Pengaruh Rasio Leverage Dan Rasio Likuiditas Terhadap Kondisi FInancial Distress (studi Kasus Pada perusahaan Sub Sektor Transportasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2013)

(1)

1

PENGARUH RASIO LEVERAGE DAN RASIO LIKUIDITAS TERHADAP KONDISI FINANCIAL DISTRESS

(Studi Kasus Pada Perusahaan Sub Sektor Transportasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2013)

Oleh: LINDAWATI

Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia

Email: lndwtali74@gmail.com ABSTRACT

This research was conducted on the transport sub-sector companies listed on the Indonesia Stock Exchange in the period 2007-2013. The phenomenon that occurs is in some sub-sectors of the transport company has experienced financial distress when the company has a leverage ratio and liquidity ratios are healthy. This study aims to determine the effect of the leverage ratio and liquidity ratio against financial distress.

The method used in this research is descriptive and verification method. The population in this study are all sub-sectors of the transport company listed on the Indonesia Stock Exchange consists of 33 sub-sectors of the transport company. Based on the purposive sampling method, a sample obtained by 70 financial statement data transport sub-sector in the period 2007-2013.

This study uses multiple linear regression analysis. These results indicate that 1) the leverage ratio significantly influence financial distress of the remaining 19.01% influenced by other factors such as the ratio of profitability or growth 2) liquidity ratios significantly influence financial distress of the remaining 15.29% influenced by other factors such as the ratio of cash flow and inflation

Keywords: Leverage ratio, liquidity ratio, and Financial Distress.

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terjadinya krisis finansial global membawa dampak buruk bagi perekonomian Indonesia. Selain krisis finansial global, dimulainya perdagangan bebas antar negara-negara ASEAN juga berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Semakin bebasnya perusahaan-perusahaan asing masuk ke Indonesia menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin meningkat. Perusahaan yang tidak dapat bertahan menghadapi situasi yang terjadi mengindikasikan bahwa perusahaan telah mengalami kegagalan yang diindikasikan dengan adanya kesulitan keuangan (financial distress) atau kebangkrutan (Melisa Rahmawati dan Marsono, 2014).

Adanya potensi kesulitan keuangan atau kebangkrutan yang dimiliki oleh setiap perusahaan akan memberi kekhawatiran dari berbagai pihak baik sektor internal seperti: manajer dan karyawan, maupun pihak ekternal perusahaan seperti: investor dan kreditur, karena dari pihak investor mereka akan kehilangan saham yang ditanamkan diperusahaan tersebut dan pihak kreditur akan mengalami kerugian karena telah meminjamkan modal yang tidak akan bisa dilunasi oleh pihak perusahaan (Etta Citrawati Yuliastary dan Made Gede Wirakusuma, 2014).

Oleh karena itu seorang investor harus jeli saat akan menginvestasikan dananya, hal ini dirasa perlu untuk memastikan dana yang diinvestasikan tersebut aman. Sehingga sebelum memutuskan untuk berinvestasi, investor pasti akan memperhatikan kondisi kesehatan keuangan suatu perusahaan. Kondisi keuangan perusahaan yang kurang baik akan mendatangkan kesulitan bagi perusahaan, sebab perusahaan dapat kehilangan pelanggan dan pemasok maupun kehilangan proyek baru karena manajemen berkonsentrasi kepada penyelesaian kesulitan keuangan. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan perusahaan mengeluarkan biaya yang cukup tinggi dan berpengaruh terhadap kegagalan bisnis perusahaan yang berujung pada


(2)

2

kegagalan finansial atau biasa dikenal dengan istilah financial distress (Rahayu, 2010 dalam Sani Eka Sulityo Ningsih, 2012).

Menurut Platt dan Platt (2006), financial distress merupakan tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Financial distress dapat dimulai dari kesulitan likuiditas (jangka pendek) sebagai indikasi financial distress yang paling ringan, sampai kepernyataan kebangkrutan yang merupakan financial distress yang paling berat (Triwahyuningtias, 2012 dalam Oktita Earning Hanifah dan Agus Purwanto, 2013).

Secara umum rasio keuangan seperti rasio profitabilitas, likuiditas, leverage dan cakupan arus kas berlaku sebagai indikator yang paling signifikan dalam memprediksi kesulitan keuangan maupun kebangkrutan. Rasio Solvabilitas atau leverage dapat digunakan untuk mengukur dua hal: proporsi utama dalam struktur modal dan kemampuan perusahaan untuk membayar utang. Kerawanan muncul manakala proporsi utang dalam dalam struktur modal meningkat, sedangkan kemampuan membayar utangnya makin menurun. Dengan demikian, hasil analisis rasio leverage dapat dipandang sebagai peringatan dini kemungkinan terjadinya kebangkrutan atau kesulitan keuangan (Handono Mardianyanto, 2009:268).

Rasio Leverage menunjukkan seberapa banyak hutang yang digunakan untuk membiayai aset-aset perusahaan maupun modal perusahaan. Rasio keuangan ini dapat melihat seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh utang atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal (equity). Perusahan yang baik mestinya memiliki komposisi modal yang lebih besar dari pada utangnya. Semakin besar kegiatan perusahaan yang dibiayai oleh utang semakin besar pula kemungkinan terjadinya kondisi financial distress, akibat semakin besar kewajiban perusahaan untuk membayar utang tersebut (Oktita Earning Hanifah dan Agus Purwanto, 2013).

Selain rasio leverage, rasio likuiditas juga dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya financial distress. Rasio likuiditas merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang telah jatuh tempo, apabila perusahaan mampu mendanai dan melunasi kewajiban jangka pendeknya dengan baik maka potensi perusahaan mengalami financial distress akan semakin kecil (Luciana Spica Almilia dan Kristijadi, 2003).

1.2 Identifikasi Masalah

1. Humpus Intermoda Tbk pada tahun 2009 dan Rigs Tenders Tbk pada tahun 2010, 2011, dan 2013 mengalami kesulitan keuangan disaat rasio leverage-nya rendah serta rasio likuiditasnya tinggi bahkan perusahaan mendapat tambahan penghasilan dari penjualan aset serta laba bersih perusahaan patungan.

2. Rasio leverage Berlian Laju tanker pada tahun 2013 tinggi yang mengakibatkan perusahaan memiliki resiko gagal bayar atau default apabila diminta segera melunasi hutang-hutang tersebut, namun tidak diiringi dengan perusahaan mengalami kesulitan keuangan.

1.3 Rumusan Masalah

1. Seberapa besar pengaruh rasio leverage terhadap kondisi financial distress pada perusahaan sub sektor transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2013.

2. Seberapa besar pengaruh rasio likuiditas terhadap kondisi financial distress pada perusahaan sub sektor transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2013.

1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.4.1 Maksud Penelitian

Untuk memperoleh bukti empiris apakah rasio leverage dan rasio likuiditas berpengaruh terhadap kondisi financial distress pada perusahaan sub sektor transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2013.


(3)

3 1.4.2 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui besarnya pengaruh leverage terhadap kondisi financial distress. 2. Untuk mengetahui besarnya pengaruh likuiditas terhadap kondisi financial distress. 1.5 Kegunaan Penelitian

1.5.1 Kegunaan Teoritis

1. Bagi perkembangan ilmu akuntansi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta referensi tentang pengaruh rasio leverage dan rasio likuiditas terhadap kondisi financial distress. 2. Bagi Peneliti selanjutnya

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan akuntansi dan juga dapat dijadikan bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.

1.5.2 Kegunaan Praktis 1. Bagi Perusahaan

Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi perusahaan dalam mengelola keuangannya dengan baik dan membantu dalam mengambilan keputusan yang tepat pada situasi keuangan perusahaan dalam kondisi apapun.

2. Bagi investor

Penelitian ini dapat memberikan masukan dalam memilih perusahaan yang memiliki kinerja keuangan baik sehingga investasi menjadi tepat dalam menghasilkan profit yang diharapkan.

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Laporan Keuangan

2.1.1.1 Pengertian Laporan keuangan

Menurut Sofyan Syafri Harahap (2008:105) laporan keuangan adalah sebagai berikut: “Laporan keuangan merupakan media yang paling penting untuk menilai prestasi dan kondisi ekonomis suatu perusahaan”.

2.1.1.2 Tujuan laporan Keuangan

Menurut Ely Suhayati dan Sri Dewi Anggadini (2009:14) tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.

2.1.1.3 Jenis Laporan Keuangan

Menurut Jumingan (2009:4) jenis laporan keuangan adalah sebagai berikut: 1. Neraca (balance Sheet)

2. Laporan Laba/Rugi (Income Statement) 3. Laporan Perubahan Modal

4. Laporan Arus Kas (Cash Flow) 2.1.1.4 Pemakai Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan komoditi yang bermanfaat dan dibutuhkan masyarakat, karena dapat memberikan informasi yang dibutuhkan para pemakainya dalam dunia bisnis yang dapat menghasilkan keuntungan. Menurut Sofyan Syafri Harahap (2008:120-124) para pemakai laporan keuangan yaitu seperti, Pemegang Saham, Investor, Analis Pasar Modal, Manajer, Karyawan dan Serikat Pekerja, Pemberi Dana, Peneliti/Akademisi/Lembaga Peringkat, dan lain-lain


(4)

4 2.1.2 Analisis Laporan Keuangan

2.1.2.1 Pengertian Analisis Laporan Keuangan

Menurut Menurut Sofyan Syafri Harhap (2008:190) pengertian analisis keuangan adalah sebagai berikut:

“Menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data non-kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat.”

2.1.2.2 Kegunaan Analisis Laporan Keuangan

Menurut Sofyan Syafri Harhap (2008:195-197) kegunaan analisis laporan keuangan adalah sebagai berikut:

1. Dapat memberikan informasi yang lebih luas, lebih dalam daripada yang terdapat dalam laporan keuangan biasa.

2. Dapat mengetahui kesalahan yang terkandung dalam laporan keuangan. 3. Dapat memberikan informasi yang diinginkan oleh para pengambil keputusan. 2.1.2.3 Tujuan Analisis Laporan Keuangan.

