AKUNTABILITAS PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (ADD) (Studi Pada Desa Riau Periangan Kecamatan Pubian Kabupaten Lampung Tengah)

ABSTRAK

AKUNTABILITAS PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (ADD)
(Studi Pada Desa Riau Periangan Kecamatan Pubian Kabupaten Lampung Tengah)

Oleh

JONA HUTAGAOL

Penelitian ini memfokuskan perhatian pada penerapan prinsip akuntabilitas dalam
pengelolaan Alokasi Dana Desa dengan tujuan untuk mendeskripsikan
akuntabilitas pengelolaan Alokasi Dana Desa. Penelitian ini dilakukan karena Tim
Pelaksana

Alokasi

Dana

Desa

dalam


menyelenggarakan

administrasi

keuangannya belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah,
khususnya Kecamatan Pubian Desa Riau Periangan dalam upaya meningkatkan
akuntabilitas pengelolaan Alokasi Dana Desa.
Penelitian ini dilakukan pada desa Riau Periangan Kecamatan Pubian , sebagai
lokasi pelaksanaan Alokasi Dana Desa. Sebagai informan terpilihnya adalah Tim
Pelaksana Desa serta masyarakat yang dianggap dapat mewakili unit penelitian
dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa. Penelitian dilakukan dengan wawancara
secara mendalam dan dengan cara pengamatan langsung pada pelaksanaan
Alokasi Dana Desa.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk perencanaan dan pelaksanaan
kegiatan Alokasi Dana Desa, sudah menampakkan adanya pengelolaan yang
akuntabel dan transparan. Sedangkan dalam pertanggungjawaban dilihat secara
hasil fisik sudah menunjukkan pelaksanaan yang akuntabel dan transparan, namun

dari sisi administrasi masih diperlukan adanya pembinaan lebih lanjut, karena
belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan. Kendala utamanya adalah belum
efektifnya pembinaan aparat pemerintahan desa dan kompetensi sumber daya
manusia, sehingga masih memerlukan pendampingan dari aparat Pemerintah
Daerah secara berkelanjutan.
Kata kunci : Alokasi Dana Desa, Transparasi, Akuntabilitas

DAFTAR ISI

Halaman
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...............................................................................
B. Rumusan Masalah ..........................................................................
C. Tujuan Penelitian ............................................................................
D. Kegunaan Penelitian .......................................................................

1
8
8
8


BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Akuntabilitas ......................................................
1 Konsep Akuntabilitas ..................................................................
2 Prinsip-prinsip Akuntabilitas .......................................................
3 Jenis Akuntabilitas .......................................................................
4 Dimensi Akuntabilitas..................................................................
5 Model Akuntabilitas .....................................................................
B. Tinjauan Tentang Kepala Desa ......................................................
C. Tinjauan Tentang Alokasi Dana Desa .............................................
1 Pengertian Alokasi Dana Desa .....................................................
2 Maksud dan Tujuan Alokasi Dana Desa ......................................
3 Pengelolaan Alokasi Dana Desa ..................................................
4 Pelaksanaan Kegiatan Tingkat Desa ............................................
5 Indikator Pelaksanaan Alokasi Dana Desa ..................................
D. Kerangka Pikir ................................................................................

9
9
12

12
13
14
17
19
19
20
20
21
22
23

BAB III . METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian ................................................................................
B. Objek Penelitian .............................................................................
C. Fokus Penelitian .............................................................................
D. Sumber Data ...................................................................................
E. Teknik Pengumpulan Data ..............................................................
F. Teknik Pengolahan Data .................................................................
G. Teknik Analisis Data .....................................................................


24
24
25
26
28
30
31

BAB IV . GAMBARAN UMUM
A. Sejarah Singkat Desa Riau Periangan .............................................
1.Visi dan Misi ................................................................................
B. Kondisi Umum Desa Riau Periangan ..............................................
1.Geografis ......................................................................................
2.Kondisi Sosial Ekonomi dan Politik ............................................

34
35
36
36

36

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Akuntabilitas Kepemimpinan ..........................................................
B. Akuntabilitas Proses ........................................................................
C. Akuntabilitas Program .....................................................................
D. Akuntabilitas Kebijakan ..................................................................
E. Akuntabilitas Sistem Pengelolaan Alokasi Dana Desa ....................
F. Hambatan dalam Pembangunan Desa .............................................

44
51
57
63
70
73

BAB VI . SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ..........................................................................................
B. Saran ................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

76
77

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang
merupakan pengganti berbagai peraturan perundangan mengenai pemerintahan
desa. Salah satu tujuan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004
adalah guna memoderenisasikan Pemerintahan Desa agar mampu menjalankan
tiga peranan utamanya, yaitu sebagai struktur perantara, sebagai pelayanan
masyarakat serta agen perubahan.

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 juga telah mendorong proses
demokratisasi di tingkat desa. Masyarakat desa sekarang jauh lebih kritis
menuntut kinerja kepala desa lebih akuntabel dan transparan dalam mengelolah

kebijakan dan keuangan desa. Perubahan yang terjadi ini menandakan
uniformitas menjadi variatif dan dominasi birokrasi menjadi institusi
masyarakat lokal/adat.

Kekuatan Good Governance dengan Kearifan Lokal Good Governance
menjadi bagian yang sangat penting dalam proses desentralisasi dan
demokratisasi di desa. Kebangkitan pemerintahan pada tingkatan desa tidak

2

hanya dilihat dalam sisi negatif seperti munculnya feodalisme, paternalism dan
sejenisnya tetapi harus dilihat sudut positif seperti munculnya kembali
kearifan-kearifan lokal.
Berkenan dengan upaya pemerintah daerah melakukan proses reformasi
birokrasi terutama dalam konteks mendorong partisipasi publik, ditengarai
cukup memberikan kontribusi yang signifikan dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan yang baik. Lebih daripada itu, masyarakat sebagai salah satu
pilar good governance tidak lagi diposisikan sebagai obyek pembangunan,
tetapi telah diposisikam sebagai subyek pembangunan.


Dengan demikian, masyarakat memiliki peran dan tanggung jawab yang tinggi
dalam mendorong terwujudnya good governance. Salah satu aspek penting
dalam rangka menciptakan kepemerintahan yang baik (Good Governance)
adalah akuntabilitas. Akuntabilitas berarti adanya kewajiban untuk menyajikan
dan melaporkan segala tindak-tanduk dan kegiatan yang dilakukan sesuai
dengan mandat/amanah yang diembannya kepada pihak yang lebih
tinggi/atasannya.

