Alternatif Bahan Tanam Selain Umbi Pada Budidaya Bawang Merah (Allium Ascalonicum L)

i

ALTERNATIF BAHAN TANAM SELAIN UMBI PADA
BUDIDAYA BAWANG MERAH
(Allium ascalonicum L.)

WIKA ANRYA DARMA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

i

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Alternatif Bahan Tanam
Selain Umbi pada Budidaya Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Wika Anrya Darma
NIM A252120241

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

ii

RINGKASAN
WIKA ANRYA DARMA. Alternatif Bahan Tanam Selain Umbi pada Budidaya
Bawang Merah (Allium ascalonicum L.). Dibimbing oleh ANAS
DINURROHMAN SUSILA dan DINY DINARTI.

Usahatani bawang merah dihadapkan pada masalah kurangnya
ketersediaan bahan tanam berkualitas. Hingga saat ini petani masih menggunakan
umbi sebagai bahan tanam. Tingginya kebutuhan umbi serta harga umbi yang
relatif mahal menjadikan petani menggunakan umbi dari perbanyakan sendiri atau
umbi dari hasil panen sebelumnya. Kelemahan dari umbi sebagai bahan tanam
diantaranya yaitu kadangkala umbi bertunas sebelum masa tanamnya tiba serta
adanya penyakit terbawa umbi yang dapat menurunkan produksi pada pertanaman
selanjutnya. Alternatif bahan tanam lain seperti tunas dan biji diperlukan untuk
mendukung ketersediaan bahan tanam ditingkat petani. Diperlukan penelitian
lebih lanjut untuk memperoleh potensi hasil dari masing-masing alternatif bahan
tanam tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi
mengenai potensi hasil dari bahan tanam selain umbi dalam perbanyakan bawang
merah yang dapat mengatasi keterbatasan dalam penyediaan benih berkualitas.
Penelitian ini terdiri dari tiga percobaan. Percobaan pertama yaitu respon
bahan tanam bawang merah pada beberapa media tanam. Bahan tanam yang
digunakan adalah umbi dan tunas. Percobaan ini disusun dalam Rancangan Acak
Kelompok dua faktor yaitu bahan tanam dan media tanam. Tunas diperoleh dari
umbi yang telah bertunas selama masa penyimpanan. Persentase hidup tanaman
asal tunas di lapangan rata-rata sebesar 73.3%. Percobaan ini memperoleh hasil
bahwa campuran tanah, arang sekam dan pupuk kandang (1:1:1) menghasilkan

bobot umbi per petak tertinggi yaitu 1 076.75 g m-2. Tanaman asal tunas
memberikan hasil yang cenderung sama pada setiap media tanam yang diujikan.
Percobaan kedua adalah potensi hasil bawang merah (Allium ascalonicum
L.) asal umbi, tunas dan biji. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa potensi
hasil umbi asal umbi tidak berbeda dengan umbi asal tunas. Perbanyakan bawang
merah dengan umbi asal umbi dan tunas menghasilkan jumlah umbi per rumpun
dua kali lebih banyak daripada umbi mini yaitu 4.90 dan 4.63.
Percobaan ketiga adalah pertumbuhan dan hasil umbi True Shallot Seed
(TSS) bawang merah pada beberapa ukuran umbi dan jarak tanam. Umbi
berukuran sedang dan besar memiliki diameter rata-rata 1.69 cm dan 2.8 cm.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan umbi berukuran sedang dan
besar tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi bawang merah.
Sedangkan jarak tanam memberikan hasil yang berbeda nyata. Penggunaan umbi
berukuran sedang pada jarak tanam yang lebih rapat dapat meminimalkan biaya
produksi dari segi penyediaan umbi sebagai bahan tanam.
Keberhasilan dalam penyediaan benih ditentukan oleh banyaknya benih
yang dihasilkan. Secara umum tunas memberikan potensi hasil yang lebih tinggi
daripada umbi dan biji sehingga potensial untuk dikembangkan.
Kata kunci : bawang merah, benih, biji, budidaya, umbi


iii

SUMMARY
WIKA ANRYA DARMA. Planting Material Alternatives Besides Bulb on the
Shallot Cultivation (Allium ascalonicum L.). Supervised by ANAS
DINURROHMAN SUSILA and DINY DINARTI.
Shallot cultivation faced a lack of availability of seed quality. Until now,
farmers are still using bulb as planting material. The high demand and relatively
expensive price of bulb make farmers use their own bulb or bulb from previous
harvest. The weakness of bulbs as planting material was bulb shooted before
planting time. There is bulbs disease that can decrease production in the next
crops. Another alternative planting material such as shoot and seed is needed to
support the availability of shallot planting material at the farm level. The research
is needed to obtain the potential yield of each alternative planting materials. The
objective of this research was to obtain information about the potential yield of
planting materials.
This study was conducted in a greenhouse at IPB Cikabayan from March
2014 to February 2015. This study consisted of three experiments. The first
experiment was planting material of shallot respons on some growing media. The
planting material used was bulbs and shoots. Shoots obtained from bulbs that have

sprouted. Planting bulb on mixture of sand, charcoal husks and animal manure
(1:1:1) gave higher yield was 1 076.75 g m2. The life percentage of plant from
shoot was 73.3%. Planting shoot as planting material increase weight per bulb but
decrease weight per area. Planting the shoot resulted the same yield of bulb in
each growth medium.
The second experiment was potential yield of shallot (Allium
ascalonicum L.) from bulb, shoot and seed. The bulbs from bulb, shoot and seed
obtained on the previous planting and have been stored for two months. The
experiment showed that planting bulb from bulb and shoot have not different
yield. Shallot propagation by shoot and bulb gave the same number of bulb were
4.90 and 4.63.
The third experiment was growth and yield of shallot from TSS bulbs
varieties Tuk Tuk on the different size bulbs and planting distance. Bulbs used in
this experiment was results from TSS cultivation that had been stored for two
months. The diameter avarage of medium bulbs and big bulbs were 1.69 cm and
2.8 cm. The result show that using medium bulbs and big bulbs did not result in
significant diffrence of shallots yield while the planting distance gave
significantly different results. The use of medium bulb in a more dense spacing
could minimize the production costs in terms of the provision of seed.
The success of supplying shallots seeds determined by the quantity of

seeds produced. In general, shoot gave highly potential yield more than those of
the other materal planting so that they are potential to be developed.
Keyword : bulb, seed, shallot, the cultivation, transplant

iv

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

v

ALTERNATIF BAHAN TANAM SELAIN UMBI PADA
BUDIDAYA BAWANG MERAH

(Allium ascalonicum L.)

