Pembelajaran Discovery Learning Kajian Teori

10 pembelajaran untuk suatu topik tertentu yang sesuai dengan model pembelajaran yang dikembangkan. Selain itu dikembangkan pula instrumen penelitian yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

2. Pembelajaran Discovery Learning

Pembelajaran yang berpusat pada siswa atau peserta didik student- centered merupakan pola pikir yang sedang dikembangkan dalam pelaksanaan Kurikulum 2013. Masing-masing sekolah pada tiap-tiap satuan pendidikan diharuskan untuk melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan saintifik. Diharapkan dengan diterapkannya pembelajaran saintifik dapat berpengaruh pada kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan siswa yang menjadi lebih baik. Pendekatan saintifik sendiri menekankan proses pembelajaran pada 5M yaitu mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jaringan webbing pada semua mata pelajaran. Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan saintifik adalah model pembelajaran Discovery Learning. Discovery Learning merupakan teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri Kemendikbud, 2013. Abruscato 1982: 38 berpendapat bahwa Discovery Learning merupakan proses pembelajaran yang berdasarkan pada pengalaman yang membutuhkan penguasaan penuh guru terhadap materi pembelajaran, pedagogik, serta perkembangan anak untuk menciptakan suatu lingkungan dalam pembelajaran baru yang berhubungan dengan apa yang telah terjadi dan kejadian apa yang 11 akan terjadi. Lebih lanjut Budiningsih yang dikutip dalam Kemendikbud 2013 juga mengungkapkan bahwa Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Dari beberapa pengertian dapat dipahami jika penerapan Discovery Learning menenkankan kepada keaktifan dan inisiatif siswa untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu permasalahan yang ada dalam materi pembelajaran. Pelaksanaan Discovery Learning, guru bertanggung jawab dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang memancing siswa untuk dapat mencari sendiri bahan pembelajaran. Siswa sebagai peserta didik didorong untuk dapat mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dan dilanjutkan dengan mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan materi tersebut. Informasi tersebut kemudian dapat diorganisir oleh siswa yang kemudian dapat dipahami dalam suatu bentuk akhir. Peran guru tersebut akan membantu siswa untuk menjadi lebih berpengetahuan, terampil, dan menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab. Penerapan Model Discovery Learning dilakukan untuk merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher-oriented menjadi student-oriented. Bahan ajar yang diberikan juga tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa yang melakukan berbagai aktivitas untuk menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat simpulan-simpulan Kemendikbud, 2013. Swaak, J. 2004 juga mengungkapkan hal yang senada, bahwa “For discovery to be meaningful, the 12 processes that make up the empirical cycle should take place. By using processes like collecting and classifying information, stating hypotheses, making predictions, and interpreting outputs of experiments, learner infer knowledge from the information given.” Hal tersebut memungkinkan peserta didik untuk bisa mempelajari konsep-konsep dalam pelajaran dalam bahasa yang mereka mengerti. Discovery Learning berbeda dengan model pembelajaran tradisional. Bicknell-Holmes Hoffman 2000 mengungkapkan model ini terdiri tiga atribut utama, yaitu: “1 Through exploration and problem solving students create, integrate, and generalize knowledge, 2 Student driven, interest-based activities which the student determines the sequence and frequency, 3 Activities to encourage integration of new knowledge into the learner’s existing knowledge base”. Atribut-atribut di atas tidak dimiliki oleh model pembelajaran tradisional. Peran guru sebagai fasilitator adalah dengan membantu siswa untuk dapat melalui serangkaian pengalaman nyata yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dan memancing mereka untuk melakukan penemuan melalui menulis, pencarian kepustakaan, penguasaan istilah-istilah penting, kegiatan lain yang membuat mereka untuk melakukan penemuan-penemuan lainnya. Serangkaian pengalaman nyata siswa dalam mengumpulkan informasi tersebut kemudian dapat dirancang dalam sebuah siklus pembelajaran yang terstruktur. Charles Barman yang selanjutnya dikutip oleh Abruscato 1982: 39 mengungkapkan terdapat tiga siklus pembelajaran dalam Discovery Learning. Siklus-siklus tersebut adalah sebagai berikut: a Eksplorasi Exploration, yaitu 13 merupakan tahap pertama dalam siklus pembelajaran ini dimana guru memiliki peran yang tidak langsung yaitu sebagai pengamat yang mengajukan beberapa pertanyaan yang terkait dengan materi pelajaran. Selanjutnya siswa dengan aktif memanipulasi dan mengolah materi-materi yang telah dibagikan; b Pengenalan Konsep Concept Introduction, adalah tahap pengumpulan informasi dari siswa. Kosakata-kosakata penting yang berhubungan dengan informasi yang dikumpulkan siswa dapat disampaikan oleh guru melalui buku, peralatan audio visual, dan materi tertulis lainnya; c Penerapan Konsep Concept Application, yaitu tahap dimana guru mengajukan suatu permasalahan yang dapat diselesaikan melalui informasi yang dikumpulkan dari dua siklus sebelumnya. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013 menyusun langkah- langkah dalam mengaplikasikan model Discovery Learning di kelas. Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah langkah persiapan yang meliputi: 1 menentukan tujuan pembelajaran; 2 melakukan identifikasi karakteristik siswa; 3 memilih materi pelajaran; 4 menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif; 5 mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa; 6 mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik, sampai ke simbolik; dan 7 melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa. Lebih lanjut Muhibbin Syah 2005: 244-252 menyebutkan terdapat enam prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar untuk mengaplikasikan Discovery Learning, yaitu stimulasi, pernyataan masalah, pengumpulan data, 14 pemrosesan data, verifikasi, dan penarikan kesimpulan. Secara singkat, keenam langkah di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Stimulation Stimulasi Pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya tanpa pemberian generalisasi untuk menimbulkan keinginan siswa untuk menyelidiki sendiri. Tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar tujuan mengaktifkan siswa untuk mengeksplorasi dapat tercapai. b. Problem Statement Pernyataan Masalah Pada tahap ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran untuk kemudian dijadikan hipotesis salah satunya. c. Data Collection Pengumpulan Data Pada tahap ini peserta didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang relevan dengan membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan ujicoba, dan sebagainya. d. Data Processing Pengolahan Data Pada tahap ini siswa mengolah data dan informasi yang diperoleh. Data tersebut diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, dan dihitung dengan cara tertentu. Dari proses tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatifpenyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis. 15 e. Verification Pembuktian Peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil pengolahan data. f. Generalization Penarikan Kesimpulan Tahap ini adalah proses menarik kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.

