan hubungan timbal balik dengan individu lain yang berada di lingkungannya, dan terdapat proses dimana individu dapat menyesuaikan


(34)

19

diri dengan lingkungan di sekitarnya, atau sebaliknya. Interaksi sosial dapat terjadi apabila memiliki ciri-ciri seperti pelakunya lebih dari satu orang, adanya komunikasi antar pelaku melalui kontak sosial, mempunyai maksud dan tujuan, serta memiliki dimensi waktu yang akan menentukan sikap yang sedang berlangsung. Proses interaksi sosial tersebut bertujuan untuk dapat melangsungkan kehidupan individu sebagai seorang individu yang seutuhnya.

2. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

Menurut Nurani Soyomukti (2013 : 337-367) bentuk-bentuk interaksi sosial meliputi:

1) Proses Asosiatif (processes of association), yang meliputi: a. Kerja sama

Kerja sama merupakan bentuk interaksi sosial yang pokok dan proses interaksi sosial yang benar-benar terjadi. Kerja sama tidak bisa lepas dari hubungan antara individu dan kelompoknya, serta dipengaruhi oleh keberadaan dan dinamika kelompok lain maupun luar.

b. Akomodasi

Akomodasi dapat menunjuk pada suatu keadaan dan suatu proses. Soerjono Sukanto dan Budi Sulistyowati ( 2013 : 68-69 ) akomodasi menunjuk pada suatu keadaan yaitu adanya keseimbangan antara interaksi dengan norma-norma sosial serta nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat dan menunjuk pada


(35)

20

suatu proses yaitu usaha-usaha untuk meredakan suatu pertentangan sehingga terjadi kestabilan.

c. Asimilasi

Asimilasi merupakan suatu proses dalam taraf lanjut yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan yang terdapat pada individu maupun kelompok yang meliputi usaha untuk meningkatkan kesatuan perilaku, sikap, dan mental dengan memperhatikan kepentingan dan tujuan bersama.

2) Proses Disosiatif (processes of dissociation). yang meliputi: a. Persaingan

Persaingan adalah suatu proses sosial yang di dalamnya terjadi proses dimana individu dan kelompok manusia saling berebut untuk mencapai tujuan tertentu untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing di berbagai bidang kehidupan.

b. Pertentangan atau pertikaian

Pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses sosial ketika individu maupun kelompok melakukan usaha untuk memperoleh tujuan yang ingin dicapai dengan jalan menentang pihak lawan melalui ancaman dan kekerasan.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk interaksi sosial terdiri dari proses asosiatif meliputi yaitu kerjasama, akomodasi, serta asimilasi dan proses disosiatif meliputi persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Bentuk-bentuk tersebut


(36)

21

merupakan hal-hal yang terjadi dalam proses berlangsungnya interaksi sosial.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial

a. Faktor Imitasi

Menurut Gerungan (2004: 64) imitasi merupakan segi dari proses interaksi sosial yang menerangkan mengapa dan bagaimana dapat terjadi keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku di antara orang banyak. Sedangkan menurut Nurani Soyomukti (2013: 316) imitasi adalah tindakan atau tingkah laku tertentu yang ditirukan seperti cara memberikan hormat, cara menyatakan terima kasih, cara memberikan isyarat tanpa bicara, dan lain-lain.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa imitasi merupakan proses meniru orang lain dalam bentuk bahasa, cara berbicara, dan cara bertingkah laku.

b. Faktor Sugesti

Gerungan (2004: 65) sugesti adalah suatu proses dimana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu. Menurut Nurani Soyomukti (2013: 317) sugesti adalah suatu pandangan atau sikap yang dilakukan oleh seseorang lalu diterima oleh orang lain di luarnya.

Dapat disimpulkan bahwa sugesti merupakan suatu proses terjadinya suatu saran atau suatu cara pedoman dalam bertingkah laku yang datang dari dirinya sendiri maupun dari orang lain yang


(37)

22

mempengaruhi psychis diri sesorang untuk memiliki keinginan melakukan sesuatu.

c. Faktor Identifikasi

Menurut Nurani Soyomukti (2013: 319) identifikasi merupakan kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain yang diidolakan dalam hal bertingkah laku, maupun berpakaian . Menurut Gerungan (2004: 71) identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain.

Berdasarkan pendapat di atas, maka disimpulkan bahwa indentifikasi merupakan dorongan dalam diri seseorang untuk mencontoh atau meniru orang lain sehingga menjadi identik (sama) dengan orang lain yang dianggap ideal untuk memperoleh sistem norma, sikap, dan nilai yang dianggap lebih baik dan hal tersebut menjadi sesuatu yang masih merupakan kekurangan pada dirinya.

d. Faktor Simpati

Menurut Nurani Soyomukti (2013: 320) simpati adalah suatu proses ketika seseorang merasa tertarik pada pihak lain yang menyebabkan adanya dorongan untuk ingin mengerti dan bekerjasama dengan orang lain. Menurut Gerungan (2004: 74) simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya seseorang terhadap orang lain. Orang tiba-tiba merasa dirinya tertarik kepada orang lain seakan-akan dengan sendirinya, tertariknya itu bukan karena salah satu ciri tertentu melainkan karena keseluruhan cara bertingkah laku orang tersebut.


(38)

23

Dapat disimpulkan bahwa simpati merupakan suatu perasaan dalam diri seseorang yang memiliki rasa tertarik terhadap tingkah laku seseorang sehingga membuat seseorang itu menjadi peduli atau ingin melakukan suatu kerjasama dengan orang tersebut.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial yaitu faktor imitasi, faktor sugesti, faktor identifikasi, dan faktor sugesti yang semuanya itu memiliki peranan dan berpengaruh dalam proses berlangsungnya interaksi sosial.

4. Aspek-aspek Interaksi Sosial

Menurut Slamet Santosa (2006: 11-) mengemukakan bahwa aspek-aspek interaksi sosial yaitu:

a. Adanya hubungan

Setiap interaksi pasti terjadi karena adanya hubungan antara individu dengan individu maupun antara individu dengan kelompok.

b. Ada individu

Setiap proses interaksi sosial tentu menuntut adanya individu-individu yang melaksanakan hubungan.

c. Ada tujuan

Setiap interaksi sosial memiliki tujuan tertentu yakni mempengaruhi individu lain. Hal tersebut yang membuat proses interaksi dapat terjadi.