Menurut Sofyan Syafri Harahap (2008:196) tujuan analisis laporan keuangan adalah sebagai berikut:

1. Dapat menilai prestasi perusahaan.

2. Dapat memproyeksi keuangan perusahaan 3. Menilai perkembangan dari waktu ke waktu. 4. Melihat komposisi struktur keuangan, arus dana. 2.1.3 Analisis Rasio Keuangan

2.1.3.1 Pengertian Analisis Rasio Keuangan

Menurut Warsidi dan Bambang (2000) dalam Irham Fahmi (2014:52) analisis rasio keuangan adalah sebagai berikut:

“Analisis rasio keuangan merupakan instrument analisis prestasi perusahaan yang menjelaskan berbagai hubungan dan indikator keuangan, yang ditujukan untuk menunjukan perubahan dalam kondisi keuangan atau prestasi operasi dimasa lalu dan membantu menggambarkan trend pola perubahan tersebut, untuk kemudian menunjukkan risiko dan peluang yang melekat pada perusahaan yang bersangkutan”. 2.1.3.2 Jenis-jenis Analisis Rasio Keuangan

Menurut Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim (2009:76) jenis-jenis analisis rasio keuangan terbagi kedalam lima macam kategori, yaitu:

1. Rasio Likuiditas 2. Rasio Aktivitas 3. Rasio Solvabilitas 4. Rasio Profitabilitas 5. Rasio Pasar

Disini penulis hanya menggunakan rasio leverage dan rasio likuiditas. 2.1.4 Rasio Leverage

Menurut Irham Fahmi (2014:75) rasio leverage adalah mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai dengan hutang. Rumus rasio leverage adalah sebagai berikut:

DER = TotalHutang


(5)

5 2.1.5 Rasio Likuiditas

Menurut Sofyan Syafri Harahap (2008:301) rasio likuiditas menunjukan sejauh mana aktiva lancar menutupi kewajiban-kewajiban lancar. Rasio ini dihitung dengan rumus sebagai berikut:

2.1.6 Financial Distress

Menurut Darsono dan Ashari (2005:101) financial distress atau kesulitan keuangan adalah ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo yang menyebabkan kebangkrutan perusahaan.

2.2 Kerangka Pemikiran

2.2.2 Pengaruh Rasio Leverage Terhadap Kondisi Financial distress Menurut Laurence Harris (1997:112) menyatakan bahwa:

The higher the leverage ratio, the higher is the probability of financial distress.” Menurut Handono Mardiyanto (2009:268) menyatakan bahwa:

“Analisis rasio leverage dapat dipandang sebagai peringatan dini kemungkinan terjadinya kebangkrutan atau kesulitan keuangan.”

Menurut Petr Hajek dan Vladimir Olej (2013:7) menyatakan bahwa:

The leverage ratio and market value ratios seem to be the most important predictors of financial distress.”

2.2.1 Pengaruh Rasio Likuiditas Terhadap Kondisi Financial distress

Menurut John Graham dan Scott Smart (2011:41) serta Lawrence J. Gitman et. al. (2011:53) menyatakan bahwa:

Liquidity ratio measure a firm's ability to satisfy its short-term obligations as they come due. because a common precursor to financial distress or bankruptcy is low or declining liquidity.

Menurut Agnes Sawir (2004:235) menyatakan bahwa:

“Kesulitan keuangan yang dihadapi oleh perusahaan bisa bervariasi antara kesulitan likuiditas (technical insolvency), dimana perusahaan tidak memenuhi kewajiban keuangan sementara waktu, sampai kesulitan solvabilitas (bangkrut), dimana kewajiban keuangan perusahaan sudah melebihi kekayaannya.”

Menurut Richard E. Raker, Valdean C. Lembke, and Thomas E King (2006:511) menyatakan bahwa:

“Perusahaan dapat mengalami kesulitan keuangan karena berbagai sebab. Masalah likuiditas perusahaan sering kali berakumulasi, kemudian mulai menyinggung pembayaran utang, dan dengan demikian siklus kesulitan keuangan yang tak berujung mulai terjadi.”

RasioLancar = AktivaLancar UtangLancar x100


(6)

6 2.3 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H1 : Rasio Leverage berpengaruh terhadap kondisi financial distress pada perusahaan sektor transfortasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H2 : Rasio Likuiditas berpengaruh terhadap kondisi financial distress pada perusahaan sektor transfortasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan metode verifikatif dengan pendekatan kuantitatif, yaitu hasil penelitian yang kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulannya, artinya penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerik ( angka ) dengan menggunakan metode penelitian ini akan diketahui hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti, sehingga menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti. 3.2 Operasionalisasi Variabel

Menurut Ulber Silalahi (2012:119) pengertian operasionalisasi variabel adalah sebagai berikut:

“Operasional variabel adalah suatu konstruk dengan cara menetapkan kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang perlu untuk mengukur konstruk atau variabel itu.”

Adapun pengertian variabel penelitian menurut Sugiyono (2014:38) adalah sebagai berikut:

“Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.”

1. Variabel Bebas/Independent Variable (X)

Sugiyono (2014:39) mendefinisikan variabel independen atau variabel bebas adalah sebagai berikut:

“Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependent (terikat).”

Sesuai dengan judul yang peneliti ajukan terdapat dua variabel bebas, yaitu variabel bebas (X1) rasio leverage (DER) dan variabel (X2) rasio likuiditas (Current Ratio).

2. Variabel Dependen / Dependent Variable (Y)

Menurut Sugiyono (2014:39) yang dimaksud dengan variable dependent atau variabel terikat yaitu:

“Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.”

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen (Y) yaitu kondisi financial distress. Selengkapnya mengenai operasionalisasi variabel dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

3.3 Sumber Data

Sumber Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari laporan keuangan dan catatan


(7)

7

atas laporan keuangan perusahaan Sub Sektor Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dalam periode 2007-2013 yang telah diaudit dan melalui data yang tersedia secara online pada situs http://www.idx.co.id.

3.4 Populasi, Sampel dan Tempat serta Waktu Penelitian 3.4.1 Populasi

Menurut Moh. Nazir (2011:271) pengertian populasi adalah sebagai berikut;

“Populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan.”

Berdasarkan pengertian diatas maka populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan sub sektor transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebanyak 33 perusahaan dengan laporan keuangan tahunan yang terdiri dari laporan laba rugi, laporan posisi keuangan, catatan atas laporan keuangan dan ringkasan laporan kinerja perusahaan yang dipublikasikan selama 7 periode yaitu dari tahun 2007-2013.

3.4.2 Sampel

Menurut Sugiyono (2014:81) pengertian sampel adalah sebagai berikut: “Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.”

Dengan demikian maka yang menjadi sampel dalam penelitian penulis adalah laporan laba rugi, laporan posisi keuangan, catatan atas laporan keuangan dan ringkasan laporan kinerja perusahaan pada perusahaan Sub Sektor Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama kurun waktu 7 tahun yaitu dari tahun 2007-2013 yaitu sebanyak 10 perusahaan sehingga jumlah sampel adalah sebanyak 70 (10 x 7) laporan keuangan. Dengan pertimbangan sebagai berikut:

1) Perusahaan sub sektor transportasi yang diamati dalam penelitian ini perusahaan transportasi go public atau terdaftar dalam BEI (Bursa Efek Indonesia).

2) Sampel telah mempublikasikan laporan keuangan auditan antara tahun 2007 sampai dengan tahun 2013.

3. Perusahaan sub sektor transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang mengalami financial distress sekurang-kurangnya selama 2 tahun berturut-turut mulai 2007 sampai dengan 2013.

3.4.3 Tempat dan Waktu Penelitian 3.4.3.1 Tempat Penelitian

Penulis melakukan penelitian pada perusahaan – perusahaan jasa yang bergerak pada sub sektor transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan mengambil data sekunder yang terdapat di situs resmi www.idx.co.id yang beralamat di Jl. Veteran No. 10.

3.4.3.2 Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai dengan selesai. 3.5 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis untuk mendapatkan dan mengumpulkan data adalah sebagai berikut:

1. Penelitian Lapangan


(8)

8 3.6 Metode Pengujian Data

3.6.1 Metode Analisis

Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif (kualitatif) dan verifikatif (kuantitatif) dengan pendekatan kuantitatif.

Adapun langkah-langkah analisis kuantitatif yang diuraikan diatas adalah sebagai berikut:

1. Uji Asumsi Klasik a. Normalitas Data

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui bahwa data yang diambil berasal dari populasi berdistribusi normal. Uji yang digunakan untuk menguji kenormalan adalah uji Kolmogorov-Smirnov.

b. Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat tolerance value dan variance inflation factor (VIF). Multikolinearitas tidak terjadi bila nilai VIF dibawah nilai 10 atau tolerance value diatas 0,1 (Heir et al., 1995 dalam Santoso, 2002 : 206).

c. Uji Heteroskedastisitas

Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas. Salah satu cara untuk mendekteksi ada atau tidaknya Heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik plot. d. Uji Autokorelasi

Cara untuk mengetahui apakah terjadi autokorelasi dalam suatu model regresi dalam penelitian ini digunakan uji Durbin-Watson (DW Test). Uji Durbin-Waston digunakan untuk autokorelasi tingkat satu dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variable lagi di antara variable bebas.

2. Analisis Statistik

a. Analisis Regresi Linier Berganda

Dalam penelitian ini, analisis regresi linier berganda digunakan untuk membuktikan sejauh mana pengaruh rasio leverage dan rasio likuiditas terhadap kondisi financial distress pada perusahaan sub sektor transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dimana persamaan regresinya adalah sebagai berikut:

Sumber: Sugiyono (2014:192) Keterangan:

Y = variabel terikat (Financial Distress)

a = Konstanta, merupakan nilai terikat yang dalam hal ini adalah Y pada saat variabel bebasnya adalah 0 (X1, X2= 0)

b1 = Koefisien regresi berganda antara variabel bebas X1 terikat Y, apabila variabel bebas X2 diangap konstan.

b2 = Koefisien regresi berganda antara variabel bebas X2 terikat Y, apabila variable bebas X1 diangap konstan.