Dalam hal ini terminologi akuntabilitas lebih dilihat dari sudut pandangan
tindakan pengendalian dalam rangka pencapaian tujuan. Akuntabilitas
ditujukan untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan berhubungan dengan
pelayanan apa, oleh siapa, kepada siapa, milik siapa, yang mana, dan
bagaimana. Dengan demikian pertanyaan yang memerlukan jawaban tersebut
antara

lain

apa

yang


harus

dipertanggungjawabkan,

mengapa

pertanggungjawaban harus diserahkan, kepada siapa pertanggungjawaban

3

diserahkan, siapa yang bertanggung jawab terhadap berbagai bagian kegiatan
dalam masyarakat, apakah pertanggungjawaban berjalan seiring dengan
kewenangan, dan sebagainya (J.B. Ghartey, 1987 :79).
Konsep akuntabilitas sebagai pertanggungjawaban bernuansa pencapaian
tujuan secara efektif, efesien, ekonomis, sejalan dengan konsep pemeriksaan
komprehensif, sehingga diperoleh simpulan menyeluruh mengenai kehematan,
efisiensi, efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan setiap
instansi departemen/lembaga/pemerintah daerah maupun pemerintah desa.


Media akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban yang dirumuskan melalui
Laporan

Akuntabilitas

Kinerja

Instansi

Pemerintahan,

dengan

bahan

pendukung Rencana Stratejik (RS), Rencana Kinerja Tahunan (RKT),
Pengukuran kinerja Kegiatan (PKK), dan Pengukuran Pencapaian Sasaran
(PPS). Media pertanggungjawaban yang menjadi alat evaluasi harus dibuat
secara tertulis dalam bentuk laporan periodik dibuat sesuai standar.

Keseragaman bentuk dan isi laporan harus mengarah kepada bentuk dan isi
laporan harus mengarah kepada pemanfaatan laporan untuk daya banding antar
instansi.Akuntabilitas pada tataran Pemerintahan Pusat maupun Daerah
tercemin

pada

Undang-Undang

Nomor

28

Tahun

1999

tentang

penyelenggaraan Negara yang bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme.

Sedangkan pada tingkat kebijakan pelaksanaan, telah ditetapkan Keputusan
Kepala Lembaga Administrasi Negara tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan

4

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemrintah dalam rangka pembuatan laporan
akuntabilitas kinerja satuan organisasi/kerja masing-masing.

Wujud dan mekanisme pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) pada tingkat
Pemerintahan Desa diatur secara umum dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 72 tahun 2006 tentang Desa sebagai peraturan pelaksanaan
Undan-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan secara khusus diatur melalui
Peraturan Daerah dimana Desa tersebut berada. Wujud dari akuntabilitas
adalah melalui laporan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas kepala desa.

Akuntabilitas yang dimaksud juga secara langsung diatur dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2006 pasal 15 tentang Desa
yang

mengatur

kewajiban

Kepala

Desa

dalam

melaksanakan

dan

mempertanggungjawabkan pengelolahan keuangan desa.

Pengertian laporan pertanggungjawaban dalam hal ini adalah suatu laporan
yang dibuat dan dipertanggungjawabkan suatu forum tertentu dan dalam
jangka waktu tertentu. Laporan pertanggungjawabkan adalah suatu bentuk
laporan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas yang telah dilakukan selama
jangka waktu yang telah ditentukan.

Berdasarkan pengertian diatas, maka yang dimaksud dengan laporan
pertanggungjawaban

kepala

desa

adalah

laporan

yang

dibuat

dipertanggungjawabkan oleh kepala desa kepada rakyat. Akuntabilitas dan

dan

5

transparansi keuangan merupakan tujuan penting dari reformasi sektor public
mengingat secara definitive kualitas kepemerintahan yang baik (Good
Governance) ditentukan oleh kedua hal tersebut ditambah dengan peran serta
masyarakat dan reformasi hukum.

Menurut

Budiharjo

(1999)

mendefinisikan

akuntabilitas

sebagai

pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada
mereka yang member mandat. Akuntbilitas bermakna pertangggungjawaban
dengan menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai
lembaga pemerintah sehingga mengurangi penumpukan kekuasaan sekaligus
menciptakan kondisi saling mengawasi (checks and balances system)

Akuntabilitas public keuangan Negara adalah pemberian informasi dan
pengungkapkan (disclosure) atas aktivitas dan kinerja keuangan Negara kepada
semua pihak yang berkepentingan (stakeholder). Hak-hak public, yaitu hak
untuk tahu (right to know), hak untuk dididengar aspirasinya (right to be heard
and to be listened to), dapat dipenuhi. Oleh Karen itu, transparansi atas
aktivitas pengelolaan keuangan kepada pihak-pihak yang membutuhkan
informasi sangat diperlukan. Dimensi akuntabilitas public yang perlu dilakukan
meliputi :
a. Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran
b. Akuntabilitas Manajerial
c. Akuntabilitas Program
d. Akuntabilitas Kebijakan
e. Akuntabilitas Finansial

6

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Tengah Nomor 06 Tahun
2008 pasal 24, menyatakan dalam hal ini pertanggungjawaban kepala desa
dalam pelaksanaan ADD maka Kepala Desa berserta perangkat desa dan
bendahara

desa

setelah

tahun

anggaran

berakhir

menyusun

pertanggungjawaban pelaksanaan ADD. ADD yang dimaksudkan untuk
membiayai program pemerintahan desa dalam melaksanakan kegiatan
penyelenggaraan

pemerintahan

dan

pelaksanaan

pembangunan

serta

pemberdayaan masyarakat.

Pemerintah desa dalam pelaksanaan tugasnya juga wajib menginformasikan
laporan penyelenggaraan pemerintah desa kepada masyarakat yang dapat
berupa

selebaran

yang

ditempelkan

pada

papan

pengumuman

atau

diinformasikan secara lisan dalam berbagai pertemuan masyarakat desa, radio
komunitas atau media lainnya.

Pemerintah Desa Riau Periangan Kecamatan Pubian Kabupaten Lampung
Tengah

cukup

aspiratif

dengan

menghadirkan

sejumlah

tokoh-tokoh

masyarakat dan mengundang BPD, namun hal ini bertentangan dengan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 72 tahun 2006 dan Perda
Kabupaten Lampung Tengah Nomor 06 Tahun 2008 Pasal 24, yang
menghendaki penyampaian laporan pertanggungjawaban kepala desa. Secara
vertikal, struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan
perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam.
Perncanaan pembangunan melalui pendekatan social budaya ini diarahkan

7

untuk meningkatkan peranan dan pengembangan Lembaga Adat dan Budaya
Lokal guna menumbuh kembangkan kembali nilai-nilai budaya local dalam
menunjang pemberdayaan masyarakat sehingga akan tumbuh kondisi social
budaya yang sehat dan dinamis, yang pada akhirnya akan bermuara pada
masyarakat madani dan mengembalikan citra budaya bangsa Indonesia.
Rapat yang diadakan Pemerintah Desa ini tidak independen dalam proses
pelaksanaannya karena bukan melalui prakarsa masyarakat dan terkesan
pemerintah desa tidak memerlukan tanggapan atau kritikan terkait pelaksanaan
ADD, hal ini juga disebabkan oleh rendahnya kesadaran dalam meminta
pertanggungjawaban Kepala Desa dalam pelaksanaan ADD yang telah
dilakukan pada satu tahun masa anggaran.

