Pengelolaan Perikanan Model pengelolaan perikanan di wilayah padat tangkap : kasus perairan laut Suawesi Selatan Bagian Selatan

9 menjamin kelestarian sumberdaya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan tata ruang. Menurut Cochrane 2002, tujuan goal umum dalam pengelolaan perikanan meliputi 4 empat aspek yaitu biologi, ekologi, ekonomi, dan sosial. Tujuan sosial meliputi tujuan-tujuan politis dan budaya. Contoh masing-masing tujuan tersebut yaitu : 1 Untuk menjaga sumberdaya ikan pada kondisi atau diatas tingkat yang diperlukan bagi keberlanjutan produktivitas tujuan biologi; 2 Untuk meminimalkan dampak penangkapan ikan bagi lingkungan fisik serta sumberdaya non-target by-catch, serta sumberdaya lainnya yang terkait tujuan ekologi; 3 Untuk memaksimalkan pendapatan nelayan tujuan ekonomi; 4 Untuk memaksimalkan peluang kerjamata pencaharian nelayan atau masyarakat yang terlibat tujuan sosial. Menurut Murdiyanto 2004 beberapa tujuan umum pengelolaan sumberdaya ikan yaitu : 1 Mempertahankan kelestarian sumber daya ikan dan kelanjutan kegiatan produksi ikan melalui pemanfaatan sumber daya perikanan sebagai mata pencaharian masyarakat bersangkutan. Tanpa sumber daya ikan maka tidak diperlukan adanya pengelolaan, karena tersedianya sumber daya ikan merupakan alasan utama suatu negara untuk membangun perikanannya resource based development. 2 Meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial nelayan. 3 Memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri terhadap sumber makanan dari sektor perikanan laut. Dalam praktek pelaksanaan pengelolaan, pihak pengelola harus dapat menentukan pilihan terbaik mengenai : tingkat perkembangan perikanan; tingkat pemanfaatan yang diijinkan, ukuran ikan yang boleh ditangkap; lokasi penangkapan yang dapat dimanfaatkan; dan pengaturan alokasi keuangan untuk menyusun aturan atau regulasi pengelolaan, penegakan hukum law enforcement, pengembangan produksi, dan sebagainya. Secara lebih spesifik, tujuan pengelolaan dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu yang berorientasi pada: i aspek biologi; ii aspek ekonomi; iii aspek rekreasi; dan iv aspek sosial. Dari alternatif tujuan yang ada mungkin saja beberapa jenis perikanan hanya menekankan pada satu atau dua macam tujuan saja, akan tetapi umumnya perlu mengusahakan terciptanya baku timbang antara berbagai aspek tujuan tersebut. Tujuan pengelolaan ini seyogyanya disusun dan disepakati bersama oleh pengelola dan komponen masyarakat yang berkaitan dan berkepentingan. Tindakan yang diperlukan meliputi : mengembangkan dan melaksanakan rencana pengelolaan untuk semua stok ikan yang dikelola, menjamin terpeliharanya stok ikan dan ekosistem sumber dayanya, mengumpulkan dan menganalisis data biologi dan perikanan yang diperlukan untuk pengelolaan, memonitor, mengawasi dan melakukan penegakan hukum sehingga peraturan dapat berjalan secara efektif dan mengupayakan agar nelayan dapat menerima dan mematuhi peraturan yang dikeluarkan.