X1 = Rasio Leverage X2 = Rasio Likuiditas


(9)

9 b. Analisis Koefisien Korelasi Pearson

Analisis korelasi bertujuan untuk mengukur kekuatan asosiasi (hubungan) linier antara dua variabel. Korelasi juga tidak menunjukkan hubungan fungsional. Untuk memberikan interpretasi koefisien korelasinya maka penulis menggunakan pedoman sebagai berikut :

Tabel 3.1

Interpretasi Koefisien Korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 - 0,199 Sangat rendah

0,20 - 0,399 Rendah

0,40 - 0,599 Sedang

0,60 - 0,799 Kuat

0,80 - 1,000 Sangat kuat

(Sumber: Sugiyono, 2014:184) c. Koefisien Determinasi

Analisis Koefisiensi Determinasi (KD) digunakan untuk melihat seberapa besar variabel independen (X) berpengaruh terhadap variabel dependen (Y) yang dinyatakan dalam persentase. Besarnya koefisien determinasi menurut Umi Narimawati (2010 : 50) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

Kd = Seberapa jauh perubahan variabel Y dipergunakan oleh variabel X r = Kuadrat koefesien korelasi

3.6.2 Rancangan Hipotesis

Menurut Sugiyono (2014:64) definisi hipotesis adalah sebagai berikut :

“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.” Pengujian terhadap hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah sejauh mana pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya, yaitu: Rasio leverage dan Rasio Likuiditas berpengaruh terhadap Kondisi Financial Distress. Langkah-langkah dalam menganalisinya adalah sebagai berikut:

1. Uji t (Uji Signifikansi Parsial atau Individu)

Untuk menguji apakah ada pengaruh signifikan dari variabel-variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y), selanjutnya pengujian dilakukan dengan menggunakan uji statistik t sebagai berikut:

a. Rumus uji t yang digunakan adalah :

Sumber : Sritua Arief (2006:9) Keterangan :

b = koefisien regresi berganda Se(b)= standae eror

Hasilnya bandingkan dengan tabel t untuk derajat bebas n-k-1 dengan taraf signifikansi 5%.

Kd= r² x 100%

=


(10)

10 b. Hipotesis

H01 ; β = 0, Rasio Leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap Kondisi Financial Distress.

H11 ;β ≠ 0, Rasio Leverage berpengaruh signifikan terhadap Kondisi Financial Distress.

H02 ; β = 0, Rasio Likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap Kondisi Financial Distress.

H12 ; β ≠ 0, Rasio Likuiditas berpengaruh signifikan terhadap Kondisi Financial Distress.

c. Menentukan tingkat signifikan.

Ditentukan dengan 5% dari derajat bebas (dk)=(n-k-1), untuk menentukan t tabel sebagai batas daerah penerimaan dan penolakan hipotesis. Tingkat signifikan yang digunakan adalah 0,05 atau 5% karena dinilai cukup untuk mewakili hubungan variabel-variabel yang diteliti dan merupakan tingkat signifikansi yang umum digunakan dalam suatu penelitian.

d. Menentukan kesimpulan berdasarkan perbandingan t hitung dengan t table.

H0 ditolak apabila t hitung< t tabel (α = 0,05). Kriteria penarikan pengujian: Jika

menggunakan tingkat kekeliruan (α = 0,01) untuk diuji dua pihak, maka kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis yaitu sebagai berikut :

1. Jika t hitung≥ t tabel maka H0 ada didaerah penolakan, berarti Ha diterima artinya antara variabel bebas dan variabel terikat ada hubungannya.

2. Jika t hitung≤ t tabel maka H0 ada didaerah penerimaan, berarti Ha ditolak artinya antara variabel bebas dan variabel terikat tidak ada hubungannya.

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian

4.1.1

Analisis Deskriptif

4.1.1.1 Perkembangan Rasio Leverage Perusahaan Sub Sektor Transportasi yang Terdaftar di BEI Periode 2007-2013

Kondisi rasio leverage pada perusahaan sub sektor transportasi pada tahun 2007 – 2013 cenderung fluktuatif ini terjadi karena pada rentang waktu 7 tahun, rasio leverage pada perusahaan sub sektor transportasi mengalami penurunan dan peningkatan. Nilai rata-rata tertinggi terdapat pada tahun 2013 sebesar 301,47%, sedangkan nilai rata-rata terendah terdapat pada tahun 2010 sebesar -6,72%. Kemudian untuk perkembangan rasio leverage, peningkatan tertinggi terdapat pada tahun 2013 sebesar 162.39% dari tahun sebelumnya, sedangkan penurunan tertingi terdapat pada tahun 2019 yakni sebesar -123.13% dari tahun sebelumnya.

4.1.1.2 Perkembangan Rasio Likuiditas Perusahaan Sub Sektor Transportasi yang Terdaftar di BEI Periode 2007-2013

kondisi rasio likuiditas pada perusahaan sub sektor transportasi pada tahun 2007 – 2013 cenderung fluktuatif ini terjadi karena pada rentang waktu 7 tahun, rasio likuiditas pada perusahaan sub sektor transportasi mengalami penurunan dan peningkatan. Nilai rata-rata tertinggi terdapat pada tahun 2017 sebesar 107,62%, sedangkan nilai rata-rata terendah terdapat pada tahun 2010 sebesar 50,45%. Kemudian untuk perkembangan rasio likuiditas, peningkatan tertinggi terdapat pada tahun 2011 sebesar 46,01% dari tahun sebelumnya, sedangkan penurunan tertingi terdapat pada tahun 2008 yakni sebesar 37,41% dari tahun sebelumnya.


(11)

11

4.1.1.3 Analisis Kondisi Financial Distress Perusahaan Sub Sektor Transportasi yang Terdaftar di BEI Periode 2007-2013

kondisi financial distress pada perusahaan sub sektor transportasi pada tahun 2007 – 2013 cenderung fluktuatif ini terjadi karena pada rentang waktu 7 tahun, kondisi financial distress pada perusahaan sub sektor transportasi mengalami penurunan dan peningkatan. Nilai rata-rata tertinggi terdapat pada tahun 2007 sebesar 0,95, sedangkan nilai rata-rata terendah terdapat pada tahun 2010 sebesar -22,08. Kemudian untuk perkembangan kondisi financial distress, peningkatan tertinggi terdapat pada tahun 2011 sebesar 19,26 dari tahun sebelumnya, sedangkan penurunan tertingi terdapat pada tahun 2010 yakni sebesar 14,01 dari tahun sebelumnya.

4.1.2 Analisis Verifikatif

4.1.2.1 Hasil Pengujian Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik untuk menguji kesahihan atau keabsahan hasil estimasi model regresi. Beberapa asumsi klasik yang terpenuhi agar kesimpulan dari hasil regresi tersebut tidak bias, diantaranya adalah uji normlitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.

a. Uji Normalitas

Dari hasil uji normalitas menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov (K-S). Dari tabel yang dapat terlihat bahwa nilai signifikansi residual sebesar 0,780. Hal ini menunjukkan bahwa nilai signifikansi residual > 0,05 maka distribusi dari data memenuhi asumsi normalitas.

Penghapusan ke-10 data yang termasuk data yang tidak terdistribusi normal, dilakukan untuk memenuhi asumsi klasik yang belum terpenuhi, yaitu data terdistribusi normal dan tidak ada data yang tidak terdistribusi normal. Setelah ke-10 data dihapus, dari tabel menunjukan bahwa nilai signifikansi residual sebesar 0,780>0,05 maka distribusi dari data memenuhi asumsi normalitas.

b. Uji Multikolinieritas

Berdasarkan nilai VIF yang diperoleh, nilai tolerance untuk seluruh variabel bebas > 0,1 dan nilai VIF seluruh variabel bebas < 10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas pada data.

c. Uji Heteroskedastisitas

Dari grafik scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar merata baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi.

d. Uji Autokorelasi

Berdasarkan tabel, diketahui nilai DW sebesar 1,855. Menurut Jonathan Sarwono (2012:28) terjadi autokorelasi jika Durbin Watson sebesar < 1 dan > 3. Dari nilai-nilai di atas, diketahui bahwa nilai DW (1,855) < 3. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat autokorelasi baik autokorelasi positif maupun autokorelasi negatif dalam model.

4.1.2.2 Analisis Regresi Linear Berganda

Dari hasil analisis regresi linear berganda diperoleh persamaan sebagai berikut: Y = -2,261 + 0,363X1 -2,465X2

4.1.2.3 Pengaruh Rasio leverage Terhadap Kondisi Financial Distress 1. Analisis Korelasi

Berdasarkan tabel terlihat bahwa nilai koefisein korelasi yang diperoleh antara rasio leverage (X1) dengan financial distress (Y) adalah sebesar 0,391. Nilai korelasi bertanda positif yang menunjukkan bahwa hubungan yang terjadi antara variabel bebas dengan variabel terikat adalah searah, artinya apabila rasio leverage meningkat, maka akan diikuti dengan semakin


(12)

12

meningkatnya financial distress. Berdasarkan kriteria interpretasi koefisien korelasi, nilai korelasi sebesar 0,391 termasuk dalam kategori hubungan yang sedang, karena berada pada interval 0,20-0,399.

2. Koefisien Determinasi Pengaruh rasio Leverage Terhadap Kondisi Financial Distress

Besar nilai koefisien determinasi pada variabel rasio leverage dengan kondisi financial distress ketika rasio likuiditas tetap yaitu sebsar 15,29%. Sementara sisanya yaitu sebesar 84,71% dipengaruhi oleh faktor lain selain rasio leverage seperti faktor rasio likuiditas, rasio efisiensi, rasio profitabilitas, rasio arus kas, rasio aktivitas, rasio pertumbuhan, rasio pasar dan rasio keuangan lainnya serta faktor-faktor diluar rasio keuangan seperti kondisi ekonomi (pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, inflasi dan lain-lain).

3. Pengujian Hipotesis

Dari tabel output dapat dilihat bahwa nilai t-hitung yang diperoleh variabel rasio leverage (X1) adalah sebesar 4,645. Nilai ini akan dibandingkan dengan nilai t-tabel pada tabel distribusi t. Dengan α=0,05, df = n-k-1=60-2-1=57, diperoleh nilai t-tabel untuk pengujian dua pihak sebesar (2,000). Dari nilai-nilai di atas terlihat bahwa nilai t-hitung yang diperoleh variable rasio leverage (X1) sebesar 4,641> t tabel (2,002), sesuai dengan kriteria pengujian hipotesis bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya rasio leverage berpengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress (Y).