Pemrintahan Desa Riau Periangan Kecamatan Pubian Kabupaten Lampung
Tengah kurang mengindahkan Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Tengah
tentang keuangan desa juga nilai-nilai akuntabilitas dan transparansi dalam
pelaksanaan ADD, pemerintah tidak berusaha meginformasikan laporan
penyelenggaraan pemerintah desa kepada masyarakat yang dapat berupa
selebaran yang ditempelkan pada papan pengumuman.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan melalui wawancara dengan sekretaris
desa, apabila ada pihak yang ingin mengetahui laporan tersebut harus melalui
pihak sekretaris yang menyimpan laporan tersebut dalam arsip desa yang sudah
dibukukan. Melihat latarbelakang masalah tersebut diatas, maka penulis
menganggap perlu diadakannya penelitian mengenai pengelolaan Alokasi Dana
Desa (ADD) Desa Riau Periangan Kecamatan Pubian Kabupaten Lampung

8

Tengah. Pemilihan desa Riau Periangan sebagai tempat penelitian disebabkan
pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) Desa Riau Periangan dalam
pembangunan fisik masih kurang baik dalam pelaksanaannya khususnya dalam
hal akuntabilitas pengelolaan ADD.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan di atas maka
rumusan masalah yang ada adalah “ Bagaimana Akuntabilitas Pengelolaan
Alokasi Dana Desa (ADD) Desa Riau Periangan dalam pembangunan Fisik?”

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui akuntabilitas pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) Desa
Riau Periangan dalam pembangunan fisik.

D. Kegunaan Penelitian

1. Secara Praktis
Bagi instansi terkait, hasil penelitian ini diharapkan memberikan
sumbangan pemikiran, masukan-masukan bagi aparatur Pemerintahan Desa
khususnya Kepala Desa Riau Periangan Kecamatan Pubian Kabupaten
Lampung Tengah dalam memperbaiki proses penyampaian laporan
pertanggungjawaban tentang pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dan
nilai-nilai akuntabilitas kepada masyarakat desa.

9

2. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran,
informasi, dan pengetahuan dalam khasanah Ilmu Pemerintahan khususnya
yang berkaitan dengan konsep Akuntabilitas Kepala Desa dalam
pengelolaan Alokasi Dana Desa(ADD).

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Akuntabilitas
1. Konsep Akuntabilitas

Ghartey (1987) menyatakan akuntabilitas ditujukan untuk memperoleh
jawaban atas pernyataan berhubungan dengan pelayanan apa, oleh siapa,
kepada siapa, milik siapa, yang mana, dan bagaimana. Pertanyaan yang
memerlukan

jawaban

tersebut

antara

lain

:

apa

yang

harus

dipertangggungjawabkan, mengapa pertanggungjawban harus diserahkan,
kepada

siapa

pertanggungjawaban

diserahkan,

siapa

yang

bertanggungjawab terhadap berbagai bagian kegiatan dalam masyarakat,
apakah pertanggungjawaban berjalan seiring dengan kewenangan, dan
sebagainya.

Konsep pelayanan ini dalam akuntabilitas belum memadai, oleh karean itu
harus diikuti dengan jiwa intreprenurship pada pihak-pihak yang
melaksanakan akuntabilitas. Prianto (2006) menyatakan akuntabilitas
adalah kewajiban untuk mempertanggungjawabkan kinerja seseorang yang
bekerja dalam suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak untuk
meminta pertanggungjawaban.

11

Carino (1991) menyatakan :
Akuntabilitas merupakan suatu evolusi kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan oleh seseorang petugas baik masih berada pada jalur
otoritasnya atau sudah keluar jauh dari tanggungjawab dan
kewenangannya. Dengan demikian setiap orang harus betul-betul
menyadari bahwa setiap tindakannya bukan hanya memberi
pengaruh pada dirinya sendiri saja akan tetapi membawa dampak
yang tidak kecil pada orang lain. Sehingga memperhatikan
lingkungan menjadi mutlak dalam setiap tindak dan laku seseorang
pejabat pemerintah.

Budiharjo (1999) mendefinisikan akuntabilitas sebagai
“ Pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat untuk
memerintah kepada mereka yang member mandat itu.
Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan menciptakan
pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga
pemerintahan sehingga mengurangi penumpukan kekuasaan
sehingga menciptakan kondisi saling mengawasi (check and
balances system).

Hatry (1980) menyatakan akuntabilitas merupakan istilah yang diterapkan
untuk mengukur apakah dana public telah digunakan secara tepat untuk
tujuan dimana dana public tadi ditetapkan dan tidak digunakan secara
illegal.

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat penulis simpulkan bahwa, pada
intinya akuntabilitas merupakan perwujudan kewajiban seseorang atau unit
organisasi untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian
sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya
dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui media
pertanggungjawaban secara periodik.

12

2. Prinsip Prinsip Akuntabilitas.
Budiharjo (1999) menyatakan dalam penyelenggaraan akuntabilitas, perlu
memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :
a) Harus ada komitmen yang kuat dari pimpinan dan seluruh staf
b) Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin kegunaan
sumber-sumber daya secara konsisten dengan peraturanperaturan perundang-undangan yang berlaku
c) Harus dapat menunjukan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran
d) Harus berorientasi kepada pencapaian visi dan misi serta hasil
dan manfaat yang diperoleh
e) Harus jujur , obyektif , dan inovatif sebagai katalisator
perubahan managemen instansi pemerintahan dalam bentuk
pemutakhiran metode dan teknik pengukuran kinerja dan
penyusunan laporan akuntabilitas.