WIKA ANRYA DARMA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

vi

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz, MS

viii


ix

PRAKATA
Alhamdulillahi rabbil‟alamin. Pertama-tama penulis panjatkan rasa puji dan
syukur penulis kepada Allah Subhanahu wa ta‟ala karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini, dengan judul Alternatif Bahan
Tanam Selain Umbi pada Budidaya Bawang Merah (Allium ascalonicum L.).
Terimakasih penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Anas Dinurrohman
Susila, MSi dan Dr Ir Diny Dinarti, MSi selaku komisi pembimbing atas segala
bimbingan, arahan, kritik dan masukan selama penelitian hingga penulisan tesis.
Sebagian dari tulisan ini akan dipublikasikan di Jurnal Agrovigor dengan Judul
Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah Asal Umbi TSS Varietas Tuk Tuk pada
Ukuran dan Jarak Tanam yang berbeda (dalam PROSES). Ungkapan rasa
terimakasih juga penulis sampaikan kepada Mama, Papa, Adik, Suami, serta
seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, September 2015


Wika Anrya Darma
A252120241

x

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR ISTILAH
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
2 TINJAUAN PUSTAKA
3 RESPON BAHAN TANAM BAWANG MERAH PADA
BEBERAPA MEDIA TANAM
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan

Simpulan
4 POTENSI HASIL BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)
ASAL UMBI, TUNAS DAN BIJI
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
5 PERTUMBUHAN DAN HASIL UMBI TRUE SHALLOT SEED
(TSS) BAWANG MERAH PADA BEBERAPA UKURAN UMBI
DAN JARAK TANAM
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
6 PEMBAHASAN UMUM
7 SIMPULAN UMUM DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP


xi
xi
xii
xiii
1
2
2
5

11
11
15
22

23
24
26
28

30
31
33
38
39
42
43
47
53

xi

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

10

11
12
13
14

Pengaruh asal bahan tanam dan media tanam terhadap
pertumbuhan tanaman bawang merah
Pengaruh asal bahan tanam dan media tanam terhadap jumlah
umbi per rumpun dan diameter umbi
Pengaruh asal bahan tanam dan media tanam terhadap bobot segar
dan bobot kering per umbi dan per m2
Interaksi asal bahan tanam dan media tanam terhadap bobot segar
dan bobot kering per m2
Pengaruh asal bahan tanam dan media tanam terhadap persentase
ukuran umbi yang dihasilkan
Pengaruh asal umbi terhadap jumlah umbi per rumpun dan
diameter umbi
Pengaruh asal umbi terhadap bobot segar per umbi dan per m2
serta bobot kering per umbi dan per m2
Pengaruh ukuran umbi dan jarak tanam terhadap pertumbuhan
vegetatif tanaman bawang merah asal umbi TSS varietas Tuk Tuk
Pengaruh ukuran umbi dan jarak tanam terhadap jumlah umbi per
rumpun dan diameter umbi bawang merah asal umbi TSS varietas
Tuk Tuk
Pengaruh ukuran umbi dan jarak tanam terhadap bobot segar dan
bobot kering per umbi, rumpun dan m2 bawang merah asal umbi
TSS varietas Tuk Tuk
Pengaruh ukuran umbi dan jarak tanam terhadap persentase
ukuran umbi yang dihasilkan
Interaksi ukuran umbi dan jarak tanam terhadap persentase
umbi berukuran sedang dan besar yang dihasilkan
Perhitungan potensi hasil umbi benih bawang merah asal tiga
bahan tanam yang dihasilkan pada setiap tahap pembibitan
Analisis efisiensi penggunaan umbi dan benih bawang merah

17
19
20
21
22
26
27
34

35

36
37
38
40
41

DAFTAR GAMBAR
1
2

3
4

5

Bagan alur penelitian
a) Penampang membujur tanaman bawang merah; b). Penampang
melintang umbi bawang merah; c). Bunga bawang merah sebelum
dan sesudah mekar; 1) Akar serabut; 2) Batang pokok rudimeter
yang seperti cakram; 3) Umbi lapis; 4) Tunas lateral; 5) Daun muda;
6) Titik tumbuh atau calon tunas
a) Bunga bawang merah; b) Biji bawang merah
Fase pertumbuhan tanaman bawang merah pada perbanyakan
dengan umbi. (1) Umbi setelah ditanam; (2) Pertumbuhan tunas dan
daun pada umbi; (3) Pertumbuhan tunas-tunas lateral.
Fase pertumbuhan bawang merah pada perbanyakan dengan benih.
1) Perkecambahan benih; 2) Pertumbuhan daun pertama;

3

5
6

7

xii

3) dan 4) Pertumbuhan vegetatif; 5) Pembentukan dan pengisian umbi;
6) Akhir pertumbuhan vegetatif; 7) Pematangan umbi
6 Tahapan persiapan bahan tanam tunas; a) Penyemaian umbi;
b) Tunas yang telah tumbuh; c) Pemisahan tunas; d) Perendaman
dalam larutan fungisida; e) Dicelupkan dalam larutan bakterisida;
f) Penanaman tunas
7 a) Tunas yang dihasilkan 4 minggu setelah semai, b) Tunas yang
telah dipisahkan
8 Jumlah umbi per rumpun yang dihasilkan dari masing-masing umbi
benih
9 Dua ukuran umbi benih yang digunakan (a) Besar, (b) Sedang
10 Tiga kelas umbi yang dihasilkan dari umbi asal TSS varietas Tuk Tuk
(a) Umbi ukuran besar (b) Umbi ukuran sedang (c) Umbi ukuran kecil

8

14
16
27
31
36

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Deskripsi bawang merah varietas Bima Brebes
Deskripsi bawang merah varietas Tuk Tuk
Data iklim bulanan selama penelitian di Dramaga, Bogor
Data suhu dan kelembaban bulanan di rumah kaca selama
penelitian
Hasil analisis media tanam
Perhitungan biaya persemaian biji bawang merah per hektar

47
48
49
50
51
52

xiii

DAFTAR ISTILAH
Benih

:

tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk
memperbanyak dan atau mengembangbiakkan tanaman.
dapat disebut juga bahan tanam.