(39)

24

Interaksi sosial yang ada hubungannya dengan struktur dan fungsi kelompok ini terjadi karena seorang individu dalam hidupnya tidak dapat terpisah dari kelompok, disamping itu setiap individu memiliki fungsi di dalam kelompoknya.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek interaksi sosial meliputi adanya hubungan, ada individu, ada tujuan, dan adanya hubungan dengan struktur dan fungsi kelompok yang semuanya itu merupakan penunjang dalam proses interaksi sosial. Aspek-aspek tersebut saling melengkapi sehingga terjadi suatu interaksi sosial.

5. Syarat-syarat Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan perilaku sosial yang di dalamnya terdapat hubungan timbal balik antar individu maupun dengan kelompok. Dalam proses interaksi sosial memiliki syarat-syarat yang harus ada. Menurut Soerjono Soekanto (2006: 58-59) syarat-syarat interaksi sosial yaitu:

a. Adanya kontak sosial.

Kontak sosial yaitu adanya hubungan yang bersifat sosial. Kontak sosial ini dapat terjadi antara perorangan, antara orang-perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya, dan antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya. b. Adanya komunikasi.

Komunikasi sangat penting dalam interaksi sosial, sebab tanpa adanya komunikasi maka interaksi tersebut tidak mempunyai arti apa-apa, bahkan interaksi tidak dapat terjadi. Komunikasi adalah bahwa


(40)

25

seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain yang dapat berwujud pembicaraan, sikap, dan perasaan-perasaan yang disampaikan oleh orang tersebut. Dengan adanya komunikasi maka sikap dan perasaan suatu kelompok atau individu dapat diketahui dan dimengerti oleh kelompok maupun individu lainnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa suatu proses interaksi sosial dapat terjadi apabila di dalamnya terdapat syarat-syarat dari interaksi sosial itu sendiri. Syarat-syarat dari interaksi sosial yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi. Adanya kontak sosial berupa interaksi antara individu yang lebih dari satu orang misalnya individu dengan individu lain, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok yang. Adanya komunikasi yaitu terdapat pembicaraan, sikap, dan perasaan-perasaan yang disampaikan oleh individu satu dengan yang lain, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok yang lain sehingga dapat diketahui dan dimengerti oleh kelompok maupun individu lainnya.

6. Teknik Pengukuran Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial. interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial (Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, 2013:55). Dalam kehidupan ini, tidak ada manusia yang dapat hidup sendiri tanpa adanya interaksi dengan lingkungan di sekitarnya. Herimanto dan Winarno (2013: 52) mengungkapkan bahwa interaksi sosial merupakan faktor utama dalam kehidupan sosial. Interaksi sosial merupakan suatu


(41)

26

hubungan sosial yang dinamis, menyangkut adanya hubungan timbal balik antar individu, antar kelompok, maupun individu dengan kelompok.

Interaksi sosial berhubungan dengan sikap manusia, karena interaksi sosial merupakan perilaku seseorang berhubungan dengan orang yang lain. Saifuddin Azwar ( 2015 : 30 ) mengungkapkan bahwa sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Dalam interaksi sosial terjadi hubungan yang saling mempengaruhi dan terjadi hubungan timbal balik antar individu yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Menurut Louise Thurstone, dkk dalam Saifuddin Azwar (2015: 4) sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang berkaitan dengan perilaku. Sikap mempengaruhi perilaku seseorang lewat suatu proses pengambilan keputusan ataupun tindakan seseorang.

Interaksi sosial merupakan salah satu wujud dan bagian dari sikap seseorang, selain itu kemampuan interaksi sosial juga merupakan perilaku yang berhubungan dengan sikap seseorang. Sax dalam Saifuddin Azwar (2015: 87) juga menjelaskan bahwa karakteristik (dimensi) sikap yaitu arah, intensitas, keluasaan, dan spontanitas yang semuanya tidak akan terjadi tanpa adanya suatu interaksi sosial. Sikap seseorang tersebut dapat diukur. Pengukuran sikap seseorang tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan skala sikap. Menurut Saifuddin Azwar (2015: 95) Skala sikap berupa kumpulan pernyataan-pernyataan mengenai suatu objek sikap. dari respons pada setiap pernyataan tersebut kemudian dapat


(42)

27

disimpulkan mengenai arah dan intensitas sikap seseorang. Skala sikap memiliki tujuan untuk mengukur sikap seseorang.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial merupakan suatu hubungan sosial yang menyangkut adanya hubungan timbal balik antar individu, antar kelompok, maupun individu dengan kelompok. Interaksi sosial berhubungan dengan sikap manusia, karena interaksi sosial merupakan perilaku seseorang berhubungan dengan orang yang lain. Sikap seseorang tersebut dapat diukur. Pengukuran sikap seseorang tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan skala sikap yang bertujuan untuk mengukur sikap seseorang.

C. Perilaku Bullying dalam Perkembangan Interaksi Sosial Anak.

Perilaku bullying adalah tindakan penyalahgunaan kekuatan/kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang/ sekelompok. Perilaku bullying yang terjadi yaitu tindakan seperti memukul, menendang, mencubit, menjambak, mengejek, menjuluki, menyoraki, mengancam, menjauhi, mengucilkan, dan memfitnah (Sejiwa, 2008: 2-4). Perilaku bullying merupakan suatu tindakan yang bersifat negatif yang membuat korbannya menjadi tertekan yang terjadi berulang kali sehingga membuat seseorang menjadi tertekan, terkucil, dan merasa tidak nyaman yang dilakukan oleh pihak yang lebih kuat kepada yang lebih lemah.

Perilaku bullying bisa terjadi pada saat kegiatan sehari-hari anak, misalnya pada saat bermain, proses pembelajaran di kelas, dan proses interaksi sosial lainnya. Interaksi sosial adalah suatu proses yang di dalamnya terjadi hubungan yang dinamis serta saling mempengaruhi antar individu.