3. Jenis-jenis Akuntabilitas
Menurut Saleh dan Iqbal (1991), akuntabilitas merupakan sisi sikap dan
watak kehidupan manusia meliputi akuntabilitas intern seseorang dan
akuntabilitas ektern seseorang.
1. Akuntabilitas ekstern seseorang adalah akuntabilitas kepada
lingkungannya baik formal (atasan) maupun inforrnal
(masyarakat).Ada atasan, ada pengawasan, ada kawan sekerja
yang membantu, ada masyarkat konsumen yang sesekali
menyoroti dan memberikan koreksi serta saran perbaikan,
kelompok mahasiswa yang sensititif terhadap penyimpanganpenyimpangan, dana ada pula lembaga masyarakat
penyeimbang yang berkepedulian sangat tinggi seperti
Indonesian Corruption Watch, dan Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia.
2. Akuntabilitas intern disebut juga akuntabilitas spiritual. Tidak
sekedar tidak ada pencurian dan sensibilitas lingkungan, tapi
lebih dari itu seperti adanya perasaan malu berbuat melanggar
ketentuan dan lain-lain. Ini sangat besar maknanya bila semua
orang memiliki sensibilitas spiritual seperti itu, tidak cukup
waktu, tidak cukup sumberdaya, dan sebagainya merupakan
cikal bakal adanya korupsi dan akuntabilitas menjadi seperti
kaca mobil berembun. Hendaknya kita berusaha keras
menghindari keluhan-keluhan semacam itu bila kita ingin
melaksanakan akuntabilitas sesungguhnya .

13

Polidano (1998) menawarkan kategorisasi baru yang disebutnya sebagai
akuntbilitas langsung dan akuntabilitas tidak langsung. Akuntabilitas tidak
langsung merujuk pada pertanggungjawaban kepada pihak eksternal
seperti masyarakat, konsumen, atau kelompok klien tertentu, sedangkan
akuntabilitas langsung berkaitan dengan pertanggungjawaban vertikal
melalui rantai komando tertentu.
Polidano lebih lanjut mengidentifikasi 3 elemen utama akuntabilitas, yaitu:
a. Adanya kekuasaan untuk mendapatkan persetujuan awal
sebelum sebuah keputusan dibuat. Hal ini berkaitan dengan
otoritas untuk mengatur prilaku para birokrat dengan
menundukkan mereka dibawah persyaratan procedural tertentu
serta mengharuskan adanya otoritas sebelum langkah tertentu
diambil. Tipikal akuntabilitas seperti ini secara tradisional
dihubungkan dengan badan / lembaga pemerintah pusat
(walaupun setiap departemen / lembaga dapat saja menyusun
aturan atau standarnya masing-masing.
b. Akuntabilitas peran, yang merujuk pada kemampuan seseorang
pejabat untuk menjalankan peran kuncinya, yaitu berbagai
tugas yang harus dijalankan sebagai kewajiban utama. Ini
merupakan tipe akuntabilitas yang langsung berkaitan dengan
hasil sebagaimana diperjuangkan paradigm manajemen public
baru (new public managemen). Hal ini mungkin saja
tergantung pada target kinerja formal yang berkaitan dengan
gerakan manajemen public baru.
c. Peninjauan ualang secara tetrospektif yang mengacu pada
analisis operasi suatu departemen setelah berlangsungnya suatu
kegiatan yang dilakukan oleh lembaga eksternal seperti kantor
audit, komite parlemen , ombudsmen, atau lembaga peradilan.
Bisa juga termaksud badan-badan di luar Negara seperti media
massa dan kelompok penekan. Aspek subyektivitas dan
ketidakterpredisikan dalam proses peninjauan ulang itu
seringkali bervariasi, tergantung pada kondisi dan sektor yang
menjalankannya.

14

4. Dimensi Akuntabilitas
Akuntanilitas yang dilakukan pada sektor public terdiri dari berbagai
dimensi. Ellwood (1993:371) mengemukakan empat dimensi akuntabilitas
public berikut ini :
a) Akuntabilitas kejujuran dan hukum
Akuntabilitas kejujuran berkaitan dengan penghindaran
penyalahgunaan wewenang, sedangkan akuntabiitas hukum
berkaitan dengan adanya jaminan kepatuhan terhadap hukum
dan peraturan lain yang dipersyaratkan dalam penggunaan
sumber daya public.
b) Akuntabilitas Kebijakan
Akuntabilitas kebijakan berkaitan dengan masalah penanggung
jawaban
c) Akuntablitas Program
Akuntabilitas program berkaitan dengan masalah pencapaian
tujuan (efektivitas) dan mempertimbangkan alternative
program yang memberikan hasil optimal dengan biaya
minimal. Akuntabiitas program berkaitan dengan unit-unit dan
birokrat secara individual yang melakukan aktivitas bersama
untuk mencapai efektivitas program.
d) Akuntabilitas Proses
Akuntabilitas proses berkaitan dengan masalah posedur yang
digunakan dalam tugas. Sudahkah memenuhi kecukupan sistem
informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan
prosedur administrasi? Akuntabilitas proses dimanifestasikan
melalui pemberian pelayanan public yang cepat, responsive,
dan murah. Akuntabilitas proses berkaitan dengan metode dan
prosedur operasi dari suatu sistem yang mentransformasikan
input menjadi out put. Akuntabilitas proses menekankan bahwa
beberapa tujuan mungkin tidak dapat diukur dan diganti secara
langsung, tetapi menyajikan bagaimana kegiatan diarahkan
pada pencapaian tujuan.

15

5. Model Akuntabilitas
Coghill (2000) menyatakan bahwa model akuntabilitas dibedakan
menjadi:
a) Model Tradisional yang dikembangkan
1) Tidak hanya dari bawah ke atas, tetapi juga bersifat ke dalam
(perorangan) dan keluar ( masyarakat) :
a) Upward
b) Inward
c) Outward

2) Perlu

diciptakannya

berbagai

mekanisme

dan

sistem

akuntabilitas seperti :
a) Pengembangan jaminan kebebasan mendapatkan informasi.
b) Pembentukan berbagai lembaga independen yang bertujuan
untuk mengontrol kinerja sektor public seperti ombudsman
dan lembaga peradilan yang kuat.
b) Model Stone
Akuntabilitas dibagi dalam 5 kategori, yaitu :
1) Kontrol dan Parlemen (DPR)
2) Managerialism
3) Pengadilan / Lembaga semi peradilan ;
4) Perwakilan Masyarakat
5) Pasar (konsumen-pengusaha)

16

c) Model Jaringan Kerja (Sistem Akuntabilitas Kompleks)
Sistem ini memberikan suatu control Check and Balance yang sangat
ketat sehingga kemungkinan untuk terjadinya tindakan-tindakan
manipulative akan sangat kecil, dari mulai saat proses pembuataan
kebijakan sehingga proses pelaksanaan kegiatan dapat termonitor
dengan sangat teliti dan terorganisir.

