Identifikasi Fungi Pada Getah Kemenyan Toba (Styrax Sumatrana J.J. SM)

(1)

IDENTIFIKASI FUNGI PADA GETAH KEMENYAN TOBA (Styrax sumatrana J.J. SM)

NURMAISAROH

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2 0 1 2


(2)

IDENTIFIKASI FUNGI PADA GETAH KEMENYAN TOBA (Styrax sumatrana J.J. SM)

SKRIPSI

NURMAISAROH

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2 0 1 2


(3)

IDENTIFIKASI FUNGI PADA GETAH KEMENYAN TOBA (Styrax sumatrana J.J. SM)

SKRIPSI

Oleh : Nurmaisaroh 081202020 / Kehutanan

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2 0 1 2


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Identifikasi Fungi Pada Getah Kemenyan Toba (Styrax sumatrana J. J. SM)

Nama : Nurmaisaroh

NIM : 081202020

Program Studi : Kehutanan

Disetujui oleh, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yunasfi M.Si

Ketua Anggota

Ridwanti Batubara S.Hut, M.P

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kehutanan Siti Latifah S.Hut, M.Si, Ph.D


(5)

ABSTRAK

NURMAISAROH, 2012. Identifikasi Fungi Pada Getah Kemenyan Toba

(Styrax sumatrana J. J. SM). dibimbing oleh YUNASFI dan RIDWANTI BATUBARA.

Saluran getah pada kemenyan akan terbentuk ketika terjadi perlukaan baik secara mekanis maupun terserang hama. Keberadaan fungi pada getah disebabkan karena terbawa angin, air hujan maupun terbawa oleh serangga yang menjadi hama pada pohon kemenyan. Kondisi tempat tumbuh kemenyan yang lembab juga mendukung keberadaan fungi pada getah kemenyan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis fungi yang terdapat pada getah kemenyan toba (Styrax sumatrana J. J. SM). Penelitian ini dilakukan di hutan kemenyan Desa Huta Gurgur, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Sampel diambil dari getah kemenyan toba yang berasal dari perlakuan penyadapan dan tanpa perlakuan penyadapan (terserang hama). Fungi diisolasi dan diidentifikasi di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, yang dimulai dari bulan Januari sampai dengan Juni 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada getah kemenyan toba (Styrax sumatrana J. J. SM) terdapat enam jenis fungi yang terdiri dari Ceratocystis sp., Phialophora sp., Trichoderma sp., Rhizopus sp., Geotrichum sp., dan Aspergillus sp.

Kata kunci: Fungi, Getah kemenyan toba (Styrax sumatrana J. J. SM), dengan penyadapan dan tanpa penyadapan


(6)

ABSTRACT

NURMAISAROH, 2012. Identification of fungal at toba gum benzoin (Styrax sumatrana J. J. SM). Under academic supervision by YUNASFI and RIDWANTI BATUBARA.

Resin canal of toba benzoin would form when the injury occurred either mechanically or attacked by pests. The presence of fungi in the gum caused by wind, rain or carried by insects that become pests at toba benzoin. Where growing conditions are moist incense also supports the presence of fungi in the gum of toba benzoin. The purpose of this research to find out the types of fungi at toba gum benzoin (Styrax sumatrana J. J. SM). This research was conducted in toba benzoin forests of Huta Gurgur Village, subdistrict of Dolok Sanggul, district of Humbang Hasundutan, North Sumatera. Samples taken from the gum of the toba benzoin comes from tapping treatment and wiretapping without treatment (pests). Fungi isolated and identified in the Microbiology Laboratory of the Department of Biology Faculty of Mathematics and Natural Sciences, University of North Sumatra, which starts from January to June 2012. Research results showed that in the toba gum benzoin (Styrax sumatrana JJ SM) there are six types of fungi are composed of Ceratocystis sp., Phialophora sp., Trichoderma sp., Rhizopus sp., Geotrichum sp., And Aspergillus sp

Key words: Fungi, toba gum benzoin (Styrax sumatrana J. J. SM), with and without a wiretap intercepts


(7)

RIWAYAT HIDUP

Nurmaisaroh dilahirkan di Pematangsiantar pada tanggal 08 November 1990. Anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Supardi Sarwi dan Ibu Suryati.

Tahun 2002 penulis lulus dari SD Negeri 124387 Pematangsiantar, tahun 2005 lulus dari SMP Swasta YP. Teladan Pematangsiantar, dan tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Pematangsiantar. Pada Tahun 2008 tersebut, penulis lulus seleksi melanjutkan perkuliahan di Universitas Sumatera Utara melalui jalur UMB (Ujian Masuk Bersama) dan memilih jurusan Budidaya Hutan Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian

Selain mengikuti perkuliahan, pada tahun 2010 penulis mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di hutan dataran tinggi Gunung Sinabung dan Taman Wisata Alam Deleng Lancuk Kabupaten Karo Sumatera Utara. Penulis juga melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di HTI PT. Riau Andalan Pulp And Paper Divisi Riau Fiber Sektor Pelalawan, Riau selama 45 hari.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT , karena rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Identifikasi Fungi Pada Getah Kemenyan Toba (Styrax sumaterana J. J. SM)” ini dengan baik.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada, Bapak Dr. Ir. Yunasfi M.Si. dan Ibu Ridwanti S.Hut., MP. selaku Komisi Pembimbing yang telah banyak mengarahkan dan memberikan saran kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang ikut membantu dalam penyelesaian penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua yang telah banyak membantu baik dari segi moril maupun materil. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat sebagai dasar penelitian-penelitian selanjutnya dan dapat menyumbang bagi kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya bidang kehutanan.

Medan, Juli 2012


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... . i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kemenyan Toba (Styrax sumaterana J. J. SM.) ... 4

Syarat Tumbuh Kemenyan ... 4

Ciri Morfologis Tanaman Kemenyan ... 5

Silvikultur ... 7

Pemanfaatan Getah Kemenyan ... 7

Pemanenan Getah Kemenyan ... 8

Kegunaan Getah Kemenyan... 9

Saluran Getah ... 10

PengenalanFungi ... 11

METODE PENELITIAN ... 16

Tempat dan Waktu ... 16

Alat dan Bahan ... 16

Kriteria Pengambilan Sampel ... 16

Pelaksanaan Penelitian ... 17

Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA) ... 17

Isolasi Fungi ... 18

Identifikasi Fungi ... 18

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis-jenis Fungi ... 21

Deskripsi Fungi ... 22

Pembahasan . ... 26

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 31


(10)

(11)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Jenis-jenis tumbuhan yang tumbuh di sekitar pohon kemenyan toba ... 20 2. Jenis-jenis serangga yang menyerang pohon kemenyan toba ... 20 3. Jenis-jenis fungi berhasil diisolasi dari kemenyan toba (S. Sumatrana)

dengan perlakuan penyadapan ... 21 4. Jenis-jenis fungi berhasil diisolasi dari kemenyan toba (S. Sumatrana)

dengan perlakuan penyadapan ... 21 5. Jenis fungi yang teridentifikasi serta ciri-cirinya ... 25


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peralatan yang digunakan untuk penyadapan getah Kemenyan ... 9

2. Getah kemenyan toba ... 17

3. Peta lokasi pengambilan sampel penelitian... 19

4. Ceratocystis sp ... 22

5. Phialophora sp ... 23

6. Trichoderma sp. ... 24

7. Rhizopus sp ... 25

8. Geotrichum sp. ... 25


(13)

ABSTRAK

NURMAISAROH, 2012. Identifikasi Fungi Pada Getah Kemenyan Toba

(Styrax sumatrana J. J. SM). dibimbing oleh YUNASFI dan RIDWANTI BATUBARA.

Saluran getah pada kemenyan akan terbentuk ketika terjadi perlukaan baik secara mekanis maupun terserang hama. Keberadaan fungi pada getah disebabkan karena terbawa angin, air hujan maupun terbawa oleh serangga yang menjadi hama pada pohon kemenyan. Kondisi tempat tumbuh kemenyan yang lembab juga mendukung keberadaan fungi pada getah kemenyan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis fungi yang terdapat pada getah kemenyan toba (Styrax sumatrana J. J. SM). Penelitian ini dilakukan di hutan kemenyan Desa Huta Gurgur, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Sampel diambil dari getah kemenyan toba yang berasal dari perlakuan penyadapan dan tanpa perlakuan penyadapan (terserang hama). Fungi diisolasi dan diidentifikasi di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, yang dimulai dari bulan Januari sampai dengan Juni 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada getah kemenyan toba (Styrax sumatrana J. J. SM) terdapat enam jenis fungi yang terdiri dari Ceratocystis sp., Phialophora sp., Trichoderma sp., Rhizopus sp., Geotrichum sp., dan Aspergillus sp.

Kata kunci: Fungi, Getah kemenyan toba (Styrax sumatrana J. J. SM), dengan penyadapan dan tanpa penyadapan


(14)

ABSTRACT

NURMAISAROH, 2012. Identification of fungal at toba gum benzoin (Styrax sumatrana J. J. SM). Under academic supervision by YUNASFI and RIDWANTI BATUBARA.