(43)

28

Hubungan tersebut merupakan proses dimana individu saling mempengaruhi antara individu satu dengan individu yang lain, individu dengan kelompok, maupun individu dengan kelompok (Suranto, 2011: 5). Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas sosial. Dalam proses interaksi sosial terjadi suatu hubungan timbal balik antar individu dengan individu lain maupun kelompok yang bertujuan untuk dapat melangsungkan kehidupannya secara utuh sebagai seorang individu.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa perilaku bullying dalam interaksi sosial anak yaitu tindakan menyimpang seperti memukul, menendang, mencubit, menjambak, mengejek, menjuluki, menyoraki, mengancam, menjauhi, mengucilkan, dan memfitnah yang terjadi dalam proses hubungan timbal balik antar individu maupun kelompok yang dapat mengakibatkan korbannya menjadi, terkucil, dan merasa tidak nyaman yang dilakukan oleh pihak yang lebih kuat kepada yang lebih lemah.

D. Karakteristik Perkembangan Siswa Kelas III Sekolah Dasar

Pada usia sekolah dasar (SD), anak sudah berkembang ke arah berpikir konkret dan rasional. Pada usia tersebut anak sudah mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris yaitu anak mau memperhatikan kepentingan orang lain. Anak mulai berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebayanya, senang bergabung dalam sebuah kelompok (gang), dan tidak senang apabila tidak diterima dalam kelompoknya (Syamsu Yusuf, 2007: 178-180).


(44)

29

Menurut Piaget dalam Rita Eka Izzaty , dkk (2008: 105-106) mengemukakan bahwa masa anak-anak usia 7-12 tahun berada dalam tahap operasi konkret dalam berfikir, yaitu pemahaman seorang anak yang pada mulanya merupakan konsep yang samar-samar dan tidak jelas menjadi lebih konkret. Pada masa operasi konkret tersebut anak sudah dapat berfikir logis terhadap objek yang konkret.

Siswa kelas III SD pada umumnya berada pada umur 8-9 tahun. Menurut Carolyn Meggitt (2013: 164) mengemukakan bahwa perkembangan kognitif anak sejak usia 8-9 tahun anak-anak memiliki kemampuan mengingat dan berkonsentrasi yang meningkat, begitu pula dengan kemampuan berbicara dan mengekspresikan ide atau pendapat, kemampuan berpikir dan menalarnya meningkat, dan menikmati tipe aktivitas yang berbeda-beda seperti bergabung dalam klub dan mengoleksi benda-benda.

Siswa usia SD yang berkisar umur 6-12 tahun termasuk dalam perkembangan masa anak-anak akhir. Pada siswa kelas III biasanya berada pada usia 9-11 tahun, sehingga siswa kelas III termasuk pada fase kelas rendah. Syamsu Yusuf (2007: 24-25) menjelaskan bahwa masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, kira-kira 6 atau 7 tahun sampai umur 9 atau 10 tahun. Beberapa sifat anak-anak pada masa ini antara lain adanya hubungan positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi, adanya kecenderungan memuji diri sendiri, suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak yang lain, apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal maka soal itu dianggap tidak penting.


(45)

30

Pada siswa usia sekolah dasar memiliki karakteristik bahwa anak senang berteman dan berkelompok dengan teman sebaya sehingga anak senang melakukan hubungan sosial dengan teman seusianya. Menurut Desmita (2005: 145), hubungan sosial dengan teman sebaya memiliki arti yang sangat penting bagi perkembangan pribadi anak. Salah satu fungsi kelompok teman sebaya yaitu sebagai tempat yang menyediakan sumber informasi tentang dunia di luar keluarga. Dalam hal ini anak meniru orang lain sebagai tolok ukur untuk membandingkan dirinya, hal ini merupakan dasar dari pembentukan rasa harga diri dan gambaran diri anak.

Karakteristik anak erat kaitannya dengan perkembangan emosi anak. Emosi memegang salah satu peranan penting dalam perkembangan diri anak. Menurut Gunarsa, Singgih D (2008: 13-14), pada anak sekolah dasar hal penting yang harus dimiliki anak yaitu dapat mengendalikan emosi. Pada masa ini anak mulai membandingkan dirinya dengan teman-temannya dimana ia mudah dihinggapi rasa ketakutan dan kegagalan serta ejekan teman. Bila pada masa ini anak sering gagal dan merasa cemas, maka hal tersebut akan menyebabkan kepercayaan diri anak yang rendah, tetapi apabila anak mampu untuk menghadapi serta tahu bagaimana dan apa yang harus dikerjakan sehingga mampu untuk mengatasi masalah dalam hubungan teman dan prestasi, maka akan timbul motivasi serta anak menjadi terpupuk mentalnya dalam menghadapi setiap masalah yang ada di lingkungan dan prestasinya. Menurut Syamsu Yusuf (2006: 181), kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasaan). Tahap perkembangan emosi yang dialami pada anak usia sekolah ini adalah marah,


(46)

31

takut, cemburu, iri hati, kasih sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan (rasa senang, nikmat, atau bahagia).

Yudrik Jahja (2013: 189) mengemukakan emosi berpengaruh terhadap perilaku individu seperti memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas terhadap hasil yang dicapai; melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa terhadap kegagalan yang dialami; menghambat konsentrasi belajar, jika anak mengalami ketegangan emosi yang menyebabkan sikap gugup pada anak; terganggunya penyesuaian social, bila terjadi rasa cemburu dan iri hati; suasana emosional yang diterima dan dialami individu pada waktu kecil yang dapat mempengaruhi sikap anak pada waktu dewasa baik terhadap dirinya maupun orang lain. Syamsu Yusuf (2006: 181) mengemukakan bahwa emosi yang bersifat positif pada anak usia sekolah meliputi perasaan senang, bergairah, bersemangat atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar, seperti memperhatikan penjelasan guru, membaca buku, aktif dalam berdiskusi, mengerjakan tugas, dan disiplin dalam belajar.