Coghil (2000) menyatakan, dalam sistem yang seperti inilah
akuntabilitas public secara garis besar dialankan, baik dalam
pendelegasikan kewenangan, pertanggung jawaban, dan akuntabiitas
public secara garis besar dijalankan, baik dalam pendelegasian
kewenangan, pertanggung jawaban, dan akuntabilitas penyelenggaraan
pemerintahan. Dalam sistem akuntabilitas kompleks ini, akutabilitas
public memiliki berbagai dimensi diantaranya adalah dimensi
aksessabilitas, kebebasan informasi dan pelaksanaan di depan publik.
1) Akuntabilitas
Mensyaratkan adanya hak masyarakat untuk mengakses segala
bentuk informasi terhadap kebijakan yang dibuat pemerintah
terutama yang mempunyai dampak langsung terhadap
kehidupan mereka. Bentuk informasinya mulai dari draft
kebijakan, hasil siding, berbagai dokumen pemerintah, kecuali
yang berhubungan dengan informasi yang bersifat pribadi.
2) Kebebasan Informasi
Dimensi akuntabilitas public lainnya adalah kebebasan
informasi atas segala bentuk dokumen yang ada dalam
pemerintahan. Hal ini berkaitan sangat erat dengan dimensi
aksesibilitas. Dengan dimensi ini tingkat akuntabilitas
pemerintahan akan meningkat karena para pelaksana
pemerintahan menyadari bahwa mereka dapat dimintai
pertanggungjawaban langsung atas segala kebijakan dan
program yang dilakukan. Masyarakat seharusnya dapat
mengetahui seberapa jauh keadilan, kejujuran, dan kebenaran
(efesiensi dan efektifitas) telah dilaksanakan oleh
penyelenggara pemerintahan dalam setiap hubungannya

17

(dealing) dengan masyarakat.
3) Pelaksanaan didepan public
Salah satu wujud transparansi dan keterbukaan adalah
pelaksanaan pembuatan keputusan serta implementasinya
sedapat mungkin dilaksanakan di depan public.

Berdasarkan model-model akuntabilitas diatas dalam penelitian ini model
akuntabilitas yang digunakan oleh penulis adalah Model Jaringan Kerja
(Sistem Akuntabilitas Kompleks). Model-model pelaksanaan akuntabilitas
memang beranekaragam dan memiliki kekurangan serta kelebihannya
masing-masing namun menurut penulis Model Jaringan Kerja (Sistem
Akuntabilitas Kompleks) adalah model yang sangat sederhana, walaupun
hanya terdapat tiga dimensi akuntabilitas didalamnya yaitu, aksesibilitas,
kebebasan informasi, pelaksanaan didepan public namun itu semua telah
mencakup keseluruhan penelitian.

B. Tinjauan Tentang Kepala Desa
Kepala Desa berkedudukan sebagai alat pemerintah, alat pemerintah daerah
dan alat pemerintah desa yang memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa.
Kepala desa mempunyai tugas :
a. Menyelenggarakan urusan pemerintah.
b. Pembangunan
c. Kemasyarakatan
Urusan pemerintahan yaitu pengaturan kehidupan masyarakat sesuai dengan
kewenangan desa seperti pembuatan peraturan desa, pembentukan lembaga
kemasyarakatan, pembentukan Badan Usaha Milik Desa, kerjasama antar desa.
Urusan kemasyarakatn yaitu antara lain pemberdayaan masyarakat melalui

18

pembinaan social budaya masyarakat seperti bidang kesehatan,pendidikan, adat
istiadat.
Kepala Desa mempunyai wewenang dalam melaksanakan tugasnya, yaitu :
a) Memimpin penyelenggaraan pemerintah desa berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan bersama BPD;
b) Mengajukan rancangan peraturan desa
c) Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama
BPD;
d) Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai ADD
untuk dibahas dan ditetapkan;
e) Membina kehidupan masyarakat desa;
f) Mengkordinasikan pembangunan desa secara partisipatif;
g) Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk
kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundangundangan, dan;
h) Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundangundangan
Kepala Desa mempunyai kewajiban dalam melaksanakan tugas dan wewenang;
a. Memegang teguh dan mengamalkan Pnacasila, melaksanakan UndangUndang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.;
b. Meningkatkan kesejahtraan masyarakat;
c. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;
d. Melaksanakan kehidupan demokrasi;
e. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari

19

Kolusi, Korupsi dan Nepotisme;
f. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan desa;
g. Menaati dan menegakan seluruh peraturan perundang-undangan;
h. Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik;
i. Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa;
j. Melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa;
k. Mendamaikan perselisihan masyarakat dan desa;
l. Mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa;
m. Membina, mengayomi dan melestarikkan nilai-nilai social budaya dan adat
istiadat;
n. Memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa; dan
o. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan
hidup
Kepala

Desa

mempunyai

kewajiban

untuk

memberikan

laporan

penyelenggaraan pemerintah desa kepada bupati / walikota, memberikan
laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD, serta menginformasikan
laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat. Dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai penanggung jawab utama di
bidang pembangunan dan kemasyarakatan, kepala desa di bantu oleh lembagalembaga lain yang ada di desa.

20

C.Alokasi Dana Desa
1. Pengertian
Alokasi Dana Desa selanjutnya disebut ADD adalah dana yang bersumber
dari APBD yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antara desa untuk medanai kebutuhan desa dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan serta
pelayanan masyarakat. ADD merupakan perolehan bagian keuangan desa
dari kabupaten yang penyalurannya melalui Kas Desa. ADD merupakan
bagian dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh
Kabupaten.
2. Maksud dan Tujuan
ADD dimaksudkan untuk membiayai program pemerintahan desa dalam
melaksanakan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanakan
pembangunan serta pemberdayaan masyarakat.
ADD bertujuan :
a. Meningkatkan
melaksanakan

penyelenggaraan
pelayanan

pemerintahan

pemerintahan,

desa

pembangunan

dalam
dan

kemasyarakatan sesuai kewenangannya.
b. Meningkatkan

kemampuan

lembaga

kemasyarakatan

dalam

perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan secara
partisipatif sesuai dengan potensi yang ada.
c. Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan
kesempatan berusaha bagi masyarakat.
d. Mendorong peningkatan swadaya gotongroyong masyarakat.

