Kombinasi Suhu Air dan Lama Perendaman pada Hydrocooling untuk Mempertahankan Kesegaran Sawi Hijau (Brassica juncea)

KOMBINASI SUHU AIR DAN LAMA PERENDAMAN PADA
HYDROCOOLING UNTUK MEMPERTAHANKAN
KESEGARAN SAWI HIJAU (Brassica juncea)

AWANIS

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kombinasi Suhu Air
dan Lama Perendaman Pada Hydrocooling Untuk Mempertahankan Kesegaran
Sawi Hijau (Brassica juncea) adalah benar karya saya dengan arahan dari Dosen
Pembimbing Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013

Awanis
NIM F14090061

ABSTRAK
AWANIS. Kombinasi Suhu Air dan Lama Perendaman Pada Hydrocooling Untuk
Mempertahankan Kesegaran Sawi Hijau (Brassica juncea). Dibimbing oleh Emmy
Darmawati.
Sawi hijau merupakan sayuran yang rentan terkena panas sehingga mudah
menjadi layu. Perlakuan hydrocooling merupakan salah satu upaya untuk menjaga
kesegaran sawi hijau. Hydrocooling bertujuan untuk menurunkan panas lapang
bahan setelah panen. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian untuk
mengetahui kombinasi suhu air dan lama perendaman pada perlakuan hydrocooling
yang memberikan pengaruh terbaik dalam mempertahankan mutu sawi hijau.
Metode yang digunakan adalah menentukan suhu bahan optimal berdasarkan laju
respirasi dan perubahan mutu sawi hijau selama penyimpanan. Kemudian,
penentuan kombinasi suhu air dan lama perendaman untuk hydrocooling dilakukan

berdasarkan suhu optimal bahan serta mengamati pengaruh hydrocooling terhadap
perubahan mutu sawi hijau. Suhu bahan optimal untuk sawi hijau adalah 13oC.
Hasil kombinasi suhu air dan lama perendaman untuk mencapai suhu 13oC, yaitu
hydrocooling 5 oC dengan waktu 3.1 detik dan hydrocooling 10oC dengan waktu
3.9 detik. Hydrocooling berpengaruh baik terhadap semua parameter mutu sawi
hijau.
Kata kunci : Sawi hijau, hydrocooling, mutu, penyimpanan

ABSTRACT
AWANIS. Combination of water temperature and immersion time in hydrocooling
to preserve the freshness of green cabbage (Brassica juncea). Supervised by Emmy
Darmawati.
Green cabbage is a vegetable which is susceptible to heat and easy to wilt.
Hydrocooling treatment is an effort to preserve the freshness of green cabbage. The
objective of hydrocooling treatment is to reduce field heat of material after
harvesting. Based on that fact, this research was conducted to determine the
combination of water temperature and immersion time in hydrocooling treatment
which gives the best influence to preserving the quality of green cabbage. The
method was to determine the optimal temperature of material based on the
respiration rate and quality changes of green cabbage during storage. Then, the

determination of the combination between water temperature and immersion time
for hydrocooling conducted based on the optimal temperature and observes the
hydrocooling effect in changes quality of green cabbage. The optimal temperature
for green cabbage is 13oC. The result of water temperature and immersion time
combination for reach the temperature of 13oC is: the hydrocooling on 5oC during
3.1 seconds and hydrocooling on 10°C during 3.9 seconds. Hydrocooling have a
good influence on all quality parameters of green cabbage.
Keywords: Green cabbage, hydrocooling, quality, storage

KOMBINASI SUHU AIR DAN LAMA PERENDAMAN PADA
HYDROCOOLING UNTUK MEMPERTAHANKAN
KESEGARAN SAWI HIJAU (Brassica juncea)

AWANIS

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem


DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Kombinasi Suhu Air dan Lama Perendaman Pada Hydrocooling
Untuk Mempertahankan Kesegaran Sawi Hijau (Brassicajuncea)
: Awanis
Nama
: F14090061
NIM

Disetujui oleh

M.Si

Tanggal Lulus:


\1 5 OCT 2013

Judul Skripsi: Kombinasi Suhu Air dan Lama Perendaman Pada Hydrocooling
Untuk Mempertahankan Kesegaran Sawi Hijau (Brassica juncea)
Nama
: Awanis
NIM
: F14090061

Disetujui oleh

Dr Ir Emmy Darmawati, M.Si
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, M.Eng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Judul dalam penelitian ini adalah: Kombinasi Suhu Air dan Lama Perendaman Pada
Hydrocooling Untuk Mempertahankan Kesegaran Sawi Hijau (Brassica juncea)
yang dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian
sejak bulan Maret sampai Juni 2013.
Dengan telah selesainya karya ilmiah ini, penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si selaku pembimbing terimakasih atas saran dan
kritik bagi penulis.
2. Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si dan Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr selaku dosen
penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun bagi penulis.
3. Pak Sulyaden, Pak Ahmad, dan Mbak Sugih terima kasih atas bantuannya
selama penelitian berlangsung
4. Abah, mama, Zata Amani, Nusaibah dan Ahmad atas doa, dukungan dan
semangat positifnya untuk penulis selama pembuatan karya ilmiah ini.
5. Teman-teman Muhammad Sigit, Nur Rahma R, Faizur Rohman, Irvan AP,
Aditya Nugraha, Ni Made Citta Iswari, Eti Supriati, Tiara Etika, Ni Putu Dian,

Yetti Ariani, Raisa Oktaviani, Gina Lupita, Kristen Natashia, Vina Rondang
Magdalena, Sueritah Sianipar, Risqi Maydia, Monalysa Harianja, Selviana,
Sandro, Pahlevi, Ririn, Nur, Tetih dan Ivan terima kasih atas kebersamaan dan
bantuannya selama penelitian berlangsung
6. Teman satu bimbingan Gina Annisa YF dan Sujarwedi terima kasih atas
bantuan selama penelitian berlangsung
7. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin dan Biosistem angkatan 46 terima
kasih atas kebersamaannya, bantuan dan semangatnya bagi penulis
8. Kakak-kakak S2: Mbak Nur, Mbak Merry, dan Ka Adhit terima kasih atas
motivasi dan bantuannya selama penelitian berlangsung.
9. Semua pihak yang secara langsung dan tidak langsung telah membantu penulis
selama penelitian.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan
kontribusi nyata terhadap ilmu pengetahuan.