Resin canal of toba benzoin would form when the injury occurred either mechanically or attacked by pests. The presence of fungi in the gum caused by wind, rain or carried by insects that become pests at toba benzoin. Where growing conditions are moist incense also supports the presence of fungi in the gum of toba benzoin. The purpose of this research to find out the types of fungi at toba gum benzoin (Styrax sumatrana J. J. SM). This research was conducted in toba benzoin forests of Huta Gurgur Village, subdistrict of Dolok Sanggul, district of Humbang Hasundutan, North Sumatera. Samples taken from the gum of the toba benzoin comes from tapping treatment and wiretapping without treatment (pests). Fungi isolated and identified in the Microbiology Laboratory of the Department of Biology Faculty of Mathematics and Natural Sciences, University of North Sumatra, which starts from January to June 2012. Research results showed that in the toba gum benzoin (Styrax sumatrana JJ SM) there are six types of fungi are composed of Ceratocystis sp., Phialophora sp., Trichoderma sp., Rhizopus sp., Geotrichum sp., And Aspergillus sp

Key words: Fungi, toba gum benzoin (Styrax sumatrana J. J. SM), with and without a wiretap intercepts


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemenyan merupakan komoditi hasil hutan bukan kayu (HHBK) spesifik Provinsi Sumatera Utara. Penyebaran tanaman kemenyan yang dominan adalah Kabupaten Tapanuli Utara dengan luas sekitar 21.119 ha, selain Kabupaten Dairi 844 ha dan Tapanuli Selatan 830 ha. Dari luasan tersebut dapat diproduksi getah sebesar sekitar 4.460 ton per tahun. Getah kemenyan diperdagangkan untuk kebutuhan beberapa industri sebagai bahan baku, antara lain industri rokok, kosmetik, farmasi dan parfum.

Kemenyan mempunyai beberapa jenis, dua diantaranya telah dikenal dan dikelola oleh masyarakat khususnya petani di Tapanuli Utara. Kedua jenis tersebut adalah Styrax sumatrana J.J.SM atau dikenal dengan sebutan kemenyan ‘toba’ dan Styrax benzoin DRYAND atau kemenyan ‘durame’. Selain itu dikenal pula jenis kemenyan alam yang kurang dikelola yaitu disebut dengan kemenyan ‘bulu’ (Styrax paralleloneurum PERK). Jenis lainnya yaitu Styrax tonkinensis PIERRE tumbuh di hutan pegunungan Laos.

Getah kemenyan merupakan komoditi cukup penting dan perlu mendapat perhatian lebih besar karena merupakan komoditi khas Sumatera Utara dan telah memberikan konstribusi ekonomis bagi masyarakat khususnya petani di Kabupaten Tapanuli Utara. Selama ini getah kemenyan belum dikelola secara optimal. Menurut Sasmuko (1999), produksi getah kemenyan cenderung menurun dan produktivitasnya rendah. Hal ini disebabkan pengelolaannya masih dilakukan secara tradisional.


(16)

Menurut Bangun (2009) saluran getah pada kemenyan akan terbentuk ketika terjadi perlukaan baik secara mekanis maupun terserang hama. Proses perlukaan (penyadapan) menyebabkan getah kemenyan mengalir dari saluran getah dan berkumpul di daerah luka dibalik kulit yang dilukai. Sedangkan pada pohon yang diserang hama getah kemenyan hanya terlihat di dalam saluran getah. Jayusman dkk. (1999) mengatakan hama yang sering menyerang tanaman kemenyan adalah ulat penggerek batang (Udi-Batak). Ulat menyerang batang muda dengan gejala kulit kemenyan terdapat lubang hasil gerekan kayu. Hama berkembang biak pada lubang gerekan tersebut.

Tumbuhan yang terluka biasanya rentan terhadap keberadaan fungi. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi fungi pada getah kemenyan yang terdapat pada getah yang dekat dengan saluran getah maupun yang berada pada kulit luar kemenyan. Di samping itu juga akan dilakukan pengamatan fungi pada getah yang keluar tanpa penyadapan. Fungi tersebut bisa saja terbawa oleh serangga yang menjadi hama pada pohon kemenyan ataupun terbawa angin maupun tetesan air hujan. Dengan adanya informasi tentang fungi ini, diharapkan mampu meningkatkan produksi getah kemenyan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis fungi yang terdapat pada getah kemenyan toba (S. sumatrana J. J. SM) baik yang menguntungkan maupun yang merugikan. Dengan diketahuinya fungi ini diharapkan mampu membantu peningkatan produksi getah kemenyan.


(17)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambahkan informasi tentang jenis-jenis fungi pada getah kemenyan toba (S. sumatrana J. J. SM).


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Kemenyan

Kemenyan toba termasuk dalam genus Styrax adalah jenis pohon yang tumbuh di lereng-lereng bukit dan pada tanah berpasir pada ketinggian 1000 − 5000 mdpl. Kedudukan tanaman kemenyan dalam sistematika adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta SubDivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Ebenales Famili : Styracaceae Genus : Styrax

Spesies : Styrax sumatrana J. J. SM

Syarat Tumbuh Kemenyan

Di Sumatera Utara jenis tanaman ini umumnya tumbuh secara alami dengan jenis yang dimanfaatkan antara lain Haminjon toba (S. sumatrana), Hamijon durame (S. benzoin) dan Hamijon bulu (Styrax spp.). Dari ketiga jenis

tersebut jenis yang paling banyak dimanfaatkan adalah Haminjon toba (S. sumatrana) karena menghasilkan getah dengan kualitas yang lebih tinggi dan

kuantitas yang lebih banyak serta memiliki nilai ekonomis yang lebih baik (Jayusman, 1997). Akan tetapi S. sumatrana memerlukan tingkat kesuburan tanah


(19)

yang lebih tinggi dan budidaya yang lebih intensif terutama pemeliharaan terhadap tanaman pesaing (Heyne, 1987).

Tempat tumbuh pohon kemenyan cukup bervariasi yaitu dari dataran rendah sampai dataran tinggi yaitu pada ketinggian tempat 60 − 2100 mdpl. Di Palembang dan di daerah Tapanuli Selatan kemenyan ditemukan menyebar secara luas pada ketinggian 60 − 320 mdpl. Di daerah Tapanuli Utara kemenyan dibudidayakan secara luas dengan produksi getah yang sangat baik terutama pada daerah dengan ketinggian di atas 600 mdpl. Menurut Heyne (1987) pohon kemenyan dijumpai tumbuh secara alami pada tanah-tanah yang berpasir dan tanah lempung, tetapi secara umum kemenyan menghendaki tanah dengan kesuburan yang baik.

Terhadap iklim, pohon kemenyan untuk dapat tumbuh dengan baik membutuhkan tipe iklim basah yaitu tipe hujan A – B menurut klasifikasi Scmidth – Ferguson, 1951 yang memiliki curah hujan berkisar 1916 – 2395 mm/tahun, suhu bulanan 17 – 29o C dan kelembaban rata-rata 85,04 persen (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999).

Ciri Morfologis Kemenyan Pohon

Kemenyan merupakan jenis pohon yang berukuran besar, tingginya dapat mencapai 40 m dengan diameter batang mencapai 100 cm. Batang berbentuk lurus dengan percabangan relatif sedikit dan kulit berwarna merah anggur. Batangnya mengandung resin yang bila dibakar berbau wangi. Daunnya tersusun spiral dan pada permukaan bagian bawah berambut putih. Bunganya berbentuk tandan dan


(20)

berbau wangi, buah berbentuk bulati keras dan kulit tebal berbiji 1-2 atau kadang-kadang lebih (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999).

Daun

Kemenyan berdaun tunggal dan tersusun secara spiral, daun berbentuk oval bulat, bulat memanjang (ellips) dengan dasar daun bulat dan ujung runcing. Panjang daun dapat mencapai 4-15 cm dengan lebar daun 5-7,5 cm, tangkai daun 5-13 cm, helai daun mempunyai nervi 7-13 pasang. Helai daun halus, permukaan bawah agak mengkilap berwarna putih sampai abu-abu. Warna daun jenis toba lebih gelap kecoklatan. Daun kemenyan mengandung saponin, flavonoid dan polifenol. Getah kemenyan mengandung asam sinamat, asam benzoat, esternya (seperti koniferilbenzoat, koniferilsinamat, sinamilsinamat), Triterpenoid

(berupa turunannya yaitu asam siaresinolik dan asam sumaresinolik) (Jayusman, dkk., 1999).

Bunga

Bunga kemenyan berkelamin dua dimana bunganya bertangkai panjang antara 6 − 11 cm, daun mahkota bunga 9 − 12 helai dengan ukuran 2 − 3,5 mm. Kemenyan berbunga secara teratur 1 kali setiap tahun. Waktu berbunga dimulai pada bulan November, Desember dan Januari. Bunga majemuk, berbentuk tandan atau malai pada ujung atau ketiak daun. Buah masak berbentuk bulat sampai agak gepeng, berdiameter 2 − 3,8 cm (Jayusman, dkk., 1999).


(21)

Buah

Buah kemenyan berbentuk bulat gepeng dan lonjong berukuran 2,5-3 cm. Biji kemenyan berukuran 15 − 19 mm, bijinya berwarna coklat keputihan. Biji kemenyan terdapat di dalam daging buah yang cukup tebal dan keras, hal ini dibuktikan buah kemenyan yang masih normal dan buah tidak rusak walaupun sudah beberapa bulan jatuh dari pohonnya. Bentuk buah dan biji kemenyan bervariasi sesuai dengan jenisnya. Biji kemenyan toba berwarna coklat tua dan lebih gelap dibandingkan jenis durame maupun bulu. Bentuk buah dan biji dapat digunakan untuk membedakan jenis kemenyan dibandingkan bagian tanaman kemenyan lainnya (daun, batang dan sebagainya) (Jayusman, dkk., 1999).