Karakteristik perkembangan emosi dan interaksi sosial kelas III di SD Negeri Minomartani 6 yaitu emosi anak masih belum stabil, anak masih mudah marah pada hal-hal yang sepele, bertindak usil dan nakal kepada teman yang lain, terdapat juga anak yang cenderung banyak diam dan pasif, serta ada pula anak yang memiliki rasa ingin tahu yang cukup tinggi meskipun anak mudah bosan terhadap sesuatu yang dipelajari, namun hal tersebut masih dapat dikontrol oleh guru, selain itu pada tahap ini peran guru


(47)

32

sebagai pembimbing di kelas sangat dibutuhkan agar perkembangan emosi anak menjadi baik.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa anak sekolah dasar (SD) berada pada tahap operasional konkret. Siswa kelas III biasanya berada pada usia 8-9 tahun, sehingga termasuk pada fase kelas rendah yang memiliki karakteristik meliputi senang memuji diri sendiri, adanya hubungan positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi, suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak yang lain, apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal maka soal itu dianggap tidak penting, anak senang berkelompok dengan lingkungan sebayanya atau senang melakukan hubungan sosial serta memiliki karakteristik emosi seperti anak memiliki rasa marah, takut, cemburu, iri hati, kasih sayang, dan rasa ingin tahu pada dirinya. Dalam tahap perkembangan emosi anak ini, emosi anak akan sangat mempengaruhi perkembangan anak itu sendiri, terutama dalam penyesuaian sosialnya, anak yang penyesuaian sosialnya kurang baik makan dapat menimbulkan rasa rendah diri dalam diri anak sehingga perkembangan anak tersebut dapat terhambat. Dengan karakteristik anak yang demikian maka anak perlu untuk terus dibimbing agar perkembangan anak dapat berjalan optimal.

E. Kerangka Pikir

Bullying merupakan suatu tindakan yang bersifat negatif yang berbentuk tekanan terhadap seseorang yang kuat terhadap seseorang yang lemah dan dapat dilakukan secara verbal maupun fisik yang terjadi berulang kali sehingga membuat seseorang menjadi tertekan, terkucil, terintimidasi,


(48)

33

trauma dan bahkan mebuat seseorang tersebut tidak dapat berinteraksi dengan baik kepada lingkungan sekitarnya.

Pada umumnya, adanya bullying cenderung mengakibatkan kemampuan interaksi sosial antar anak menjadi tidak merata yaitu anak tidak dapat bersosialisasi dengan semua teman di lingkungannya. Kemampuan interaksi sosial merupakan proses dimana seorang individu mampu untuk melakukan hubungan timbal balik dengan individu lain di lingkungannya yang bertujuan untuk dapat melangsungkan kehidupan sebagai seorang individu yang seutuhnya.

Berdasarkan pemaparan di atas, apabila ditulis secara skematis maka menjadi :

Gambar 1. Kerangka Pikir dalam Penelitian Hubungan Perilaku Bullying dengan Kemampuan Interaksi Sosial Siswa.

Perilaku Bullying Siswa Kemampuan Interaksi Sosial Siswa


(49)

34

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan deskripsi teoritik dan kerangka berfikir di atas, dapat diajukan hipotesis, yaitu :

Ha : Terdapat hubungan yang signifikan antara hubungan perilaku bullying dengan kemampuan interaksi sosial siswa kelas 3 SD Negeri Minomartani 6.

Ho : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara hubungan perilaku bullying dengan kemampuan interaksi sosial siswa kelas 3 SD Negeri Minomartani 6.


(50)

35

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan termasuk jenis penelitian korelasional. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2010:56), metode korelasional merupakan penelitian yang ditunjukan untuk mengetahui hubungan suatu variabel dengan variabel-variabel lain.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di SD N Minomartani 6 Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta. Waktu pelaksanaan penelitian adalah pada bulan Oktober 2015.

C. Subjek Penelitian

Berdasarkan hasil observasi, ditemukan masalah yang terjadi pada siswa SD kelas III sehingga peneliti mengambil subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas III SD Negeri Minomartani 6 Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman. Jumlah subyek sebanyak 28 siswa.

D. Populasi Penelitian

Wiji Nurastuti (2007:127) mengemukakan bahwa populasi adalah ruang lingkup atau besaran karakteristik dari seluruh objek yang diteliti. Populasi merupakan elemen penelitian yang hidup dan tinggal bersama-sama dan secara teoritis menjadi target hasil penelitian (Babbie, 1983 dalam Sukardi, 2003:53). Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa populasi merupakan suatu kumpulan elemen penelitian yang menjadi hasil penelitian.


(51)

36

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas III SD Negeri Minomartani 6 kecamatan Ngaglik kabupaten Sleman kota Yogyakarta dengan jumlah siswa sebanyak 28 anak.

Responden pada penelitian ini yaitu siswa kelas III dengan alasan terdapat masalah perilaku bullying yang menyebabkan terhambatnya perkembangan siswa yang berupa kemampuan interaksi sosial pada siswa kelas III di SD Negeri Minomartani 6. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penelitian ini tidak menggunakan sampel karena fokus penelitian dilakukan pada seluruh siswa di kelas III SD Negeri Minomartani 6.

E. Definisi Operasional Variabel

1. Perilaku Bullying

Perilaku bullying merupakan suatu tindakan negatif yang berupa tindakan memukul, mencubit, menjambak, mendorong, menendang, mengucilkan atau menjauhi, menyalahkan, memarahi, dan perilaku-perilaku lain yang bersifat menekan korbannya serta terjadi berulang kali sehingga membuat seseorang menjadi tertekan, terkucil, trauma, dan merasa tidak nyaman yang dilakukan oleh pihak yang lebih kuat kepada pihak yang lebih lemah. Perilaku bullying dapat terjadi dalam berbagai bentuk seperti secara fisik, verbal, maupun mental/psikologis yang semuanya itu dapat memberikan dampak negatif dalam perkembangan diri setiap anak seperti anak menjadi memiliki harga diri yang rendah, minat belajar menjadi kurang, tidak memiliki rasa percaya diri karena akan selalu merasa terintimidasi, dan sulit berkomunikasi dengan orang lain.