21

3. Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD)
Pengelolaan Keuangan Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Pengelolaan Keuangan Desa dalam APBD Desa oleh
karena itu dalam Pengelolaan Keuangan Alokasi Desa (ADD) harus
memenuhi Prinsip Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) harus memenuhi
Prinsip Pengelolaan Alokasi Dana Desa sebagai berikut :
a. Seluruh kegiatan yang didanai oleh Alokasi Dana Desa (ADD)
direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dengan
prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat.
b. Seluruh

kegiatan

harus

dapat

dipertanggungjawabkan

secara

administrative, teknis dan hukum.
c. Alokasi Dana Desa (ADD) dilaksanakan dengan menggunakan prinsip
hemat, terarah dan terkendali.
d. Jenis kegiatan yang dibiayai melalui Alokasi Dana Desa (ADD) sangat
terbuka untuk meningkatkan sarana Pelayanan Masyarakat berupa
pemenuhan kebutuhan dasar, penguatan kelembagaan desa dan kegiatan
lainnya yang dibutuhkan masyarakat desa yang diputuskan melalui
musyawarah desa.
e. Alokasi Dana Desa (ADD)nharus dicatat dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa (APBDes) dan proses penyelenggaraannya mengikuti
mekanisme yang berlaku.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan kelancaran Pengelolaan Alokasi
Dana Desa (ADD) dibentuk Pelaksana Kegiatan Tingkat Desa, Tim
Fasilitas Tingkat Kecamatan dan Tim Pembina Tingkat Kabupaten

22

Pelaksana Kegiatan Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD)

4. Pelaksana Kegiatan Tingkat Desa
Pelaksana Kegiatan di desa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa,
dengan Susunan sebagai berikut :
a. Penanggungjawab : Kepala desa Atau Pelaksana Tugas Kepala desa
Dari Perangkat desa yang disetujui oleh Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) atau Selaku Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa
(PKPKD).
b. Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD) Sekertaris
Desa dan Perangkat Desa.
c. Sekretaris Desa : Koordinatior Pelaksana Keuangan Desa
d. Bendahara Desa : Perangkat Desa yang ditunjuk oleh melalui Surat
Keputusan

(SK)

Kepala

Desa

(Penanggungjawab

Adminstrasi

Keuangan)
e. Ketua Perencana dan Pelaksana Partisipatif Pembangunan : Ketua
Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD)
f. Pelaksana Kegiatan dan Pemberdayaan Perempuan : Tim Penggerak
PKK Desa.
5. Indikator Pelaksanaan Alokasi Dana Desa (ADD)
Variable Independen Utama adalah Variabel yang dinilai terpenting untuk
menentukan nilai bobot desa. Variable Utama diajukan untuk mengurangi
kesenjangan kesejahtraan masyarakat dan pelayanan dasar umum antar
desa secara bertahap dan mengenai kemiskinan strukturan masyarakat di

23

desa. Variabel Independen utama meliputi sebagai berikut :
1. Akuntabilitas Kepemimpinan
a. Penghindaran penyalahgunaan pengelolaan ADD
b. Kepatuhan terhadap peraturan yang mengatur pengelolaan ADD
2. Akuntabilitas Proses
a. Kesesuaian pengelolaan ADD dengan prosedur yang berlaku
b. Upaya proses pengelolaan yang dilakukan pada pencapaian tujuan.
3. Akuntabilitas Program
a. Kesesuaian program yang dibiayai ADD dengan kebutuhan
masyarakat.
b. Pelaksanaan program ADD
4. Akuntabilitas Kebijakan
a. Penyusunan pengelolaan ADD
b. Laporan pertanggungjawaban pengelolaan ADD

D. Hambatan Struktural dan Moral dalam Pembangunan Desa
Tujuan yang paling mendasar dalam pembangunan desa adalah menanggulangi
kemiskinan, keterbelakangan, namun dalam mencapai tujuan tersebut banyak
sekali hambatan baik struktural maupun moral yang merintangi. Menurut
Chamber

(1988), adapun hambatan-hambatan tersebut adalah berupa

prasangka-prasangka yaitu:

24

1. Prasangka Keruangan
Persepsi dan pengetahuan tentang daerah pedesaan di peroleh dari pengamatan
yang kurang mencapai sasaran dari kondisi pedesaan yang sebenarnya.
Kegiatan dan proses pengamatan bermula dan berakhir di pusat kota.
Kekhawatiran jalan yang rusak dan bertebu, akomodasi dan kehabisan bahan
bakar sehingga semuanya cenderung untuk memilih lokasi jalan-jalan yang
mulus dan tidak jauh dari pusat kota misalnya daerah pinggiran kota atau
daerah-daerah yang dekat dengan pusat pemerintahan. Sebaliknya rakyat
miskin sering tergusur dari daerah yang pelayanan transportasinya lebih baik.
Setiap pembangunan jalan yang mulus dan licin segera mendatangkan
pelayanan lainnya seperti angkutan bis, listrik, telpon, PAM dan akses yang
lebih baik terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan. Akibatnya harga
lahan mendadak naik dan hanya orang kaya atau berkuasa yang dapat
mengambil keuntungan dari perkembangan itu. Penduduk miskin menghilang
dan tergusur atau tersembunyi di balik jalan utama. Untuk dapat melihat rumah
tangga miskin harus menyimak jauh dari jalan, tidak banyak orang suka
melakukan itu.
2. Prasangka Proyek
Orang-orang yang mengurus

masalah pembangunan desa para peneliti

pedesaan terkait pada hubungan kota-desa. Mereka biasanya digiring ke desa—
desa di mana sejumlah staf diperkerjakan. Beberapa Departemen sampai
petugas Kecamatan dan Badan-Badan Sosial semuanya menunjukkan perhatian
khusus dan menyalurkan kunjungannya ke tempat itu. Gejala ini jelas kita lihat

25

pada proyek percontohan atau desa binaan yang di dukung oleh dana dan
tenaga akhli yang lebih dari cukup, diikuti oleh peserta yang sudah diajari dan
tahu apa yang harus dikatakan.
Ketenaran dan nama harum, menjerumuskan pimpinan proyek ke dalam
masalah hubungan masyarakat. Sebagian besar waktunya habis mendampingi
pengunjung atau bila sehari ada dua atau tiga kunjungan maka perlu di siapkan
pemandu yang membawa ke tempat dan ruangan yang sudah di siapkan dan
diatur dengan sebaik-baiknya. Proyek inipun tinggal landas dalam selimut
mitos yang dihidup-hidupkan. Namun justru dalam mitos itu tertanam tragedi
karena proyek tersebut setapak di dorong ke arah kepalsuan diri. Dari
pengamatan dan penjelasan merekalah data informasi diperoleh pengunjung.
3. Prasangka Kelompok Sasaran
Para elit desa yang umumnya terdiri dari tokoh masyarakat, Pamong desa,
Petani progresif. Mereka inilah sebagai sumber informasi pejabat pemerintah,
petugas lapangan dan peneliti masalah-masalah pedesaan. Mereka adalah
informan-informan yang pasih. Orang-orang inilah yang berbicara dan
menjelaskan kepada pengunjung. Mereka inilah yang mengemukakan
kepentingan dan keinginan masyarakat desa, sampai akhirnya terumuskan
dalam kebijaksanaan pembangunan desa. Mereka pulalah yang menjamu tamu
yang akhirnya para elit desalah yang mendapat perhatian terbesar, pelayanan
dan di lahan mereka lakukan demontrasi teknologi yang di perkenalkan.
Para pemakai jasa dan penerima gagasan baru yang lebih banyak terlihat dan
mereka ini adalah orang-orang yang lebih mampu atau kaya dan segera