Silvikultur Kemenyan

Pengelolaan kebun kemenyan oleh rakyat dilakukan secara tradisional dan belum banyak menerapkan teknik budidaya. Hal ini terlihat dari kondisi mutu tegakan yang rendah dan kurang memuaskan. Keterbatasan tersebut mengakibatkan rendahnya produksi getah serta penghasilan petani kemenyan (Jayusman, dkk, 1999).

Penyiapan bibit kemenyan dapat dilakukan secara vegetatif dan generatif. Penyiapan bibit secara vegetatif dapat dilakukan dengan stump dan cabutan anakan alam, stek pucuk dan kultur jaringan, serta secara generatif dari biji. Bibit kemenyan dengan teknik cabutan alam dan stump memiliki tingkat keberhasilan yang baik yaitu kemenyan toba mencapai 77,33% dengan cabutan dan 69,78% dengan stump. Sedangkan kemenyan durame memiliki tingkat keberhasilan 81.87% dengan cara cabutan dan 72% dengan stump (Jayusman, 1997)


(22)

Pemanfaatan Kemenyan

Getah kemenyan terdiri atas dua jenis yaitu Sumatra Benzoin dan Siam Benzoin. Sumatra Benzoin diperoleh dari S. benzoin Dryand. dan Siam Benzoin diperoleh dari S. tokinensis. Getah kemenyan memiliki banyak manfaat baik penggunaan lokal maupun sebagai komoditi ekspor. Kemenyan berguna untuk upacara ritual, campuran rokok, bahan pengawet, ekspektoran, antiseptik, industri kosmetik dan parfum (Pinyopusarerk, 1994).

Menurut Waluyo (1996) pohon kemenyan berumur 5 tahun telah mampu menghasilkan getah dan terdapat hubungan linear positif antara umur tanaman dengan produksi getah (r = 0,59) sehingga semakin tua usia pohon semakin tinggi produksinya. Akan tetapi belum diketahui secara pasti sampai umur berapa masih menghasilkan getah. Menurut Heyne (1987) tanaman kemenyan mulai menghasilkan getah pada umur 6-7 tahun. Pada umur 8 produksi baik dan sampai umur 30 tahun. Menurut Waluyo (1993) hubungan antara diameter dengan produksi memiliki korelasi yang kecil r = 0,35 (r2

Menurut Sasmuko (2003) pola penyadapan mempengaruhi produksi getah. Hasil penyadapan dengan pola sadap horizontal memiliki produktivitas getah yang lebih tinggi (15,64 g/takik) dibandingkan pola vertikal (11,85 g/takik). Akan tetapi pada tulisannya yang lain. Pola sadap vertikal, horizontal dan huruf V tidak berpengaruh terhadap produksi getah kemenyan dengan produksi rata-rata 15,64 g/takik.

=12,22%) sehingga produksi getah lebih ditentukan oleh sifat fisiologi pohon lainnya.


(23)

Pemanenan Getah Kemenyan

Pemanenan dilakukan setelah 2-3 bulan dengan penampakan fisik pada bongkahan getah di lubang koakan mengering sempurna. Pemanenan dilakukan dengan mengelupas bongkahan pada bahagian kulit batang sehingga membentuk koakan, umumnya diameter luka kering tersebut membentuk lingkaran dengan diameter 5-7 cm. Menurut Sasmuko (1999), berdasarkan hasil penelitian rata-rata produktivitas getah kemenyan perkoakan untuk jenis S. sumatrana (kemenyan toba) berkisar rata-rata 5.48 – 19.86 gr/koakan

Gambar 1. Peralatan Yang Digunakan Untuk Penyadapan Kemenyan, (a) Guris, (b) Agat Panugi, dan (c) Agat Pangaluak

Teknik penyadapan kemenyan yang dipakai oleh masyarakat dalam menyadap getah kemenyan adalah pola penyadapan vertikal, yaitu menakik kulit batang sampai batas kambium selebar 3 cm dan tinggi 4 cm, kemudian dipukul-pukul hingga kulit agak lunak. Banyaknya takik disesuaikan dengan besarnya diameter batang dan tidak sampai mengganggu pertumbuhan pohonnya. Diameter batang minimal yang dapat ditakik adalah 10 cm dengan jumlah takik tidak lebih dari 10 takik.


(24)

Teknik lain yang telah dicoba yaitu pola penyadapan horizontal dan huruf ‘v’. Menurut Sasmuko (1999), pola horizontal menghasilkan getah relatif lebih banyak (15,64 gr/takik) dibandingkan dengan pola vertikal (11,85 gr/takik) dan pola huruf ‘v’ (8,85 gr/takik). Kurang lebih setelah tiga bulan penyadapan, getah kemenyan dipanen kemudian dicuci/dibersihkan dan disortir menurut kulitasnya.

Kegunaan Getah Kemenyan

Penggunaan kemenyan sebagai bahan obat telah diketahui sejak abad ke-14 tetapi di Eropa barulah pada abad ke-16 diketahui. Umumnya pemakaian kemenyan di Indonesia adalah sebagai dupa dan untuk campuran rokok kemenyan; disamping diekspor ke luar negeri. Kegunaan dalam bidang farmasi adalah sebagai ekspektoran pada penyakit bronchitis dan sebagai desinfektan pada luka. Di samping itu digunakan untuk campuran kosmetik. Zat yang dikandung kemenyan adalah asam sinamat, asam benzoate, styrol, styracin, vanillin, coniferil sinamat, coniferil benzoat dan suatu resin yang mengandung benzoresinol dan sumaresinotannol. Kemenyan dari daerah Tapanuli Utara terutama mengandung asam sinamat dimana senyawa ini memberikan bau yang spesifik pada kemenyan (Lubis, dkk., 1984).

Saluran Getah

Istilah saluran getah atau saluran damar sering dikacaukan. Biasanya saluran getah bila terdapat pada kayu daun lebar dan disebut saluran damar bila pada golongan kayu daun jarum. Saluran getah atau saluran damar sering juga disebut sebagai sebagai saluran interseluller (interseluller canal) karena saluran ini merupakan ruang-ruang antar sel epitel yang memanjang sehingga merupakan


(25)

saluran. Berdasarkan proses terbentuknya saluran ini terjadi dengan tiga cara yaitu:

1. Lysigenous, dimana satu atau beberapa sel hancur sehingga menjadi saluran. 2. Schizogenous, disini beberapa sel saling memisahkan diri atau menjauhkan diri

sehingga terbentuk saluran. Sel-sel yang mengelilingi rongga saluran ini membelah-belah diri menjadi sel epitel dan mengeluarkan getah atau ke dalam saluran yang bersangkutan.

3. Schizolysigenous, merupakan modifikasi dari kedua cara di atas yaitu disamping penghancuran juga pemisahan. (Pandit dan Ramdan, 2002).

Pada beberapa jenis kayu, terdapat rongga-rongga antar sel berupa saluran-saluran sempit yang dikelilingi oleh parenkim, serta selaput yang terdiri atas sel-sel epitel, parenkim mengeluarkan zat-zat damar, zat-zat balsam dan lain-lain ke dalam saluran interseluler ini. Ada dua macam saluran interseluler jika dilihat dari arah bentangannya. Saluran interseluler yang membentang searah dengan sumbu batang dinamakan saluran aksial, dan saluran yang membentang searah jari-jari dinamakan saluran radial. Kehadiran interseluler pada suatu jenis kayu mungkin akibat sifat keturunan, atau karena kombinasi faktor keturunan dengan faktor luar. Saluran yang hadir karena faktor keturunan dinamakan saluran normal sedangkan saluran yang timbul oleh faktor luar disebut saluran traumatik (Pandit dan Ramdan, 1997).

Sutrian (1992) menyebutkan anggapan para ahli mengenai fungsi getah pada tumbuhan salah satunya adalah bahwa di dalam saluran getah terkandung zat-zat hormon dan enzim dapat berfungsi sebagai alat untuk menyembuhkan atau menutupi luka-luka bagian atau organ tumbuhan.


(26)

Pengenalan Fungi

Menurut Gandjar, dkk (2006) secara umum pertumbuhan fungi dipengaruhi oleh substrat yang merupakan sumber unsur hara utama bagi fungi , kelembaban dimana fungi dapat hidup pada kisaran kelembaban udara 70 – 90 %., suhu, derajat keasaman substrat (pH) yang umumnya fungi dapat hidup pada pH di bawah 7, dan senyawa-senyawa kimia di lingkungannya.

Semua jenis fungi bersifat heterotrof. Namun, berbeda dengan organisme lainnya, fungi tidak memangsa dan mencernakan makanan. Untuk memperoleh makanan, fungi menyerap zat organik dari lingkungan melalui hifa dan miseliumnya, kemudian menyimpannya dalam bentuk glikogen. Oleh karna fungi merupakan konsumen maka fungi bergantung pada substrat yang menyediakan karbohidrat, protein, vitamin, dan senyawa kimia lainnya. Semua zat tersebut diperoleh dari lingkungannya. Sebagai makhluk heterotrof, fungi dapat bersifat parasit obligat, parasit fakultatif, atau saprofit. Cara hidupnya bebas atau bersimbiosis, tumbuh sebagai saprofit atau parasit tanaman, hewan dan manusia (Sumarsih, 2003)

Sebagian besar spora fungi disebarkan oleh aliran udara yang sabagai partikel inert (tidak memiliki tenaga) hingga mencapai jarak tertentu. Aliran udara akan melepaskan spora dari sporofor atau dapat juga terjadi ketika spora akan dikeluarkan secara paksa atau jatuh pada saat matang, dan tergantung pada turbulensi dan kecepatan aliran udara yang dapat menyebabkan spora terbawa ke atas secara horizontal dan akan menempel pada inang yang baru dan dapat tumbuh dan berkembang jika kondisi inang tersebut mendukung (Agrios, 1996).