Bibit

:

benih atau biji yang telah disemai dan akan ditanam ke
media tanam atau ke lapangan dan memenuhi
persyaratan dalam pebudidayaan tanaman.

Biji

:

bentuk inti hasil dari persarian dan bakal tanaman mini
(embrio) yang masih dalam keadaan perkembangan yang
terkekang (dorman).

Grading

:

proses pengelompokan produk buah atau sayuran
berdasarkan ukuran (besar, sedang, kecil) serta tingkat
kemasakan.

Grading umbi

:

memisahkan umbi sesuai ukuran pengkelasan dan
persyaratan mutu benih bawang merah.

Umbi benih

:

umbi yang yang dihasilkan dari penanaman bawang
merah dengan tujuan untuk ditanam kembali sebagai
bibit

Umbi konsumsi

:

umbi yang yang dihasilkan dari penanaman bawang
merah yang bertujuan untuk dikonsumsi

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bawang merah merupakan salah satu komoditas pertanian yang
mempunyai arti penting bagi masyarakat Indonesia. Umbi merupakan bagian dari
bawang merah yang dimanfaatkan sebagai bumbu, bahan baku obat-obatan
tradisional dan industri. Menurut laporan BPS (2015) tahun 2014 produksi
bawang merah mencapai 1.227 juta ton dengan luas panen 119 966 hektar.
Meskipun kebutuhan bawang merah nasional hanya 935 000 ton, namun
Indonesia masih mengimpor bawang merah untuk keperluan konsumsi sebanyak
74 903 ton dan untuk benih sebanyak 2 294 ton.
Selain untuk kebutuhan konsumsi, umbi bawang merah juga digunakan
sebagai bahan tanam. Penanaman dengan umbi lebih disukai petani daripada
penggunaan biji bawang merah. Selain karena lebih mudah didapatkan,
penanaman dengan umbi juga lebih mudah dengan umur panen yang lebih cepat
daripada penanaman dengan biji. Kebutuhan umbi sebagai benih mencapai 24.151.1% dari biaya produksi usahatani bawang merah (Rosliani et al. 2005; Nurasa
dan Darwis 2007).
Usaha peningkatan produksi bawang merah nasional terkendala pada
masalah ketersediaan benih serta kurangnya ketersediaan teknologi produksi
benih berkualitas (Sufiyati et al. 2006; Sumiati et al. 2009; Rustini dan Prayudi
2011). Tingginya kebutuhan umbi sebagai bahan tanam serta harga umbi yang
relatif mahal menjadikan petani menggunakan umbi hasil perbanyakan sendiri
atau umbi hasil panen sebelumnya (Basuki 2010). Hal ini tentu akan mengurangi
produksi selanjutnya, karena umbi yang digunakan dipanen dengan tidak
membedakan teknologi produksi umbi untuk benih atau konsumsi serta adanya
akumulasi patogen yang terbawa dalam umbi (Sumarni dan Hidayat 2005;
Wiguna et al. 2013).
Upaya peningkatan ketersediaan umbi bawang merah dapat dilakukan
dengan pemilihan bahan tanam dan teknik budidaya yang tepat. Penggunaan umbi
sebagai bahan tanam merupakan umbi yang dipanen cukup tua, sehat, tidak cacat
serta tidak terlalu lama disimpan di gudang. Sebelum ditanam umumnya umbi
disimpan kurang lebih dua bulan. Hal ini berkaitan dengan adanya masa dormansi
pada umbi bawang merah. Soedomo (2006) menyatakan bahwa penyimpanan
umbi bawang merah pada suhu 25-30 0C dan kelembaban 65-80% dapat menunda
pertunasan pada umbi.
Kondisi tempat penyimpanan yang tidak sesuai dapat menyebabkan umbi
bertunas sehingga tidak baik untuk dijadikan sebagai bahan tanam. Banyaknya
umbi yang bertunas akan mengurangi jumlah umbi yang dapat ditanam. Tunas
yang tumbuh dari umbi dapat digunakan sebagai bahan tanam untuk memproduksi
umbi benih. Susila (1985) menyatakan bahwa tunas-tunas yang diperoleh dari satu
umbi dapat memperkecil kebutuhan bahan tanam per satuan luas daripada
penggunaan umbi utuh.
Selain dengan umbi dan tunas, produksi umbi benih bawang merah juga
diperoleh dari penanaman biji botaninya. Penambahan waktu panen dan biaya
produksi membuat petani enggan menggunakan biji sebagai bahan tanam. Hal ini