3. Kompetensi

Dokumen yang terkait

PEMBELAJARAN METODE DISCOVERY LEARNING PADA MATA PELAJARAN ELEKTRONIKA DASAR SISWA KELAS X TEKNIK AUDIO VIDEO SMK MUHAMMADIYAH 1 BANTUL.

1 2 198

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK PENINGKATAN KOMPETENSI RANGKAIAN DIGITAL DASAR PADA SISWA KELAS X PROGRAM KEAHLIAN TEKNIK INSTALASI TENAGA LISTRIK DI SMK NEGERI 3 SEMARANG.

0 2 100

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR TERCETAK MATA PELAJARAN GAMBAR TEKNIK KELAS X PROGRAM KEAHLIAN TEKNIK AUDIO VIDEO SMK MUHAMMADIYAH 3 YOGYAKARTA.

1 24 251

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN INQUIRY BASED LEARNING UNTUK PENINGKATAN KOMPETENSI PADA MATA PELAJARAN ELEKTRONIKA DASAR KELAS X PROGRAM KEAHLIAN TEKNIK AUDIO VIDEO DI SMK MUHAMMADIYAH 1 BANTUL.

3 12 227

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF MATA PELAJARAN RANGKAIAN LISTRIK UNTUK KELAS X PROGRAM KEAHLIAN TITL SMK MUHAMMADIYAH 3 YOGYAKARTA.

0 0 146

PENINGKATAN KOMPETENSI TEKNIK LISTRIK SISWA KELAS X PAKET KEAHLIAN ELEKTRONIKA INDUSTRI DI SMK MUHAMMADIYAH PRAMBANAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY.

0 0 223

EFEKTIVITAS METODE DISCOVERY LEARNING UNTUK PENINGKATAN KOMPETENSI BELAJAR ANALISIS KARAKTERISTIK KOMPONEN ELEKTRONIKA SISWA KELAS X SMK NEGERI 2 WONOSARI.

0 1 149

EFEKTIVITAS METODE DISCOVERY LEARNING UNTUK PENINGKATAN KOMPETENSI PEMASANGAN INSTALASI TENAGA LISTRIK 3 FASA PADA SISWA KELAS XI PROGRAM KEAHLIAN TEKNIK KETENAGALISTRIKAN SMKN 2 YOGYAKARTA.

0 0 186

EFEKTIVITAS MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X PADA KOMPETENSI DASAR ANALISIS RANGKAIAN KEMAGNETAN DI SMK 1 PUNDON.

0 0 174

EFEKTIVITAS MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X PADA KOMPETENSI DASAR ANALISIS RANGKAIAN KEMAGNETAN DI SMK 1 PUNDONG.

0 0 174