(27)

Fenomena yang disebut penggetahan (gummosis) merupakan hasil utama dari metamorfosis organisasi bahan dinding sel ke senyawa terbentuk yang tidak diorganisasikan, misalnya getah atau resin. Getah dihasilkan di dalam kulit kayu, misalnya gom-arab (Gom arabic) dari Acacia senegal dan spesies Akasia yang lain. Pada Citrus, getah dihasilkan oleh sel epitel, tepatnya oleh diktiosom. Penggetahan seringkali disebabkan oleh penyakit, serangga, atau luka secara mekanis dan kerusakan fisiologis pada tumubuhan (Mulyani, 2006).

Pada sebuah penelitian ditemukan bahwa Ceratocystis merupakan fungi penyebab penyakit yang menimbulkan kerusakan pada bidang sadapan pohon karet sehingga pemulihan kulit terganggu. Bekas bidang sadapan menjadi bergelombang sehingga sangat mempersulit penyadapan berikutnya. Ada kalanya bidang sadap rusak sama sekali sehingga tidak mungkin lagi disadap. Pada bidang sadap dekat alur sadap mula-mula terlihat selaput tipis berwarna putih, kemudian berkembang membentuk lapisan seperti beludru berwarna kelabu, sejajar alur sadap, jamur mempunyai benang-benang hifa yang membentuk lapisan bewarna kelabu pada bagian yang terserang. Spora banyak dihasilkan pada bagian yang sakit, dan dapat bertahan hidup dalam keadaan kering. Bila lapisan kelabu ini dikerok akan tampak bintik-bintik bewarna cokelat atau hitam. Serangan ini meluas sampai ke kambium hingga ke bagian kayu. Penularan fungi berlangsung dengan penyebaran spora yang diterbangkan oleh angin dalam jarak jauh. Disamping itu fungi juga dapat ditularkan oleh pisau sadap yang membawa benih penyakit dari bidang sadap yang sakit.


(28)

Mekanisme antagonisme jamur endofit dalam menekan perkembangan patogen sehingga tanaman menjadi tahan karena antibiosis. Petrini (1993) melaporkan bahwa jamur endofit menghasilkan alkaloid dan mikotoksin sehingga memungkinkan digunakan untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit. Menurut Dahlam, Eichenseer dan Siegel (1991), dan Brunner dan Petrini (1992), jamur endofit menghasilkan senyawa aktif biologis secara invitro antara lain alkaloid, paxillin, lolitrems dan tetranone steroid. Selain itu menurut Photita (2003 dalam Lumyong et al., 2004), jamur endofit antagonis mempunyai aktivitas tinggi dalam menghasilkan enzim yang dapat digunakan untuk mengendalikan patogen. Jamur endofit Neotyphodium sp. menghasilkan enzim β-1,6-glucanase yang menyerupai enzim yang sama yang dihasilkan oleh jamur Trichoderma harzianum dan T. virens (Moy et al., 2002).

Trichoderma merupakan salah satu fungi yang dapat menjadi agen biokontrol karena bersifat antagonis bagi fungi lainnya, terutama yang bersifat patogen. Aktivitas antagonis yang dimaksud dapat meliputi persaingan, parasitisme, predasi, atau pembentukan toksin seperti antibiotik. Untuk keperluan bioteknologi, agen biokontrol ini dapat diisolasi dari Trichoderma dan digunakan untuk menangani masalah kerusakan tanaman akibat patogen. Potensi fungi Trichoderma sebagai agensi pengendali hayati tidak terbantahkan lagi. Beberapa penyakit tanaman sudah dapat dikendalikan dengan menggunakan fungi Trichoderma ini. Trichoderma sp. banyak mengandung enzim kitinase yang berpengaruh membunuh patogen. Sehingga fungi ini sangat menguntungkan bagi pengelola lahan bekas pertambangan untuk kembali melestarikannya. Mengacu pada hasil penelitian tersebut, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa


(29)

fungi-fungi yang dapat menyebabkan penyakit pada kemenyan dapat dihambat perkembangannya oleh Trichoderma ini. Sehingga produksi getah kemenyan tidak terhambat (Tjandrawati et al 2003)


(30)

BAHAN DAN METODE PENELITAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di hutan kemenyan Desa Huta Gurgur, Kabupaten Humbang Hasundutan, dan identifikasi fungi dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Matemetika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Penelitian dimulai dari bulan Januari 2012 sampai dengan Mei 2012.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah alat penyadap dan alat panen getah kemenyan, wadah steril, autoclave, labu erlenmeyer, lampu bunsen, cawan petri, gelas ukur, sprayer, corong, gelas beaker, hot plate, jarum inokulasi, pinset, kotak inokulasi, gelas objek, gelas penutup, oven, mikroskop cahaya, spatula, timbangan analitik, timbangan, alumunium foil, kertas tissue, kapas, cutter, plastik wrap, label nama, penggaris, alat tulis, dan kamera digital.

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah getah kemenyan, Media Potato Dextrose Agar (PDA), alkohol 70%, akuades, dan streptomisin. Kriteria Pengambilan Sampel

Sampel getah diambil dari pohon kemenyan toba (S. sumaterana J.J. SM)

yang sudah mulai memproduksi getah, yaitu pada kisaran umur 7 tahun. Sampel getah diambil dari dua perlakuan berbeda, yaitu pada pohon yang disadap/dilukai dan pada pohon yang tanpa disadap.

Pada pohon yang diberikan perlakuan penyadapan, pohon tersebut disadap pada tiga bagian batang untuk masing-masing pohon, yaitu pada bagian pangkal


(31)

batang, pada bagian atas (di bawah percabangan), dan pada bagian tengah batang (di antara bagian pangkal batang dan bagian atas). Sedangkan pada pohon yang tidak diberi perlakuan pelukaan, sampel getah diambil dari bagian saluran getah yang muncul karena adanya serangan hama. Getah yang digunakan sebagai sampel penelitian adalah getah yang dekat dengan saluran keluarnya getah dan getah yang menempel pada kulit kayu luar. Bagian-bagian getah yang dijadikan sampel dapat dilihat pada Gambar 2,

Gambar 2. Getah dekat bagian kulit luar (a) Getah dekat saluran keluarnya getah (b)

Dalam pengambilan sampel yang perlu diperhatikan adalah kesterilan alat panen dan wadah sampel, sampel yang dipanen dibersihkan dari kotoran luar yang menempel pada bongkahan getah, kemudian sampel dimasukkan pada wadah gelas/plastik yang steril kemudian ditutup rapat, dan diletakkan pada wadah kering dan teduh agar tidak terjadi proses lelehan getah oleh kondisi panas dan getah tetap dalam kondisi baik.

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan Potato Dextrosa Agar (PDA)

Kentang yang telah dikupas dan dipotong-potong dengan ukuran ± 1 x 1 x 1 cm sebanyak 200 gram direbus dalam 500 ml air steril sampai cukup empuk. Hal ini dapat diketahui dengan menusuk kentang dengan garpu jika ditusuk terasa


(32)

mudah berarti kentang telah mengeluarkan sarinya. Kemudian 15 gram agar-agar dimasak dengan menggunakan air steril sebanyak 500 ml sampai agar-agar larut, selanjutnya dekstrosa sebanyak 15 gram dimasukkan ke dalamnya. Air ekstrak kentang selanjutnya dituangkan ke dalam larutan agar-agar. Larutan ini kemudian disaring dengan kain katun yang tipis. Larutan ditambah dengan air steril sampai volumenya menjadi 1000 ml.

Setelah didihkan, larutan PDA dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer kemudian ditutup dengan kapas steril dan ditutup lagi dengan menggunakan alumunium foil. Kemudian disterilkan di dalam autoclaf selama lebih kurang 15 menit dengan suhu 121-124°C pada tekanan 1,25 atm. Setelah itu, PDA dikeluarkan dan dibiarkan hingga dingin (10-20°C), kemudian di tuangkan ke dalam cawan petri.

Isolasi Fungi

Getah diambil dari kulit kayu lalu di bersihkan dengan menggunakan air steril, masing-masing dipotong persegi 0,5 x 0,5 x 0,2 cm. Selanjutnya ditanam dalam media PDA dan di biarkan sampai miselium fungi tumbuh pada media biakan tersebut. Lalu diisolasi kembali sampai didapat biakan murni. Diamati perkembangannya selama 7 hari. Diukur pertumbuhannya meliputi diameter dan warna

Identifikasi Fungi

Biakan murni fungi diremajakan pada media PDA, dan diinkubasi selama 14 hari. Fungi yang telah tumbuh pada media, diamati ciri-ciri makroskopisnya, yaitu ciri koloni seperti sifat tumbuh hifa, warna koloni dan diameter koloni.


(33)

Fungi juga ditumbuhkan pada kaca objek dengan cara membuat potongan agar yang telah ditumbuhi fungi diletakkan pada kaca objek, dan ditutupi dengan gelas penutup. Biakan pada kaca objek ini ditempatkan dalam kotak plastik yang telah diberi pelembab berupa kapas basah. Biakan kaca ini dibiarkan selama beberapa hari pada kondisi ruang sampai fungi tumbuh cukup berkembang, kemudian dilakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop untuk pengambilan data mikroskopis. Diamati dan diidentifikasi fungi yang ada pada mikroskop yang menyangkut bentuk, warna hifa, miselia, konidia dan jenis fungi. Kemudian dicocokkan dengan kunci identifikasi fungi Barnett and Hunter (1972).