2

dapat disiasati dengan memproduksi umbi benih dari penanaman biji. Dengan
demikian dapat memperpendek rantai pekerjaan petani.
Pemilihan teknik budidaya dengan memperhatikan media tanam dan
pengaturan jarak tanam yang sesuai dengan ukuran umbi dapat menunjang
produksi bawang merah. Bawang merah mempunyai perakaran yang dangkal.
Media tanam yang gembur serta mempunyai drainase dan aerase yang baik
diperlukan untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Erlan (2005) menyatakan
bahwa penambahan bahan organik dapat memperbaiki kondisi fisik dan kimia
media tanam sehingga memungkinkan pertumbuhan tanaman yang optimum.
Perbanyakan dengan biji menghasilkan umbi dengan ukuran yang berbedabeda sehingga teknik budidaya yang digunakan juga akan berbeda. Salah satunya
yaitu pengaturan jarak tanam yang bertujuan untuk memberikan kemungkinan
tanaman untuk tumbuh baik tanpa mengalami persaingan. Brewster dan Salter
(1980) menyatakan bahwa umumnya kerapatan tanaman yang tinggi dapat
memberikan hasil umbi total per satuan luas yang lebih tinggi tetapi sebagian
besar umbi yang dihasilkan berukuran kecil. Sebaliknya dengan kerapatan
tanaman yang rendah dapat menghasilkan persentase umbi berukuran besar lebih
banyak, tetapi hasil umbi total per satuan luas lebih rendah.
Produksi umbi benih menggunakan umbi, tunas dan biji merupakan upaya
peningkatan produksi umbi benih bawang merah. Namun demikian, nilai lebih
serta potensi hasil dari ketiga bahan tanam tersebut belum banyak diketahui.
Diperlukan percobaan lebih lanjut untuk mengetahui potensi hasil dari masingmasing umbi benih yang dihasilkan. Hal ini akan menjadi pertimbangan bagi
penangkar benih maupun petani dalam memproduksi umbi benih bawang merah.
Penggunaan tunas dan TSS sebagai alternatif bahan tanam merupakan suatu
kemungkinan usaha mengatasi keterbatasan benih bawang merah. Alur penelitian
tercantum pada Gambar 1.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai potensi hasil
dari bahan tanam selain umbi dalam perbanyakan bawang merah yang dapat
mengatasi keterbatasan dalam penyediaan benih.
Tujuan khusus penelitian ini yaitu:
1. Memperoleh bahan tanam terbaik pada masing-masing bahan tanam.
2. Memperoleh potensi hasil umbi benih bawang merah asal umbi, tunas dan biji.
3. Memperoleh ukuran umbi asal TSS dan jarak tanam yang optimal dalam
memproduksi umbi benih bawang merah.
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah:
1. Terdapat satu bahan tanam yang memperoleh hasil yang sama pada semua
media tanam.
2. Hasil yang diperoleh dari umbi asal tunas dapat menyamai hasil yang diperoleh
dari umbi asal umbi utuh.

3

3. Penggunaan umbi berukuran sedang dengan jarak tanam rapat memperoleh
hasil yang sama dengan penggunaan umbi berukuran besar dengan jarak tanam
lebar.
Terbatasnya ketersediaan
umbi benih bawang merah

Perbanyakan Bawang Merah

Vegetatif

Generatif

Percobaan 1. Respon
bahan tanam (umbi
dan tunas) pada
beberapa media
tanam

Penanaman dengan
biji (TSS)
menghasilkan umbi
dengan tiga ukuran

Kecil

Sedang

Besar

Umbi asal umbi,
umbi asal tunas dan
media tanam
Percobaan 3. Ukuran
umbi dan jarak
tanam
Percobaan 2. Potensi
hasil umbi asal umbi,
tunas dan biji

Umbi benih bawang
merah
Gambar 1. Bagan alur penelitian.

4

5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Bawang Merah
Bawang merah merupakan salah satu sayuran penting bagi masyarakat
Indonesia. Klasifikasi bawang merah adalah sebagai berikut divisi Spermatophyta,
Sub divisi Angiospermae, klas Monocotyledonae, ordo Asparagales (Lilliiflorae),
famili Alliacea (Amaryllidaceae), genus Allium, species Allium cepa L. group
Aggregatum; Allium cepa L. var. ascalonicum.
Bawang merah dinamakan Allium cepa var. aggregatum group yang berada
dalam spesies yang sama dengan bawang bombay. Hal ini disebabkan karena
kemampuannya untuk disilangkan dengan bawang bombay dan menghasilkan
anakan yang fertil. Umbi dari Aggregatum lebih kecil dibandingkan dari Common
Onion karena umbinya terbagi dengan cepat dan membentuk cabang atau lateral,
kemudian membentuk kelompok umbi. Grup Aggregatum biasanya diperbanyak
secara vegetatif (Brewster 1994).
Bawang merah merupakan tanaman semusim, membentuk rumpun dan
tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 15-50 cm. Perakarannya berupa akar
serabut yang tidak panjang dan tidak terlalu dalam tertanam di tanah. Seperti
halnya bawang putih, tanaman ini termasuk tidak tahan kekeringan. Daun bawang
merah berbentuk silindris seperti pipa dengan bagian ujungnya meruncing yang
bewarna hijau muda sampai hijau tua, memiliki batang sejati atau diskus yang
bentuknya seperti cakram tipis dan pendek sebagai tempat melekatnya perakaran
dan mata tunas (titik tumbuh). Pangkal daun bersatu membentuk batang semu.
Batang semu yang berada di dalam tanah akan berubah bentuk dan fungsinya
menjadi umbi lapis atau bulbus (Sumarni dan Rosliani 1996).

C

Gambar 2. a) Penampang membujur tanaman bawang merah; b). Penampang
melintang umbi bawang merah; c). bunga bawang merah sebelum dan sesudah
mekar; 1) Akar serabut; 2) Batang pokok rudimeter yang seperti cakram; 3) umbi
lapis; 4) tunas lateral; 5) daun muda; 6) titik tumbuh atau calon tunas (Sumarni
dan Rosliani 1996).
Bunga bawang merah termasuk bunga majemuk yang berbentuk tandan,
bunga berwarna putih yang terdiri dari 50-200 kuntum bunga. Bunga bawang
merah pada umumnya terdiri atas 5-6 helai benang sari, satu putik, dengan daun

6

bunga yang berwarna putih. Bakal buah terbentuk dari 3 daun buah yang disebut
carpel yang membentuk tiga ruang dan dalam tiap ruang terdapat dua bakal biji
(Rabinowitch dan Brewster 1990).
a