Bogor, September 2013

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah


2

Tujuan

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

METODE PENELITIAN

6

Waktu dan Lokasi Penelitian

6

Bahan Penelitian


6

Peralatan Penelitian

7

Prosedur Penelitian

7

Pengamatan dan Analisa

11

Analisa Data

14

HASIL DAN PEMBAHASAN


14

Pengaruh Suhu Bahan Terhadap Laju Respirasi Dan Perubahan Mutu Selama
Periode Simpan
14
Menentukan Kombinasi Suhu Air Hydrocooling dan Waktu Perendaman Untuk
Menghasilkan Suhu Bahan Yang Diharapkan Serta Mengetahui Penurunan
Mutu Bahan Selama Penyimpanan
25
SIMPULAN DAN SARAN

32

Simpulan

32

Saran

33

DAFTAR PUSTAKA

33

RIWAYAT HIDUP

45

DAFTAR TABEL
1 Kandungan gizi 100 gram Sawi
2 Perbandingan metode precooling (pra pendinginan)
3 Pengaruh nyata terhadap interaksi perlakuan pada uji DMRT

4
5
32

DAFTAR GAMBAR
1 Sawi hijau (Brassica juncea)
3
2 Cara pengukuran suhu bahan tumpukan sawi hijau menggunakan
termocouple pada bagian batang dan daun
7
3 Penempatan termocouple pada bagian batang dan daun sawi hijau untuk
mengukur suhu tumpukan bahannya (a), proses hydrocooling tumpukan
sawi hijau (b)
8
4 Diagram penelitian Tahap 1 untuk menentukan suhu bahan terbaik
9
5 Diagram alir penelitian Tahap 2 untuk menentukan kombinasi suhu air dan
lama perendaman terbaik
10
6 Proses pengukuran kekerasan batang sawi hijau dengan rheometer
11
7 Proses pengukuran warna daun sawi hijau dengan chromameter
12
8 Proses pengukuran uji tarik daun sawi hijau menggunakan universal testing
machine
12
9 Proses pengukuran laju respirasi CO2 dan O2 menggunakan cosmotector 13
10 Penurunan suhu bahan sawi hijau selama proses penyimpanan pada
berbagai jenis suhu penyimpanan
15
11 Grafik perbandingan laju respirasi CO2 sawi hijau selama proses
penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan
16
12 Grafik perbandingan laju respirasi O2 sawi hijau selama proses
penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan
16
13 Grafik perbandingan susut bobot sawi hijau selama proses penyimpanan
pada berbagai jenis suhu penyimpanan
17
14 Grafik perbandingan kadar air batang sawi hijau selama proses
penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan
18
15 Grafik perbandingan kadar air daun sawi hijau selama proses penyimpanan
pada berbagai jenis suhu penyimpanan
18
16 Pengujian organoleptik untuk parameter kesegaran daun & batang sawi
selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan
19
17 Grafik perbandingan kekerasan batang sawi hijau selama proses
penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan
20
18 Pengujian organoleptik untuk parameter kekerasan batang sawi hijau
selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan
20
19 Grafik perbandingan uji tarik daun sawi hijau selama proses penyimpanan
pada berbagai jenis suhu penyimpanan
21
20 Grafik perbandingan kandungan klorofil daun sawi hijau selama proses
penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan
22
21 Diagram Hunter
22
22 Grafik perbandingan perubahan nilai a daun sawi hijau selama proses
penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan
23

23 Pengujian organoleptik untuk parameter kekerasan batang sawi hijau
selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan
23
24 Grafik perbandingan perubahan nilai b daun sawi hijau selama proses
penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan
24
25 Grafik perbandingan perubahan nilai L daun sawi hijau selama proses
penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan
24
26 Grafik perbandingan kandungan klorofil daun sawi hijau dalam berbagai
jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan
26
27 Grafik perbandingan perubahan nilai L daun sawi hijau dalam berbagai
jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan
26
28 Grafik perbandingan perubahan nilai a daun sawi hijau dalam berbagai
jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan
27
29 Grafik perbandingan perubahan nilai b daun sawi hijau dalam berbagai
jenis interaksi perlakuan selama penyimpanan
27
30 Grafik perbandingan kadar air daun sawi hijau dalam berbagai jenis
interaksi perlakuan selama penyimpanan
28
31 Grafik perbandingan kadar air batang sawi hijau dalam berbagai jenis
interaksi perlakuan selama penyimpanan
29
o
32 Perbandingan sawi yang di-hydrocooling suhu 5 C (a) dengan
hydrocooling dengan suhu 10oC (b)
29
33 Grafik perbandingan susut bobot sawi hijau dalam berbagai jenis interaksi
perlakuan selama penyimpanan
30
34 Grafik perbandingan uji tarik daun sawi hijau dalam berbagai jenis
interaksi perlakuan selama penyimpanan
30
35 Grafik perbandingan kekerasan batang sawi hijau dalam berbagai jenis
interaksi perlakuan selama penyimpanan
31

DAFTAR LAMPIRAN
1 Perhitungan pendugaan waktu perambatan suhu dengan menggunakan Chart
Gurney Lurie
2 Peralatan penelitian
3 Tabel pengukuran lama perendaman untuk mencapai suhu optimal (13oC)
4 Analisa statistik kandungan klorofil daun sawi hijau (umol/100cm2)
5 Analisa statistik nilai L daun sawi hijau
6 Analisa statistik nilai a daun sawi hijau
7 Analisa statistik nilai b daun sawi hijau
8 Analisa statistik kadar air daun sawi hijau (%)
9 Analisa statistik kadar air batang sawi hijau (%)
10 Analisa statistik susut bobot sawi hijau (%)
11 Analisa statistik uji tarik daun sawi hijau (kN)
12 Analisa statistik kekerasan batang sawi hijau (kPa)

36
38
41
42
42
42
43
43
43
44
44
44

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang penting dalam
memenuhi kebutuhan gizi. Kebutuhan sayuran tersebut semakin meningkat seiring
dengan terus bertambahnya jumlah penduduk. Jika melihat kebutuhan terhadap
sayuran yang kontinu maka nilai komersial produk hortikultura ini cukup tinggi.
Selain itu, sejalan dengan meningkatnya pendapatan dan kualitas pendidikan
masyarakat, maka meningkat pula kesadaran masyarakat tentang pola hidup sehat
dan bergizi melalui konsumsi sayuran dan buah-buahan yang memadai.
Sawi hijau merupakan salah satu jenis sayuran popular yang dikonsumsi
untuk berbagai jenis masakan. Sayuran ini secara luas mudah dibudidayakan
diberbagai daerah di Indonesia, khususnya Jawa Barat. Hal itu dapat dilihat dari
semakin banyaknya sawi hijau dalam berbagai jenis makanan, baik makanan lokal
maupun asing. Jenis sayuran ini juga disediakan diberbagai macam pasar, seperti
pasar tradisional maupun pasar swalayan. Meskipun dibutuhkan dalam jumlah yang
tidak terlalu banyak dalam sebuah makanan, namun permintaan masyarakat akan
sawi hijau cukup tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan konsumen, baik dalam segi
kualitas maupun kuantitas, perlu dilakukan peningkatan produksi. Namun perlu
diingat, bahwa sawi hijau ini termasuk jenis sayur yang mudah rusak, mudah layu,
menguning dan busuk sehingga perlu penanganan yang lebih cepat setelah panen
karena sayuran ini mempunyai umur simpan yang pendek.
Mutu menjadi sangat penting untuk dapat mencitrakan produk sayuran
tersebut seperti diinginkan oleh konsumen. Mutu dari produk yang akan dijual
sangat tergantung pada kondisi produk tersebut saat penerimaan dan pengelolaan
pascapanennya di pusat-pusat penjualan. Parameter warna, kesegaran dan aroma
serta pemajangan yang menarik sering dijadikan indiktor kelayakan produk tersebut
untuk dibeli oleh konsumen. Produk pascapanen hortikultura berupa sayuran daun
sangat mudah mengalami kemunduran kualitas yang dicirikan oleh terjadinya
proses pelayuan yang cepat (Ness & Powles 1996; Salunkhe et al. 1974 dalam
Utama et.al 2007). Salah satu penyebab terjadinya pelayuan adalah karena adanya
proses transpirasi atau penguapan air yang tinggi melalui bukaan-bukaan alami
seperti stomata, hidatoda dan lentisel yang tersedia pada permukaan dari produk
sayuran daun. Kadar air (85-98%) dan rasio yang tinggi antara luas permukaan
dengan berat produk memungkinkan laju penguapan air berlangsung tinggi
sehingga proses pelayuan dapat terjadi dengan cepat (Van Den Berg & Lenz 1973
dalam Utama 2007). Selain faktor internal produk, faktor eksternal seperti suhu,
kelembaban serta kecepatan aliran udara juga berpengaruh terhadap kecepatan
pelayuan.
Seperti yang diketahui, buah dan sayuran pascapanen seperti sawi hijau
merupakan produk hidup yang masih aktif melakukan aktivitas metabolismenya.
Hal ini dicirikan dengan adanya proses respirasi yang masih berjalan seperti halnya
sebelum produk tersebut dipanen. Laju respirasi pascapanen ini sering dijadikan
sebagai indikator tingkat laju kerusakan bahan. Semakin tinggi tingkat laju
respirasinya maka semakin cepat laju kerusakan bahan yang terjadi. Banyak cara
yang dapat diaplikasikan untuk menghambat laju kerusakan pascapanen komoditas