(52)

37

2. Kemampuan Interaksi Sosial

Kemampuan Interaksi sosial merupakan proses dimana seorang individu mampu melakukan hubungan timbal balik dengan individu lain yang berada di lingkungannya, dan terdapat proses dimana individu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan di sekitarnya, atau sebaliknya. Proses interaksi sosial tersebut bertujuan untuk dapat melangsungkan kehidupan individu sebagai seorang individu yang seutuhnya. Terdapat beberapa bentuk dalam interaksi sosial yang terdiri dari proses asosiatif meliputi yaitu kerjasama, akomodasi, serta asimilasi dan proses disosiatif meliputi persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Di dalam proses interaksi sosial harus terdapat ciri-ciri, aspek-aspek, dan syarat-syarat yang saling mendukung dan saling melengkapi sehingga interaksi sosial tersebut dapat terjadi.

F. Teknik Pengumpulan Data

Tahap yang harus dilakukan sebelum melakukan penelitian adalah menentukan teknik pengumpulan data. Suharsimi Arikunto (2006:150-158) menjelaskan bahwa pengumpulan data merupakan cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti dalam proses pengumpulan data. Cara untuk memperoleh yang obyektif serta dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya, maka diperlukan teknik yang mampu mengungkapkan data yang sesuai dengan pokok permasalahan. Dalam pengumpulan data dapat menggukan beberapa metode dan teknik antara lain tes, angket atau kuesioner, interview, observasi, dan dokumentasi.


(53)

38

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data mengenai hubungan perilaku bullying dengan kemampuan interaksi sosial siswa yaitu dengan menggunakan teknik skala. Skala merupakan bagian dari kuesioner yang digunakan untuk mengukur sikap maupun perilaku manusia. Pemilihan penggunaan skala diharapkan dapat menggukur penelitian yang dilakukan tersebut. Pemilihan alat pengumpulan data berupa skala karena dalam skala telah disediakan beberapa pernyataan yang nantinya responden diminta untuk memilih salah satu kemungkinan jawaban, sehingga dalam setiap pernyataan tersebut akan memberikan gambaran bagaimana seseorang menanggapi pernyataan tersebut.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan sebagai alat bantu dalam menggumpulkan data penelitian sehingga penelitian menjadi lebih sistematis dan lebih mudah (Suharsimi Arikunto dalam Riduwan 2013 : 24).

Instrumen yang digunakan dalam penelitian harus sesuai dengan metode yang digunakan dalam pengumpulan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala Likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Zinal Mustafa (2009: 76) mengemukakan bahwa Skala Likert merupakan skala yang paling sering dan paling luas digunakan dalam penelitian, karena memungkinkan untuk mengungkap tingkat intensitas sikap/perilaku atau perasaan responden. Adapun tahap yang dilakukan dalam penyusunan instrumen penelitian yaitu dengan :


(54)

39

1. Perencanaan dan Penulisan Butir Soal

Berdasarkan pendapat Ponny Retno Astuti (2008: 22), bentuk-bentuk perilaku bullying meliputi perilaku bullying secara fisik dan non fisik. Slamet Santosa (2006: 11) menerangkan bahwa aspek-aspek kemampuan interaksi sosial terdiri dari adanya hubungan, individu, tujuan, dan hubungan dengan struktur dan fungsi kelompok.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat dibuat indikator variabel perilaku bullying dan kemampuan interaksi sosial. Indikator yang telah dibuat, selanjutnya disusun kisi-kisi variabel perilaku bullying dan kemampuan interaksi sosial.

a. Lembar skala perilaku bullying

Lembar skala perilaku bullying dalam penelitian ini digunakan untuk mengambil data terkait dengan variabel perilaku bullying yakni untuk mengetahui tentang anak yang menjadi korban bullying. Sebelum menyusun instrumen skala, terlebih dahulu disusun kisi-kisi sebagai berikut.


(55)

40

Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Skala Perilaku Bullying Variabel Sub

Variabel Indikator

Nomor Item

 Favourable Unfavourable Perilaku

bullying

Fisik Biologis Psikologis

1, 5, 10, 11, 21

3, 6, 18

17 14, 23 6 5 Non fisik Verbal Non verbal

2, 7, 15, 25, 27

4, 9, 13, 16

12, 20, 22, 24, 26

8, 19, 28

10 7

b. Lembar Skala Kemampuan Interaksi Sosial

Lembar skala kemampuan interaksi sosial dalam penelitian ini digunakan untuk mengambil data terkait dengan variable kemampuan interaksi sosial yakni untuk mengetahui anak yang memiliki kemampuan interaksi sosial rendah. Sebelum menyusun instrumen angket, terlebih dahulu disusun kisi-kisi sebagai berikut:

Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Skala Kemampuan Interaksi Sosial Variabel Sub

Variabel Indikator

Nomor Item

Favourable Unfavourable Kemampuan

interaksi sosial

Hubungan Hubungan timbal balik Hubungan dengan teman

11, 20, 21

17, 25, 28

1, 10, 16

2, 12, 22, 28 6

7 Individu Individu dengan

individu Individu dengan kelompok 3, 13 19 18, 26 4 4 2 Tujuan Tujuan positif

Tujuan negatif

5, 9 14, 23 6, 15

4 2 Hubungan

dengan struktur dan fungsi kelompok Hubungan timbal balik Hubungan dengan teman 7 8 24 27 2 2


(56)

41

2. Penyusunan dan Penyuntingan Butir Item

Tahap berikutnya setelah membuat kisi-kisi yaitu menyusun item pertanyaan dengan bahasa sederhana dan kalimat yang tidak rumit sehingga mudah dipahami oleh siswa, serta memudahkan siswa pula dalam mengerjakan lembar skala yang dibuat.

Skala yang dibuat dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan model Likert yang terdiri dari empat pilihan jawaban yaitu selalu, sering, kadang-kadang, dan tidak pernah. Penskoran untuk variabel X dan Y adalah sebagai berikut.