4.1.2.4 Pengaruh Rasio Likuiditas Terhadap Kondisi Financial Distress 1. Analisis Korelasi

Berdasarkan tabel dapat terlihat bahwa nilai koefisein korelasi yang diperoleh antara rasio likuiditas (X2) dengan kondisi financial distress (Y) adalah sebesar 0,440. Nilai korelasi bertanda negative, artinya semakin baik rasio likuiditas maka akan diikuti semakin menurunnya kondisi financial distress. Berdasarkan kriteria interpretasi koefisien korelasi, nilai korelasi sebesar 0.436 termasuk dalam kategori hubungan yang sedang, berada pada interval 0,40-0,599.

2. Koefisien Determinasi Pengaruh Rasio Likuiditas Terhadap Kondisi Financial Distress

Besar nilai koefisien determinasi pada variabel rasio likuiditas dengan kondisi financial distress ketika rasio leverage tetap yaitu sebesar 19,01%. Sementara sisanya yaitu sebesar 80,99% dipengaruhi oleh faktor lain selain rasio likuiditas seperti faktor rasio likuiditas, rasio efisiensi, rasio profitabilitas, rasio arus kas, rasio aktivitas, rasio pertumbuhan, rasio pasar dan rasio keuangan lainnya serta faktor-faktor diluar rasio keuangan seperti kondisi ekonomi (pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, inflasi dan lain-lain).

3. Pengujian Hipotesis

Dari tabel dapat dilihat bahwa nilai t-hitung yang diperoleh variabel rasio likuiditas (X2) adalah sebesar -5,021. Nilai ini akan dibandingkan dengan nilai t-tabel pada tabel distribusi t.

Dengan α=0,05, df=n-k-1=60-2-1=57, diperoleh nilai t-tabel untuk pengujian dua pihak sebesar (-2,000). Dari nilai-nilai di atas terlihat bahwa nilai t-hitung yang diperoleh variable rasio likuiditas (X2) sebesar -5,021 > t tabel (-2,000), sesuai dengan kriteria pengujian hipotesis bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya rasio likuiditas berpengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress (Y).

4.2 Pembahasan

Setelah dilakukan beberapa pengujian dalam penelitian ini, selanjutnya terdapat beberapa hal yang akan dibahas pada bagian ini mengenai hasil pengujian untuk variabel rasio leverage dan rasio likuiditas terhadap kondisi financial distress.


(13)

13

4.2.1

Analisis Pengaruh Rasio Leverage Terhadap Kondisi Financial distress.

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan untuk variabel rasio leverage terhadap kondisi financial distress, diperoleh hasil yang mencerminkan bahwa variabel rasio leverage memiliki hubungan yang rendah terhadap kondisi financial distress, hal tersebut dapat terlihat dari hasil pengujian korelasi pearson, yaitu sebesar 0,391 dimana angka tersebut berada pada inteval 0,20-0,399.Nilai korelasi bertanda positif yang menunjukkan bahwa hubungan yang terjadi antara variabel bebas dengan variabel terikat adalah searah, artinya apabila rasio leverage meningkat, maka akan diikuti dengan semakin meningkatnya kondisi financial distress.

Besar pengaruh rasio leverage terhadap kondisi financial distress yaitu sebesar 15,29%. Sementara sisanya yaitu sebesar 84,71% dipengaruhi oleh faktor lain yang akan lebih mempengaruhi kondisi financial distress dibandingkan dengan rasio leverage, seperti faktor rasio likuiditas (Melisa Rahmawati Dan Marsono, 2014), rasio efisiensi, rasio profitabilitas, rasio arus kas, rasio aktivitas, rasio pertumbuhan, rasio pasar dan rasio keuangan lainnya serta faktor-faktor diluar rasio keuangan seperti kondisi ekonomi yaitu pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, inflasi dan lain-lain (Luciana Spica Almilia dan Emanuel Kristijadi, 2003). Hasil ini menjawab fenomena yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa pada beberapa perusahaan sub sektor transportasi yang terdaftar di BEI terjadi beberapa kasus yang bertolak belakang dengan teori, dimana saat rasio leverage tinggi perusahaan dikategorikan dalam keadaan sehat, Begitupun sebaliknya. Salah satunya seperti yang terjadi pada Humpuss Intermoda Tbk yang memiliki Rasio Leverage yang rendah yaitu sebesar 64.60% pada tahun 2009, namun perusahaan dikategorikan dalam kondisi financial distress. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa terjadinya kondisi financial distress pada perusahaan disebabkan faktor lain yang lebih mempengaruhi perusahaan mengalami kondisi financial distress.

Hasil pengujian hipotesis yang diperoleh menunjukan bahwa H0 ditolak, yang artinya bahwa variabel rasio leverage memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kondisi financial distress, yang terlihat dari nilai t-hitung sebesar 4,645> t tabel (2,000). Adanya pengaruh yang signifikan antara variabel rasio leverage terhadap kondisi financial distress.

Hasil penelitian ini didukung teori yang dikemukakan Laurence Harris (1997:112) yang menyatakan bahwa the higher the leverage ratio, the higher is the probability of financial distress.

4.2.2

Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas Terhadap Kondisi financial distress Secara

Parsial

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan untuk variabel rasio likuiditasterhadap kondisi financial distress, diperoleh hasil yang mencerminkan bahwa variabel rasio likuiditas memiliki hubungan yang sedang terhadap kondisi financial distress, hal tersebut dapat terlihat dari hasil pengujian korelasi pearson, yaitu sebesar 0,436 dimana angka tersebut berada pada inteval 0,440-0,599. Nilai korelasi bertanda negatif, artinya apabila rasio likuiditas meningkat, maka akan diikuti dengan semakin meenurunnya kondisi financial distress.

Besar pengaruh rasio likuiditas terhadap kondisi financial distress yaitu sebesar 19,01%. Sementara sisanya yaitu sebesar 80,99% dipengaruhi oleh faktor lain yang akan lebih mempengaruhi kondisi financial distress dibandingkan dengan rasio likuiditas, seperti faktor rasio leverage (Oktita Earning Hanifah dan Agus Purwanto, 2013), rasio efisiensi, rasio profitabilitas, rasio arus kas, rasio aktivitas, rasio pertumbuhan, rasio pasar dan rasio keuangan lainnya serta faktor-faktor diluar rasio keuangan seperti kondisi ekonomi yaitu pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, inflasi dan lain-lain (Luciana Spica Almilia dan Emanuel Kristijadi, 2003). Hasil ini menjawab fenomena yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa pada beberapa perusahaan sub sektor transportasi yang terdaftar di BEI terjadi beberapa kasus yang bertolak belakang dengan teori, dimana saat rasio likuiditas perusahaan tinggi perusahaan dikategorikan dalam kondisi financial distress, Begitupun sebaliknya. Salah satunya seperti yang terjadi pada Rigs Tender Indonesia Tbk yang memiliki rasio likuiditastinggi atau aman pada tahun 2011 dan 2013 namun perusahaan dikategorikan mengalami kondisi financial distress. Oleh karena itu,


(14)

14

dapat dikatakan bahwa terjadinya kondisi financial distress pada perusahaan Rig Tenders Indonesia Tbk tahun 2010, 2011, dan 2013 disebabkan karena faktor lain yang lebih mempengaruhi perusahaan mengalami kondisi financial distress.

Hasil pengujian hipotesis yang diperoleh menunjukan bahwa H0 ditolak, yang artinya bahwa variabel rasio likuiditas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kondisi financial distress, yang terlihat dari nilai t-hitung sebesar -5,027 > t tabel (-2,000), Adanya pengaruh yang signifikan antara variabel rasio likuiditas terhadap kondisi financial distress.

Hasil penelitian ini didukung teori yang dikemukakan John Graham dan Scott Smart (2011:41) serta Lawrence J. Gitman et. al. (2011:53) yang menyatakan bahwa liquidity ratio measure a firm's ability to satisfy its short-term obligations as they come due. because a common precursor to financial distress or bankruptcy is low or declining liquidity.

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, analisis, dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya mengenai pengaruh rasio leverage dan rasio likuiditas terhadap kondisi financial distress pada perusahaan sub sektor transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian sejak tahun 2009 hingga tahun 2013, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut:

1. Rasio leverage berpengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress pada perusahaan sub sektor transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Terdapat hubungan yang rendah dengan arah positif antara rasio leverage dengan kondisi financial distress, hal tersebut menunjukan apabila rasio leverage perusahaan meningkat, maka akan mengakibatkan kenaikan kondisi financial distress.

2. Rasio likuiditas berpengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress pada perusahaan sub sektor transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Terdapat hubungan yang sedang dengan arah negatif antara rasio likuiditas dengan kondisi financial distress, hal tersebut menunjukan apabila rasio likuiidtas perusahaan meningkat, maka akan mengakibatkan penurunan kondisi financial distress.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, analisis, dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya mengenai pengaruh rasio leverage dan rasio likuiditas terhadap kondisi financial distress pada perusahaan sub sektor transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian sejak tahun 2009 hingga tahun 2013, maka dapat diambil saran sebagai berikut :

1. Saran Teoritis

Bagi peneliti selanjutnya dan pengembangan ilmu akuntansi diharapkan dapat menambah atau menggunakan variabel rasio keuangan lain yang mampu memprediksi financial distress dalam penelitian ini yang dianggap dapat memberikan hasil penelitian yang lebih akurat lagi, seperti rasio efisiensi, rasio profitabilitas, rasio arus kas, rasio aktivitas, rasio pertumbuhan, rasio pasar dan rasio keuangan lainnya serta faktor-faktor diluar rasio keuangan seperti kondisi ekonomi (pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, inflasi dan lain-lain). Selain itu, bagi peneliti selanjutnya diharapkan agar data sampel yang diambil bukan hanya dari perusahaan sub sektor transportasi saja, tetapi diperluas pada perusahaan sektor lain.