2
sayur-sayuran, seperti menggunakan teknik pengemasan yang baik, melakukan
precooling dan penyimpanan dingin. Teknik pengemasan yang baik diharapkan
dapat mengurangi terjadinya kontak langsung antara bahan dengan uap air, CO2 dan
O2, sedangkan perlakuan precooling dimaksudkan untuk menghilangkan panas
lapang (field heat) dengan cepat dan sesegera mungkin untuk mengurangi laju
respirasi dan reaksi metabolisme lain, serta mengurangi beban pendinginan selama
penyimpanan. Hal tersebut diharapkan dapat menekan kehilangan dan dapat
memperpanjang masa simpan serta mempertahankan mutu sayuran segar dalam
waktu yang cukup lama.
Banyak cara precooling yang dapat dilakukan untuk menurunkan panas
lapang bahan, salah satunya dengan cara hydrocooling (perendaman dengan air es).
Teknik precooling ini diaplikasikan pada sawi hijau untuk mempertahankan
kesegaran dalam proses distribusinya, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui kombinasi suhu dan lama perendaman yang memberikan pengaruh
terbaik dalam memperthankan mutu sawi. Pada tahun 2008, Anolita Dewi sudah
pernah melakukan penelitian mengenai hydrocooling sayuran dengan obyek pak
choi dengan perlakuan suhu dan lama perendaman.

Perumusan Masalah
Sawi hijau didinginkan dengan menggunakan dua variasi suhu air yaitu 50C
dan 100C, kemudian dilakukan penyimpanan pada suhu ruang dan suhu 130C.
Penentuan suhu hydrocooling dan suhu penyimpanan optimum dilakukan dengan
pengujian parameter mutu dan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui perubahan mutu sawi
hijau selama penyimpanan setelah perlakuan hydrocooling.
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mengkaji hubungan antara penuruan suhu bahan dengan laju respirasi sawi
hijau
2. Mengetahui pengaruh penurunan suhu bahan terhadap mutu sawi hijau
3. Menentukan kombinasi suhu air dan lama perendaman yang dibutuhkan untuk
mencapai suhu bahan optimal pada perlakuan hydrocooling yang dapat
mempertahankan kesegaran sawi hijau

TINJAUAN PUSTAKA
Sawi Hijau
Tanaman sawi (Brassica juncea) masih satu famili dengan kubis-krop, kubis
bunga, broccoli dan lobak atau rades, yakni famili cruciferae (brassicaceae) oleh
karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama pada sistem

3
perakaran, struktur batang, bunga, buah (polong) maupun bijinya. Sawi adalah
sekelompok tumbuhan yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan
pangan sayuran. Sawi termasuk ke dalam kelompok tanaman sayuran daun yang
mengandung zat-zat gizi lengkap yang memenuhi syarat untuk kebutuhan gizi
masyarakat. Sawi hijau bisa dikonsumsi dalam bentuk olahan diberbagai macam
masakan. Selain itu berguna untuk pengobatan (terapi) berbagai macam penyakit
(Cahyono, 2003).
Klasifikasi tanaman sawi sebagai berikut :
Kelas
: Angiospermae
Divisi
: Spermatophyta
Sub-kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Papavorales
Famili
: Brassicaceae
Genus
: Brassica
Spesies
: Brassica juncea L.

Gambar 1 Sawi hijau (Brassica juncea)
Sawi hijau juga dikenal oleh petani sebagai sawi bakso. Jenis sayuran ini
mempunyai bentuk mirip caisin, tetapi memiliki perbedaan tangkai daun panjang,
daun tanaman lebar berwarna hijau tua, dan tidak berbulu. Sawi hijau sebagai bahan
makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap sehingga apabila
dikonsumsi sangat baik untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Kandungan gizi
setiap 100 g bahan yang dapat dimakan pada sawi hijau ditunjukkan oleh Tabel 1:

4

Tabel 1 Kandungan gizi 100 gram Sawi
No
Komposisi
Jumlah
1
Kalori
22,00 k
2
Protein
2,30 g
3
Lemak
0,30 g
4
Karbohidrat
4,00 g
5
Serat
1,20 g
6
Kalsium (Ca) 220,50 mg
7
Fosfor (P)
38,40 mg
8
Besi (Fe)
2,90 mg
9
Vitamin A
969,00 SI
10
Vitamin B1
0,09 mg
11
Vitamin B2
0,10 mg
12
Vitamin B3
0,70 mg
13
Vitamin C
102,00 mg
Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI

Precooling
Rantai pendinginan terdiri atas precooling, cooling dan cooling freezing.
Precooling dilakukan sesaat setelah panen. Precooling atau prapendinginan adalah
cara pemindahan cepat panas lapang (field heat) ke suhu yang mendekati suhu
penyimpanan yang tepat dan merupakan garis awal untuk memperlambat proses
biologis yang dapat mengurangi kualitas produk. Precooling, dalam hubungannya
dengan pendinginan selama proses penanganan, menyediakan rantai dingin untuk
memaksimalkan penyimpanan dan pengendalian penyakit dan hama (Sargent et al
1988). Selain itu, precooling berfungsi untuk memperlambat laju respirasi,
menurunkan kepekaan terhadap mikroba, mengurangi jumlah air yang hilang
(wilting), memudahkan pemindahan ke ruang pendingin, dan mengurangi produksi
etilen. Precooling dapat mempertahankan mutu maksimum sayuran dan buahbuahan yang telah dipanen melalui:
a) pengurangan panas laten,
b) penurunan laju respirasi,
c) penghambatan laju pematangan akibat penurunan produksi etilen,
d) pencegahan pengkerutan dan pelayuan akibat kehilangan kadar air yang
berlebihan, serta
e) pencegahan meluasnya proses pembusukan.
Precooling dilakukan dengan berbagai metode yaitu antara lain: Pendinginan
paksa (Forced air cooling), hydrocooling, pendinginan vakum (vacuum cooling)
dan penyemprotan air vakum (water spray vacuum), pengemasan es (Package
icing), pendinginan kamar (room cooling). Berikut perbandingan metode
precooling (Tabel 2).