Tabel 3. Penskoran Instrumen

Alternatif Jawaban Skor

Favourable Unfavavourable

Selalu 4 1

Sering 3 2

Kadang 2 3

Tidak Pernah 1 4

Instrumen perilaku bullying dan kemampuan interaksi sosial disajikan dalam bentuk skala Likert, yaitu dengan membuat bertingkat atas jawaban yang telah diberikan kepada responden. Pada variabel X dan Y di dalam menentukan skor menurut alternatif jawaban dengan bobot skor yang telah ditentukan sebagai berikut.

a. Dikatakan item positif (favourable) apabila item pernyataan mendukung nilai variabel tersebut.

b. Dikatakan item negatif (unfavourable) apabila pernyataan tidak mendukung item variabel tersebut.


(57)

42

3. Pengujian Instrumen

Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan dalam mendapatkan data tersebut juga valid. Instrumen dikatakan sebagai instrumen yang valid apabila dapat mengukur tentang apa yang ingin diukur dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Di dalam penelitian ini, instrumen hubungan perilaku bullying dengan kemampuan interaksi sosial siswa dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan teori, kemudian skala yang telah dibuat dikonsultasikan dengan ahli (expert judgement) oleh bapak Agung Hastomo, M. Pd. Lembar pernyataan expert judgement dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 70.

Tahap selanjutnya, setelah dilakukakannya pengujian konstruksi dari ahli, maka diteruskan dengan uji coba instrumen. Ujicoba ini dilakukan pada tanggal 8 September 2015 di SD Negeri Minomartani 1. Subjek yang dijadikan untuk uji coba yaitu pada siswa kelas III sebanyak 31 siswa dalam satu kelas. Setelah dilakukan uji coba instrumen kemudian dilakukan perhitungan validitas dan reliabilitas instrumen.

a. Validitas Instrumen

Instrumen yang telah di uji coba kemudian di validasi. Teknik yang dipakai dalam menguji validitas instrumen dengan menggunakan uji validitas butir. Menurut Suharsimi Arikunto (2002 :146) cara untuk mengetahui validitas butir-butir instrumen skala perilaku bullying dan kemampuan interaksi sosial, dalam penelitian ini menggunakan rumus Korelasi Product Moment dari Pearson sebagai berikut.


(58)

43

rxy =

Keterangan:

rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y N = Jumlah kasus

XY = Jumlah perkalian antara X dan Y X2 = Jumlah X kuadrat

Y2 = Jumlah Y kuadrat X = Jumlah X

Y = Jumlah Y

Apabila terjadi korelasi skor butir dengan skor total < 0,355 maka instrumen tersebut dinyatakan tidak valid dan sebaliknya jika nilai

korelasi antara skor butir dengan skor total ≥0,355 maka instrumen

tersebut valid dan dapat digunakan untuk pengambilan data penelitian. Hasil uji validitas pada instrumen perilaku bullying dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 73 dan pada kemampuan interaksi sosial dapat dilihat pada lampiran 5 halaman 77.

Berikut ini merupakan rincian butir skala yang valid dan tidak valid:

1) Hasil Uji Validitas Instrumen Skala Perilaku Bullying

Berdasarkan uji validitas yang dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 16 maka pada instrumen skala perilaku bullying diperoleh hasil:


(59)

44

Tabel 4. Hasil Uji Validitas Instrumen Skala Perilaku Bullying. Variabel Sub

Variabel

Indikator Nomor Item Valid

Favourable Unfavourable Perilaku

bullying

Fisik Biologis

Psikologis

1, 5, 10, 11, 21

3, 6, 18

17

14, 23

1, 10, 17, 21 3, 14, 18 Non fisik Verbal

Non verbal

2, 7, 15, 25, 27

4, 9, 13, 16

12, 20, 22, 24, 26

8, 19, 28

7, 15, 25, 27 4, 9, 13, 16

2) Hasil Uji Validitas Instrumen Skala Kemampuan Interaksi

Sosial

Berdasarkan uji validitas yang dilakukan dengan menggunakan spss versi 16 maka pada instrumen skala kemampuan interaksi sosial diperoleh hasil:

Tabel 5. Hasil Uji Validitas Instrumen Skala Kemampuan Interaksi Sosial. Variabel Sub

Variabel Indikator

Nomor Item

Valid Favourable Unfavourable

Kemampuan interaksi sosial

Hubungan Hubungan timbal balik Hubungan dengan teman

11, 20, 21

17, 25, 28

1, 10, 16

2, 12, 22, 29

1, 11, 16

12, 22, 29 Individu Individu dengan

individu Individu dengan kelompok 3, 13 19 18, 26 4 18 19 Tujuan Tujuan positif

Tujuan negatif

5, 9 14, 23 6, 15 14, 23 6, 15 Hubungan dengan struktur dan fungsi kelompok Hubungan timbal balik Hubungan dengan teman 7 8 24 27 7, 24 27


(60)

45

b. Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas dalam instrumen yang dimaksud yaitu suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Sugiyono (2010 : 354) mengemukakan bahwa reliabilitas instrumen dapat dilakukan secara internal maupun eksternal. Secara eksternal dapat dilakukan dengan cara test-retest, equivalent, dan gabungan keduanya. Sedangkan pengujian reliabilitas secara internal dapat dilakukan dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen dengan menggunakan teknik-teknik tertentu.