2. Saran Praktis

a. Bagi perusahaan sub sektor transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia terutama bagi pihak manajemen perusahaan, perusahaan perlu tetap berhati-hati dalam mengelola dan menjalankan perusahaan dengan melakukan tindakan-tindakan dalam melakukan perbaikan terhadap kinerja perusahaan. Perusahaan sebaiknya lebih memperhatikan lagi rasio leverage dan rasio likuiditas perusahaan terutama pada perusahaan yang rawan akan potensial mengalami financial distress. Perusahaan harus lebih berhati-hati dalam melakukan perjanjian dengan bank ataupun kreditur dalam penyediaan kredit, dengan


(15)

15

menghindari utang yang berlebihan, serta perusahaan harus mempertahankan pembayaran utang dan memperpanjang jatuh tempo pembayaran utang sehingga dengan demikian perusahaan dapat terhindar dari kondisi financial distress dan rasio leverage serta rasio likuiditasnnya pun akan terjaga.

b. Bagi para investor yang sedang berinvestasi atau yang baru akan memulai investasinya pada perusahaan sub sektor transportasi yang terdaftar di BEI, diharapkan dalam pengambilan keputusan investasi mempertimbangkan rasio leverage dan rasio likuiditas perusahaan agar tidak salah dalam menginvestasikan modalnya ke dalam perusahaan yang berpotensi mengalami financial distress.


(16)

16

DAFTAR PUSTAKA

Agnes Sawir. 2004. Kebijakan pendanaan dan kestrukturisasi perusahaan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Alfred Nainggolan. 2013. “Indeks Saham Sektor Infrastruktur, Utilitas & Transportasi Diprediksi Tumbuh 6,5%”. Market.Bisnis.com (online). Melalui <http://market.bisnis.com/read/2013 0115/190/131294/indeks-saham-sektor-infrastruktur-utilitas-and-transportasi-diprediksi-tumbuh-6-5-percent [03/18/15]>

Alifiah, Mohd Norfian. 2014. Prediction of financial distress companies in the trading and services sector in Malaysia using macroeconomic variables. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 129 ( 2014 ) 90 – 98.

Andi Supangat. 2007. Statistika dalam Kajian Deskriptif, Inferensi dan Nonparametrik. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Antonius Widyatma Sumarlin. 2009. “Humpuss Intermoda Rugi Rp 55,5 Miliar”. Tempo.co (online). Melalui <http://bisnis.tempo.co/read/news/2009/05/08/0 90175197/humpuss-intermoda-rugi-rp-55-5-miliar [03/18/15]>

Arief Sritua. 2006. Metodologi Penelitian Ekonomi. Jakarta: UI Press.

Atika, dkk. 2013. Pengaruh Beberapa Rasio Keuangan terhadap Prediksi Kondisi Financial Distress. Jurnal Administrasi Bisnis Vol 1, No 2.

Danny Wijaya dan Brigida Ernestina Elu Wea. 2013. “Menanti Berdaulatnya Industri Pelayaran Nasiona”. Indonesia Finance Today (online). Melalui <http://www.ift.co.id/posts/menanti-berdaulatnya-industri-pelayaran-nasional-1 [03/18/15]>

Darsono dan Ashari. 2005. Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan. Yogyakarta: ANDI. Dick Sadikin Sapi'ie. 2013. “Sampai akhir tahun RIGS masih berkubang rugi”. Kontan.co.id

(online). Melalui <http://investasi.kontan.co.id/news/sampai-akhir-tahun-rigs-masih-berkubang-rugi [03/18/15]>.

Dupla Kartini, 2011. Beban operasional membengkak, RIGS merugi di kuartal I 2011”. Kontan.co.id (online). Melalui <http://investasi.kontan.co.id/news/ beban-operasional-membengkak-rigs-merugi-di-kuartal-i-2011[03/18/15]>

Ely Suhayati dan Sri Dewi Anggadini. 2009. Akuntansi Keuangan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Etta Citrawati Yuliastary dan Made Gede Wirakusuma. 2014. Analisis Financial Distress dengan

Metode Z-Score Altman, Springate, Zmijewski. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, Hal. 379-389

Fan, Joseph. P.H. et. al. 2008. Distress without Bankruptcy: An Emerging Market Perspective. China Academy of Finance Research September, 2008.


(17)

17

Gede Edy Prasetya. 2005. Penyusunan dan Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Yogyakarta: ANDI.

Gitman, Lawrence J. et. al. 2011. Principal of Managerial Finance. Australia: PEARSON.

Graham, John and Scott Smart. 2011. Introduction to Corporate Finance Third Edition. United States of America: South-Western Cengage Learning.

Hajek, Petr and Vladimir Olej. 2013. Evaluating Sentiment in Annual Reports for Financial Distress Prediction Using Neural Networks and Support Vector Machines. Engineering Applications of Neural Networks. New York.

Handono Mardiyanto. 2009. Inti Sari Manajemen Keuangan. Jakarta: Grasindo.

Harris, Laurence. 1997. Corporate Finance and Capital Accumulation. Market, Unemployment and Economic Policy. New York.

Ijaz, Muhammad Shahzad. et. al. 2013. Assessing the Financial Failure Using Z-Score and Current Ratio: A Case of Sugar Sector Listed Companies of Karachi Stock Exchange. World Applied Sciences Journal 23 (6): 863-870, 2013.

Ika Yuanita. 2010. Prediksi Financial Distress Dalam Industri Textile Dan Garment. Jurnal Akuntansi & Manajemen, Vol 5 No.1 Juni 2010 hal 101 - 119 .

Iqbal Hasal. 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: Bumi Aksara.

Irham Fahmi. 2014. Manajemen Keuangan Perusahaan dan Pasar Modal. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Jeremia Kaban. 2014. “Emiten Transportasi Restrukturisasi Utang”. Koran-Jakarta.com (online). Melalui <http://koran-jakarta.com/?21165--emiten transportasi restrukturisasi utang [18/07/2015]>

Jostarndt, Philipp. 2007. Financial Distress, Corporate Restructuring and Firm Survival. Germany: DUV (GWV).

Jumingan. 2009. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Kamaludin dan Karina Ayu Pribadi. 2011. Prediksi Financial Distress Kasus Industri Manufaktur Pendekatan Model Regresi Logistik. Forum Bisnis dan Kewirausahaan Jurnal Ilmiah STIE MDP, Vol. 1 No. 1 September 2011.

Kanya Nindita et. al. 2014. Prediction on Financial Distress of Mining Companies Listed in BEI using Financial Variables and Non-Financial Variables. European Journal of Business and Management, Vol.6, No.34, 2014.

Ketua Badan Pengawas Pasar Modal. 2002. Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik Industri Transportasi. Jakarta.


(18)

18

Koes Pranowo et al. 2010. Determinant of Corporate Financial Distress in an Emerging Market Economy: Empirical Evidence from the Indonesian Stock Exchange 2004-2008. International Research Journal of Finance and Economics - Issue 52 (2010).

Lindrianasari. 2010. Pergantian CEO Dunia. Yogyakarta: KANISIUS.

Luciana Spica Almilia dan Kristijadi, 2003. Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Vol. 7 No. 2, Desember, Hal 183 – 206.

Luciana Spica Almilia. 2006. Prediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Go Public Dengan Menggunakan Analisis Multinomial Logit. Jurnal Ekonomi dan Bisnis.

Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim. 2009. Analisis Laporan Keuangan. Edisi Keempat. Yogyakarta: UUP AMP YKPN.

Masyhuri dan M. Zainuddin. 2009. Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis dan Aplikasi. Bandung: PT. Refika Aditama.

Melisa Rahmawati dan Marsono. 2014. Analisis Pengaruh Karakteristik Komite Audit Terhadap Financial Distress. Diponegoro Journal of Accounting. Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 1-8.

Moh. Nazir. 2011. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Oktita Earning Hanifah dan Agus Purwanto. 2013. Pengaruh Struktur Corporate Governace dan Financial Indicators Terhadap Kondisi Financial Distress. DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING, Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013.

Raker, Richard E. et. al. 2005. Akuntansi Keuangan Lanjutan Edisi 6 Buku 2. Terjemahan Sylvia Veronica. 2006. Jakarta: Salemba Empat.

Ratna Wardhani. 2007. Mekanisme Corporate Governance dalam Perusahaan yang Mengalami Permasalahan Keuangan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Vol. 4, No. 1, hal. 95-114.

Roes Eddy Haryanto. 2009. “Arus barang di Priok anjlok 35% 700 Perusahaan forwarder di Jakarta gulung tikar”. Dhammacitta.com (online). Melalui < http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=6683.0 [03/18/15]>.

Rowland Bismark Fernando Pasaribu. 2008. Penggunaan Binary Logit Untuk Prediksi Financial Distress Emiten di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Ekonomi, Bisnis dan Akuntansi VENTURA, Vol. 11, No. 2, Aug 2008 (153-172).

S. Munawir. 2007. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty.

Sani Eka Sulityo Ningsih. 2012. Analisis Corporate Governance dan Rasio Keuangan dalam Memprediksi Kesulitan Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur di BEI. Berkala Ilmiah Mahasiswa Akuntansi, Vol. 1, No. 3.


(19)

19

Sofyan Syafri Harhap. 2008. Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Subramanyam, K.R and Wild, John J. 2010. Analisis Laporan Keuangan.Terjemahan Dewi Yanti. 2010.Jakarta: Salemba Empat.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Theo Lekatompessy. 2012. “Humpuss Diambang Kebangkrutan”. Okezone.com (online). Melalui <http://economy.okezone.com/read/2012/09/13/278/689078/humpuss-diambangkebang krutan [03/18/15]>

Ulber Silalahi. 2012. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama.

Umar, husein. 2011. Metode Penelitian untuk Skripsi dan tesis Bisnis. Jakarta: Rajawali Pers. Umi Narimawati. 2010. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Teori dan Aplikasi. Bandung:

Agung Media.

Vicky Ganda Saputra selaku Direktur Buana Listya Tama Tbk. 2013. “Buana Listya Ingin Pisah dari Berlian Laju Tanker”. Liputan6.com (online). Melalui <http://bisnis.liputan6.com/read/523016/buana-listya-ingin-pisah-dari-berlian-laju-tanker [03/18/15]>

Wahyu Satriani. 2012. “RIGS memburu utang ke mancanegara”. Kontan.co.id (online). Melalui <http://investasi.kontan.co.id/news/rigs-memburu-utang-ke-mancanegara [03/18/15]>


(20)

20 -1000 0 1000 2000 3000

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

APOL BLTA CM PP HITS IATA LAMPIRAN Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel

Variabel Konsep variabel Indikator Skala

Rasio Leverage (X1)

“Rasio leverage adalah mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai dengan hutang.”

(Irham fahmi, 2014:75)

DER = TotalHutang

TotalEkuitas 100% (Irham fahmi, 2014:75)

Rasio

Rasio Likuiditas (X2)

”Rasio likuiditas (liquidity ratio) adalah kemampuan suatu perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya secara tepat waktu.” (Irham Fahmi, 2014:69)

RasioLancar = AktivaLancar

UtangLancarx100% (Irham Fahmi 2014:70)

Rasio Kondisi Financial distress (Y) “kesulitan keuangan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo yang menyebabkan

kebangkrutan perusahaan”.

(Darsono dan Ashari, 2005:101)

= ( EBT) (Darsono dan Ashari, 2005:101)

Rasio

Gambar 4.1

Grafik Rasio Leverage Pada Perusahaan Sub Sektor Transportasi tahun 2007-2013


(21)

21 Gambar 4.2

Grafik Rasio Likuiditas Pada Perusahaan Sub Sektor Transportasi tahun 2007-2013

Gambar 4.3

Grafik Interest Coverage Ratio atau Kondisi Financial Distress Pada Perusahaan Sub Sektor Transportasi tahun

2007-2013 Tabel 4.7

Hasil Uji Normalitas Data One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 60

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation 2.34261617

Most Extreme Differences Absolute .085

Positive .059

Negative -.085

Kolmogorov-Smirnov Z .658

Asymp. Sig. (2-tailed) .780

a. Test distribution is Normal.

0.00 100.00 200.00 300.00 400.00

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

APOL BLTA CM PP HITS IATA

-150 -100 -50 0 50

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

APOL BLTA CM PP HITS IATA


(22)

22 Tabel 4.8

Hasil Pengujian Asumsi Multikolinieritas Coefficientsa

Model

Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 Rasio_Leverage .971 1.030

Rasio_Likuiditas .971 1.030 a. Dependent Variable: Financial distress

Gambar 4.4 Uji Heteroskedastisitas

Tabel 4.9

Nilai Durbin-Watson Untuk Uji Autokorelasi Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of

the Estimate Durbin-Watson

1 .642a .413 .392 2.38336 1.855

a. Predictors: (Constant), Rasio_Likuiditas, Rasio_Leverage b. Dependent Variable: Financial distress


(23)

23 Tabel 4.10

Persamaan Regresi Linier Berganda Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -2.261 .499 -4.533 .000

Rasio_Leverage .363 .078 .479 4.645 .000

Rasio_Likuiditas -2.465 .491 -.517 -5.021 .000 a. Dependent Variable: Financial distress

Tabel 4.12

Analisis Korelasi X1 Terhadap Y Correlations

Financial distress

Rasio_Leverag e Financial distress Pearson Correlation 1 .391**

Sig. (2-tailed) .002

N 60 60

Rasio_Leverage Pearson Correlation .391** 1

Sig. (2-tailed) .002

N 60 60

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Tabel 4.13

Hasil Pengujian Pengaruh Rasio Leverage Terhadap Kondisi Financial Distress (Uji Statistik t)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -2.261 .499 -4.533 .000

Rasio_Leverage .363 .078 .479 4.645 .000


(24)

24 Tabel 4.14

Analisis Korelasi X2 Terhadap Y Correlations

Financial distress

Rasio_Likuidita s Financial distress Pearson Correlation 1 -.436**

Sig. (2-tailed) .000

N 60 60

Rasio_Likuiditas Pearson Correlation -.436** 1 Sig. (2-tailed) .000

N 60 60

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Tabel 4.15

Hasil Pengujian Pengaruh Rasio Likuiditas Terhadap Kondisi financial distress (Uji Statistik t)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -2.261 .499 -4.533 .000

Rasio_Leverage .363 .078 .479 4.645 .000

Rasio_Likuiditas -2.465 .491 -.517 -5.021 .000 a. Dependent Variable: Financial distress


(25)

14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Laporan Keuangan

2.1.1.1Pengertian Laporan keuangan

Laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu. Menurut Sofyan Syafri Harahap (2008:105) laporan keuangan adalah sebagai berikut:

“Laporan keuangan merupakan media yang paling penting untuk menilai prestasi dan kondisi ekonomis suatu perusahaan”.

Sedangkan menurut K.R. Subramanyam dan John J. Wild (2010:79) pengertian laporan keuangan adalah sebagai berikut:

“Laporan keuangan merupakan produk proses pelaporan keuangan yang diatur oleh standar dan aturan akuntansi, insentif manajer, serta mekanisme pelaksanaan dan pengawasan perusahaan”.

Sedangkan menurut Irham Fahmi (2014:31) pengertian laporan keuangan adalah sebagai berikut:

“Laporan keuangan merupakan suatu informasi yang menggambarkan kondisi keuangan suatu perusahaan, dan lebih jauh informasi tersebut dapat dijadikan sebagai gambaran kinerja keuangan perusahaan tersebut”.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan adalah informasi yang menggambarkan suatu perusahaan atau media untuk


(26)

15

menilai suatu kondisi ekonomi suatu perusahaan yang diatur oleh standar dan aturan akuntansi.

2.1.1.2Tujuan laporan Keuangan

Menurut Ely Suhayati dan Sri Dewi Anggadini (2009:14) tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.

Menurut Yustina dan Titik (2001) dalam Irham Fahmi (2014:34) mengatakan bahwa laporan keuangan ditujukan sebagai pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya kepada pemilik perusahaan atas kinerja yang telah dicapainya serta merupakan laporan akuntansi utama yang mengkomunikasikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam membuat analisa ekonomi dan peramalan untuk masa yang akan datang.

Sedangkan menurut Harianto dan Siswanto Sudomo (1998) dalam Irham Fahmi (2014:34) mengatakan bahwa tujuan laporan keuangan adalah agar pembuat keputusan tidak menderita kerugian atau paling tidak mampu menghindarkan kerugian yang lebih besar, semua keputusan harus didasarkan pada informasi yang lengkap, reliable, valid, dan penting.

2.1.1.3 Jenis Laporan Keuangan

Adapun jenis laporan keuangan yang lazim dikenal adalah neraca atau laporan laba/rugi, atau hasil usaha, laporan arus kas, laporan perubahan posisi keuangan. Menurut Jumingan (2009:4) jenis laporan keuangan adalah sebagai berikut:


(27)

16

1. Neraca (balance Sheet)

Neraca menggambarkan kondisi keuangan dari suatu perusahaan pada tanggal tertentu, umumnya pada akhir tahun saat penutupan buku. Neraca ini memuat aktiva (harta kekayaan yang dimiliki perusahaan), utang (kewajiban perusahaan untuk membayar dengan uang atau aktiva lain kepada pihak lain pada waktu tertentu yang akan datang), dan modal sendiri (kelebihan aktiva diatas utang).

2. Laporan Laba/Rugi (Income Statement)

Laporan laba rugi memperlihatkan hasil yang diperoleh dari penjualan barang atau jasa dan ongkos-ongkos yang timbul dalam proses pencapaian hasil tersebut. Laporan ini juga memperlihatkan adanya pendapatan bersih atau kerugian bersih sebagai hail dari operasi perusahaan selama periode tertentu (umumnya satu tahun).

3. Laporan Perubahan Modal

Menunjukan seberapa besar bagian atau porsi dari keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan yang diinvestasikan kembali ke perusahaan yang mempengaruhi besaran modal secara keseluruhan.

4. Laporan Arus Kas (Cash Flow)

Menyajikan informasi tentang arus kas bersih dari tiga kegiatan di perusahaan, yaitu arus kas dari aktivitas operasi, arus kas dari aktivitas pendanaan, dan arus kas dari aktivitas investasi.


(28)

17

2.1.1.4Pemakai Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan komoditi yang bermanfaat dan dibutuhkan masyarakat, karena dapat memberikan informasi yang dibutuhkan para pemakainya dalam dunia bisnis yang dapat menghasilkan keuntungan. Menurut Sofyan Syafri Harahap (2008:120-124) para pemakai laporan keuangan beserta kegunaannya dapat dilihat dari penjelasan berikut:

1. Pemegang Saham

Pemegang saham ingin mengetahui kondisi keuangan perusahaan, aset, utang, modal, hasil, biaya, dan laba.

2. Investor

Investor dalam hal ini tertentu juga sama seperti pemegang saham. Bagi investor potensial ia akan melihat kemungkinan potensi keuntungan yang akan diperoleh dari perusahaan yang dilaporkan. 3. Analis Pasar Modal

Analis pasar modal selalu melakukan baik analisis tajam dan lengkap terhadap laporan keuangan perusahaan yang go publik.

4. Manajer

Manajer ingin mengetahui situasi ekonomis perusahaan yang dpimpinnya.

5. Karyawan dan Serikat Pekerja

Karyawan harus mengetahui kondisi keuangan perusahaan untuk menetapkan apakah ia masih terus bekerja atau pindah.


(29)

18

6. Pemberi Dana

Bagi perushaan calon dibetur laporan keuangan dapat menjadi sumber informasi untuk menilai peruahaan untuk menerima keredit yang akan diluncurkan.

7. Peneliti/Akademisi/Lembaga Peringkat.

Bagi peneliti maupun akademisi laporan keuangan sangat penting, sebagai data sekunder dalam melakukan penelitian terhadap topik tertentu yang berkaitan dengan laporan keuangan atau perusahaan.

2.1.2 Analisis Laporan Keuangan

2.1.2.1Pengertian Analisis Laporan Keuangan

Analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan pada dasarnya karena ingin mengetahui tingkat profitablitas (keuntungan) dan tingkat risiki oatau tingkat kesehatan suatu perusahaan. Menurut Menurut Sofyan Syafri Harhap (2008:190) pengertian analisis keuangan adalah sebagai berikut:

“Menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data non-kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat”.

Sedangkan Pengertian Analisis laporan keuangan menurut Gede Edy Prasetya (2005:5) adalah sebagai berikut:

“Analisis laporan keuangan adalah analisis yang dilakukan terhadap berbagai macam informasi yang tersaji dalam laporan keuangan”.

Berdasarkan pengertian diatas dapat dismipulkan bahwa analisis laporan keuangan adalah proses menguraikan pos-pos dalam laporan keuangan untuk


(30)

19

dibentuk menjadi informasi yang berguna bagi manajemen dalam pengambilan keputusan yang tepat.

2.1.2.2Kegunaan Analisis Laporan Keuangan

Analisis laporan keuangan yang dilakukan dimaksudkan untuk menambah informasi yang ada dalam suatu laporan keuangan. Menurut Sofyan Syafri Harhap (2008:195-197) secara lengkap kegunaan analisis laporan keuangan adalah sebagai berikut:

1. Dapat memberikan informasi yang lebih luas, lebih dalam daripada yang terdapat dalam laporan keuangan biasa.

2. Dapat menggali informasi yang tidak tampak secara kasat mata (explicit) dari suatu laporan keuangan yang berada dibalik laporan keuangan (implicit).

3. Dapat mengetahui kesalahan yang terkandung dalam laporan keuangan.

4. Dapat membongkar hal-hal yang bersifat tidak konsisten dalam hubungannya dengan suatu laporan keuangan baik dikaitkan dengan komponen intern laporan keuanganmaupun kaitannya dengan informasi yang diperoleh dari luar perusahaan.

5. Mengetahui sifat-sifat hubungan yang akhirnya dapat melahirkan model-model dan teori-teori yang terdapat dilapangan.

6. Dapat memberikan informasi yang diinginkan oleh para pengambil keputusan.


(31)

20

7. Dapat menentukan peringkat (rating) perusahaan menurut criteria tertentu yang sudah dikenal dalam dunia bisnis.

2.1.2.3Tujuan Analisis Laporan Keuangan.

Menurut Sofyan Syafri Harahap (2008:196) tujuan analisis laporan keuangan adalah sebagai berikut:

1. Dapat menilai prestasi perusahaan. 2. Dapat memproyeksi keuangan perusahaan

3. Dapat menilai kondisi keuangan masa lalu dan masa sekarang dari aspek waktu tertentu:

a. Posisi keuangan b. Hasil usaha perusahaan c. Likuiditas

d. Solvabilitas e. Aktivitas

f. Rentabilitas atau profitabilitas g. Indikator pasar modal.

4. Menilai perkembangan dari waktu ke waktu. 5. Melihat komposisi struktur keuangan, arus dana.

2.1.3 Analisis Rasio Keuangan

2.1.3.1Pengertian Analisis Rasio Keuangan

Menurut Warsidi dan Bambang (2000) dalam Irham Fahmi (2014:52) analisis rasio keuangan adalah sebagai berikut:


(32)

21

“Analisis rasio keuangan merupakan instrument analisis prestasi perusahaan yang menjelaskan berbagai hubungan dan indikator keuangan, yang ditujukan untuk menunjukan perubahan dalam kondisi keuangan atau prestasi operasi dimasa lalu dan membantu menggambarkan trend pola perubahan tersebut, untuk kemudian menunjukkan risiko dan peluang yang melekat pada perusahaan yang bersangkutan”.

Sedangkan menurut S. Munawir (2007:65) analisis rasio keuangan adalah sebagai berikut:

“Suatu metode analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentud alam neraca atau lapo ran lab a ru gi secar a ind ividu atau ko mbinasi d ar i kedua laporan tersebut.”

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan analisis rasio keuangan adalah suatu metode analisis untuk menilai prestasi operasi perusahaan dalam perencanaan dan pengendalian keuangan.

2.1.3.2Jenis-jenis Analisis Rasio Keuangan

Menurut Sofyan Syafri Harahap (2008:299) masih banyak penulis yang meyodorkan jenis rasio yang menurut penulisnya cocok untuk memahami perusahaan. Umumnya rasio yang dikenal dan popular adalah: rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio rentabilitas. Namun sebenarnya banyak lagi rasio yang dapat dihitung dari laporan keuangan yang dapat memberikan informasi bagi analis misalnya, rasio leverage, produktivitas, rasio pasar modal, rasio pertumbuhan, dan sebagainya.

Menurut Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim (2009:76) jenis-jenis analisis rasio keuangan terbagi kedalam lima macam kategori, yaitu:


(33)

22

1. Rasio Likuiditas

Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya.

2. Rasio Aktivitas

Rasio yang mengukur sejauh mana efektivitas penggunaan aset dengan melihat tingkat aktivitas aset.

3. Rasio Solvabilitas

Rasio yang mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka panjangnya disebut juga sebagai rasio leverage. 4. Rasio Profitabilitas

Rasio yang melihat kemampuan perusahaan menghasilkan laba. 5. Rasio Pasar

Rasio yang melihat perkembangan nilai perusahaan relative terhadap nilai buku perusahaan.

Kelima rasio tersebut ingin melihat prospek dan risiko perusahaan pada masa yang akan datang. Faktor prospek dalam rasio tersebut akan mempengaruhi harapan investor terhadap perusahaan pada masa yang akan datang. Disini penulis hanya menggunakan rasio leverage dan rasio likuiditas.

2.1.4 Rasio Leverage

2.1.4.1Pengertian Leverage

Menurut Sofyan Syafri Harahap (2008:306) pengertian rasio leverage adalah sebagai berikut:


(34)

23

“Rasio leverage adalah rasio yang menggambarkan hubungan antar utang perusahaan terhadap modal maupun aset.”

Sedangkan Menurut Irham Fahmi (2014:75) definisi rasio leverage

sebagai berikut:

“Rasio leverage adalah mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai dengan hutang.”

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan rasi leverage adalah rasio yang menggambarkan hubungan antara hutang terhadap modal untuk mengetahui sejauh mana perusahaan menggunakan pendanaan melalui hutang.

2.1.4.2Indikator Rasio Leverage

Menurut Irham Fahmi (2014:75) indikator untuk mengukur rasio leverage

adalah menggunakan Debt to Equity Ratio. Joel G. Siegel dan Jae K Shim dalam Irham Fahmi (2014:75) mendefinisikan debt equity ratio sebagai ukuran yang dipakai dalam menganalisis laporan keuangan untuk memperlihatkan besarnya jaminan yang tersedia untuk kreditor. Adapun rumus debt to equity ratio adalah sebagai berikut:

Sumber: Irham Fahmi (2014:75)

Keterangan:

Total Hutang = Jumlah seluruh kewajiban baik itu kewajian jangka pendek maupun jangka panjang.

Total Ekuitas = Jumlah seluruh modal yang dimiliki perusahaan. DER = TotalHutang


(35)

24

2.1.5 Rasio Likuiditas

2.1.5.1 Pengertian Rasio Likuiditas

Menurut K.R. Subramanya dan John J. Wild (2010:241) likuiditas mengacu pada kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Secara konvensional, jangka pendek dianggap periode hingga satu tahun meskipun jangka waktu ini dikaitkan dengan siklus operasi normal suatu perusahaan.

Menurut Irham Fahmi (2014:69) definisi rasio likuiditas adalah sebagai berikut:

”Rasio likuiditas (liquidity ratio) adalah kemampuan suatu perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya secara tepat waktu.”

Sedangkan menurut Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim (2009:77) definisi rasio likuiditas adalah sebagai berikut:

”Rasio likuiditas adalah rasio yang yang mengukur kemampuan likuiditas jangka pendek perusahaan dengan melihat aktiva lancar perusahaan relatif terhadap hutang lancarnya (hutang dalam hal ini merupakan kewajiban perusahaan).”

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan mempergunakan aktiva lancar secara tepat waktu.

2.1.5.2Indikator Rasio Likuiditas

Menurt K.R. Subramanya dan John J. Wild (2010:241) berbagai skenario memperlihatkan ukuran likuiditas sangat penting dalam analisis suatu perusahaan.


(36)

25

Jika perusahaan gagal memenuhi kewajiban lancarnya, maka kelangsungan usahanya dipertanyakan.

Adapun indikator untuk mengukur rasio likuiditas menurut Irham Fahmi (2014:69-70) adalah menggunakan rasio Lancar. Rasio lancar (Current Ratio)

adalah ukuran yang umum digunakan atau solvensi jangka pendek, kemampuan perusahaan memenuhi kebutuhan hutang jatuh tempo.

Menurut Sofyan Syafri Harahap (2008:301) rasio ini menunjukan sejauh mana aktiva lancar menutupi kewajiban-kewajiban lancar. Semakin besar perbandingan aktiva lancar dengan utang lancar semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk menutupi kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini dapat dibuat dalam bentuk berapa kali atau dalam bentuk presentasi. Apabila rasio lancar ini 1:1 atau 100% ini berarti bahwa aktiva lancar dapat menutupi semua utang lancar. Rasio lancar yang lebih aman adalah jika berada diatas 1 atau diatas 100%. Artinya aktiva lancar jauh diatas jumlah utang lancar. Rasio ini dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

Aktiva Lancar = Pos-pos yang berumur satu tahun atau kurang, atau siklus operasi usaha normal yang lebih besar.

Utang Lancar = Kewajiban pembayaran dalam 1 tahun atau siklus operasi yang normal dalam usaha.

RasioLancar = AktivaLancar UtangLancar x100


(37)

26

2.1.6 Financial distress

2.1.6.1 Pengertian Financial distress

Menurut Mamduh M. Hanafi dan Abdul halim (2009:262) Kesehatan suatu perusahaan bisa digambarkan dari titik sehat yang paling ekstrem sampai ke titik tidak sehat yang paling ekstrem. Kesulitan keuangan jangka pendek bersifat sementara dan belum begitu parah. Tetapi kesulitan semacam ini apabila tidak ditangani bias berkembang menjadi kesulitan tidak solvabel. Kalau tidak solvabel, perusahaan bisa dilikuidasi atau direorganisasi. Kesulitan keuangan dimulai ketika perusahaan tidak dapat memenuhi jadwal pembayaran atau ketika proyeksi arus kas mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut akan segera tidak dapat memenuhi kewajibannya.