5

Tabel 2 Perbandingan metode precooling (pra pendinginan)

* Tidak diinformasikan
Sumber: Thompson et al 1998
Pemilihan cara precooling biasanya ditentukan oleh : a) sifat-sifat daya hantar
panas komoditi, b) perbandingan permukaan terhadap isi, c) mudah tidaknya rusak
komoditi tersebut, d) biaya operasi, dan e) mudah tidaknya metode tersebut sesuai
dengan ketersediaan fasilitas (Pantastico, 1989). Hydrocooling adalah metode
precooling dengan menuangkan produk ke dalam air dengan suhu sekitar 0oC.
Metode ini dianggap metode yang paling efektif guna membuang panas sensible.
Produk yang diberi perlakuan hydrocooling harus toleran terhadap air. Becker and
Fricke (2001) menyebutkan bahwa hydrocooling adalah salah satu metode
precooling dimana produk disemprot dengan air atau dengan memasukkan produk
kedalam suatu bak. Hal yang sama juga dikemukakan oleh DeEll J (2003), bahwa
metode precooling dengan hydrocooling efektif untuk pendinginan sayur-sayuran
dalam kemasan atau curah secara cepat. Jobling (2000) menambahkan bahwa
metode hydrocooling mempunyai keuntungan bila dibandingkan metode
precooling lainnya yaitu dapat membantu membersihkan produk. Metode ini sesuai
untuk produk seperti tomat, melon dan sayuran daun.

Pendugaan Waktu Perambatan Suhu
Pendinginan dapat dianggap sebagai proses penurunan suhu bahan dari suhu
awal ke suhu tertentu di atas titik beku, yang merupakan proses tak-mantap
(unsteady-state). Salah satu faktor yang penting dalam analisa pindah panas takmantap adalah perbandingan antara tahanan di dalam dengan di luar bahan terhadap
perpindahan panas tersebut, yang dalam bilangan tak-berdimensi dikenal dengan
bilangan Biot (NBi = hcl/k). Berdasarkan faktor kunci tersebut, waktu pendinginan
dapat diduga dengan menggunakan rumus berikut:
t=

dimana:
t
Fo
L

� �L


= Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu yang diinginkan (s)
= bilangan fourier
= Jarak terpendek dari permukaan (m)

6
α

= difusivitas panas (m2/s), yang didapatkan melalui rumus:

α=



���

dimana :
k
= Konduktivitas bahan (J/m.s.oC)
ρ
= Massa jenis (kg/m3)
Cp
= Panas spesifik (kJ/kg. oC)

,

Bilangan fourier (Fo) ditentukan menggunakan Chart Gurney-Lurie yang
ditunjukkan pada Lampiran 1. Untuk mendapatkan Fo dalam chart tersebut, harus
memplotkan variabel Y, m, dan n yang didapatkan menggunakan rumus-rumus
berikut:
Y=

�− ��

� −��

m=

Dimana:
Y
T
Tm
To
m
h



ℎ��

= Dimensionless temperature
= Suhu yang ingin dicapai (oC)
= Suhu media pendingin (oC)
= Suhu awal bahan (oC)
= Reciprocal of Biot number
= Koefisien pindah panas konveksi (J/s.m2C)

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan
Hasil Pertanian Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB. Waktu pelaksanaan
penelitian dilakukan pada bulan Maret 2013 hingga Juni 2013.

Bahan Penelitian
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah sawi hijau (Brassica
juncea) yang didapatkan dari petani di daerah Cikupa, Bogor dan dipanen pada
umur 18 hari setelah tanam. Bahan lain yang digunakan adalah Keranjang, air
bersih, es batu sebagai bahan untuk melakukan hydrocooling dan plastik kemasan
PP.

7

Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan terdiri dari Cosmotecor, Respiration chamber,
Spectrophotometer, Chromameter, Rheometer, Universal Testing Machine,
timbangan digital dan analitik, oven, desikator, lemari pendingin (Refrigator),
Hybrid Recorder dan Termocouple serta peralatan penunjang lainnya. Gambar
peralatan dapat dilihat di Lampiran 2.

Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu:
Tahap 1: Pengaruh suhu bahan terhadap laju respirasi dan perubahan mutu
selama periode simpan
Penelitian tahap 1 bertujuan untuk menentukan suhu penyimpanan optimal
untuk sawi hijau berdasarkan laju respirasi dan perubahan mutu sawi hijau selama
penyimpanan. Sawi hijau yang dipanen pada umur 18 hari setelah tanam, disortasi
untuk memilih sayur yang sehat dan seragam. Selanjutnya diberi perlakuan
penyimpanan pada 3 suhu yang berbeda (suhu ruang, suhu 20oC dan suhu 13 oC)
untuk mengukur perubahan suhu bahan sampai mencapai suhu lingkungan. Proses
pengukuran suhu bahan tumpukan sawi hijau ditunjukkan pada Gambar 2.

Peletakkan termocouple untuk
mengukur suhu bahan pada tumpukan
daun sawi hijau
Peletakkan termocouple untuk
mengukur suhu bahan pada tumpukan
batang sawi hijau

Gambar 2 Cara pengukuran suhu bahan tumpukan sawi hijau menggunakan
termocouple pada bagian batang dan daun
Setelah itu, dievaluasi mutu awal sayuran (kekerasan, warna, bobot, uji tarik,
uji klorofil, uji organoleptik dan kadar air) dan uji laju respirasi untuk masingmasing perlakuan. Pengukuran parameter mutu dilakukan setiap 2 hari sekali,
sedangkan untuk pengukuran laju respirasi dilakukan setiap hari. Untuk setiap
pengukuran parameter dilakukan 3 kali ulangan/perlakuan.
Diagram alir penelitian tahap 1 seperti pada Gambar 4.

8
Tahap 2: Menentukan kombinasi suhu air hydrocooling dan waktu
perendaman untuk menghasilkan suhu bahan yang diharapkan
serta mengetahui penurunan mutu bahan selama penyimpanan
Penelitian tahap 2 adalah untuk menentukan lama waktu perendaman optimal
untuk sawi hijau. Sawi yang digunakan pada penelitian adalah sawi hijau yang
dipanen pada umur 18 hari. Penelitian ini disusun secara faktorial dengan 2 faktor,
faktor pertama yaitu suhu hydrocooling dengan 2 taraf yaitu H1 = hydrocooling 5oC;
H2 = hydrocooling 10oC. Faktor kedua adalah suhu penyimpanan dengan 2 taraf
yaitu S1 = suhu ruang; dan S2 = suhu 13oC. Sawi yang dihydrocooling menggunakan
air es di ukur lama waktu perendamannya sampai suhu bahannya mencapai suhu
bahan terbaik yang dicapai pada penelitian Tahap 1. Proses pengukuran suhu bahan
tumpuksan sawi hijau saat hydrocooling ditunjukkan oleh Gambar 3.

Titik termocouple

Titik termocouple

(a)

(b)

Gambar 3 Penempatan termocouple pada bagian batang dan daun sawi hijau untuk
mengukur suhu tumpukan bahannya (a), proses hydrocooling tumpukan
sawi hijau (b)
Setelah dikenakan perlakuan hydrocooling, sawi diikemas dalam plastik PP
kemudian disimpan. Pada masing-masing perlakuan diambil sampel secara acak
untuk dievaluasi mutu awal sayuran (kekerasan, warna, bobot, uji tarik, uji klorofil,
kadar air). Untuk mengetahui perubahan mutu selama penyimpanan dilakukan
beberapa pengujian fisik (kekerasan, warna, bobot, uji tarik, uji klorofil, kadar air)
yang dilakukan setiap hari sampai sayuran menunjukkan tanda pembusukkan.
Prosedur penelitian tahap 2 dapat dilihat pada Gambar 5.