b

Gambar 3. a) Bunga bawang merah; b) Biji bawang merah (Rosliani, 2013).
Umbi bawang merah merupakan umbi lapis. Jumlah umbi per rumpun
bervariasi antara empat sampai delapan umbi bahkan dapat mencapai 35 umbi
(Rabinowitch dan Kemenersky 2002). Bentuk umbinya pun bervariasi mulai dari
bentuk bulat hingga bentuk gepeng. Umbi tersebut terbentuk dalam tanah dengan
posisi yang rapat serta dikelilingi oleh suatu seludang (Brewster 1994).
Suwandi dan Hilman (1996) menyatakan bahwa tanaman bawang merah
memiliki daya adaptasi luas karena dapat ditanam mulai dari dataran rendah
sampai dataran tinggi (1 000 meter di atas permukaan laut). Dapat diusahakan
pada lahan bekas sawah maupun di tanah darat atau lahan kering seperti tegalan,
kebun dan pekarangan. Bawang merah yang ditanam di dataran tinggi akan
berumur lebih panjang dan hasil umbinya lebih rendah daripada di dataran rendah.
Sumarni dan Rosliani (1996) menambahkan bahwa tanaman bawang merah
termasuk tanaman hari panjang, menyukai tempat yang terbuka dan cukup
mendapat sinar matahari (70%) terutama bila lamanya penyinaran lebih dari 12
jam. Selanjutnya Erythrina (2011) menambahkan, tanaman bawang merah secara
umum memerlukan bulan kering 4-5 bulan, curah hujan 1 000-1 500 per tahun,
suhu sekitar 25-32 0C, pH tanah 5.5-6.5, lahan tidak ternaungi, drainase dan
kesuburan baik, tekstur lempung berpasir dan struktur tanah remah.
Perbanyakan Bawang Merah
Bawang merah dapat diperbanyak secara vegetatif dan generatif. Umumnya
perbanyakan bawang merah dilakukan secara vegetatif menggunakan umbi.
Suwandi dan Hilman (1995) menyatakan bahwa umbi benih yang baik digunakan
sebagai bibit adalah umbi yang tidak mengandung penyakit, tidak cacat dan tidak
terlalu lama disimpan di gudang. Ukuran umbi merupakan faktor yang cukup
menentukan kualitas umbi benih. Diameter umbi yang cukup besar cenderung
menyediakan cadangan makanan yang banyak untuk pertumbuhan dan
perkembangan selama di lapang.
Tahap pertumbuhan awal dari umbi yaitu pertumbuhan tunas terminal.
Seiring umur tanaman, pembentukan tunas lateral semakin banyak. Tunas-tunas
yang terbentuk mengalami pembengkakan pada bagian batang semu yang

7

kemudian akan menjadi umbi bawang merah. Umbi yang telah terbentuk akan
mengalami fase pengisian umbi kemudian fase pemasakan umbi.

Gambar 4. Fase pertumbuhan tanaman bawang merah pada perbanyakan dengan
umbi. (1) umbi setelah ditanam; (2) pertumbuhan tunas dan daun pada umbi; (3)
pertumbuhan tunas-tunas lateral (Atalante 2013).
Perbanyakan dengan umbi relatif lebih mudah. Hingga saat ini kebanyakan
petani menggunakan umbi konsumsi sebagai benih yang diperoleh dari
pertanaman sebelumnya tanpa melalui seleksi. Hal ini menyebabkan heterogenitas
umbi benih yang tinggi. Penggunaan umbi benih yang seperti ini akan sangat
merugikan petani karena produksi dan kualitas umbi yang dihasilkan pada musim
tanam berikutnya akan menurun.
Selain dengan umbi, perbanyakan bawang merah secara vegetatif dapat
menggunakan tunas. Tunas diperoleh dari umbi yang bertunas selama
penyimpanan. Umbi yang telah bertunas tidak baik dijadikan benih, namun tunas
yang tumbuh dapat digunakan sebagai bahan tanam. Proses pembentukan umbi
pada bawang merah berlangsung serupa seperti yang terjadi pada bawang
bombay. Namun pada bawang merah, bagian basal plate akan menghasilkan tunas
lateral yang akan menjadi individu umbi baru lagi (Rahmawati 2007).
Menurut Sumarni dan Rosliani (1996) setiap umbi terdiri dari 1-5 tunas
yang masing-masing dilapisi oleh lapisan daun. Susila (1985) menambahkan
bahwa dari satu umbi yang telah disemai dapat diperoleh beberapa tunas sehingga
umbi yang diperlukan untuk penanaman tiap satuan luas akan lebih kecil bila
dibandingkan dengan penggunaan umbi utuh.
Selain keterbatasan penyediaan benih terutama dari umbi, masalah lain yang
dihadapi pada perbanyakan vegetatif adalah patogen sistemik pembawa penyakit
yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan baik tanaman maupun
umbi bawang merah (Septiari 2003). Penyakit dari satu umbi akan diwariskan ke
umbi berikutnya sehingga kemungkinan adanya penyakit degenaratif sangat besar.
Bawang merah dapat diperbanyak secara generatif menggunakan biji botani
atau biasa disebut True Shallot Seeds (TSS). Biji bawang merah diperoleh dari
umbel atau rangkaian bunga bawang merah. Perbanyakan dengan TSS memiliki
keunggulan diantaranya yaitu penyimpanan dan pengangkutan lebih mudah;
mengurangi biaya dari kebutuhan benih kebutuhan TSS lebih rendah (3-4 kg ha-1)
daripada umbi bibit (1-1.5 ton ha-1); menghasilkan tanaman yang lebih sehat,
umbi yang lebih besar dan bulat; serta dapat meningkatkan hasil sampai dua kali
lipat (Putrasamedja 1995; Sumarni et al. 2005; Basuki 2009).