26

memanfaatkan pelayanan atau menerapkan gagasan baru. Anak-anak sekolah
dan orang-orang yang sedang berobat di klinik lebih mudah di wawancarai dari
pada orang yang sakit parah tidak punya duit untuk berobat atau terlalu jauh
untuk datang ke klinik, atau anggota koperasi dari pada orang yang karena
kemiskinannya dan kelemahannya tidak mampu menjadi anggota koperasi.
4. Prasangka Musim
Bagi orang-orang yang hidup dari bercocok tanam musim paceklik yang parah
terjadi pada musim hujan menjelang panen pertama. Atau pada musim hujan
kehabisan bahan pangan, pekerjaan semakin sulit, penyakit mulai terjangkit.
Orang-orang yang nekat mulai terjerat hutang. Musim ini juga musim terlilit
kemelaratan, karena harus menjual atau menggadaikan harta yang masih bisa
di jual atau di gadai.
Bila musim hujan behenti, pekerjaan dapat diperoleh sehingga mendatangkan
penghasilan untuk membeli bahan makanan dan berobat sehingga penyakit
mereka, timbangan badan mulai meningkat, penduduk kelihatan tidak
menderita dan kunjungan dari pejabat dan peneliti semakin banyak. Jadi dari
gambaran ini karena faktor musim, menyebabkan rakyat kecil dan miskin
mendapat perhatian orang luar, bukan pada saat mereka tidak begitu sengsara
dan lepas perhatian pada saat mereka menjalani hal-hal yang terjelek.

27

5. Prasangka Diplomatis
Orang kota sering dihinggapi rasa rikuh dalam menghadapi rakyat desa yang
miskin, karena di hambat rasa sopan santun, mereka segan menedakati,
menemui, mendengarkan dan belajar dari rakyat desa, kemiskinan di dalam
suatu desa sebagai hal yang lebih baik ditutupi. Jika dihadapi dengan segala
kejujuran ia dapat mencemaskan.
Orang yang tanpa pamrih bersungguh-sungguh menangani kimiskinan di suatu
desa mungkin tanpa sengaja menyinggung perasaan para tokoh masyarakat dan
pamong desa. Sopan santun dan sikap hati-hati yang berlebihan merupakan
pemisah antara “oang luar” dengan rakyat miskin.
6. Prasangka Profesional
Kaum profesional mempunyai nilai dan minat yang membunuh pada masalah
sendiri. Mereka tahu apa yang ingin diketahuinya. Sedangkan waktu mereka
terbatas oleh karena itu perlu dipersempit perhatiannya. Mereka mencari dan
menemukan hal-hal yang sesuai dengan pemikirannya.
Profesionalisme yang kurang luas mengarah pada penelaahan dan cara
penanggulangan yang tidak tuntas, karena hanya memperhatikan dan
menyentuh salah satu aspek saja. Spesialisasi juga cenderung meninjau
kehidupan orang miskin dari segi pandangan orang miskin itu sendiri.
Misalnya seorang akhli gizi mungkin dapat melihat keadaan kurang gizi,
namun tidak melihat bagaimana mereka terjerat utang setiap musim, tingginya
biaya pengobatan yang terpaksa menjual lahannya dan bagaimana struktur
kekuasaan di desa membiarkan keadaan tersebut.

28

E. Kerangka Pikir
Setelah dinilai dengan beberapa hal tersebut, maka akan terlihat bagaimana
akuntabilitas Kepala Desa Riau Periangan dalam pelaksanaan ADD.
Adapun kerangka piker dalam penelitian ini digambarkan dalam bentuk
sebagai berikut :
Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa
(ADD) Dalam Pembangunan Fisik

1. Akuntabilitas Kepemimpinan
a. Penghindaran penyalahgunaan pengelolaan ADD
b. Kepatuhan terhadap peraturan yang mengatur
pengelolaan ADD
2. Akuntabilitas Proses
a. Kesesuaian pengelolaan ADD dengan prosedur
yang berlaku
b. Upaya proses pengelolaan yang dilakukan pada
pencapaian tujuan
3. Akuntabilitas Program
a. Kesesuaian program yang dibiayai ADD dengan
kebutuhan masyarkat
b. Pelaksanaan program ADD
4. Akuntabilitas Kebijakan
a. Penyusunan pengelolaan ADD
b. Laporan pertanggungjawaban pengelolaan ADD
Gambar 2.1.Kerangka Pikir

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Menurut Namawi (2001:63) yang dimaksud dengan penelitian deskriptif
adalah

prosedur

pemecahan

masalah

yang

diselidiki

dengan

menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek peneliti pada
saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak secara umum atau
sebagaimana adanya yang ditemui dilapangan.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka penilitan deskriptif adalah suatu
penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan
secara terperimci bagaimana sifat serta hubungan antara fenomena social
tertentu.Tidak terlepas dari pokok permasalahan dalam penelitian, maka
tujuan

dilakukannya

penelitian

deskripsi

aini

adalah

untuk

mendeskripsikan bagaimana akuntabilitas pelaksanaan Alokasi Dana Desa
(ADD) dalam pembangunan fisik.

B. Objek Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk menggambarkan dan menganalisis
mengenai akuntabilitas pelaksanaan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam
pembangunan fisik, sehingga penelitian ini tergolong pada penelitian

30

dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor
(1999) mendefinisikan penelitian kualitatif adalah sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tulisan/lisan
dari orang/prilaku yang dapat diamati.

Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai
dengan fakta dilapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk
memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan
pembahasan hasil penelitian. Penelitian kualitatif merupakan penelitian
yang

berusaha

melihat

kebenaran-kebenaran

atau

membenarkan

kebenaran, namun didalam melihat kebenaran tersebut, tidak selalu dapat
dan cukup didapat dengan melihat sesuatu yang nyata, akan tetapi
kadangkala perlu pula melihat sesuatu yang bersifat tersembunyi, dan
harus melacaknya lebih jauh ke balik sesuatu yang nyata tersebut.