Pengujian reliabilitas dilakukan secara internal sehingga dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja kemudian dianalisis dengan teknik dan rumus tertentu. Dalam penelitian ini, untuk menghitung reliabilitas angket perilaku bullying dan kemampuan interaksi sosial dengan menggunakan rumus alpha, yaitu:

Keterangan:

r11 = reliabilitas instrumen/koefisien alpha

k = banyaknya butir soal = jumlah varians butir = varians total

Pengujian reliabilitas instrumen skala dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS 16 for Windows. Tolok ukur untuk menentukan derajat kehandalan menurut Suharsimi Arikunto (2006: 276) dibandingkan dengan pedoman di bawah ini:


(61)

46 Tabel 6. Interpretasi Nilai r

Besarnya nilai r Interpretasi

Antara 0,800 – 1,00 Tinggi Antara 0,600 – 0,800 Cukup Antara 0,400 – 0,600 Agak rendah Antara 0,200 – 0,400 Rendah Antara 0,00 – 0,200 Sangat rendah

Setelah dilakukan perhitungan dengan bantuan SPSS 16 for Windows, hasil reliabilitas butir skala perilaku bullying kemampuan diperoleh nilai hitung alpha sebesar 0,681 dan 0,839 untuk hasil reliabilitas pada skala kemampuan interaksi sosial. Nilai hitung alpha pada skala perilaku bullying berada pada rentang 0,600-0,800 maka dapat disimpulkan bahwa reliabilitas intrumen termasuk kategori cukup. Sedangkan nilai hitung alpha pada skala kemampuan interaksi sosial berada pada rentang 0,800-1,00 maka dapat disimpulkan bahwa reliabilitas intrumen termasuk kategori tinggi. Hasil uji reliabilitas pada instrumen perilaku bullying dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 74 dan pada kemampuan interaksi sosial dapat dilihat pada lampiran 5 halaman 78.

H. Teknik Analisis Data

Data yang telah terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan teknik analisis data. Teknik analisis data bertujuan untuk membuktikan hipotesis yang diajukan. Penelitian ini merupakan penelitian korelasi yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui ada dan tidaknya hubungan bullying dengan kemampuan interaksi sosial siswa serta mengetahui seberapa


(62)

47

besar hubungan bullying dengan kemampuan interaksi sosial siswa kelas III di SD Negeri Minomartani 6.

1. Kategori Skor

Sugiyono (2010:207) menyatakan bahwa pada penelitian kuantitatif analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber dari data lain terkumpul. Teknik analisi data dalam penelitian kuantitatif menggunakan statistik. Setelah data perilaku bullying dan kemampuan interaksi sosial diperoleh, kemudian dilakukan analisis deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui variabel dan mengklasifikasikan variabel ke dalam kategori tinggi, sedang, dan rendah. Adapun rumus pengkategorian variabel tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 7. Rumus kategori perilaku bullying dan kemampuan interaksi sosial.

No. Kategori Interval

1 Sangat Tinggi X (Mean + 1,5 SD)

2 Tinggi (Mean + 0,5 SD) X (Mean + 1,5 SD) 3 Sedang (Mean - 0,5 SD) X (Mean + 0,5 SD) 4 Rendah (Mean - 1,5 SD) X (Mean - 0,5 SD)

5 Sangat Rendah X (Mean - 1,5 SD)

Sumber: Saifudin Azwar (2006: 108) Keterangan:

Mean (ideal) = x (Skor maksimum + skor minimum) SD (ideal) = x (Skor maksimum – skor minimum)


(63)

48

a. Kategori Perilaku Bullying

Penentuan kategori variable perilaku bullying dilakukan dengan cara menentukan panjang kelas pada setiap kategori. Panjang kelas kategori perilaku bullying dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 8. Panjang kelas kategori perilaku bullying

No. Kategori Rentang Skor

1 Sangat Tinggi X > 48,75 2 Tinggi 41,25 < X ≤ 48,75

3 Sedang 33,75 < X ≤ 41,25

4 Rendah 26,25 < X ≤ 33,75

5 Sangat Rendah X ≤ 26,25

Keterangan:

Mean (ideal) = x (60 + 15) = 37,5 SD (ideal) = x (60 − 15) = 7,5

b. Kategori Kemampuan Interaksi Sosial

Penentuan kategori variabel kemampuan interaksi sosial dilakukan dengan cara menentukan panjang kelas pada setiap kategori. Panjang kelas kategori kemampuan interaksi sosial dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 9. Panjang kelas kategori kemampuan interaksi sosial

No. Kategori Rentang Skor

1 Sangat Tinggi X > 48,75

2 Tinggi 41,25 < X ≤ 48,75

3 Sedang 33,75 < X ≤ 41,25

4 Rendah 26,25 < X ≤ 33,75

5 Sangat Rendah X ≤ 26,25

Keterangan:

Mean (ideal) = x (60 + 15) = 37,5 SD (ideal) = x (60 − 15) = 7,5


(64)

49

2. Uji Hipotesis

Adapun langkah pengujian hipotesis ini adalah Ho melawan tandingannya Ha yaitu :

Ho : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara hubungan perilaku bullying dengan kemampuan interaksi sosial siswa kelas III SD Negeri Minomartani 6.

Ha : Terdapat hubungan yang signifikan antara hubungan perilaku bullying dengan kemampuan interaksi sosial siswa kelas III SD Negeri Minomartani 6.

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi dengan korelasi product moment. Menurut Sugiyono (2010: 228) teknik korelasi product moment ini menghitung korelasi antara variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y), menggunakan rumus:

Keterangan :

N = Banyaknya responden X = Skor perolehan butir soal Y = skor total

Hasil yang diperoleh dari teknik korelasi product moment kemudian dibandingkan dengan r tabel dengan taraf 5% untuk menguji hipotesis hubungan antara satu variabel independen dengan satu dependen dan dapat digeneralisasikan terhadap populasi atau tidak. Sugiyono (2006:258) mengungkapkan bahwa :


(65)

50

1) Jika harga r hitung > harga r tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

2) Jika harga r hitung < harga r tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak.

Cara untuk mengetahui apakah hubungan itu berada dalam kategori rendah, sedang, atau kuat maka menggunakan pedoman sebagai berikut.

Tabel 10. Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,00 Sangat Kuat

Sumber : Sugiyono (2009:257)


(66)

51

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hasil Penelitian

1. Deskripsi Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Minomartani 6. Lokasi penelitian berada di jl. Kakap No. XI, Minomartani, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas III yang berjumlah sebanyak 28 siswa yang terdiri dari 19 siswa putra dan 9 siswa putri.