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Desa Huta Gurgur terletak di kecamatan Dolok Sanggul, kabupaten Humbang Hasundutan. Desa Huta Gurgur terletak pada 02o16’24’’ LU dan 98o40’51’’ BT. Desa Huta Gurgur berada pada ketinggian antara 1.458 – 1.478 meter di atas permukaan laut, dengan kemiringan tanah Datar (0 – 8 %) seluas 750 Ha, landai (8 – 15 %) seluas 150 Ha, curam (15 – 40 %) seluas 50 Ha dan sangat curam (>40%) seluas 50 Ha (Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Humbahas, 2010)


(34)

Menurut data curah hujan dari stasiun curah hujan terdekat Badan Meteorologi dan Geofisika terdekat, Desa Huta Gurgur memiliki tipe iklim dengan curah hujan tahunan antara 1.857 mm, dengan Intensitas hujan maksimum 272 mm, minimum 22 mm (Schmidth & Ferguson).

Tabel 1. Jenis tumbuhan yang tumbuh di sekitar pohon kemenyan toba (S. sumaterana J.J. SM).

Nama lokal Nama latin

Rotan Calamus sp

Anakan kemenyan toba Styrax sumaterana J.J. SM

Tabel 2. Jenis-jenis serangga yang menyerang pohon kemenyan toba (S. sumatrana J. J. SM)

.

Nama serangga Kerusakan yang ditimbulkan

Ulat penggerek batang

Kumbang penggerek daun

Menyebabkan lubang hasil gerekan kayu pada batang

Menyebabkan daun kemenyan gundul dan mengganggu produksi getah

Sumber : Buku Pedoman Teknis Balai Penelitian Kehutanan Pematangsiantar (Vol.2, No : 1, 1999)


(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis-jenis fungi yang terdapat pada getah Kemenyan Toba yang berhasil diisolasi

Hasil penelitian menunjukkan terdapat jenis fungi yang berhasil diisolasi dari getah Kemenyan Toba (Styrax Sumatrana J. J. SM). Jenis-jenis fungi yang berhasil diisolasi dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3. Jenis-jenis fungi berhasil diisolasi dari kemenyan toba (S. Sumatrana J. J. SM) dengan perlakuan penyadapan

No Bagian

Penyadapan

Jenis Fungi Yang ditemukan Pada Sampel Getah Di Kulit Luar Di Dekat saluran Getah

1. 2. 3. Atas Tengah Bawah

Geotrichum sp. Phialophora sp Aspergillus sp. Trichoderma sp.

Geotrichum sp. Trichoderma sp.

Ceratocystis sp.

Rhizopus sp. Trichoderma sp.

Phialophora sp.

Rhizopus sp. Phialophora sp.

Tabel 4. Jenis-jenis fungi berhasil diisolasi dari kemenyan toba (S. Sumatrana J. J. SM) tanpa perlakuan penyadapan (karena serangan hama).

No. Sampel Getah Jenis Fungi Yang ditemukan

1. Di kulit luar Ceratocytis sp.

Rhizopus sp. Aspergillus sp. Geotrichum sp.

2. Di dekat saluran getah Rhizopus sp.

Phialophora sp Trichoderma sp.


(36)

1. Ceratocystis sp.

Ciri-ciri koloni pada media PDA dalam suhu ruang: koloni dengan cepat tumbuh, pada awalnya abu dan berbulu kemudian berkembang menjadi abu-abu kehitaman. Pada umur 2 hari diameter koloni mencapai 2 cm dan pada umur 7 hari diameter koloni mencapai 8 cm dan koloni telah memenuhi ukuran cawan Petri seperti terlihat pada Gambar 4. Ceratocystis sp. termasuk ordo Ascomycetes. Bentuk mikroskopis Ceratocystis sp. dapat dilihat pada Gambar 4 dengan ciri-ciri yaitu konidia hialin, silindris, bersel 1, dengan ukuran diameter 3-6 μm.

Gambar 4. Ceratocystis sp. Koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan foto mikroskopik (B), konidia (a), konidiofor (b)

2. Phialophora sp

Ciri-ciri koloni pada media PDA dalam suhu ruang: koloni tumbuh agak lambat, pada awalnya putih dan berbulu kemudian berkembang menjadi abu-abu kecoklatan. Terutama pada bagian tengahnya. Pada umur 2 hari diameter koloni mencapai 1 cm dan pada umur 14 hari diameter koloni mencapai 8 cm dan koloni telah memenuhi ukuran cawan petri seperti terlihat pada Gambar 5. Bentuk mikroskopis Phialophora sp. dapat dilihat pada Gambar 5 dengan ciri-ciri yaitu Konidia hialin sampai coklat yang berwarna kuning langsat, halus berdinding,

a b


(37)

bulat telur untuk silinder atau allantoid, dan biasanya agregat dalam kepala berlendir pada apeks dari fialid, yang mungkin soliter, atau dalam susunan yang mirip kuas.

Gambar 5 . Koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan foto mikroskopik (B), konidia (a), konidiofor (b)

3. Trichoderma sp

Ciri-ciri koloni pada media PDA dalam suhu ruang: koloni dengan cepat

tumbuh, pada awalnya berwarna putih dan berbulu kemudian berkembang menjadi

hijau kekuningan terutama pada bagian yang menunjukkan adanya konidia. Pada umur 2 hari diameter koloni mencapai 2 cm dan pada umur 10 hari diameter koloni

mencapai 8 cm dan koloni telah memenuhi ukuran cawan Petri seperti terlihat pada

Gambar. Bentuk mikroskopis Trichoderma sp. dapat dilihat pada Gambar 6 dengan ciri-ciri yaitu konidiofor bercabang menyerupai piramida. Hifa berwarna hijau

kekuningan dengan diameter 5 μm – 7,5 μm. Fialid berbentuk botol dengan panjang

11,25 μm – 15 μm dengan warna hijau kekuningan. Konidia berwarna hijau dan

berkumpul di ujung fialid dengan diameter 2,5 μm – 3,75 μm. a

b


(38)

Gambar 6. Trichoderma sp. Koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan foto mikroskopik (B), konidia (a), fialid (b), konidiofor (c)

4. Rhizopus sp

Pada media PDA dalam suhu ruang: koloni di awal pertumbuhan berwarna

putih selanjutnya berubah menjadi abu-abu kecoklatan dengan bertambahnya umur koloni. Pada umur 1 hari diameter koloni 2 cm dan pada umur 4 hari diameter koloni

mencapai 8 cm (2 cm/hari) dan pada umur 5 hari koloni telah memenuhi cawan Petri

dan menunjukan warna seperti yang terlihat pada Gambar 7. Ciri-ciri mikroskopisnya dapat dilihat pada Gambar 7, yaitu rhizoid berwarna hijau kekuningan dan bercabang

banyak. Hifa berwarna hijau bening agak kekuningan dengan diameter 7,5 μ - 12,5

μm, konidia berbentuk semibulat hingga bulat berwarna hijau muda hingga hijau kecoklatan dengan diameter 2,5 μm – 5 μm

a b

c

a

b

A B


(39)

Gambar 7. Rhizopus sp. Koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan foto mikroskopik (B), konidia (a), konidiofor (b)

5. Geotrichumsp

Koloni dengan cepat tumbuh, berwarna putih dan berbulu. Pada umur 1 hari

diameter koloni mencapai 2 cm dan pada umur 5 hari diameter koloni mencapai 8 cm

dan koloni telah memenuhi ukuran cawan petri seperti terlihat pada Gambar. Bentuk mikroskopis Geotrichum sp. dapat dilihat pada Gambar dengan ciri-ciri yaitu konidia seperti tabung dengan ujung-ujung terputus, terbentuk dari segmentasi hifa.

Gambar 8. Geotrichum sp. Koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan foto mikroskopik (B), konidiofor (a), konidia (b)

6. Aspergillus sp

Pada media PDA dalam suhu ruang: koloni mencapai diameter 4-5 dalam 7 hari, dan terdiri dari suatu lapisan basal yang kompak berwarna putih hingga kuning

dan suatu lapisan konidiofor yang lebat yang berwarna coklat tua hingga hitam.