C. Fokus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini adalah akuntabilitas pengelolaan Alokasi Dana
Desa (ADD) Desa Riau Periangan dalam pembangunan fisik untuk
mewujudkan akuntabilitas yang terdiri :
1. Akuntabilitas kepemimpinan
-

Penghindaran penyalahgunaan pengelolaan ADD

-

Kepatuhan terhadap peraturan yang mengatur pengelolaan ADD

2. Akuntabilitas proses
-

Kesesuaian pengelolaan ADD dengan prosedur yang berlaku

31

-

Upaya proses pengelolaan yang dilakukan pada pencapaian tujuan

3. Akuntabilitas Program
-

Kesesuaian program yang dibiayai ADD dengan kebutuhan
masyarakat

-

Pelaksanaan program ADD

4. Akuntabilitas Kebijakan
-

Penyusunan pengelolaan ADD

-

Laporan pertanggungjawaban pengelolaan ADD

D. Sumber Data

Menurut Loftland dan Loftland (1984 : 47) sumber data utama pada
penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data
tambahan seperti sumber data tertulis. Adapun sumber data dalam
penelitian ini adalah :
1. Data Primer
Data primer yang digunakan adalah yang berasal dari wawancara.
Sumber data dapat ditulis atau direkam. Yang akan diwawancarai oleh
peneliti berkaitan dengan penelitian ini adalah Kepala Desa Riau
Periangan, Sekertaris Desa Riau Periangan, Kaur Keuangan, Ketua
BPK dan beberapa tokoh masyarakat sebagai orang yang mengetahui
tentang pertanggungjawaban Kepala Desa dalam pelaksanaan ADD di
Desa Riau Periangan, Kecamatan Pubian Kabupaten Lampung Tengah.

32

Teknik pemilihan orang yang akan diwawancaraai dilakukan secara
purposive. Alasan pemakaian teknik purposive sampling disebabkan
oleh bentuk dan cirri penelitian ini sendiri yaitu untuk mendapatkan
informasi-informasi yang sesuai dengan tujuan dari pelaksanaan
peneliti ini dan jumlah sampel berdasarkan kriteria yang akan diambil
oleh peneliti.
Adapun yang akan diwawancarai dalam penelitian ini adalah :
a. Kepala Desa Riau Periangan yang dalam hal ini sebagai pelaksana
kebijakan ADD dan pihak yang wajib mempertanggung jawabkan
pelaksanaan kebijakan tersebut.
b. Sekretaris Desa selaku kordinator pelaksanaan Pengelolaan
Keuangan Desa.
c. Kaur Keuangan adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh Kepala
Desa untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan,
membayarkan, dan mempertanggungjawabkan keuangan desa
dalam rangka pelaksanaan ADD.
d. Ketua

BPK,

sebagai

pihak

yang

menerima

laporan

pertanggungjawaban Kepala Desa mengenai pelaksanaan ADD.
e. Ketua LKMK, sebagai pihak yang mencatat dan mengorganisir
seluruh laporan mengenai pelaksanaan ADD
f. Kepala Dusun I di Desa Riau Periangan
g. Beberapa tokoh masyarakat yaitu satu orang tokoh agama dan satu
orang tokoh dikalangan pemuda di Desa Riau Periangan.

33

Secara keseluruhan jumlah yang akan diwawancarai sebanyak 7
(tujuh) orang. Jumlah ini dianggap sudah cukup mewakili dari
keseluruhan orang-orang yang terlibat secara langsung maupun tidak
langsung dalam pelaksanaan pertanggungjawaban Pemerintah Desa.

2. Sumber Data Sekunder.

Data sekunder merupakan sumber tertulis dapat dibagi menjadi sumber
buku dan majalah iliah, sumber dari arsip, dokumen pribadi dan
dokumen resmi. Adapun yang menjadi sumber tertulis dalam
penelitian ini yaitu berupa Tugas Pokok dan fungsi Kepala Desa Riau
Periangan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Wawancara Mendalam ( in-depth interview )
Wawancara mendalam dalam penelitian ini dilakukan dengan jalan
mewawancarai sumber-sumber data dengan mengajukan beberapa
pertanyaan kepada sumber informasi. Dalam hal ini peneliti
menggunakan pedoman wawancara untuk mempermudah pelaksanaan
wawancara yang dilakukan kepada :
a. Kepala Desa Riau Periangan yang dalam hal ini sebagai pelaksana
kebijakan ADD dan pihak yang wajib mempertangungjawabkan

34

pelaksanaan kebijakan tersebut.
b. Sekretaris Desa selaku kordinator pelaksanaan Pengelolaan
Keuangan Desa.
c. Kaur Keuangan adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh Kepala
Desa untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan,
membayarkan dan mempertanggungjawabkan keuangan desa
dalam rangka pelaksanaan ADD.
d. Ketua BPK, sebagai pihak yang menerima laporan pertanggung
jawaban Kepala Desa mengenai pelaksanaan ADD.
e. Ketua LKMK, sebagai pihak yang mencatat dan mengorganisir
seluruh laporan mengenai pelaksanaan ADD.
f. Kepala Dusun I Desa Riau Periangan.
g. Beberapa tokoh masyarakat yaitu satu orang tokoh agama dan satu
orang tokoh dikalangan pemuda di desa Riau Periangan.

2. Dokumentasi
Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data-data tertulis.
Dokumen yang dimaksud yaitu berupa

3. Observasi
Observasi digunakan untuk memperoleh data dengan cara melakukan
pengamatan secara sistematis pada obyek penelitian. Pengamatan
langsung dilapangan dilakukan untuk mengetahui kkondisi dan lokasi
penelitian. Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengamatan secara
langsung ke lokasi penelitian yaitu Desa Riau Periangan Kecamatan

35

Pubian Kabupaten Lampung Tengah.

F. Teknik Pengolahan Data

Setelah data diperoleh dari lapangan terkumpul maka tahap berikutnya
ialah mengolah data tersebut. Adapun teknik yang digunakan dalam
pengolahan data sebagaimana yang disebutkan Maleong (1998 : 38)
adalah:

1. Editing
Yaitu teknik mengolah data dengan cara meneliti kembali data yang
telah diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi maupun
dokumentasi untuk menghindari kekeliruan dan kesalahan. Tahap
editing yang akan dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini
menyajikan hasil wawancara dan observasi berupa kalimat-kalimat
yang kurang baku disajikan dengan menggunakan kalimat baku dan
bahasa yang mudah dipahami.

2. Interpretasi
Interpretasi merupakan upaya untuk memperoleh arti dan makna yang
lebih mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang sedang