2. Deskripsi Data Penelitian

Data pada penelitian ini diperoleh dari skala perilaku bullying dan kemampuan interaksi sosial siswa untuk mengetahui hubungan perilaku bullying dan kemampuan interaksi sosial siswa. Data tersebut selanjutnya dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui frekuensi dari masing-masing variabel.

a. Perilaku Bullying

Data tentang perilaku bullying diperoleh melalui skala yang diisi oleh 28 responden. Instrumen yang digunakan sudah teruji validitas dan reliabilitasnya. Instrumen terdiri dari 15 pernyataan yang meliputi 13 butir pernyataan favourable dan 2 butir pernyataan unfavourable yang memiliki rentang skor 1 sampai 4. Skor maksimal yang diperoleh adalah 60 sedangkan skor minimalnya adalah 15. Hasil analisis data diperoleh rata-rata (mean) sebesar 39,79 dan simpangan


(67)

52

baku (SD) sebesar 9,994. Data yang diperoleh kemudian didistribusikan ke dalam tabel berikut:

Tabel 11. Kategori Perilaku Bullying

No. Kategori Kategori Frekuensi Rentang

Skor 1 Sangat Tinggi X > 48,75 6 21,42 %

2 Tinggi 41,25 < X ≤ 48,75 10 35,71 % 3 Sedang 33,75 < X ≤ 41,25 6 21,42%

4 Rendah 26,25 < X ≤ 33,75 2 7,14 %

5 Sangat Rendah X ≤ 26,25 4 14, 28 %

Jumlah 28 100 %

Berdasarkan tabel di atas, siswa memiliki perilaku kategori perilaku bullying sangat tinggi, tinggi, dan sangat rendah. Siswa yang memiliki perilaku bullying dengan kategori sangat tinggi berjumlah 6 siswa (21,42%), kategori tinggi berjumlah 10 siswa (35,71%), kategori sedang berjumlah 6 siswa (21,42%), kategori rendah berjumlah 2 siswa (7,14%), dan kategori sangat rendah berjumlah 4 siswa (14,28 %). Berdasarkan data yang di peroleh maka dapat disimpulkan bahwa masih terdapat sebagian besar siswa yang mendapat perlakuan bullying dengan kategori tinggi. Adapun sebaran dari masing-masing kategori dapat dilihat pada grafik di bawah ini: Gambar 2. Persentase Perilaku Bullying

0 20 40 60 80 100 sangat tinggi

tinggi sedang rendah sangat rendah P er se n tas e

Bullying


(68)

53

b. Kemampuan Interaksi Sosial

Data tentang perilaku sosial diperoleh melalui instrumen yang diisi oleh 28 responden. Insrumen yang digunakan sudah diuji validitas dan realibilitasnya. Instrumen terdiri dari 15 butir pernyataan yang meliputi 4 butir pernyataan favourable dan 11 butir pernyataan unfavourable yang memiliki rentang skor 1 sampai 4. Skor maksimal diperoleh sebesar 60 sedangkan skor minimalnya adalah 15.

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh: rata-rata sebesar 38,50 dan simpangan baku (SD) sebesar 10,851. Selanjutnya data didistribusikan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 12. Kategori Kemampuan Interaksi Sosial

No. Kategori Kategori Frekuensi Rentang Skor 1 Sangat Tinggi X > 48,75 6 21,42 % 2 Tinggi 41,25 < X ≤ 48,75 5 17,85 % 3 Sedang 33,75 < X ≤ 41,25 5 17,85 % 4 Rendah 26,25 < X ≤ 33,75 8 28,57%

5 Sangat Rendah X ≤ 26,25 4 14,28 %

Jumlah 28 100 %

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui jumlah siswa yang memiliki kemampuan interaksi sosial sangat tinggi berjumlah 6 siswa (21,42%), kategori tinggi sebesar 5 siswa (17,85%), kategori sedang sebesar 5 siswa (17,85%), kategori rendah sebesar 8 siswa (28,57%) dan kategori sangat rendah sebesar 4 siswa (14,28). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa masih memiliki kemampuan interaksi sosial yang rendah. Adapun sebaran dari masing-masing kategori dapat dilihat pada grafik di bawah ini. Gambar 3. Persentase Kemampuan Interaksi Sosial


(69)

54

B. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis bertujuan untuk menghitung korelasi antara variabel bebas X (perilaku bullying) dan variabel terikat Y (kemampuan interaksi sosial). Adapun langkah pengujian hipotesis ini adalah Ho melawan tandingannya Ha yaitu :

Ho : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara hubungan perilaku bullying dengan kemampuan interaksi sosial siswa kelas III SD Negeri Minomartani 6.

Ha : Terdapat hubungan yang signifikan antara hubungan perilaku bullying dengan kemampuan interaksi sosial siswa kelas III SD Negeri Minomartani 6.

Penghitungan uji signifikansi dilakukan dengan membandingkan rhitung

dan rtabel, apabila harga rhitung > rtabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Akan

tetapi apabila rhitung < rtabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak.

Perhitungan korelasi product moment dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 16.00 menggunakan rumus berikut:


(70)

55 Keterangan :

N = Banyaknya responden X = Skor perolehan butir soal Y = skor total

Hasil yang diperoleh dari perhitungan menggunakan program spss versi 16.00 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 13. Hasil Uji Hipotesis

Correlations

Perilaku_Bullying Interaksi_Sosial Perilaku_Bullying Pearson

Correlation 1 -.832

**

Sig. (2-tailed) .000

N 28 28

Interaksi_Sosial Pearson

Correlation -.832

**

1 Sig. (2-tailed) .000

N 28 28

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh koefisien korelasi (rxy)

antara perilaku bullying dengan kemampuan interaksi sosial sebesar -0,832. Kemudian rtabel dengan taraf signifikasni 5% dan n=28 adalah 0,374.

Sehingga dapat diketahui bahwa rhitung > rtabel dan nilai P < 0,05, maka Ha

diterima sedangkan Ho ditolak, sehingga dapat ditarik kesimpulan “terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku bullying dengan kemampuan interaksi sosial siswa kelas III SD Negeri Minomartani 6 Ngaglik Sleman


(1)

(2)

(3)

94 Lampiran 12. Surat Ijin Penelitian


(4)

(5)

(6)