9
Pemanenan

Sortasi dan trimming

Penimbangan bahan
(@100 gram, 3 ulangan)

Penyimpanan bahan dalam
suhu ruang (27-30oC)

Penyimpanan bahan dalam lemari
pendingin (20oC, 13oC)

Perekaman data dan pengamatan

- Kandungan klorofil daun
- Warna daun
- Uji tarik daun
- Kekerasan batang
- Susut bobot
- Kadar air
- Organoleptik (warna, kekerasan
dan kesegaran)

-T

bahan
-Konsentrasi
CO2 dan O2
- RH

Analisis data
Suhu bahan optimum

A
Gambar 4 Diagram penelitian Tahap 1 untuk menentukan suhu bahan terbaik

10
Pemanenan

Sortasi dan trimming

Penimbangan bahan
(@250 gram, 3 ulangan)

Perlakuan hydrocooling untuk mencapai
suhu bahan optimum

A

Suhu air 100 C

Suhu air 50 C

- T bahan
- Waktu

Perekaman data
Penyimpanan bahan

Suhu130 C

Suhu ruang

Pengukuran parameter
kesegaran

Analisis hasil penelitian

- Kandungan klorofil
- Warna Daun
- Kekerasan petiol
- Uji tarik daun
- Susut bobot
- Kadar air

Selesai

Gambar 5 Diagram alir penelitian Tahap 2 untuk menentukan kombinasi suhu air
dan lama perendaman terbaik

11
Pengamatan dan Analisa
1. Kadar Air
Kadar air dihitung dengan cara menimbang bahan yang telah dioven dengan
timbangan analitik dan membandingkannya dengan bobot awal sebelum
dimasukkan kedalam oven. Bagian sawi yang diukur kadar airnya adalah bagian
daun dan batang (petiol). Pertama-tama cawan kosong dikeringkan dalam oven dan
didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sejumlah sampel dimasukkan
dalam cawan, kemudian ditimbang, cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu
105oC selama 6 jam. Cawan dan sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang
setelah dingin. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus persamaan (1):
Kadar air (%bb) =

Be a ai

Be a

a

a

g

e g

x

%

(1)

2. Kekerasan Batang
Kekerasan sawi hijau diukur pada petiolnya dengan menggunakan Rheometer
yang diset dengan mode 20, beban maksimum 2 kg, dalam penekanan 30 mm,
kecepatan penurunan beban 60 mm/menit dan diameter plunger jarum 5 mm. Bahan
ditekan pada 3 bagian (pangkal, tengah dan ujung petiol) dan hasil pengukuran dari
ketiga bagian dirata-rata. Pengukuran kekerasan ini dilakukan setiap hari selama
pengamatan. Proses pengukuran dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Proses pengukuran kekerasan batang sawi hijau dengan rheometer
3. Warna
Pengukuran dilakukan pada daun sawi hijau yang berwarna hijau (daun)
dengan 5 kali ulangan. Pengukuran pada bagian daun digunakan untuk melihat
kecenderungan terjadinya pemudaran warna hijau selama penyimpanan. Sistem
notasi warnanya dinyatakan dengan menggunakan system Hunter. Komponen
warna yang diukur adalah L (kecerahan), a (warna merah/positif, warna
hijau/negatif), dan b (warna kuning/positif, warna biru/negatif). Cara mengukurnya,
alat sensor Chromameter diletakkan dipermukaan daun sawi hijau sehingga tidak
terdapat celah diantara alat sensor Chromameter dengan daun yang mengakibatkan
cahaya dapat masuk dan keluar permukaan sensor ke lingkungan. Setelah siap,
tombol pengaktif pengukuran ditekan sehingga lampu sumber cahaya menyala dan
reflektannya terukur (Gambar 7).

12

Gambar 7 Proses pengukuran warna daun sawi hijau dengan chromameter
4. Uji Tarik Daun
Pengukuran tingkat kelayuan daun sawi hijau dilakukan dengan uji tarik. Alat
yang digunakan yaitu universal testing machine dengan beban maksimal 0.25 kN
dan kecepatan tarik 20mm/menit dengan ukuran daun sawi yang ditarik adalah (8 x
3) cm, Uji tarik ini dilakukan pada setiap hari selama pengamatan. Setiap pengujian,
digunakan 3 buah sampel daun/perlakuan. Proses pengukuran uji tarik dapat dilihat
pada Gambar 8.

Gambar 8 Proses pengukuran uji tarik daun sawi hijau menggunakan universal
testing machine
5. Uji Kandungan Klorofil
Pengukuran kadar klorofil menggunakan Spectrophotometer yang dilakukan
di Laboratorium Analysis and Chromatography, Departemen Agronomi dan
Hortikultura. Untuk sawi yang disimpan disuhu ruang, pengukuran kadar klorofil
dilakukan setiap hari, sedangkan untuk sawi yang disimpan pada lemari pendingin,
pengukuran dilakukan pada hari ke 0, 3, 6 dan 9, dimana pengulangan dilakukan
sebanyak dua kali. Pengukuran kadar klorofil sawi hijau dilakukan dengan
menetapkan klorofil a dan b dengan mengukur absorbansi dari filtrat menggunakan
spectrophotometer. Pertama spectrophotometer dipanaskan selama 10-15 menit.
Tempat sampel dikosongkan untuk penyesuaian angka nol, dan memilih panjang

13
gelombang. Sampel berisi larutan dimasukkan kedalam tempat yang sudah diadjust,
dan dilakukan pembacaan kadar klorofil.
6. Susut Bobot
Pengukuran susut bobot dilakukan setiap hari sebanyak 3 kali ulangan selama
proses penyimpanan. Untuk mengukur susut bobot digunakan rumus persamaan 2
sebagai berikut:
Susut bobot (%) =

�−��


x 100%

(2)

Dimana:
W = Bobot bahan pada awal penyimpanan (g)
Wa = Bobot bahan pada akhir penyimpanan (g)

7. Laju Respirasi
Pengukuran laju respirasi dilakukan untuk menentukan konsumsi O2 dan
produksi CO2 pada sawi hijau setelah penyimpanan. Sawi hijau yang telah dipanen
ditimbang (100 ± 10 gr) dan dimasukkan kedalam jar gelas dengan volume 3310
ml. Jar gelas ditutup dengan penutup plastik tebal yang telah dilengkapi dengan dua
buah pipa plastik fleksibel sebagai saluran pengeluaran dan pemasukan udara atau
gas. Jarak antara gelas, ditutup dengan lilin untuk mencegah udara keluar atau
masuk jar gelas. Selanjutnya, pipa plastik ditutup dengan menggunakan penjepit,
kemudian jar gelas yang berisi sawi hijau disimpan pada suhu ruang, suhu 20oC dan
suhu 13oC. Pada saat pengukuran respirasi, kedua selang tersebut dihubungkan ke
Cosmotector untuk mengukur CO2 dan O2 (Gambar 9).

