Gambar 12. Lokasi Penelitian di Sulawesi Selatan bagian Selatan
Pemilihan lokasi ini juga berdasarkan pertimbangan bahwa sumberdaya ikan di kawasan ini memiliki karakteristik khas yang merupakan bagian dari WPP Selat
Makassar dan Laut Flores yang saat ini mengalami gejala overfishing. Secara umum usaha penangkapan ikan di perairan Sulawesi Selatan bagian Selatan dilakukan oleh
nelayan tradisional, juga ada keinginan Pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan tradisional di kawasan perairan ini.
3.2 Ruang Lingkup Penelitian
Lingkup penelitian adalah sebagai berikut : 1 Aplikasi model pengelolaan perikanan di wilayah padat tangkap;
2 Melakukan simulasi model pengelolaan perikanan di wilayah padat tangkap berdasarkan beberapa skenario perubahan input;
3 Merumuskan kebijakan pengelolaan perikanan di wilayah padat tangkap; 4 Merumuskan prioritas kebijakan perikanan di wilayah Sulawesi Selatan
bagian Selatan. Tahapan kegiatan penelitian meliputi pembuatan dan penyempurnaan proposal,
pembuatan kuesioner, organisasi pembiayaan, pengumpulan data, pengolahan data, penulisan draft laporan, seminar, dan penulisan laporan akhir. Selain pengumpulan
data di lapangan, seluruh kegiatannya akan dilakukan di Bogor. Komoditas yang dianalisis adalah komoditas perikanan dalam arti luas, yang
bisa saja terdiri ikan ekonomis dan non-ekonomis. Per jenis ikan, komoditasnya bisa saja terdiri ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, udang, dan komoditas lainnya.
Komoditas yang selama ini dominan adalah pelagis kecil serta pelagis besar.
3.3 Kerangka Metodologi Kerangka metodologi sebagaimana diuraikan pada Gambar 13 yang
meliputi analisis pemodelan dinamikan perikanan SUR serta analisis prioritas kebijakan pembangunan perikanan di wilayah padat tangkap.
ASPEK SOSI AL EKONOMI
ANALI SI S DI NAMI KA PERI KANAN
DENGAN S UR
ASPEK MANAJEMEN
ASPEK BI OLOGI
SUMBERDAYA I KAN
ANALI SI S S W OT
DAN AHP
REKOMENDASI ALAT : - DI KURANGI
- T ET AP - DI T AMBAH
REKOMENDASI PRI ORI T AS
KEBI JAKAN PENGELOLAAN
PELUANG OPPORT UNI T
KELEMAHAN WEAKNESS
KEKUAT AN ST RENGT H
ALT ERNAT I F KEBI JAKAN PENGELOLAAN PERI KANAN
OPI NI PAKAR
MODEL ANCAMAN
T HREAT
Gambar 13. Kerangka Metodologi
3.4 Metode Analisis 3.4.1 Analisis SUR
Pengelolaan perikanan termasuk dinamika upaya penangkapan berlangsung tidak secara parsial yang menyangkut salah satu jenis alat tangkap tetapi seluruh alat
tangkap. Karena kegiatan penangkapan dilakukan di kawasan perairan yang sama maka bila terjadi perubahan jumlah suatu alat tangkap tertentu, yang terjadi adalah
perubahan pada seluruh konstelasi perikanan. Dengan dasar ini maka model analisis data yang digunakan adalah model SUR Seemingly Unrelated Regression dimana
seolah-olah alat tangkap yang beroperasi di perairan yang sama tidak berhubungan atau berinteraksi namun sesungguhnya mereka saling berinteraksi. Alasan bahwa alat
tangkap yang digunakan saling berinteraksi adalah : 1 menangkap sumberdaya ikan yang sama; 2 berlokasi di perairan yang sama; dan 3 sifat ekstrabilitas dan
indivisibilitas sumberdaya ikan. Oleh karena itu asumsi yang digunakan dalam
model ini adalah : 1 investasi adalah tetap yang berarti tidak ada penambahan atau pengurangan investasi misalnya kapal, alat tangkap, dan lain-lain dalam suatu
kawasan perairan yang dilakukan simulasi model, dan 2 kondisi awal perairan sudah mengalami overfishing.
Model yang digunakan adalah model SUR yang dimodifikasi dari Tai and Heaps 1996 sebagai berikut:
dE
jt
d
t
= ¿
j
. [ ï
jt
E
jt
-
ã
j
] 1
dimana : j = alat tangkap ke-j yaitu :
1 = payang jala lompo 2 = pukat pantai panambe
3 = pukat cincin gae 4 = jaring insang hanyut puka’
5 = jaring lingkar rengge 6 = jaring klitik p. doang
7 = jaring insang tetap lanra 8 = bagan perahu bagan lopi
9 = bagan tancap bagan menteng 10 = rawai tetap rawe
11 = pancing tonda 12 = sero
13 = bubu pakkaja Keterangan : identifikasi unit penangkapan perahu dan alat tangkap
mengacu kepada buku panduan Balai Pengembangan Penangkapan Ikan BPPI Tahun 2000 dan Tahun 2003.
t = indeks tahun, 1979 – 2003 E = alat tangkap yang telah distandarisasi, dengan jaring lingkar sebagai alat
standar
dE
jt
d
t
= perubahan jumlah alat j setiap tahun
¿
j
= parameter respons yang menunjukkan besar pengaruh kebijakan tertentu terhadap keuntungan, yang pada akhirnya mempengaruhi dinamika
perubahan jumlah alat tangkap
ï
jt
E
jt
= keuntungan sosial yang dihitung berdasarkan skenario kebijakan.
Dalam penelitian ini, skenario kebijakan adalah : 1 kenaikan BBM solar menjadi Rp 4.300; Rp 6.000; dan Rp 6.300,-
2 kenaikan harga ikan 20 dan 30 3 biaya bunga 14 dan 16
4 kenaikan upah bagi hasil nelayan 10
ã
j
= biaya pendapatan oportunitas yang merupakan variabel yang diduga dari dalam model endogenous variable. Biaya oportunitas adalah alternatif
terbaik yang dikorbankan atau harus dipertimbangkan oleh setiap pengguna alat tangkap dengan adanya skenario kebijakan yang diambil.
Dengan melakukan ekspansi persamaan 1 maka :
dE
jt
d
t
= ¿
j
.
ï
jt
E
jt
- ¿
j
ã
j
2
Format persamaan 2 ini yang diestimasi dengan pendekatan SUR, terdiri dari 13 persamaan untuk masing-masing skenario kebijakan. Karena itu dengan
adanya 8 skenario kebijakan maka persamaan yang diestimasi sebanyak 104 persamaan.
Dari persamaan 1, dapat dihitung bahwa :
♣
Bila
ï
j
ã
j
maka
d E
t
positif
♣
Bila
ï
j
ã
j
maka
d E
t
negatif
♣
Bila
ï
j
=
ã
j
maka
d E
t
= 0
stabil Estimasi pendapatan per alat tangkap adalah sebagai berikut :
Ï
j t
= •
i
P
i t
.H
i j t
+ BC
j t
– c
j
– Y
j t
– FC
j t
3
dimana :
P
i t
= harga ikan i di tingkat nelayan padat tahun t
BC
j t
= penerimaan hasil tangkap sampingan pada tahun t
H
i j t
= hasil tangkapan jenis ikan i oleh alat j pada tahun t