Kepala konidia berwarna hitam, berbentuk bulat, dan cenderung merekah menjadi kolom-kolom pada koloni berumur tua. Fialid terbentuk pada metula, dan berukuran

(7,0-9,5) × (3-4) μm. Metula berwarna hialin hingga coklat, sering kali bersepta, dan berukuran (15-25) × (4,5-6,0) μm. Konidia berbentuk bulat hingga semi bulat, berukuran 3,5-5,0 μm, berwarna coklat, memiliki ornamentasi berupa tonjolan dan duri-duri yang tidak beraturan.

a

b


(40)

Gambar 9. Aspergillus sp. Koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan foto mikroskopik (B), konidia (a), konidiofor (b)

Tabel 5. Jenis-jenis fungi yang teridentifikasi serta ciri-cirinya

Jenis Fungi

Pengamatan makroskopik Pengamatan mikroskopik

Warna koloni Diameter koloni Bentuk/ukuran konidiofor Diameter Hifa Bentuk Fialid Diameter Konidia

Ceratocystis sp. Abu-abu

kehitaman

8 cm 3-6 μm - 3-6 μm

Phialophora sp. Cokelat

keabuan di tengahnya

8 cm 9 μm Silindris 4 μm

Trichoderma sp. Putih

keabu-abuan

8 cm Bentuk sudut 90

Langsing

o 2,5 μm

Geotrichum sp. Putih 8 cm - - 4-8 μm

Rhizopus sp. Putih 8 cm 8,25 μm 2,5 - 5 μm

Aspergillus sp. hitam 8 cm 15-20 μm - 15-20 μm

a b


(41)

Pembahasan

Hasil penelitian dari laboraturium menunjukkan bahwa sampel getah kemenyan toba (S. sumaterana J. J. SM) memiliki keanekaragaman jenis yang cukup beragam, Dari hasil penelitian terdapat enam jenis fungi yang ada pada sampel getah kemenyan toba (S. sumaterana J. J. SM). Keenam jenis fungi tersebut adalah Ceratocytis sp., Phialophora sp., Rhizopus sp., Geotrichum sp., Trichoderma sp., Aspergillus sp,. Dari enam jenis fungi yang teridentifikasi tidak terdapat pada satu sampel getah. Menurut Gandjar, dkk (2006) secara umum pertumbuhan fungi dipengaruhi oleh substrat yang merupakan sumber unsur hara utama bagi fungi, kelembaban dimana fungi dapat hidup pada kisaran kelembaban udara 70 – 90 %., suhu, derajat keasaman substrat (pH) yang umumnya fungi dapat hidup pada pH di bawah 7, dan senyawa-senyawa kimia di lingkungannya.

Pada sampel getah yang diambil dengan perlakuan penyadapan, jenis fungi yang paling banyak ditemukan yaitu pada sampel getah yang diambil di kulit luarnya. Fungi yang teridentifikasi pada bagian tersebut adalah Geotrichum sp., Phialophora sp., Ceratocystis sp., Aspergillus sp., dan Trichoderma sp. Dan bagian penyadapan yang paling banyak ditemukan fungi adalah bagian pangkal batang (bawah). Fungi ini dimungkinkan berasal dari udara. Menurut Agrios (1996) sebagian besar spora fungi disebarkan oleh aliran udara yang sabagai partikel inert (tidak memiliki tenaga) hingga mencapai jarak tertentu. Aliran udara akan

melepaskan spora dari sporofor atau dapat juga terjadi ketika spora akan dikeluarkan

secara paksa atau jatuh pada saat matang, dan tergantung pada turbulensi dan kecepatan aliran udara yang dapat menyebabkan spora terbawa ke atas secara


(42)

horizontal dan akan menempel pada inang yang baru dan dapat tumbuh dan berkembang jika kondisi inang tersebut mendukung.

Pada sampel getah yang diambil dari dekat saluran keluarnya getah, jenis-jenis fungi yang ditemukan adalah Rhizopus sp., Phialophora sp dan Trichoderma sp. Fungi pada bagian ini dimungkinkan berasal dari aliran air hujan yang berasal dari getah dari bagian kulit luar. Hal ini ditandai dengan adanya fungi yang sama pada kedua bagian pengambilan sampel yaitu Phialophora sp. Menurut Agrios (1996) butiran-butiran air hujan yang jatuh dari atas akan mengambil dan membawa spora fungi yang terdapat di udara dan mencucinya ke bawah yang beberapa di antaranya mungkin akan mendarat pada bagian tumbuhan yang rentan.

Berdasarkan hasil pengamatan, pada sampel yang tidak diberi perlakuan penyadapan, jenis fungi yang terdapat pada getah di bagian kulit luar adalah Ceratocystis sp., Rhizopus sp. dan Aspergillus sp. Fungi-fungi ini dimungkinkan berasal dari udara maupun aliran air hujan. Pada sampel yang berasal dari dekat keluarnya saluran getah, jenis-jenis fungi yang ditemukan adalah Rhizopus sp., Phialophora sp., dan Trichoderma sp. Ketiga jenis fungi ini juga ditemukan pada sampel getah yang berasal dari perlakuan penyadapan.

Terhadap iklim, pohon kemenyan dapat tumbuh dengan baik membutuhkan tipe iklim basah yaitu tipe hujan A – B menurut klasifikasi Schmidth – Ferguson, 1951 yang memiliki curah hujan berkisar 1916 – 2395 mm/tahun, suhu bulanan 17 – 29o C dan kelembaban rata-rata 85,04 persen. Hal ini sangat mendukung terhadap pertumbuhan dan perkembangan fungi pada sampel yang ada pada pohon kemenyan karena fungi cocok tumbuh pada daerah


(43)

yang memiliki suhu yang dingin seperti di daerah tempat tumbuh kemenyan ini, termasuk jenis-jenis fungi yang teridentifikasi pada penelitian ini. Menurut Gandjar, dkk (1999) jenis fungi Trichoderma sp. dapat hidup pada suhu optimum 15o – 30 oC (35 oC) dan maksimum pada 30o – 36 oC; Rhizopus sp. dapat tumbuh pada suhu minimum 5o - 7 oC, optimum pada 25o - 35 oC, dan maksimum pada 35o – 37 o

Berdasarkan hasil penelitian didapat fungi Ceratocystis sp. Pada sebuah penelitian ditemukan bahwa Ceratocystis merupakan fungi penyebab penyakit yang menimbulkan kerusakan pada bidang sadapan pohon karet sehingga pemulihan kulit terganggu. Bekas bidang sadapan menjadi bergelombang sehingga sangat mempersulit penyadapan berikutnya. Ada kalanya bidang sadap rusak sama sekali sehingga tidak mungkin lagi disadap. Pada bidang sadap dekat alur sadap mula-mula terlihat selaput tipis berwarna putih, kemudian berkembang membentuk lapisan seperti beludru berwarna kelabu, sejajar alur sadap, jamur mempunyai benang-benang hifa yang membentuk lapisan bewarna kelabu pada bagian yang terserang. Spora banyak dihasilkan pada bagian yang sakit, dan dapat bertahan hidup dalam keadaan kering. Bila lapisan kelabu ini dikerok akan tampak bintik-bintik bewarna cokelat atau hitam. Serangan ini meluas sampai ke kambium hingga ke bagian kayu. Penularan fungi berlangsung dengan penyebaran spora yang diterbangkan oleh angin dalam jarak jauh. Disamping itu fungi juga dapat ditularkan oleh pisau sadap yang membawa benih penyakit dari bidang sadap yang sakit. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dimungkinkan fungi tersebut juga berpeluang dapat menimbulkan penyakit pada pohon kemenyan karena pada dasarnya sifat pohon karet dan kemenyan adalah sama.


(44)

Fungi lain yang ditemukan adalah Trichoderma sp. Hasil penelitian menyebutkan bahwa Trichoderma merupakan salah satu fungi yang dapat menjadi agen biokontrol karena bersifat antagonis bagi fungi lainnya, terutama yang bersifat patogen. Aktivitas antagonis yang dimaksud dapat meliputi persaingan, parasitisme, predasi, atau pembentukan toksin seperti antibiotik. Untuk keperluan bioteknologi, agen biokontrol ini dapat diisolasi dari Trichoderma dan digunakan untuk menangani masalah kerusakan tanaman akibat patogen. Potensi fungi Trichoderma sebagai agensi pengendali hayati tidak terbantahkan lagi. Beberapa penyakit tanaman sudah dapat dikendalikan dengan menggunakan fungi Trichoderma ini. Menurut penelitian Tjandrawati et al (2003) bahwa Trichoderma sp. banyak mengandung enzim kitinase yang berpengaruh membunuh patogen. Sehingga fungi ini sangat menguntungkan bagi pengelola lahan bekas pertambangan untuk kembali melestarikannya. Mengacu pada hasil penelitian tersebut, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa fungi-fungi yang dapat menyebabkan penyakit pada kemenyan dapat dihambat perkembangannya oleh Trichoderma ini. Sehingga produksi getah kemenyan tidak terhambat.

Menurut Harman (1998) dalam Gultom (2008), mekanisme utama pengendalian patogen tanaman yang bersifat tular tanah dengan menggunakan cendawan Trichoderma spp.. dapat terjadi melalui :

a. Mikoparasit (memarasit miselium cendawan lain dengan menembus dinding sel dan masuk kedalam sel untuk mengambil zat makanan dari dalam sel sehingga cendawan akan mati).

b. Menghasilkan antibiotik seperti alametichin, paracelsin, trichotoxin yang dapat menghancurkan sel cendawan melalui pengrusakan terhadap permeabilitas


(45)

membran sel, dan enzim chitinase, laminarinase yang dapat menyebabkan lisis dinding sel.

c. Mempunyai kemampuan berkompetisi memperebutkan tempat hidup dan sumber makanan.

d. Mempunyai kemampuan melakukan interfensi hifa. Hifa Trichoderma spp.. akan mengakibatkan perubahan permeabilitas dinding sel.

Dari hasil penelitian ditemukan fungi Rhizopus sp. merupakan jamur benang atau kapang yang mampu memfermentasi kedelai menjadi tempe. Kapang ini terdiri dari berbagai spesies antara lain R. oligosporus, R. stolonifer, dan R. oryzae. Kapang tempe bersifat mikroaerofil, apabila proses fermentasi kekurangan oksigen maka pertumbuhan Rhizopus sp. akan terhambat dan proses fermentasi tidak berjalan lancar. Oksigen yang terlalu banyak menyebabkan metabolisme terlalu cepat sehingga suhu naik dan pertumbuhan Rhizopus sp. terhambat (Kusharyanto & Agus 1995).