8

Gambar 5. Fase pertumbuhan bawang merah pada perbanyakan dengan benih. 1)
perkecambahan benih; 2) pertumbuhan daun pertama; 3) dan 4) pertumbuhan
vegetatif; 5) pembentukan dan pengisian umbi; 6) akhir pertumbuhan generatif; 7)
pematangan umbi (Atalante 2013)
Menurut Sumarni dan Rosliani (2002) dan Sumarni et al. (2012) produksi
umbi benih asal TSS dapat melalui tiga cara, yaitu penanaman TSS langsung di
lapangan (direct seedling), penyemaian benih TSS terlebih dahulu sehingga
dihasilkan bibit (seedlings) dan penanaman umbi mini (mini tuber/shallots set)
yaitu benih berukuran kecil (2-3 g per umbi) yang berasal dari penanaman TSS.
Penggunaan TSS dikalangan petani akan menambah masa waktu penanaman dan
kegiatan petani dalam pemeliharaan tanaman akibat penanaman TSS langsung
maupun melalui persemaian. Kebiasaan petani yang lebih memilih mengggunakan
umbi benih dapat disiasati dengan memproduksi umbi benih asal TSS.
Brewster (1994) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif bawang merah
dibagi menjadi dua tahap yaitu: fase vegetatif yaitu terjadinya perkembangan akar
dan daun; dan fase generatif yaitu pertumbuhan umbi dan pembungaan. Pada
perkembangan akar dan daun terjadi akumulasi karbohidrat yang lebih besar
daripada penggunaannya. Aktivitas pembentukan umbi meningkat pada
pertumbuhan vegetatif dan pembentukan umbi dipengaruhi oleh ketersediaan
nitrogen, panjang hari dan suhu. Selanjutnya Fahrianty (2013) menambahkan
bahwa pembentukan daun terhenti ketika pembentukan umbi dimulai.
Pertumbuhan umbi selanjutnya akan ditentukan oleh jumlah daun yang sudah ada
sebelumnya. Hasil penelitian Sumarni et al. (2005) diperoleh hasil umbi kering
eskip asal TSS paling tinggi pada penggunaan varietas Maja yaitu sebesar 5.15
ton ha-1.
Media Tanam
Kemampuan bawang merah untuk berproduksi baik tergantung kepada
interaksi antara pertumbuhan tanaman dan kondisi lingkungannya. Salah satu
faktor penentu dari pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah penggunaan
media tanam yang tepat. Media tanam yang baik bersifat poros, gembur, subur
dan dapat menyimpan air yang cukup untuk pertumbuhan tanaman. Porositas
dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur dan tekstur tanah. Porositas
tinggi apabila mengandung bahan organik yang tinggi (Mustaha 2012).
Menurut Hardjowigeni (1987) tanah dengan tekstur berpasir mempunyai
pori makro lebih banyak dari tanah liat. Media yang banyak memiliki pori makro
sulit menahan air sehingga tanaman mudah mengalami kekeringan. Sebaliknya

9

media yang bertekstur halus, karena ruang pori mikro lebih besar dibandingkan
pori makro, maka kemampuan menahan air besar tetapi air dan udara relatif lebih
sulit bergerak.
Djatmiko et al. (1985) menyatakan bahwa arang adalah suatu bahan padat
yang berpori-pori dan merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung
unsur C. Wijayanti dan Widodo (2012) menambahkan bahwa media arang sekam
tidak mudah lapuk dan dapat menyimpan air dengan baik. Selanjutnya Faruqi
(2011) menambahkan arang sekam memiliki peranan penting sebagai media
tanam. Media ini juga tidak mempengaruhi pH dan struktur larutan hara serta
tidak mudah ditumbuhi lumut atau jamur. Media ini adalah bahan ringan yang
memungkinkan sirkulasi udara dan kapasitas menahan air tinggi serta dikarenakan
berwarna kehitaman dapat mengabsorbsi sinar matahari dengan efektif.
Arang sekam berasal dari pembakaran sekam yang tidak sempurna yang
berwarna hitam. Arang sekam memiliki porositas yang baik bagi perkembangan
akar dan memiliki daya pegang air yang tinggi. Media ini memiliki C-organik dan
N berturut-turut adalah 15.23% dan 1.08%. Sekam padi yang dibakar dapat
menekan pertumbuhan bakteri pembusuk dan pada tahap ini sudah tidak terjadi
proses dekomposisi. Arang sekam dapat meningkatkan permeabilitas udara dan
perkolasi air (Faruqi 2011).
Pupuk kandang merupakan pupuk yang berasal dari kotoran hewan. Pradana
(2012) menyatakan bahwa terdapat tiga hal yang menonjol dari pupuk kandang
selaku pembawa hara yaitu: kelembaban dan kadar hara yang sangat beragam;
kadar hara yang relatif rendah bila dibandingkan dengan pupuk buatan dan nisbah
hara yang tidak seimbang, dengan posfor yang lebih rendah daripada nitrogen dan
kalium.
Kerapatan Tanaman
Kerapatan tanaman dapat diperoleh dengan mengatur jarak tanam. Biasanya
bawang merah yang berasal dari umbi ditanam dengan jarak tanam yang cukup
rapat. Kerapatan tanaman dapat mempengaruhi jumlah dan ukuran umbi yang
dihasilkan karena erat hubungannya dengan persaingan antar tanaman dalam
pengambilan cahaya, air, unsur hara dan ruang tumbuh (Stallen dan Hilman
1991).
Umumnya kerapatan tanaman yang tinggi dapat memberikan hasil umbi
total per satuan luas yang lebih tinggi tetapi sebagian besar umbi yang dihasilkan
berukuran kecil. Sebaliknya dengan kerapatan tanaman yang rendah dapat
menghasilkan persentase umbi berukuran besar lebih banyak, tetapi hasil umbi
total per satuan luas lebih rendah. Tingkat kerapatan tanaman yang tinggi dapat
mempercepat tanaman membentuk umbi. Akan tetapi pertanaman yang terlalu
rapat dapat menyebabkan tidak berumbi atau umbi yang dihasilkan berukuran
kecil sedangkan pertanaman yang terlalu jarang menyebabkan ukuran umbi yang
dihasilkan besar-besar (Sumarni dan Rosliani 2010).
Dengan jarak tanam 15 cm x 20 cm dan dosis 190 kg N ha-1, 92 kg P2O5 ha-1
dan 120 kg K2O ha-1 diperoleh jarak tanam dan dosis pupuk yang optimal untuk
produksi umbi bawang merah asal umbi mini yang menghasilkan bobot umbi
kering eskip sebesar 35.48 g/tanaman (Sumarni et al. 2012).

10

Hasil penelitian Hidayat dan Rosliani (2003) diperoleh jarak tanam yang
optimal untuk produksi umbi bawang merah menggunakan umbi konvensional (45 g/umbi) adalah 10 cm x 20 cm atau 15 cm x 20 cm. Sedangkan untuk produksi
umbi bawang merah menggunakan TSS diperoleh dari jarak tanam 15 cm x 20 cm
(Sumarni et al. 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Basuki (2009), diperoleh
bahwa kerapatan tanaman yang baik untuk tanaman bawang merah asal TSS
varietas Tuk-Tuk adalah 150 tanaman per m2.