Gambar 9 Proses pengukuran laju respirasi CO2 dan O2 menggunakan cosmotector
Pengukuran gas didalam jar gelas dilakukan 2 jam sekali setiap hari selama 6 jam,
sampai sawi menunjukkan tanda pembusukkan. Laju respirasi dihitung berdasarkan
laju produksi CO2 dan laju konsumsi O2. Laju respirasi dihitung dengan persamaan
Mannapperuma dan Singh (1989):

Dimana:

R = ⁄ ×��⁄��

R = laju respirasi (ml/kg.jam)
V = volume bebas wadah (ml)
W = berat sampel (kg)
��⁄ = laju perubahan konsentrasi CO2 atau O2 (%/jam)
��

(3)

14
8. Uji Organolepetik
Uji organoleptik yang akan digunakan adalah uji hedonik yang menyangkut
penilaian 10 orang panelis terhadap sifat produk. Dalam uji ini, panelis diminta
tanggapannya mengenai kesukaan atau ketidaksukaannya. Pengujian ini
menggunakan skor dengan tujuh skala kesukaan (1-7). Parameter yang diuji secara
organoleptik dari sawi hijau adalah warna, kesegaran batang dan daun, serta
kekerasan batang. Skor 3 merupakan batas penerimaan konsumen terhadap
parameter yang diujikan.
Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
dengan dua factor dan tiga kali ulangan. Faktor perlakuan yang digunakan adalah:
H
: Suhu hydrocooling (0C)
H1
: 50 C
H2
: 100C
S
: Suhu penyimpanan (0C)
S1
: ruang (25-300C)
S2
: 130C

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap 1
Pengaruh Suhu Bahan Terhadap Laju Respirasi dan Perubahan Mutu
Selama Periode Simpan
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menghambat laju penurunan produk
sayur-sayuran seperti sawi hijau, salah satunya dengan memberi perlakuan
precooling setelah pemanenan. Namun, sebelum mendapatkan suhu precooling
yang optimal, diperlukan penelitian pendahuluan untuk mendapatkan suhu bahan
optimal. Penelitian pendahuluan tersebut dilakukan dengan memberikan perlakuan
penyimpanan terhadap sawi hijau kemudian mengukur laju respirasi dan parameter
mutunya.
Untuk mendapatkan suhu bahan optimal pada sawi hijau, dilakukan
penyimpanan pada beberapa perlakuan suhu, yaitu suhu ruang, suhu 20oC dan suhu
13oC. Penurunan suhu bahan sawi hijau sampai mendekati suhu lingkungannya
ditunjukkan oleh Gambar 10. Sawi hijau dapat mencapai suhu 13oC setelah 50
menit. Sementara itu, untuk mencapai suhu bahan 20oC juga dibutuhkan waktu 50
menit, sedangkan sawi yang disimpan pada suhu ruang, suhu bahannya sudah stabil
sejak awal penyimpanan. Suhu yang dicapai oleh bahan ini berpengaruh pada laju
respirasi sawi hijau.

15

Suhu Bahan (OC)

30,0
25,0
20,0
15,0
10,0
5,0
0,0
0

20

40

60

80

100

Menit KePerlakuan suhu penyimpanan 13°C

Perlakuan suhu penyimpanan 20°C

Perlakuan suhu penyimpanan 27°C

Poly. (Perlakuan suhu penyimpanan 13°C)

Poly. (Perlakuan suhu penyimpanan 20°C)

Poly. (Perlakuan suhu penyimpanan 27°C)

Gambar 10 Penurunan suhu bahan sawi hijau selama proses penyimpanan pada
berbagai jenis suhu penyimpanan
Sawi hijau adalah komoditi yang masih hidup. Komoditi tersebut tetap
bernafas, mengambil O2 dan menghasilkan CO2, uap air dan panas. Pantastico
(1986) mengatakan bahwa laju respirasi dianggap sebagai indikator aktivitas
metabolisme yang masih berjalan, oleh karena itu sering dianggap sebagai potensi
daya simpan sayuran setelah panen. Komoditas dengan laju respirasi lebih tinggi
cenderung memiliki waktu penyimpanan lebih pendek dibandingkan komoditas
dengan laju respirasi rendah (Saltveit 2004).
Laju respirasi sawi hijau pada berbagai suhu penyimpanan ditunjukkan pada
Gambar 11. Pengukuran respirasi dilakukan selama penyimpanan sampai sawi
hijau mengalami pembusukkan. Seperti yang terlihat pada gambar, sawi yang
disimpan pada suhu ruang mempunyai laju respirasi yang lebih tinggi dari pada
sawi yang disimpan pada suhu 200C dan 130C. Hal ini terjadi akibat pengaruh suhu
bahan yang dicapai oleh sawi hijau selama dilakukan penyimpanan. Rata-rata laju
pengeluaran CO2 sawi pada suhu 130C adalah 6.37 ml/kg.jam, sedangkan untuk
sawi yang disimpan pada suhu 200C, laju respirasi rata-rata adalah 7.33 ml/kg.jam
dan untuk penyimpanan disuhu ruang, laju respirasi rata-rata 12.07 ml/kg.jam. Sawi
yang disimpan pada suhu ruang hanya bertahan sampai hari ke-4, sedangkan sawi
yang disimpan pada suhu 200C dan 130C bertahan sampai hari ke-8. Untuk sawi
disuhu ruang, puncak respirasi CO2 terjadi pada hari ke-3, sedangkan untuk sawi
disuhu 200C dan 130C, puncak peningkatan respirasi terjadi pada hari ke-7.
Peningkatan laju respirasi ini menandakan terjadinya kemunduran kualitas sawi
hijau yang mengarah pada pembusukkan. Utama (2001) mengatakan bahwa
semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat pula perombakan-perombakan
tersebut yang mengarah pada kemunduran dari produk tersebut.

Laju respirasi (ml/kg.jam)

16
20

y = 0,7151x2 - 0,8599x + 9,4992
R² = 0,8628

y = -0,0564x2 + 0,8908x + 5,0459
R² = 0,1215

15
10

y = 0,0031x2 + 0,2433x + 5,0465
R² = 0,1208

5
0
0

2

4

6

8

10

12

Hari kesuhu penyimpanan 13°C
suhu penyimpanan 27°C
Poly. (suhu penyimpanan 20°C)

suhu penyimpanan 20°C
Poly. (suhu penyimpanan 13°C)
Poly. (suhu penyimpanan 27°C)

Gambar 11 Grafik perbandingan laju respirasi CO2 sawi hijau selama proses
penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan

Laju respirasi (ml/kg.jam)

Grafik laju konsumsi O2 yang ditunjukkan oleh Gambar 12 menunjukkan
konsumsi O2 sawi hijau pada suhu ruang tertinggi dibandingkan dengan suhu
penyimpanan lainnya. Konsumsi O2 pada sawi yang disimpan disuhu ruang bersifat
fluktuatif, sedangkan untuk suhu 200C dan 130C, konsumsi berkecenderungan
menurun diawal penyimpanan dan naik diakhir penyimpanan dengan perubahan
konsumsi relatif rendah per harinya. Rata-rata laju konsumsi O2 sawi pada suhu
130C adalah 3.72 ml/kg.jam, sedangkan untuk sawi yang disimpan pada suhu 200C,
laju respirasi rata-rata adalah 6.59 ml/kg.jam dan untuk penyimpanan disuhu ruang,
laju respirasi rata-rata 11.90 ml/kg.jam. Berdasarkan laju respirasi CO2 dan laju
konsumsi O2 tersebut, penyimpanan dengan suhu 13oC merupakan perlakuan
terbaik karena dapat menurunkan laju respirasi sehingga dapat mempertahankan
masa simpannya. Penurunan suhu mampu menghambat reaksi kimiawi dan
kegiatan enzim yang berpengaruh pada laju respirasinya.
20

y = 0,6075x2 - 0,9525x + 10,159
R² = 0,5729

15

y = 0,0943x2 - 0,6717x + 7,1358
R² = 0,3324

10
5

y = 0,0789x2 - 0,7883x + 4,9015
R² = 0,6523

0
0

2

4

6

8

10

12

Hari kesuhu penyimpanan 13°C

Suhu penyimpanan 20°C

suhu penyimpanan 27°C

Poly. (suhu penyimpanan 13°C)