Dari hasil penelitian ditemukan fungi Aspergillus sp. Fungi ini merupakan antagonis yang mempunyai daya antibiotik yang berperan dalam ketahanan tanaman (Djafaruddin, 2000; Yulianto, 1989). Menurut Darkuni (2001), Aspergillus sp. juga mempunyai kemampuan yang tinggi dalam melarutkan P dan K. Aplikasi Aspergillus sp. dan Trichoderma harzianum dapat meningkatkan pertumbuhan atau produktivitas tanaman seperti tanaman jagung terutama di tanah-tanah marginal (Isroi, 2008).

Hasil penelitian menunjukkan ditemukan juga jenis fungi Phialophora sp. Santoso, dkk (2007) menyatakan bahwa jenis fungi ini merupakan salah satu jenis


(46)

yang berperan dalam pembentukan gubal gaharu. Fungi ini bersifat parasit ataupun saprofit.

Dari hasil penelitian didapat jenis fungi Geotrichum sp.. Saryono, dkk (1999) menyatakan Geotrichum sp. merupakan salah satu fungi yang yang memilki aktivitas inulinase, yang berpotensi sebagai penghidrolisis inulin menjadi fruktosa. Inulinase adalah β-fruktosidase yang dapat menghidrolisis molekul inulin. Ekso inulinase (β- D-fruktanfruktohidrolase, EC 3.2.1. 80) memecah unit fruktosa terminal dari ujung yang tidak mereduksi, enzim ini juga dapat menghidrolisis molekul sukrosa dan rafinosa. Di samping itu endo inulinase (2,1-β- D-fruktan fruktanohydrolase, EC 3.2.1.7) menhidrolisis ikatan molekul inulin dari bagian dalam untuk menghasilkan fruktooligosakarida seperti inulotriosa, -tetraosa, dan –pentaosa sebagai produk utamanya. Selain itu enzim ini juga diketahui menghambat aktivitas enzim invertase (Nakamura dkk, 1995).

Dari semua pohon yang dijadikan sebagai sampel penelitian, walaupun sudah disadap berkali-kali bekas luka yang diakibatkan karena penyadapan tersebut sama sekali tidak menimbulkan penyakit. Sutrian (1992) dalam Bangun (2008) menyebutkan anggapan para ahli mengenai fungsi getah pada tumbuhan salah satunya adalah bahwa di dalam saluran getah terkandung zat-zat hormon dan enzim dapat berfungsi sebagai alat untuk menyembuhkan atau menutupi luka-luka bagian atau organ tumbuhan.

Fungi-fungi yang ditemukan dalam penelitian ini tergolong fungi yang dapat merugikan maupun menguntungkan. Seperti Ceratocystis sp yang dimungkinkan dapat menimbulkan penyakit, akan tetapi pada saat pengamatan semua pohon kemenyan yang dijadikan sampel terlihat sehat dan memproduksi


(47)

getah dengan baik. Hal ini dimungkinkan karena peranan Trichoderma sp dan Aspergillus sp yang berfungsi sebagai agen pengendali hayati, sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan fungi lain yang merugikan yang dapat menimbulkan penyakit pada pohon kemenyan tersebut. Selain itu, getah sendiri mengandung zat-zat hormon dan enzim-enzim yang secara alami dapat menyembuhkan luka yang muncul karena penyadapan maupun karena terserang hama. Sehingga produksi getah tidak terhambat. Fahn (1991) menyatakan gumosis dapat terjadi dalam kelompok sel yang terbentuk secara khusus atau dalam jaringan yang biasa. kambium dalam tumbuhan seringkali membentuk kelompok sel khusus parenkima sebagai pengganti unsur-unsur kayu normal. Segera setelah pembentukan kelompok parenkima ini gumosis dimulai dari bagian pusat dan berlangsung terus sampai ke daerah tepi. Gumosis seringkali disebabkan oleh penyakit, insekta, atau luka mekanis serta gangguan fisiologik dalam tumbuhan.


(48)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa : Jenis fungi yang ditemukan pada sampel yang berasal dari penyadapan maupun tanpa penyadapan keseluruhan adalah sama. Terdapat enam jenis fungi pada getah kemenyan toba (Styrax sumaterana, J. J. SM), yaitu Ceratocystis sp, Phialophora sp., Rhizopus sp, Geotrichum sp, Trichoderma sp, dan Aspergillus sp.

Saran

Perlu dilakukannya inokulasi fungi-fungi yang menguntungkan untuk dapat mengetahui pengaruhnya terhadap peningkatan produksi getah kemenyan maupun pengaruhnya dalam menghambat pertumbuhan fungi merugikan yang dapat menimbulkan penyakit pada batang kemenyan. Disamping itu juga perlu dilakukannya penelitian untuk identifikasi bakteri yang terdapat pada getah kemenyan.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Agrios. G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Edisi ke-3.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Balai Penelitian Kehutanan Pematangsiantar. 1999. Budidaya Kemenyan (Styrax sp.). Pedoman Teknis (Vol. 2, No : 1, 1999). Pematangsiantar

Bangun, S. 2009. Sifat Anatomi Saluran Getah Kemenyan. Universitas Sumatera Utara. Medan

Barnet, H.L dan B.B. Hunter. 1972. Illustrated Genera of Imperfect Fungi fourth edition. Burgess Publishing Company. Minneopolis. Minnesota. 217 hal. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Budidaya Tanaman Kemenyan.

Jakarta.

Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Humbahas. 2010. Rencana Kegiatan Kebun Bibit Rakyat. Humbang Hasundutan

Gandjar, I., W. Sjamsuridjal, dan A. Detrasi. 1999. Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Jilid 2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta.

Jayusman. 1997. Kajian Sistem Pemasaran Getah Kemenyan (Styrax sp.). Studi Kasus di Desa Simasom, Pahae Julu Tapanuli Utara Sumatera Utara. Buletin Penelitian Kehutanan Balai Penelitian Kehutanan Pematangsiantar Vol. 13 No 1 : 3-18.

Jayusman, R. Pasaribu, dan W. Sipayung. 1999. Budidaya Kemenyan (Styrax spp). Pedoman Teknis. Konifera Vol.2 No. 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Balai Penelitian Kehutanan Pematang Siantar.

Lubis, Iskandar, H.M., Pandapotan, Nasution., S. Aman., dan A.W.Lubis. 1984. Laporan Akhir Pemeriksaan Mutu Kemenyan Yang Ditanam Oleh Rakyat di Tapanuli Utara. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan; Direktorat Jendral PendidikanTinggi; Proyek P3T Universitas Sumatera Utara. Medan.

Mulyani, S. 2006. Anatomi Tumbuhan. Kanisius. Yogyakarta.

Pandit, I. K. N. dan H. Ramdan. 2002. Anatomi Kayu; Pengantar Sifat Kayu Sebagai Bahan baku. Yayasan Penerbit Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(50)

Pinyopusarerk. 1994. Styrax tonkinensis. Taxonomi, Ecology, Silvicultur and Uses. The Australian Centre For International Agriculture Research (ACIAR). ACIAR Technical Report No. 31. Canberra.

Sasmuko, S.A. 1999. Kemenyan (Styrax spp.) Jenis Andalan Daerah Sumatera Utara. Konifera No. 1/Thn XV/April/1999. Balai Penelitian Kehutanan. Pematang Siantar.

Sasmuko, S.A., 2003. Potensi Pengembangan Kemenyan Sebagai Komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu Spesifik andalan Sumatera Utara. Makalah Seminar Nasional Himpinan Alumni-IPB HAPKA Fakultas Kehutanan IPB Wilayah Regional Sumatera. Medan

Sasmuko, S.A. dan B. Karyaatmaja. 1999. Strategi Pengembangan Kehutanan di Sumatera Utara. Makalah pada Seminar Sehari Prospek Pengembangan Usaha Tani Kemenyan dan Pemasarannya, 27 April 2000. Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara.

Sastrahidayat, I.R. 1997. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Usaha Nasional. Surabaya Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada University

Press. Yogyakarta

Suharti, M. 1976. Penyebab dan Pengaruh Lingkungan terhadap Timbulnya Penyakit “damping off” Pada Persemaian Pinus merkusii Jungh et de Vries. Laporan LPH No. 162

Sumarsih, S. 2003. Mikrobiologi Dasar. Buku Ajar. Fakultas Pertanian UPN Veteran. Yogyakarta

Tambunan, D dan Dodi Nandika. 1989. Deteriorasi Kayu Oleh Faktor Biologis. IPB Press. Bogor

Waluyo, T.K. 1996. Hubungan Antara Umur Pohon dan Produksi Getah pada Penyadapan Getah Kemenyan (Styrax sp.). Buletin Penelitian Kehutanan 12(3)193-198. Balai Penelitian Kehutanan Pematang Siantar.

Westcott, C. 1960. Plant Disease Handbook. D. Van Nostrand Company. Inc, Canada : 439-432

Widyastuti, SM. , Sumardi dan Harjono. 2005. Patologi Hutan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta


(1)

membran sel, dan enzim chitinase, laminarinase yang dapat menyebabkan lisis dinding sel.

c. Mempunyai kemampuan berkompetisi memperebutkan tempat hidup dan sumber makanan.

d. Mempunyai kemampuan melakukan interfensi hifa. Hifa Trichoderma spp.. akan mengakibatkan perubahan permeabilitas dinding sel.

