Analisis kadar klorofil a, b dan total klorofil dilakukan di laboratorium RGCI Analisis Enzim Superoxide Dismutase SOD dilakukan di laboratorium Balai

a. RGR = ln W 2 - lnW 1 gghari , dimana : t 2 - t 1 RGR = Laju Tumbuh Relatif, W 2 = bobot kering tanaman pada pengamatan ke-2 W 1 = bobot kering tanaman pada pengamatan ke-1 t 1 , t 2 = waktu pengamatan ke-1 dan ke-2 b. LAR = LW cm 2 g , dimana : LAR = rasio luas daun L = luas daun W = bobot kering tanaman c. NAR = W 2 - W 1 x ln L 2 – ln L 1 gcm 2 hari , dimana : L 2 - L 1 t 2 - t 1 W 2 = bobot kering tanaman pada pengamatan ke-2 W 1 = bobot kering tanaman pada pengamatan ke-1 L 2 , L 1 = Luas daun pada pengamatan ke 1 dan ke-2 t 1 , t 2 = waktu pengamatan ke-1 dan ke-2

2. Analisis kadar klorofil a, b dan total klorofil dilakukan di laboratorium RGCI

Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB dengan menggunakan metode Arnon 1949, dilakukan pada akhir percobaan. Cara kerja dilampirkan pada lampiran 17. Sampel daun yang dianalisis adalah daun yang telah terbentuk sempurna pada posisi daun ke 3-5 dari pucuk dan belum mengalami penuaan.

3. Analisis Enzim Superoxide Dismutase SOD dilakukan di laboratorium Balai

Penelitian Pasca Panen Cimanggu pada akhir percobaan dengan menggunakan metode Knight 1998. Metode analisis terdapat pada lampiran 18. Sampel daun yang dianalisis adalah daun yang terkena langsung cahaya matahari pada posisi daun ke 3-5 dari arah pucuk. Komponen anatomi tanaman : Komponen anatomi tanaman yang akan diamati terdiri dari: jumlah stomata, jumlah trichoma serta ketebalan daun Sass 1951. Pengamatan jumlah stomata dan jumlah trichoma dilakukan di laboratorium Ekofisiologi Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB, sedangkan preparasi dan pengukuran ketebalan daun dilakukan di laboratorium histologi Seameo Biotrop pada akhir percobaan dengan menggunakan mikroskop pembesaran 40x dan 100x. Sampel daun yang digunakan adalah daun yang terkena langsung cahaya matahari pada posisi daun ke 3-5 dari arah pucuk. Jumlah sampel yang digunakan adalah 3 sampel setiap daun sehingga untuk 3 helai daun terdapat 9 sampel untuk setiap perlakuan, sehingga total sampel untuk 3 ulangan adalah 27 sampel. Metode pengukuran dan penghitungan jumlah stomata, trichoma dan ketebalan daun terdapat pada lampiran 19 dan 20. Komponen Bioaktif Tanaman : 1. Uji Fitokimia dilakukan di laboratorium kimia Pusat Studi Biofarmaka IPB pada akhir percobaan dengan menggunakan metode Harborn 1996. Sampel yang digunakan adalah seluruh daun yang telah terbentuk sempurna per tanaman. Jumlah sampel yang dianalisis adalah 2 tanaman dalam 1 perlakuan, kemudian sampel dari 2 tanaman tersebut dikompositkan menjadi 1 sampel. Jumlah sampel untuk 3 ulangan setiap perlakuan adalah 6 sampel, kemudian dikompositkan menjadi 3 sampel. Metode kerja dapat dilihat pada lampiran 21. 2. Analisis kandungan antosianin dilakukan di laboratorium RGCI Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB pada akhir percobaan dengan menggunakan metode Lees dan Francis 1982. Sampel daun yang digunakan adalah daun yang terkena langsung cahaya matahari pada posisi daun ke 3-5 dari arah pucuk. Jumlah sampel yang digunakan adalah 2 tanaman setiap perlakuan dan setiap tanaman diambil 3 daun, kemudian dikompositkan menjadi 1 sampel setiap perlakuan. Dalam 3 ulangan digunakan 6 tanaman dan dikompositkan menjadi 3 sampel. Metode kerja dapat dilihat pada lampiran 22. 3. Analisis kandungan total flavonoid dilakukan di laboratorium kimia Pusat Studi Biofarmaka IPB pada akhir percobaan dengan menggunakan metode Badan POM 2004. Sampel yang digunakan adalah seluruh daun yang telah terbentuk sempurna dan setiap perlakuan digunakan 2 tanaman sampel. Sampel yang dianalisis sebanyak 2 ulangan. Metode kerja dapat dilihat pada lampiran 23. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Tanaman Interaksi antara periode pencahayaan dan sumber bahan tanam meningkatkan pertumbuhan tanaman yang diamati melalui peubah tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, lebar daun, jumlah anakan dan jumlah cabang umur 16 MST. Periode pencahayaan yang berbeda menghasilkan pertumbuhan tanaman yang berbeda antara bahan tanam in vitro dan setek pucuk. Rata-rata pertumbuhan bahan tanam in vitro pada berbagai periode pencahayaan lebih baik dibanding bahan tanam setek pucuk Gambar 24. Gambar 24. Perbedaan pertumbuhan tanaman antara bahan tanam in vitro dan setek pucuk. TT = tinggi tanaman cm, JD = jumlah daun, IKD = indeks kehijauan daun, PD = panjang daun cm, LD = lebar daun cm, JA = jumlah anakan, JC = jumlah cabang. 19 98.4

1.7 13.1