Poly. (Suhu penyimpanan 20°C)

Poly. (suhu penyimpanan 27°C)

Gambar 12 Grafik perbandingan laju respirasi O2 sawi hijau selama proses
penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan

17
Selama proses respirasi tersebut, sawi hijau kehilangan air dan karbon hasil
respirasi. Selain itu, respirasi juga menghasilkan panas yang akan meningkatkan
proses transpirasi sehingga terjadi kehilangan air selama penyimpanan. Kehilangan
air pada bahan selama penyimpanan tidak hanya menyebabkan kehilangan berat,
tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan tekstur yang akhirnya menyebabkan
penurunan kualitas. Akibatnya, bahan terlihat layu dan mengurangi tingkat
penerimaan konsumen. Susut bobot sawi hijau dapat dilihat pada Gambar 13.
y = -0,9893x2 + 18,603x + 0,1454
R² = 0,9997

Susut Bobot (%)

100,00
80,00

y = -1,7122x2 + 23,536x + 3E-14
R² = 1

60,00

y = -0,2812x2 + 9,8317x - 0,3327
R² = 0,9996

40,00
20,00
0,00
0

2

4

Hari ke-

Suhu penyimpanan 13°C
Suhu penyimpanan 27°C
Poly. (Suhu penyimpanan 20°C)

6

8

10

Suhu penyimpanan 20°C
Poly. (Suhu penyimpanan 13°C)
Poly. (Suhu penyimpanan 27°C)

Gambar 13 Grafik perbandingan susut bobot sawi hijau selama proses penyimpanan
pada berbagai jenis suhu penyimpanan
Penurunan bobot sawi hijau sangat dipengaruhi oleh keadaan suhu
lingkungan. Sawi hijau yang disimpan pada suhu ruang mengalami penurunan
bobot yang paling tinggi jika dibandingkan dengan sawi yang disimpan disuhu 200C
dan 130C. Seperti yang terlihat Gambar 13, grafik peningkatan susut bobot sawi
yang disimpan pada suhu ruang terlihat lebih curam dibandingkan dengan dua suhu
lainnya. Artinya, penyimpanan disuhu dingin menghambat terjadinya penurunan
bobot karena suhu dingin dapat menghambat proses respirasi dan mengurangi
proses transpirasi yang terjadi pada sawi hijau. Menurut Kays (1991) suhu
mempengaruhi mekanisme membuka dan menutupnya bukaan-bukaan alami pada
permukaan produk seperti stomata. Saat kondisi suhu produk relatif tinggi maka
bukaan-buakaan alami cenderung membuka dan sebaliknya pada keadaan suhunya
relatif rendah maka bukaan alami mengalami penutupan.
Susut bobot sangat berkaitan dengan kehilangan air. Jumlah kehilangan air
akibat transpirasi dan respirasi direpresentasikan dalam grafik kadar air pada
Gambar 14 dan 15. Air yang terkandung dalam batang lebih banyak dibandingkan
dengan kadar air pada daun sawi. Rata-rata kadar air batang awal sebesar 94.32%,
sedangkan rata-rata kadar air daun awal sebesar 89.30%. Gambar 14 dan 15
menunjukkan bahwa kadar air batang dan daun mengalami fluktuasi selama
penyimpanan, namun secara umum selama penyimpanan, kadar air batang dan daun
mengalami penurunan. Fluktuasi nilai ini terjadi karena penggunaan sampel yang
berbeda saat dilakukan pengukuran. Seperti yang ditunjukkan Gambar 14, pada hari
ke-4 terjadi penurunan signifikan kadar air batang sawi yang disimpan pada suhu
ruang dan suhu 200C, sedangkan penurunan signifikan kadar air batang sawi hijau
terjadi pada hari ke-10. Kadar air daun sawi hijau juga cenderung mengalami

18

Kadar Air (%)

penurunan selama penyimpanan seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 15.
Penurunan tertinggi terjadi pada sawi yang disimpan pada suhu ruang, sedangkan
penurunan terendah terjadi pada sawi yang disimpan pada suhu 130C. Penyimpanan
dingin mampu mempertahankan kadar air yang terkandung dalam batang sawi
hijau. Menurut Utama (2001), penyimpanan dengan menggunakan suhu rendah
mampu mengurangi proses transpirasi akibat panas yang dihasilkan dari proses
respirasi.
y = 0,0783x2 - 0,6691x + 95,79
R² = 0,5278

97,00
94,00
91,00
88,00
85,00
82,00
79,00
76,00

y = -0,1482x2 + 0,132x + 96,303
R² = 1

0

2

y = -0,0471x2 + 0,1622x + 95,728
R² = 0,9053

4

Hari ke-

6

Suhu penyimpanan 13°C
Suhu penyimpanan 27°C
Poly. (Suhu penyimpanan 20°C)

8

10

Suhu penyimpanan 20°C
Poly. (Suhu penyimpanan 13°C)
Poly. (Suhu penyimpanan 27°C)

Kadar Air (%)

Gambar 14 Grafik perbandingan kadar air batang sawi hijau selama proses
penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan
97,00
94,00
91,00
88,00
85,00
82,00
79,00
76,00

y = 0,0036x2 - 0,2891x + 89,229
R² = 0,4564
y = -0,0782x2 + 0,0495x + 88,959
R² = 0,7256

y = -1,7151x2 + 3,6827x + 89,328
R² = 1

0

2

4

6

8

10

Hari keSuhu penyimpanan 13°C
Suhu penyimpanan 27°C
Poly. (Suhu penyimpanan 20°C)

Suhu penyimpanan 20°C
Poly. (Suhu penyimpanan 13°C)
Poly. (Suhu penyimpanan 27°C)

Gambar 15 Grafik perbandingan kadar air daun sawi hijau selama proses
penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan
Penurunan kadar air batang dan daun sawi hijau mempengaruhi nilai
kesukaan konsumen terhadap kesegaran sawi hijau pada uji organoleptik (Gambar
16). Pengamatan organoleptik dengan parameter kesegaran batang dan daun
dimaksudkan untuk mendapatkan penilaian konsumen mengenai tingkat kelayuan
sawi hijau selama penyimpanan.