Dari hasil penelitian ditemukan fungi Rhizopus sp. merupakan jamur benang atau kapang yang mampu memfermentasi kedelai menjadi tempe. Kapang ini terdiri dari berbagai spesies antara lain R. oligosporus, R. stolonifer, dan R. oryzae. Kapang tempe bersifat mikroaerofil, apabila proses fermentasi kekurangan oksigen maka pertumbuhan Rhizopus sp. akan terhambat dan proses fermentasi tidak berjalan lancar. Oksigen yang terlalu banyak menyebabkan metabolisme terlalu cepat sehingga suhu naik dan pertumbuhan Rhizopus sp. terhambat (Kusharyanto & Agus 1995).

Dari hasil penelitian ditemukan fungi Aspergillus sp. Fungi ini merupakan antagonis yang mempunyai daya antibiotik yang berperan dalam ketahanan tanaman (Djafaruddin, 2000; Yulianto, 1989). Menurut Darkuni (2001), Aspergillus sp. juga mempunyai kemampuan yang tinggi dalammelarutkan P dan K. Aplikasi Aspergillus sp. dan Trichoderma harzianum dapat meningkatkan pertumbuhan atau produktivitas tanaman seperti tanaman jagung terutama di tanah-tanah marginal (Isroi, 2008).

Hasil penelitian menunjukkan ditemukan juga jenis fungi Phialophora sp. Santoso, dkk (2007) menyatakan bahwa jenis fungi ini merupakan salah satu jenis


(2)

yang berperan dalam pembentukan gubal gaharu. Fungi ini bersifat parasit ataupun saprofit.

Dari hasil penelitian didapat jenis fungi Geotrichum sp.. Saryono, dkk (1999) menyatakan Geotrichum sp. merupakan salah satu fungi yang yang memilki aktivitas inulinase, yang berpotensi sebagai penghidrolisis inulin menjadi fruktosa. Inulinase adalah β-fruktosidase yang dapat menghidrolisis molekul inulin. Ekso inulinase (β- D-fruktanfruktohidrolase, EC 3.2.1. 80) memecah unit fruktosa terminal dari ujung yang tidak mereduksi, enzim ini juga dapat menghidrolisis molekul sukrosa dan rafinosa. Di samping itu endo inulinase (2,1-β- D-fruktan fruktanohydrolase, EC 3.2.1.7) menhidrolisis ikatan molekul inulin dari bagian dalam untuk menghasilkan fruktooligosakarida seperti inulotriosa, -tetraosa, dan –pentaosa sebagai produk utamanya. Selain itu enzim ini juga diketahui menghambat aktivitas enzim invertase (Nakamura dkk, 1995).

Dari semua pohon yang dijadikan sebagai sampel penelitian, walaupun sudah disadap berkali-kali bekas luka yang diakibatkan karena penyadapan tersebut sama sekali tidak menimbulkan penyakit. Sutrian (1992) dalam Bangun (2008) menyebutkan anggapan para ahli mengenai fungsi getah pada tumbuhan salah satunya adalah bahwa di dalam saluran getah terkandung zat-zat hormon dan enzim dapat berfungsi sebagai alat untuk menyembuhkan atau menutupi luka-luka bagian atau organ tumbuhan.

Fungi-fungi yang ditemukan dalam penelitian ini tergolong fungi yang dapat merugikan maupun menguntungkan. Seperti Ceratocystis sp yang dimungkinkan dapat menimbulkan penyakit, akan tetapi pada saat pengamatan semua pohon kemenyan yang dijadikan sampel terlihat sehat dan memproduksi


(3)

getah dengan baik. Hal ini dimungkinkan karena peranan Trichoderma sp dan Aspergillus sp yang berfungsi sebagai agen pengendali hayati, sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan fungi lain yang merugikan yang dapat menimbulkan penyakit pada pohon kemenyan tersebut. Selain itu, getah sendiri mengandung zat-zat hormon dan enzim-enzim yang secara alami dapat menyembuhkan luka yang muncul karena penyadapan maupun karena terserang hama. Sehingga produksi getah tidak terhambat. Fahn (1991) menyatakan gumosis dapat terjadi dalam kelompok sel yang terbentuk secara khusus atau dalam jaringan yang biasa. kambium dalam tumbuhan seringkali membentuk kelompok sel khusus parenkima sebagai pengganti unsur-unsur kayu normal. Segera setelah pembentukan kelompok parenkima ini gumosis dimulai dari bagian pusat dan berlangsung terus sampai ke daerah tepi. Gumosis seringkali disebabkan oleh penyakit, insekta, atau luka mekanis serta gangguan fisiologik dalam tumbuhan.


(4)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa : Jenis fungi yang ditemukan pada sampel yang berasal dari penyadapan maupun tanpa penyadapan keseluruhan adalah sama. Terdapat enam jenis fungi pada getah kemenyan toba (Styrax sumaterana, J. J. SM), yaitu Ceratocystis sp, Phialophora sp., Rhizopus sp, Geotrichum sp, Trichoderma sp, dan Aspergillus sp.

Saran

Perlu dilakukannya inokulasi fungi-fungi yang menguntungkan untuk dapat mengetahui pengaruhnya terhadap peningkatan produksi getah kemenyan maupun pengaruhnya dalam menghambat pertumbuhan fungi merugikan yang dapat menimbulkan penyakit pada batang kemenyan. Disamping itu juga perlu dilakukannya penelitian untuk identifikasi bakteri yang terdapat pada getah kemenyan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Agrios. G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Edisi ke-3.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Balai Penelitian Kehutanan Pematangsiantar. 1999. Budidaya Kemenyan (Styrax sp.). Pedoman Teknis (Vol. 2, No : 1, 1999). Pematangsiantar

Bangun, S. 2009. Sifat Anatomi Saluran Getah Kemenyan. Universitas Sumatera Utara. Medan

Barnet, H.L dan B.B. Hunter. 1972. Illustrated Genera of Imperfect Fungi fourth edition. Burgess Publishing Company. Minneopolis. Minnesota. 217 hal. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Budidaya Tanaman Kemenyan.

Jakarta.

Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Humbahas. 2010. Rencana Kegiatan Kebun Bibit Rakyat. Humbang Hasundutan

Gandjar, I., W. Sjamsuridjal, dan A. Detrasi. 1999. Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Jilid 2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta.

Jayusman. 1997. Kajian Sistem Pemasaran Getah Kemenyan (Styrax sp.). Studi Kasus di Desa Simasom, Pahae Julu Tapanuli Utara Sumatera Utara. Buletin Penelitian Kehutanan Balai Penelitian Kehutanan Pematangsiantar Vol. 13 No 1 : 3-18.

Jayusman, R. Pasaribu, dan W. Sipayung. 1999. Budidaya Kemenyan (Styrax spp). Pedoman Teknis. Konifera Vol.2 No. 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Balai Penelitian Kehutanan Pematang Siantar. Lubis, Iskandar, H.M., Pandapotan, Nasution., S. Aman., dan A.W.Lubis. 1984.

Laporan Akhir Pemeriksaan Mutu Kemenyan Yang Ditanam Oleh Rakyat di Tapanuli Utara. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan; Direktorat Jendral PendidikanTinggi; Proyek P3T Universitas Sumatera Utara. Medan.

Mulyani, S. 2006. Anatomi Tumbuhan. Kanisius. Yogyakarta.

Pandit, I. K. N. dan H. Ramdan. 2002. Anatomi Kayu; Pengantar Sifat Kayu Sebagai Bahan baku. Yayasan Penerbit Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(6)

Pinyopusarerk. 1994. Styrax tonkinensis. Taxonomi, Ecology, Silvicultur and Uses. The Australian Centre For International Agriculture Research (ACIAR). ACIAR Technical Report No. 31. Canberra.

Sasmuko, S.A. 1999. Kemenyan (Styrax spp.) Jenis Andalan Daerah Sumatera Utara. Konifera No. 1/Thn XV/April/1999. Balai Penelitian Kehutanan. Pematang Siantar.

Sasmuko, S.A., 2003. Potensi Pengembangan Kemenyan Sebagai Komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu Spesifik andalan Sumatera Utara. Makalah Seminar Nasional Himpinan Alumni-IPB HAPKA Fakultas Kehutanan IPB Wilayah Regional Sumatera. Medan

Sasmuko, S.A. dan B. Karyaatmaja. 1999. Strategi Pengembangan Kehutanan di Sumatera Utara. Makalah pada Seminar Sehari Prospek Pengembangan Usaha Tani Kemenyan dan Pemasarannya, 27 April 2000. Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara.

Sastrahidayat, I.R. 1997. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Usaha Nasional. Surabaya Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada University

Press. Yogyakarta

Suharti, M. 1976. Penyebab dan Pengaruh Lingkungan terhadap Timbulnya Penyakit “damping off” Pada Persemaian Pinus merkusii Jungh et de Vries. Laporan LPH No. 162

Sumarsih, S. 2003. Mikrobiologi Dasar. Buku Ajar. Fakultas Pertanian UPN Veteran. Yogyakarta

Tambunan, D dan Dodi Nandika. 1989. Deteriorasi Kayu Oleh Faktor Biologis. IPB Press. Bogor

Waluyo, T.K. 1996. Hubungan Antara Umur Pohon dan Produksi Getah pada Penyadapan Getah Kemenyan (Styrax sp.). Buletin Penelitian Kehutanan 12(3)193-198. Balai Penelitian Kehutanan Pematang Siantar.

Westcott, C. 1960. Plant Disease Handbook. D. Van Nostrand Company. Inc, Canada : 439-432

Widyastuti, SM. , Sumardi dan Harjono. 2005. Patologi Hutan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta