2.1.6 Financial distress
2.1.6.1 Pengertian Financial distress
Menurut Mamduh M. Hanafi dan Abdul halim 2009:262 Kesehatan suatu perusahaan bisa digambarkan dari titik sehat yang paling ekstrem sampai ke
titik tidak sehat yang paling ekstrem. Kesulitan keuangan jangka pendek bersifat sementara dan belum begitu parah. Tetapi kesulitan semacam ini apabila tidak
ditangani bias berkembang menjadi kesulitan tidak solvabel. Kalau tidak solvabel, perusahaan bisa dilikuidasi atau direorganisasi. Kesulitan keuangan dimulai ketika
perusahaan tidak dapat memenuhi jadwal pembayaran atau ketika proyeksi arus kas mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut akan segera tidak dapat
memenuhi kewajibannya.
Plat dan plat 2002 dalam Irham Fahmi 2014:160 menjelaskan mengenai definisi financial distress adalah sebagai berikut:
“Financial distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuiditasi”.
Sedangkan menurut Darsono dan Ashari 2005:101 pengertian financial distress adalah sebagai berikut:
“kesulitan keuangan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo yang
menyebabkan kebangkrutan perusahaan”. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa financial distress
adalah suatu kondisi dimana perusahaan tidak mampu membayar kewajiban jangka pendek maupun jangka panjangnya pada saat jatuh tempo yang
mengakibatkan kebangkrutan.
2.1.6.2 Kategori Financial distress
Menurut Irham Fahmi 2014:161-162 untuk persoalan financial distress
secara kajian umum ada 4 empat kategori penggolongan yaitu sebagai berikut: 1. Financial distress kategori A atau sangat tinggi dan benar-benar
membahayakan. Kategori ini memungkinkan perusahaan dinyatakan untuk berada diposisi bangkrut atau pailit. Pada kategori ini memungkinkan
pihak perusahaan melaporkan ke pihak terkait seperti pengadilan bahwa perusahaan telah berada dalam posisi bankruptcy pailit. Dan
menyerahkan berbagai urusan untuk ditangani oleh pihak luar perusahaan. 2. Financial distress kategori B atau tinggi dan dianggap berbahaya. Pada
posisi ini perusahaan harus memikirkan berbagai solusi realistis dalam menyelamatkan berbagai aset yang dimiliki, seperti sumber-sumber aset
yang ingin dijual dan tidak dijual atau dipertahankan. Termasuk memikirkan berbagai dampak jika dilaksanakan keputusan merger
penghapusan atau akuisisi pengambilalihan. Salah satu dampak yang paling nyata terlihat pada posisi ini adalah perusahaan mulai melakukan
PHK dan pensiunan dini pada beberapa karyawannya yang dianggap tidak layak lagi untuk dipertahankan.
3. Financial distress kategori C atau sedang. Dan ini dianggap perusahaan masih mampu atau bisa menyelamatkan diri dengan tindakan tambahan
dana yang bersumber dari internal dan eksternal. Namun disini perusahaan sudah harus melakukan perombakan berbagai kebijakan dan konsep
manajemen yang diterapkan selama ini, bahkan jika perlu melakukan
perekrutan tenaga ahli baru yang memiliki kompetensi yang tinggi untuk ditempatkan diposisi-posisi strategis yang bertugas mengendalikan dan
menyelamatkan perusahaan, termasuk target dalam menggenjot perolehan laba kembali.
4. Financial distress kategori D atau rendah. Pada kategori ini perusahaan dianggap hanya mengalami fluktuasi financial temporer yang disebabkan
oleh berbagai kondisi eksternal dan internal, termasuk lahirnya dan dilaksanakannya keputusan yang kurang begitu tepat. Dan ini umumnya
bersifat jangka pendek, sehingga kondisi ini bisa cepat diatasi.
2.1.6.3 Indikator Financial distress
Menurut Smith, Wright and Huo 2008 yang dikutip oleh Lindrianasari 2010:22 Menggunakan times interest earned measure Atau disebut juga Interest
Coverage Ratio untuk mengklasifikasikan perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan.
Philipp Jostarndt 2007:11 menyatakan bahwa Corporate finance theory defines financial distress as a situation where a firms cash flow insufficient to
meet the compulsory payments on its outstanding debt. In this case a firm will ultimately be forced to breach its debt contracts, which in turn causes a gradual
transfer of control rights to the firms creditors and thus triggers distress related restructuring. I therefore base my empirical definition of financial distress on
interest coverage ratio.
Menurut Josep P. H Fan et. al. 2008 menyatakan bahwa with the interest coverage measure, we classify a firm to be in distress if its interest coverage ratio
is less than one that is, a firm’s operating incomes are not enough to cover its interest payment obligations.
Menurut Darsono dan Ashari 2005:101 rumus Interest Coverage ratio adalah sebagai berikut:
Keterangan: Earning Before Tax EBT =
Laba sebelum pajak. Interest Expense =
Beban Bunga atau biaya dana pinjaman pada periode yang berjalan yang memperlihatkan
pengeluaran uang dalam laporan rugi laba.
Interest Expense atau beban bunga sama dengan biaya keuangan atau beban keuangan. Beban keuangan merupakan beban bunga yang terdiri dari beban
bunga pinjaman, cerukan,sewa pembiayaan dan lain-lain Ketua Badan Pengawas Pasar Modal, 2002:54.
2.2 Kerangka Pemikiran