2.5.3 Pentingnya pengelolaan sumberdaya ikan

Sumber daya ikan sering dianggap sebagai milik bersama dan boleh dimanfaatkan oleh siapa saja. Yang lebih dulu datang dan mengambil hasilnya maka mereka yang berhak memperoleh keuntungannya. Anggapan yang demikian itu akan menyebabkan dorongan terjadinya pemanfaatan yang salah seperti terjadinya penangkapan yang berlebihan atau penggunaan alat penangkapan yang merusak atau tidak ramah lingkungan. Hal demikian telah umum terjadi terutama bila keadaan ekonomi dirasakan semakin berat sehingga pemenuhan kebutuhan hidup dari alam juga semakin besar jumlahnya. Bila keadaan ini berlangsung terus menerus dalam jangka panjang, tekanan terhadap sumber daya ikan semakin besar maka akan mengakibatkan bukan hanya berkurangnya jumlah ikan atau biota lain yang ditangkap akan tetapi akan menyebabkan kerusakan ekosistem sumber daya laut secara keseluruhan dan akan sukar untuk memulihkan seperti keadaan semula. Oleh karenanya sangat penting untuk melakukan pengaturan dalam memanfaatkan sumber daya ikan tersebut. Pengaturan perlu dilakukan agar terjadi keseimbangan antara kegiatan pengambilan kekayaan laut dan kapasitas kandungan kekayaan atau potensi hasil laut yang ada. Masyarakat perikanan internasional telah sama-sama mempunyai anggapan bahwa sangat penting untuk mempertahankan keberadaan dan kelangsungan sumber daya ikan. Hal ini terlihat dari ketegasan yang dikeluarkan FAO tentang kewajiban setiap negara yang mempunyai wilayah laut untuk mengelola sumber daya perikanannya. Negara dan pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan perikanan harus mengadopsi pendekatan untuk mewujudkan konservasi sumber daya dan lingkungan dalam jangka panjang dan pemanfaatan sumber daya ikan yang berkelanjutan melalui kebijakan yang tepat, peraturan perundang-undangan dan kerangka kerja institusional berdasarkan pada kenyataan dan bukti ilmiah yang tersedia. Dalam kerangka pemanfaatan sumberdaya ikan yang berkelanjutan serta pemenuhan atas bukti-bukti ilmiah untuk penyusunan kebijakan maka perlu dilaksanakan penelitian- penelitian di bidang perikanan. Sebagai contoh adalah penelitian tentang perubahan efisiensi penangkapan pada perikanan cakalang dengan menggunakan pole and line di Papua oleh Rawlinson et al. 1998 kiranya dapat menjadi acuan bagi kebijakan bagi pemanfaatan perikanan cakalang di Indonesia.

2.5.4. Overfishing

Istilah overfishing berasal dari kata over yang berarti lebihberlebih, dan fishing yang berarti penangkapan ikan. Overfishing merupakan suatu istilah atau status yang diberikan kepada suatu wilayahkawasan perairan yang sumberdaya ikan nya mengalami tangkap lebih atau lebih pungut. Tangkap lebih yang dimaksud adalah jika tingkat penangkapan ikan telah melampaui tingkat potensi lestari sumberdaya ikan tersebut. Beberapa bentuk overfishing antara lain : 1 Overfishing pertumbuhan growth overfishing, karena ikan-ikan ditangkap sebelum mengalami masa pertumbuhan. Overfishing jenis ini merupakan masalah yang sering dijumpai di Asia Tenggara. Hal ini disebabkan penggunaan jaring dengan ukuran mesh-size yang kecil di perairan pantai. 2 Overfishing rekrutmen recruitment overfishing, yang diakibatkan oleh kurangnya jumlah ikan-ikan muda juvenil yang masuk ke fishing ground. Overfishing ini biasanya dapat menyebabkan : pengurangan stok ikan memijah spawning stock, dan degradasi lingkungan pesisir akibat pengambilan ikan-ikan juvenil di perairan pesisir. 3 Overfishing biologi biological overfishing, yaitu kombinasi overfishing pertumbuhan dan overfishing rekrutmen, yang terjadi ketika tingkat pemanfaatan fishing effort yang telah ditetapkan mengakibatkan penurunan hasil tangkapan secara keseluruhan, atau fishing effort melampaui MSY maximum sustainable yield. 4 Overfishing ekonomi economic overfishing, yaitu penangkapan saat tingkat effort lebih besar daripada economic rent sumberdaya ikan. Tingkat optimum effort yang menghasilkan hasil tangkap maksimum secara ekonomi maximum economic yield , MEY adalah lebih rendah daripada effort pada saat MSY. 5 Overfishing ekosistem ecosystem overfishing, konsep overfishing jenis ini diperkenalkan untuk menjelaskan karakteristik proses yang terjadi di Teluk Thailand dan kawasan lain di Asia Tenggara, dimana saat itu penggunaan trawl untuk ikan demersal sangat intensif sampai merubah keseimbangan spesies yang ada di fishing grounds, meskipun beberapa spesies ada yang meningkat jumlahnya non-target species tetapi gagal menggantikan spesies lain yang musnah atau berkurang. 6 Overfishing Malthusian malthusian overfishing, digambarkan terjadi jika perikanan atau nelayan skala kecil pendatang baru new entrees, yang bisanya tidak memiliki alternatif mata pencaharian, memasuki perairan dan menghadapi hasil tangkapan yang berkurang, menyebabkan pengrusakan sumberdaya secara keseluruhan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya basic needs. Menurut Kamaluddin 2002, penyebab overfishing antara lain karena kegiatan produksi selalu mengelompok pada wilayah yang mudah diakses oleh nelayan, baik nelayan yang memiliki peralatan tangkap modern maupun nelayan tradisional. Indikator suatu wilayah perairan telah mengalami overfishing seperti yang dikutip dari Nikijuluw 2002 antara lain : 1 menurunnya produksi dan produktivitas penangkapan secara nyata; 2 ukuran ikan yang menjadi target penangkapan semakin kecil; 3 hilang atau musnahnya spesies ikan yang menjadi target penangkapan; 4 munculnya spesies ikan non-target dalam jumlah banyak. Gejala overfishing juga ditunjukkan dengan produksi yang tidak stabil sehingga grafik penangkapan dalam satuan waktu berbentuk fluktuasi atau tak menentu erratic. Studi literatur dari Smith 1987 serta Nikijuluw 2002 antara lain menyebutkan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menangani overfishing yaitu : 1 Pemberlakuan kuota; Melalui pemberlakuan kuota maka jumlah ikan yang diperbolehkan untuk ditangkap menjadi dibatasi. Pada prinsipnya pemberlakuan ketentuan TAC total allowable catch atau JTB jumlah tangkap diperbolehkan merupakan pemberlakuan kuota. Penentuan besarnya kuota tangkapan sangat penting agar sumberdaya ikan dapat dimanfaatkan optimal, tidak under-exploited ataupun over-exploited. Penentuan jumlah kuota penangkapan harus memperhatikan potensi lestari dari sumberdaya ikan. 2 Penutupan area penangkapan closed-area; Wilayah perairan dapat ditutup sementara dari kegiatan penangkapan selama kondisi perairan menunjukkan overfishing atau terindikasi overfishing. Penutupan ini bertujuan untuk memulihkan kembali stok sumberdaya ikan. “Closed-area” sangat efektif untuk jenis sumberdaya ikan yang tidak banyak melakukan ruaya atau terlokalisir dalam satu wilayah perairan. 3 Penutupan area berdasarkan musim closed season; “Closed season” dilakukan dengan mempertimbangkan siklus sumberdaya dimana pada saat-saat atau musim tertentu ikan tidak boleh ditangkap. Saat- saat ikan tidak boleh ditangkap umumnya adalah tahap yang kritis dalam siklus pertumbuhan ikan, misalnya saat memijah atau saat ikan berukuran juvenil. Baik “closed-area” maupun “closed-season” sudah dikenal dan digunakan oleh masyarakat tradisional, diantaranya dikenal dengan nama sasi dan awig-awig. 4 pembentukan fishing beltzonasi; Fishing belt atau zonasi akan membatasi akses penangkapan hanya kepada wilayah atau jalur tertentu yang diperbolehkan. Oleh karena itu dikenal penetapan zona-zona seperti : zona inti, zona penyangga, atau zona penangkapan. 5 pelarangan alat tangkap secara total gear band; Pelarangan alat tangkap pernah terjadi di Indonesia untuk alat tangkap trawl melalui Kepres No. 39 Tahun 1980 untuk melindungi sumberdaya udang dan beberapa jenis ikan lain yang menjadi terancam akibat penggunaan trawl yang tidak selektif. 6 pengaturan mata jaring mesh-size. Pengaturan secara teknis dilakukan dengan cara mengatur ukuran mata jaring mesh size pada alat tangkap jaring net sampai pada ukuran yang aman bagi keberlanjutan sumberdaya ikan.