19

Nilai Organoleptik

7
6

5,9

5,4 5,2

5

4,7 4,9

4

3,6

3,3

2,8

3

2,4

2,1 2,3

2
1
0
0

2

4

6

Hari keSuhu penyimpanan 13°C

Suhu penyimpanan 20°C

Suhu penyimpanan 27°C

Gambar 16 Pengujian organoleptik untuk parameter kesegaran daun dan batang
sawi hijau selama proses penyimpanan pada berbagai jenis perlakuan
suhu penyimpanan
Seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 16, penurunan tingkat kesukaan yang
cukup tinggi terjadi pada hari ke-4. Sawi yang disimpan pada suhu 13oC
menunjukkan nilai kesukaan yang masih cukup tinggi dibandingkan dengan sawi
yang disimpan pada dua suhu penyimpanan lainnya. Jika dikaitkan dengan grafik
penurunan kadar air batang dan daun (Gambar 14 & 15), kadar air sawi yang
disimpan pada suhu 13 oC dihari ke-4 masih lebih tinggi dibandingkan dengan dua
suhu penyimpanan lainnya. Konsumen sudah tidak menyukai sawi yang disimpan
pada suhu ruang dan suhu 20oC pada hari ke-4, sedangkan dihari ke-6, konsumen
sudah tidak menyukai sawi yang disimpan pada suhu 13oC.
Selain berpengaruh terhadap kesukaan konsumen, kehilangan air yang
disebabkan oleh proses respirasi dan transpirasi juga berpengaruh terhadap tekstur
produk. Bila air yang ditranspirasikan tidak dikendalikan, maka produk akan cepat
menjadi layu. Pengukuran kekerasan adalah salah satu metode yang digunakan
dalam menilai kualitas tekstural produk segar hortikultura. Ketegaran (kekerasan)
sayuran berpengaruh terhadap tampilan kesegaran yang menjadi tolak ukur
konsumen saat memilih produk. Selama penyimpanan, nilai kekerasan berfluktuasi,
hal ini dapat dilihat pada Gambar 17. Nilai kekerasan pada sawi bersifat fluktuatif
karena sampel pengamatan yang digunakan untuk mengukur kekerasan tidak sama
sampai akhir penyimpanan (pengamatan destruktif).
Secara umum, kekerasan batang sawi hijau cenderung menurun selama
penyimpanan. Cenderung menurunnya kekerasan pada sawi menunjukkan batang
mengalami pelayuan selama disimpan. Pelayuan ini disebabkan oleh hilangnya air
yang terkandung di dalam batang. Penurunan kekerasan ini seiring dengan
penurunan kadar air yang terkandung dalam batang, yang ditunjukkan pada Gambar
13. Suhu penyimpanan yang tinggi mengakibatkan sayuran menjadi kehilangan
cairan sehingga sayuran layu dan mengering. Kekerasan batang sawi hijau yang
disimpan pada suhu 130C lebih tinggi dibandingkan sawi yang disimpan pada kedua
suhu lainnya. Hal ini dikarenakan terjaganya kadar air pada batang sawi hijau
selama penyimpanan pada suhu 130C.

20

Tekanan (kPa)

600,00

y = -7,9536x2 + 40,004x + 371
R² = 1

500,00
400,00
300,00

y = 0,6078x2 - 22,11x + 435,07
R² = 0,5184

200,00

y = -4,328x2 + 27,982x + 391,35
R² = 0,3446

100,00
0,00
0

2

4

Hari ke-

6

Suhu penyimpanan 13°C
Suhu penyimpanan 27°C
Poly. (Suhu penyimpanan 20°C)

8

10

Suhu penyimpanan 20°C
Poly. (Suhu penyimpanan 13°C)
Poly. (Suhu penyimpanan 27°C)

Gambar 17 Grafik perbandingan kekerasan batang sawi hijau selama proses
penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan
Perubahan kekerasan batang selama penyimpanan memepengaruhi nilai
kesukaan konsumen pada uji organoleptik. Pengujian organoleptik batang dinilai
konsumen dari kemudahannya mematahkan batang sawi hijau. Berdasarkan skor
penilaian konsumen terhadap kekerasan batang yang ditunjukkan oleh Gambar 18,
waktu kritis terjadi pada hari ke-4. Nilai kesukaan tertinggi ditunjukkan pada sawi
yang disimpan disuhu 13 oC. Nilai kesukaan terhadap kekerasan batang sawi ini
berhubungan dengan parameter pengukuran kekerasan batang sawi (Gambar 17).
Pada hari ke-4, parameter kekerasan batang sawi hijau menunjukkan bahwa sawi
yang disimpan disuhu 13 oC lebih tinggi nilai kekerasannya dibanding sawi yang
disimpan di dua suhu lainnya. Konsumen sudah tidak menyukai sawi yang
disimpan pada suhu ruang Pada hari ke-4. Pada hari ke-6, konsumen juga sudah
tidak menyukai sawi hijau yang disimpan pada suhu 20oC dan 13oC.
7

Nilai Organoleptik

6

6

5,7 5,7
4,3 4,5 4,4

5

3,7

4

3,2

3

2

2

1,9 2,1

1
0
0

2

4

6

Hari keSuhu penyimpanan 13°C

Suhu penyimpanan 20°C

Suhu penyimpanan 27°C

Gambar 18 Pengujian organoleptik untuk parameter kekerasan batang sawi hijau
selama proses penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan
Selain pengujian kekerasan batang, pengujian tarik juga dilakukan untuk
mengetahui tingkat kesegaran daun sawi selama penyimpanan. Tekstur daun

21

Beban tarik (kN)

merupakan hal yang paling penting dalam menentukan kualitas sawi hijau
(Kohyama,2008). Seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 19, tren uji tarik
cenderung menurun pada akhir masa penyimpanan. Uji tarik ini menggambarkan
kerenyahan daun. Menurut hasil penilitian Fatima (2013), penurunan kerenyahan
daun terjadi karena air pada daun terus menguap. Penurunan tersebut ditandai
dengan kondisi daun sawi hijau yang layu dan mudah sobek. Muchtadi (1992)
menjelaskan bahwa komoditi yang berupa daun mempunyai tendensi untuk
menguapkan air lebih cepat karena luas permukaannya yang tinggi.
0,007
0,006
0,005
0,004
0,003
0,002
0,001
0

y = -7E-05x2 - 3E-06x + 0,0053
R² = 1

y = -4E-05x2 + 0,0006x + 0,0028
R² = 0,4654

y = 2E-05x2 - 0,0001x + 0,0037
R² = 0,0955

0

2

4

6

8

10

Hari keSuhu penyimpanan 13°C

Suhu penyimpanan 20°C

Suhu penyimpanan 27°C

Poly. (Suhu penyimpanan 13°C)

Poly. (Suhu penyimpanan 20°C)

Poly. (Suhu penyimpanan 27°C)

Gambar 19 Grafik perbandingan uji tarik daun sawi hijau selama proses
penyimpanan pada berbagai jenis suhu penyimpanan
Klorofil merupakan salah satu zat warna (pigmen) pembentuk warna hijau
dalam daun sayur-sayuran. Klorofil sangat mudah mengalami degradasi setelah
tanaman dipanen dan selama dilakukan penyimpanan, hal ini dibuktikan oleh
Gambar 20. Pendegradasian klorofil ini mengakibatkan perubahan warna yang
terjadi pada daun sawi, sehingga klorofil dapat dijadikan sebagai indikator
kesegaran sayur-sayuran berdaun khususnya sawi hijau. Secara umum, kandungan
klorofil cenderung menurun pada hari terakhir penyimpanan sawi hijau.
Peningkatan klorofil pada sawi hijau yang disimpan pada suhu 130C di hari ke-4
terjadi karena sampel yang digunakan tidak sama. Sawi yang disimpan pada suhu
130C lebih dapat mempertahankan kandungan klorofilnya. Men