11

3

RESPON BAHAN TANAM BAWANG MERAH PADA
BEBERAPA MEDIA TANAM
PLANTING MATERIAL OF SHALLOT RESPONS
ON SOME GROWING MEDIA
Abstrak

Percobaan ini dilakukan di rumah kaca kebun percobaan IPB Cikabayan,
Dramaga, Bogor dari bulan Maret hingga Agustus 2014. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk memperoleh media tanam terbaik pada masing-masing bahan
tanam. Tunas diperoleh dari umbi yang telah bertunas selama masa
penyimpanan. Percobaaan ini merupakan percobaan faktorial yang disusun
dalam Rancangan Acak Kelompok. Faktor pertama adalah bahan tanam yang
terdiri atas umbi dan tunas. Faktor ke dua yaitu media tanam yang terdiri atas
campuran tanah dan arang sekam (1:1), campuran tanah dan pupuk kandang
(1:1) dan campuran tanah, arang sekam dan pupuk kandang (1:1:1). Masingmasing kombinasi perlakuan diulang empat kali. Campuran tanah, arang sekam
dan pupuk kandang (1:1:1) menghasilkan bobot umbi kering per petak tertinggi
yaitu 755.43 g m2. Persentase tanaman yang dapat dipanen dari tunas sebesar
73.3%. Penanaman tunas sebagai bahan tanam dapat meningkatkan bobot per
umbi namun menurunkan bobot per satuan luas. Tanaman asal tunas memberikan
hasil yang cenderung sama pada setiap media tanam yang diujikan.
Kata kunci: arang sekam, pupuk kandang, tunas, umbi
Abstract
The experiment was conducted in the Green House of IPB Cikabayan,
Dramaga, Bogor from March to August 2014. The objective of the experiment was
to obtain the best growing media in each planting material. Shoots obtained from
bulbs that have sprouted during storage. The experiment was a factorial
experiment arranged in a Randomized Block Design. The first factor was the
transplant, consisted of bulb and shoot. The second factor was the growing media
consisted of mixture of sand and charcoal husk (1:1), mixture of sand and animal
manure (1:1) and mixture of sand, charcoal husk and animal manure (1:1:1).
Each treatment was replicated four times. Mixture of sand, charcoal husk and
animal manure (1:1:1) resulted the higest of bulb dry weight was 755.43 g m2.
The life percentage of plant from shoot was 73.3%. Planting shoot as planting
material increase weight per bulb but decrease weight per area. Planting the
shoot resulted the same yield of bulb in each growth medium.
Keyword: Animal manure, bulbs, charcoal husk, shoot

12

PENDAHULUAN
Usahatani bawang merah dihadapkan pada masalah kurangnya ketersediaan
benih dan teknologi produksi benih berkualitas (Sumiati et al. 2009; Rustini dan
Prayudi 2011). Tingginya kebutuhan umbi benih serta harga umbi benih yang
relatif mahal menjadikan petani menggunakan umbi hasil perbanyakan sendiri
atau umbi hasil panen sebelumnya (Basuki 2010). Hal ini tentu akan mengurangi
produksi selanjutnya.
Perbanyakan bawang merah menggunakan umbi dibatasi oleh tingkat
kelembaban tempat penyimpanan umbi. Kelembaban yang tinggi menyebabkan
umbi bertunas sebelum masa tanamnya tiba sehingga akan menurunkan kualitas
umbi benih. Umbi benih yang telah bertunas dapat digunakan sebagai bibit
dengan memisahkan tunas-tunasnya sebelum ditanam. Penggunaan tunas ini
merupakan suatu kemungkinan usaha dalam rangka mengatasi keterbatasan benih
bawang merah. Umbi yang telah bertunas dan selanjutnya disemai dapat
menghasilkan beberapa tunas yang nantinya dapat digunakan sebagai bibit.
Dengan demikian kebutuhan umbi per satuan luas akan lebih sedikit jika
dibandingkan dengan penggunaan umbi utuh. Penelitian Susila (1985)
mendapatkan hasil bahwa pemisahan tunas pada umur empat minggu setelah
semai memberikan bobot per umbi dan diameter umbi paling tinggi yaitu 4.35 g
dan 2.00 cm.
Keberhasilan perbanyakan bawang merah juga dipengaruhi oleh media
tanam yang digunakan. Tanaman bawang merah berakar serabut dan memiliki
perakaran yang dangkal. Penambahan bahan organik pada media tanam
mempunyai fungsi penting dalam meningkatkan kondisi fisik media sehingga
dapat memperbaiki struktur, drainase, aerasi, daya serap dan daya simpan air.
Bahan organik berupa arang sekam dan pupuk kandang dapat memperbaiki
struktur media dan meningkatkan perkembangan populasi mikroorganisme pada
media tanam (Susantidiana 2011).
Penelitian yang dilakukan Kusumasari dan Prayudi (2011) memperoleh
hasil yaitu dengan penambahan arang sekam sebanyak 50% dapat meningkatkan
porositas media sehingga akar lateral tumbuh lebih panjang karena lebih mudah
menembus pori-pori media. Mayun (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan dan
hasil umbi bawang merah semakin meningkat dengan penambahan pupuk
kandang sapi pada media tanam yang digunakan. Penelitian Riadi et al. (2013)
memperoleh hasil bahwa penggunaan media tanam tanah, pupuk kandang dan
arang sekam (1:1:1) dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kacang hijau.
Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk memperoleh media tanam terbaik
pada masing-masing bahan tanam. Hipotesis pada percobaan ini yaitu terdapat
satu bahan tanam yang memperoleh hasil yang sama pada semua media tanam.
BAHAN DAN METODE
Percobaan dilakukan di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan,
Dramaga, Bogor mulai Maret hingga Agustus 2014. Percobaan ini merupakan
percobaan faktorial yang disusun dalam Rancangan Acak Kelompok dengan
empat ulangan. Faktor pertama yaitu asal bahan tanam yang terdiri dari A1= umbi
dan A2= tunas. Faktor kedua yaitu media tanam yang terdiri dari M1= tanah dan