2.6 Pemodelan dan Sistem

2.6.1 Analisis sistem Analisis sistem adalah studi mengenai sistem atau organisasi dengan

menggunakan asas-asas metode ilmiah, sehingga dapat dibentuk konsepsi dan model yang dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan untuk mengadakan perubahan-perubahan struktur dan metode serta menentukan kebijakan, strategi, dan teknik. Manetsch and Park 1976 membatasi sistem sebagai seperangkat elemen yang saling berkaitan, yang dirancang dan diorganisir untuk mencapai satu atau beberapa tujuan. Sistem dapat merupakan suatu proses yang sangat rumit yang ditandai oleh sejumlah lintasan sebab akibat. Gasperz 1992 mengemukakan, sistem adalah sekumpulan elemen-elemen yang saling berhubungan melalui berbagai bentuk interaksi dan bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang berguna. Berdasarkan definisi sistem tersebut, dapat dirumuskan ciri-ciri atau karakteristik sistem sebagai berikut : 1 terdiri dari elemen-elemen yang membentuk satu kesatuan sistem; 2 adanya tujuan dan saling ketergantungan; 3 adanya interaksi antar elemen; 4 mengandung mekanisme, kadang-kadang disebut juga dengan transformasi; 5 adanya lingkungan yang mengakibatkan dinamika sistem. Dari karakteristik sistem, maka keberadaan sistem harus dilandasi prinsip- prinsip adanya elemen-elemen, adanya kesatuan, adanya hubungan fungsional, adanya tujuan yang berguna, serta memiliki lingkungan. Ketiadaan salah satu karakteristik sistem seperti yang dikemukakan, maka pernyataan itu tidak dapat dikatakan sebagai sistem Gasperz , 1992. Simulasi merupakan salah satu kegiatan dalam analisis sistem yang secara garis besarnya meliputi tiga kegiatan, yaitu 1 merumuskan model yang menggambarkan sistem dan proses yang terjadi didalamnya 2 melakukan eksperimen, dan 3 menggunakan model dan data untuk memecahkan masalah.

2.6.2 Pendekatan sistem

Setiap aspek dalam pengeloaan sumberdaya perikanan dipengaruhi oleh banyak faktor dan permasalahan yang satu sama lain saling mempengaruhi. Mengingat kompleksnya masalah yang dihadapi dalam penelitian ini, maka untuk melakukan analisis digunakan pendekatan sistem system approach. Pendekatan sistem adalah suatu metodologi pemecahan persoalan yang dimulai dengan 1 analisis kebutuhan, 2 identifikasi masalah 3 formulasi permasalahan, 4 pembentukan alternatif sistem, 5 determinasi dari realisasi fisik, sosial, dan politik, dan 6 penentuan kelayakan ekonomi dan keuangan. Langkah ke- 1 sampai ke-6 dilakukan dalam satu kesatuan kerja yang dikenal dengan analisis sistem Eriyatno, 1998. Sistem adalah kumpulan dari komponen-komponen atau elemen-elemen yang saling terkait dan terorganisir untuk mencapai tujuan. Dalam pendekatan sistem terdapat dua sifat yang sangat berperan yaitu : a menentukan semua faktor yang penting untuk pemecahan masalah yang baik, dan b menggunakan model kuantitatif yang cocok untuk membantu membuat keputusan yang rasional pada beberapa tingkat keputusan Manetsch and Park, 1976. Tahapan kerja pendekatan sistem dapat dilihat pada Gambar 7.