Plat dan plat (2002) dalam Irham Fahmi (2014:160) menjelaskan mengenai definisi financial distress adalah sebagai berikut:

Financial distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuiditasi”.

Sedangkan menurut Darsono dan Ashari (2005:101) pengertian financial distress adalah sebagai berikut:

“kesulitan keuangan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo yang menyebabkan kebangkrutan perusahaan”.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa financial distress

adalah suatu kondisi dimana perusahaan tidak mampu membayar kewajiban jangka pendek maupun jangka panjangnya pada saat jatuh tempo yang mengakibatkan kebangkrutan.


(38)

27

2.1.6.2 Kategori Financial distress

Menurut Irham Fahmi (2014:161-162) untuk persoalan financial distress

secara kajian umum ada 4 (empat) kategori penggolongan yaitu sebagai berikut:

1. Financial distress kategori A atau sangat tinggi dan benar-benar membahayakan. Kategori ini memungkinkan perusahaan dinyatakan untuk berada diposisi bangkrut atau pailit. Pada kategori ini memungkinkan pihak perusahaan melaporkan ke pihak terkait seperti pengadilan bahwa perusahaan telah berada dalam posisi bankruptcy (pailit). Dan menyerahkan berbagai urusan untuk ditangani oleh pihak luar perusahaan. 2. Financial distress kategori B atau tinggi dan dianggap berbahaya. Pada

posisi ini perusahaan harus memikirkan berbagai solusi realistis dalam menyelamatkan berbagai aset yang dimiliki, seperti sumber-sumber aset yang ingin dijual dan tidak dijual atau dipertahankan. Termasuk memikirkan berbagai dampak jika dilaksanakan keputusan merger (penghapusan) atau akuisisi (pengambilalihan). Salah satu dampak yang paling nyata terlihat pada posisi ini adalah perusahaan mulai melakukan PHK dan pensiunan dini pada beberapa karyawannya yang dianggap tidak layak lagi untuk dipertahankan.

3. Financial distress kategori C atau sedang. Dan ini dianggap perusahaan masih mampu atau bisa menyelamatkan diri dengan tindakan tambahan dana yang bersumber dari internal dan eksternal. Namun disini perusahaan sudah harus melakukan perombakan berbagai kebijakan dan konsep manajemen yang diterapkan selama ini, bahkan jika perlu melakukan


(39)

28

perekrutan tenaga ahli baru yang memiliki kompetensi yang tinggi untuk ditempatkan diposisi-posisi strategis yang bertugas mengendalikan dan menyelamatkan perusahaan, termasuk target dalam menggenjot perolehan laba kembali.

4. Financial distress kategori D atau rendah. Pada kategori ini perusahaan dianggap hanya mengalami fluktuasi financial temporer yang disebabkan oleh berbagai kondisi eksternal dan internal, termasuk lahirnya dan dilaksanakannya keputusan yang kurang begitu tepat. Dan ini umumnya bersifat jangka pendek, sehingga kondisi ini bisa cepat diatasi.

2.1.6.3 Indikator Financial distress

Menurut Smith, Wright and Huo (2008) yang dikutip oleh Lindrianasari (2010:22) Menggunakan times interest earned measure Atau disebut juga Interest Coverage Ratio untuk mengklasifikasikan perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan.

Philipp Jostarndt (2007:11) menyatakan bahwa Corporate finance theory defines financial distress as a situation where a firm's cash flow insufficient to meet the compulsory payments on its outstanding debt. In this case a firm will ultimately be forced to breach its debt contracts, which in turn causes a gradual transfer of control rights to the firm's creditors and thus triggers distress related restructuring. I therefore base my empirical definition of financial distress on interest coverage ratio.

Menurut Josep P. H Fan et. al. (2008) menyatakan bahwa with the interest coverage measure, we classify a firm to be in distress if its interest coverage ratio is less than one (that is, a firm’s operating incomes are not enough to cover its interest payment obligations).


(40)

29

Menurut Darsono dan Ashari (2005:101) rumus Interest Coverage ratio

adalah sebagai berikut:

Keterangan:

Earning Before Tax (EBT) = Laba sebelum pajak.

Interest Expense = Beban Bunga atau biaya dana pinjaman pada periode yang berjalan yang memperlihatkan pengeluaran uang dalam laporan rugi laba.

Interest Expense atau beban bunga sama dengan biaya keuangan atau beban keuangan. Beban keuangan merupakan beban bunga yang terdiri dari beban bunga pinjaman, cerukan,sewa pembiayaan dan lain-lain (Ketua Badan Pengawas Pasar Modal, 2002:54).

2.2 Kerangka Pemikiran

2.2.1 Pengaruh Rasio Leverage Terhadap Kondisi Financial distress

Menurut Laurence Harris (1997:112) menyatakan bahwa the higher the leverage ratio, the higher is the probability of financial distress.

Menurut Handono Mardiyanto (2009:268) menyatakan analisis rasio

leverage dapat dipandang sebagai peringatan dini kemungkinan terjadinya kebangkrutan atau kesulitan keuangan.

Menurut Petr Hajek dan Vladimir Olej (2013:7) menyatakan bahwa the leverage ratio and market value ratios seem to be the most important predictors of financial distress.

= (EBT)


(41)

30

Mohd Norfian Alifiah (2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa debt ratio (leverage ratio) to be significant in predicting financially distressed companies in the trading and services sector in Malaysia.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ika Yuanita (2010), menyebutkan bahwa rasio leverage dapat digunakan sebagai prediktor dalam memprediksi kondisi financial distress perusahaan.

Atika, dkk. (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa rasio leverage

yang diproxykan menggunakan debt ratio juga signifikan berpengaruh positif terhadap kemungkinan terjadinya financial distress di suatu perusahaan.

Kamaludin dan Karina Ayu Pribadi (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa Leverage Ratio dapat digunakan untuk memprediksi kondisi

financial distress suatu perusahaan.

2.2.2 Pengaruh Rasio Likuiditas Terhadap Kondisi Financial distress

Menurut John Graham dan Scott Smart (2011:41) serta Lawrence J. Gitman et. al. (2011:53) menyatakan bahwa liquidity ratio measure a firm's ability to satisfy its short-term obligations as they come due. because a common precursor to financial distress or bankruptcy is low or declining liquidity.

Menurut Agnes Sawir (2004:235) menyatakan bahwa kesulitan keuangan yang dihadapi oleh perusahaan bisa bervariasi antara kesulitan likuiditas (technical insolvency), dimana perusahaan tidak memenuhi kewajiban keuangan sementara waktu, sampai kesulitan solvabilitas (bangkrut), dimana kewajiban keuangan perusahaan sudah melebihi kekayaannya.


(1)

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Rasio

Leverage dan Rasio Likuiditas Terhadap Kondisi Financial Distress (Studi

Kasus Pada Perusahaan Sub Sektor Transportasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2013)”.

Penulis sangat menyadari tidaklah mungkin skripsi ini dapat terselesaikan tanpa bantuan orang-orang tercinta penulis yang telah banyak membantu dan memberikan doa dan dorongan baik moril maupun materil.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas pula dari bantuan dan dukungan semua pihak yang telah memberi dukungan dan masukan. Dengan segala ketulusan hati, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.

2. Prof. Dr. Hj. Dwi Kartini, SE., Spec. Lic, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.

3. Dr. Siti Kurnia Rahayu, SE., M.Ak., Ak.,CA selaku Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia dan selaku


(2)

iv dosen wali penulis.

4. Adi Rachmanto,S.Kom.,M.Kom selaku Sekretaris Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.

5. Sri Dewi Anggadini, SE., M.Si., Ak selaku Dosen Pembimbing penulis selama menyelesaikan skripsi ini di Universitas Komputer Indonesia. 6. Seluruh Dosen dan Staff Universitas Komputer Indonesia.

7. Kepada keluargaku tercinta Papah, Mamah, Kakak, Adik, yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

8. Untuk Muhammad Yahya Abdul Aziz terimakasih atas perhatian, dukungan, motivasi serta kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.

9. Sahabat-sahabatku Mira, Putri, Ocha, Dewi, mbak ega, Wina, Mega dan Ines terimakasih atas dukungan, kebersamaan, saran serta telah memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Teman-teman Ak 2 terimakasih atas kebersamaannya.

10. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan guna penyempurnaan skripsi ini. Semoga dibalik kekurangannya skripsi ini masih dapat memberikan manfaat.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi kita semua, dan semoga doa, dorongan,


(3)

v

perhatian dan pengertian yang diberikan kepada penulis mendapat balasan pahala yang berlipat dari Tuhan Yang Maha Esa.

Terima kasih.

Bandung, Agustus 2015

Lindawati NIM. 21111091


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Rasio Arus Kas terhadap Prediksi Kondisi Financial Distress pada Perusahaan Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

4 62 101

Analisis rasio keuangan dalam memprediksi kondisi finacial distress perusahaan : studi kasus pada perusahaan yang terdaftar pada bursa efek Indonesia Periode 2007-2010

0 4 152

Pengaruh Profitabilitas dan Rasio Leverage Terhadap Financial Distress (Studi Kasus pada Perusahaan Jasa Sub Sektor Transportasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014)

1 20 31

PREDIKSI RASIO KEUANGAN TERHADAP KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN PROPERTY YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

1 3 87

Pengaruh Rasio Likuiditas, Rasio Profitabilitas, Rasio Rentabilitas Ekonomi dan Rasio Leverage terhadap Prediksi Financial Distress (Suatu Studi pada Perusahaan Transportasi di Bursa Efek Indonesia)

5 23 98

Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Kondisi Financial Distress Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2015.

4 14 22

ANALISIS PENGARUH RASIO LIKUIDITAS, PROFITABILITAS, DAN LEVERAGE DALAM MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008 – 2011).

0 0 14

PENGARUH RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2013 - 2014 SKRIPSI

0 0 16

PENGARUH RASIO KEUANGAN TERHADAP KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN SEKTOR TRANSPORTASI YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) PADA TAHUN 2013-2017

0 0 22

PENGARUH RASIO LEVERAGE, LIKUIDITAS DAN PROFITABILITAS TERHADAP KONDISI FINANCIAL DISTRESS

0 1 17