13

arang sekam dengan perbandingan 1:1; M2= tanah dan pupuk kandang dengan
perbandingan 1:1; dan M3= tanah, arang sekam dan pupuk kandang dengan
perbandingan 1:1:1.
Pupuk kandang yang digunakan pada percobaan ini merupakan pupuk
kandang sapi. Umbi benih yang digunakan dalam percobaan ini adalah umbi
benih bawang merah varietas Bima Brebes.
Persiapan petak percobaan dan media tanam
Petak percobaan merupakan bak yang terbuat dari bambu berukuran 1 m x 6
m, kemudian disekat menjadi ukuran 1 m x 1 m. Perbuatan petak percobaan
dilakukan enam minggu sebelum tanam. Persiapan media tanam dilakukan tiga
minggu sebelum tanam. Setiap petak percobaan diisi dengan media tanam sesuai
masing-masing perlakuan.
Persiapan bahan tanam dan penanaman
Tunas diperoleh setelah menyemai umbi selama empat minggu
menggunakan baki plastik dengan kompos sebagai media tanam. Selama di
persemaian tanaman disemprot dengan fungisida berbahan aktif mankozeb 80%
dengan konsentrasi 2 g L-1 dua minggu sekali. Empat minggu setelah semai,
tunas-tunas yang telah tumbuh dipisahkan menggunakan pisau steril. Tunas yang
telah dipisahkan kemudian direndam dalam larutan fungisida berbahan aktif
mankozeb 80% dengan konsentrasi 2 g L-1. Kemudian dicelupkan dalam larutan
bakterisida berbahan aktif streptomisin sulfat 25% dengan konsentrasi 1.2 g L-1.
Satu hari sebelum ditanam, umbi dipotong sepertiga bagian atasnya.
Selanjutnya umbi direndam dalam larutan fungisida berbahan aktif mankozeb
80% dengan konsentrasi 2 g L-1 kemudian dikeringanginkan. Tunas dan umbi
ditanam pada waktu yang sama dengan jarak tanam 15 cm x 15 cm pada media
tanam sesuai dengan masing-masing perlakuan.
Pemeliharaan tanaman di lapangan
Pemeliharaan tanaman terdiri dari penyiraman, pemupukan, pengendalian
gulma dan pengendalian penyakit tanaman. Penyiraman dilakukan dua kali sehari
hingga umur lima minggu setelah tanam dan selanjutnya dikurangi menjadi sekali
sehari hingga satu minggu menjelang panen. Penyiangan dilakukan secara manual
dengan mencabut gulma yang tumbuh di setiap petak percobaan. Penyiangan
dilakukan sebelum pemupukan.
Pemupukan menggunakan pupuk dengan dosis 190 kg N ha-1, 92 kg P2O5
ha-1 dan 120 kg K2O ha-1. Pupuk P2O5 diperoleh dari SP36 (36% P2O5) yang
diberikan sekaligus tujuh hari sebelum tanam. Pupuk N yang diperoleh dari 1/2 NUrea (46% N) dan 1/2 N-ZA (21% N) sedangkan pupuk K diperoleh dari KCl
(60% K2O). Pupuk N dan K diberikan tiga kali yaitu pada umur 15, 30 dan 45 hari
setelah tanam (HST) masing-masing 1/3 dari dosis (Sumarni et al. 2012).
Pengendalian penyakit dilakukan dengan menyemprotkan fungisida
berbahan aktif Mankozeb 80% dengan konsentrasi 2 g L-1 setiap satu minggu
sekali dari dua minggu setelah tanam hingga dua minggu sebelum panen.

14

a

c

d

b

e

f

Gambar 6. Tahapan persiapan bahan tanam tunas; a) Penyemaian umbi; b) Tunas
yang telah tumbuh; c) Pemisahan tunas; d) Perendaman dalam larutan fungisida;
e) Dicelupkan dalam larutan bakterisida; f) Penanaman tunas.
Pemanenan
Pemanenan dilakukan pada saat 90% daun telah menguning, tanaman rebah,
leher umbi telah kosong dan umbi tersembul keluar. Pemanenan dilakukan dengan
cara mencabut tanaman bawang merah beserta umbinya. Umbi dibersihkan dari
sisa-sisa media tanam yang menempel kemudian dijemur di bawah sinar matahari
selama tujuh hari. Kemudian umbi disimpan di ruang dengan sirkulasi udara yang
baik.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap 10 tanaman pada setiap petak percobaan.
Peubah yang diamati meliputi:
1. Pertumbuhan tanaman. Pengamatan dilakukan pada umur 15, 30, 45 dan 60
hari setelah tanam (HST) yang meliputi:
a. Tinggi tanaman (cm). Tinggi tanaman diukur mulai dari permukaan tanah
sampai dengan ujung daun yang tertinggi.
b. Jumlah daun per tanaman (helai). Jumlah daun per tanaman merupakan
semua daun yang telah terbentuk sempurna yang ada pada setiap rumpun.

15

2. Hasil. Pengamatan hasil dilakukan setelah pemanenan. Peubah yang diamati
meliputi:
a. Jumlah umbi per rumpun (umbi). Perhitungan jumlah umbi per tanaman
dilakukan setelah panen.
b. Diameter umbi (mm). Diameter umbi diukur menggunakan jangka sorong.
Pengukuran diameter dilakukan di bagian tengah dan terbesar dari setiap
umbi.
c. Bobot segar (g). Penimbangan dilakukan setelah panen terhadap tanaman
yang masih utuh (umbi dan daun) yang telah dibersihkan dari sisa-sia media
tanam. Bobot segar yang diamati meliputi:
- bobot segar per umbi (g)
- bobot segar per m2 (g).
d. Bobot kering (g). Penimbangan dilakukan setelah dikeringkan dengan
menjemur di bawah sinar matahari selama tujuh hari (kering matahari).
Penimbangan dilakukan terhadap tanaman yang masih utuh (umbi dan
daun). Bobot kering yang diamati meliputi:
- bobot segar per umbi (g)
- bobot segar per m2 (g).
e. Grading. Menurut Sumarni dan Hidayat (2005) berdasarkan ukurannya
umbi bawang merah dapat digolongkan menjadi tiga ukuran umbi, yaitu:
- umbi berukuran besar (diameter: >1.8 cm atau berbobot >10g per umbi)
- umbi berukuran sedang (diameter: 1.5-1.8 atau berbobot 5-10 g per umbi)
- umbi berukuran kecil (diameter: