Analisis Pengaruh Rasio Arus Kas terhadap Prediksi Kondisi Financial Distress pada Perusahaan Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(1)

i

SKRIPSI

ANALISIS PENGARUH RASIO ARUS KAS TERHADAP PREDIKSI

KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN

SEKTOR INDUSTRI DASAR DAN KIMIA YANG TERDAFTAR DI BURSA

EFEK INDONESIA

OLEH

MARIANA 110503058

PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

i

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pengaruh Rasio Arus Kas terhadap

Prediksi Kondisi Financial Distress pada Perusahaan Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan,

Yang Membuat Pernyataan

`Mariana NIM 110503058


(3)

ii

ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH RASIO ARUS KAS TERHADAP PREDIKSI

KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN

SEKTOR INDUSTRI DASAR DAN KIMIA YANG TERDAFTAR DI BURSA

EFEK INDONESIA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah rasio arus kas dari aktivitas operasi (CFFO/NI, CFFO/CL, dan CFFO/TA), rasio arus kas dari aktivitas investasi (IPPE/PPE dan IPPE/TU), dan rasio arus kas dari aktivitas pendanaan (DI/TS dan ND/TS) pada perusahaan industri dasar dan kimia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2008-2013 berpengaruh terhadap prediksi kondisi financial distress baik secara parsial maupun simultan.

Sampel penelitian yang digunakan sebanyak 20 perusahaan industri dasar dan kimia, dimana metode sampling yang digunakan adalah metode purposive

sampling yaitu penetapan sampel dengan menggunakan kriteria tertentu.

Pengolahan data dilakukan dengan analisis regresi logistik dengan alat bantu program statistik SPSS 18.

Penelitian ini membuktikan bahwa rasio arus kas dari aktivitas operasi, rasio arus kas dari aktivitas investasi, dan rasio arus kas dari aktivitas pendanaan secara parsial tidak berpengaruh terhadap prediksi kondisi financial distress, namun secara simultan rasio arus kas dari aktivitas operasi, rasio arus kas dari aktivitas investasi, dan rasio arus kas dari aktivitas pendanaan berpengaruh terhadap prediksi kondisi financial distress pada perusahaan industri dasar dan kimia.

Kata kunci: Rasio Arus Kas dari Aktivitas Operasi, Rasio Arus Kas dari Aktivitas Investasi, Rasio Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan, dan Financial Distress


(4)

iii

ABSTRACT

THE EFFECT OF RATIO ANALYSIS OF CASH FLOWS FOR PREDICTION OF FINANCIAL DISTRESS CONDITION

AT THE BASIC INDUSTRY AND CHEMICAL SECTOR COMPANIES LISTED IN

INDONESIA STOCK EXCHANGE

The aim of this research is to know whether the ratio of cash flow from operating activities (CFFO/NI, CFFO/CL, and CFFO/TA), the ratio of cash flow from investing activities (IPPE/PPE and IPPE/TU), and the ratio of cash flow from financing activities (DI/TS and ND/TS) at the basic industry and chemical companies listed in Indonesia Stock Exchange (IDX) from 2008-2013 have influences toward the financial distress prediction either partially or simultaneously.

Twenty basic industry and chemical companies are used as the sample of this research. The method of the research is purposive sampling which define as a determination of the sample by using certain criteria. Data processing was performed by logistic regression analysis with SPSS, statistical program tool 18.

Partially, the result of this research shows that ratio of cash flow from operating activities, ratio of cash flow from investing activity, and ratio of cash flow from financing activities have no influences toward the prediction of financial distress, while simultaneously the ratio of cash flow from operating activities, ratio of cash flow of investing activities, and ratio of cash flow from financing activities have influences toward the prediction of financial distress at basic industry and chemical companies.

Keywords: The Ratio of Cash Flow From Operating Activities, The Ratio of Cash Flow From Investing Activities, The Ratio of Cash Flow From Financing Activities, and Financial Distress


(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul “Analisis Pengaruh Rasio Arus Kas

terhadap Prediksi Kondisi Financial Distress pada Perusahaan Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”, disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Departemen Akuntansi Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak memperoleh bimbingan, semangat, nasehat, dan bantuan lain baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac., Ak., C.A., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univesitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, M.A.F.I.S., Ak., selaku Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs. Hotmal Jafar, M.M., Ak., selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si., Ak., selaku Ketua Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan Ibu


(6)

v Dra. Mutia Ismail, M.M., Ak., selaku Sekretaris Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Hotmal Jafar, M.M., Ak., selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak., dan Bapak Drs. M. Utama Nasution, M.M.,Ak. selaku Dosen Penguji dan Dosen Pembanding, yang telah memberikan saran dan arahan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 6. Kedua orangtua penulis, Hendra Lie dan Lim Gek Lan, kedua kakak

penulis, Lydyawati dan Ginawaty, dan kedua adik penulis, Haryati dan Merinda. Terima kasih atas segala curahan kasih sayang melalui perhatian, doa, dukungan, dan pengorbanan yang selama ini telah diberikan, motivasi utama penulis untuk terus berprestasi dan berusaha menjadi yang terbaik. Untuk teman-teman seperjuangan, Vorries Floreenta, Vivian, Yunita Deby Chintya, Nova Kharlinda, Windy Octari, Mahzura, Maziah, Tiasa, David Napitupulu, Raya Puspita Sari Hasibuan, dan seluruh teman-teman seperjuangan pada program studi S1 Akuntansi Stambuk 2011 Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Sumatera Utara yang senantiasa membantu penulis dalam dukungan, semangat, dan bantuan doa sepanjang penyelesaian skripsi ini. Kehadiran mereka membuat penulis merasa yakin dan terus bertahan menghadapi segala proses dan tantangan selama menghadapi masa kuliah dan dalam menyelesaikan skripsi.


(7)

vi Segala bentuk usaha dan perjuangan telah semaksimal mungkin dilakukan oleh penulis. Meskipun demikian, skripsi ini masih jauh dari kata sempurna dan masih perlu banyak perbaikan atas segala kekurangannya yang semata-mata merupakan keterbatasan penulis sebagai manusia biasa. Setiap penelitian tidak ada yang sempurna, setiap hasil tidak ada yang paling benar, namun setiap langkah adalah pembelajaran. Pembelajaran untuk senantiasa menjadi lebih baik menuju suatu kesempurnaan. Akhir kata semoga skripsi ini berguna bagi pembaca dan dapat dipergunakan untuk menambah pengetahuan dan bahan masukan bagi penelitian selanjutnya. Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan berkat dan karunia-Nya. Amin

Medan, 01 Mei 2015 Penulis,

Mariana


(8)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ...i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ...x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Perumusan Masalah ...7

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ...7

1.3.1 Tujuan Penelitian ...7

1.3.2 Manfaat Penelitian ...8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis ...9

2.1.1 Laporan Keuangan...9

2.1.1.1 Pengertian Laporan Keuangan...9

2.1.1.2 Tujuan Laporan Keuangan...10

2.1.2 Laporan Arus Kas ...11

2.1.2.1 Pengertian Laporan Arus Kas ...11

2.1.2.2 Tujuan Laporan Arus Kas ...12

2.1.2.3 Manfaat Laporan Arus Kas ...13

2.1.3 Analisis Laporan Arus Kas ...14

2.1.4 Rasio Arus Kas ...17

2.1.4.1 Rasio Arus Kas dari Aktivitas Operasi ...17

2.1.4.2 Rasio Arus Kas dari Aktivitas Investasi ...19

2.1.4.3 Rasio Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan ...20

2.1.5 Altman Z-Score ...21

2.1.6 Financial Distress ...24

2.1.6.1 Pengertian Financial Distress ...24

2.1.6.2 Penyebab Terjadinya Financial Distress ...27

2.1.6.3 Manfaat Melakukan Prediksi Financial Distress ...28

2.1.7 Rasio Arus Kas sebagai Alat untuk Memprediksi Financial Distress ...30

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu ...31

2.3 Kerangka Konseptual ...33

2.4 Perumusan Hipotesis Penelitian ...35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ...39


(9)

viii

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ...40

3.4 Jenis Data ...43

3.5 Metode Pengumpulan Data ...43

3.6 Definisi Operasional ...43

3.6.1 Variabel Independen ...43

3.6.1.1 Rasio Arus Kas dari Aktivitas Operasi...44

3.6.1.2 Rasio Arus Kas dari Aktivitas Investasi ...44

3.6.1.3 Rasio Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan ...45

3.4.2 Variabel Dependen ...45

3.7 Skala Pengukuran Variabel ...46

3.8 Teknik Analisis Data ...46

3.8.1 Statistik Deskriptif...47

3.8.2 Analisis Regresi Logistik ...47

3.8.2.1 Menilai Kelayakan Model (Goodness of Fit Test) ...48

3.8.2.2 Penilaian Keseluruhan Model (Overall Fit of Model Test)...48

3.8.2.3 Koefisien Determiniasi (Nagelkerke R Square) ....49

3.8.2.4 Tabel Klasifikasi...49

3.8.3 Pengujian Hipotesis ...50

3.8.3.1 Pengujian signifikansi model secara simultan ...51

3.8.3.2 Pengujian signifikansi model secara parsial ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum ...53

4.2 Hasil Penelitian ...53

4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif ...53

4.2.2 Uji Model ...56

4.2.2.1 Menilai Kelayakan Model (Goodness of Fit) ...56

4.2.2.2 Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit) .56 4.2.2.3 Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square) ...58

4.2.2.4 Matriks Klasifikasi ...59

4.2.3 Pengujian Hipotesis ...61

4.2.3.1 Pengujian signifikansi model secara simultan ...62

4.2.3.2 Pengujian signifikansi model secara parsial ...63

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ...65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...70

5.2 Saran...71


(10)

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Ringkasan Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 29

Tabel 3.1 Sampel Perusahaan yang Mengalami Financial Distress ... 42

Tabel 3.2 Sampel Perusahaan yang Tidak Mengalami Financial Distress ... 42

Tabel 3.1 Sampel Perusahaan yang Mengalami Financial Distress ... 42

Tabel 3.2 Defini Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ... 46

Tabel 4.1 Descriptive Statistics ... 54

Tabel 4.2 Hosmer and Lemeshow Test... 56

Tabel 4.3 Nilai -2 Log Likelihood Awal ... 57

Tabel 4.4 Nilai -2 Log Likelihood Akhir ... 57

Tabel 4.5 Nagelkerke R Square ... 59

Tabel 4.6 Classification Table ... 60

Tabel 4.7 Variable in the Equation ... 61

Tabel 4.8 Omnibus Test of Model Coefficients ... 62


(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 34


(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman Lampiran 1 Daftar Populasi dan Sampel Perusahaan Industri

Dasar dan Kimia yang Terdaftar di BEI ... 76 Lampiran 2 Data Earning before interest and tax dan interest expense ... 78 Lampiran 3 Data Interest Coverage Ratio (ICR) ... 79 Lampiran 4 Hasil Perhitungan Rasio Arus Kas Perusahaan Industri

Dasar dan Kimia pada tahun 2008 ... 80 Lampiran 5 Hasil Perhitungan Rasio Arus Kas Perusahaan Industri

Dasar dan Kimia pada tahun 2009 ... 81 Lampiran 6 Hasil Perhitungan Rasio Arus Kas Perusahaan Industri

Dasar dan Kimia pada tahun 2010 ... 82 Lampiran 7 Hasil Perhitungan Rasio Arus Kas Perusahaan Industri

Dasar dan Kimia pada tahun 2011 ... 83 Lampiran 8 Hasil output spss ... 84 Lampiran 9 Nilai Chi-Square Tabel ... 87


(13)

ii

ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH RASIO ARUS KAS TERHADAP PREDIKSI

KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN

SEKTOR INDUSTRI DASAR DAN KIMIA YANG TERDAFTAR DI BURSA

EFEK INDONESIA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah rasio arus kas dari aktivitas operasi (CFFO/NI, CFFO/CL, dan CFFO/TA), rasio arus kas dari aktivitas investasi (IPPE/PPE dan IPPE/TU), dan rasio arus kas dari aktivitas pendanaan (DI/TS dan ND/TS) pada perusahaan industri dasar dan kimia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2008-2013 berpengaruh terhadap prediksi kondisi financial distress baik secara parsial maupun simultan.

Sampel penelitian yang digunakan sebanyak 20 perusahaan industri dasar dan kimia, dimana metode sampling yang digunakan adalah metode purposive

sampling yaitu penetapan sampel dengan menggunakan kriteria tertentu.

Pengolahan data dilakukan dengan analisis regresi logistik dengan alat bantu program statistik SPSS 18.

Penelitian ini membuktikan bahwa rasio arus kas dari aktivitas operasi, rasio arus kas dari aktivitas investasi, dan rasio arus kas dari aktivitas pendanaan secara parsial tidak berpengaruh terhadap prediksi kondisi financial distress, namun secara simultan rasio arus kas dari aktivitas operasi, rasio arus kas dari aktivitas investasi, dan rasio arus kas dari aktivitas pendanaan berpengaruh terhadap prediksi kondisi financial distress pada perusahaan industri dasar dan kimia.

Kata kunci: Rasio Arus Kas dari Aktivitas Operasi, Rasio Arus Kas dari Aktivitas Investasi, Rasio Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan, dan Financial Distress


(14)

iii

ABSTRACT

THE EFFECT OF RATIO ANALYSIS OF CASH FLOWS FOR PREDICTION OF FINANCIAL DISTRESS CONDITION

AT THE BASIC INDUSTRY AND CHEMICAL SECTOR COMPANIES LISTED IN

INDONESIA STOCK EXCHANGE

The aim of this research is to know whether the ratio of cash flow from operating activities (CFFO/NI, CFFO/CL, and CFFO/TA), the ratio of cash flow from investing activities (IPPE/PPE and IPPE/TU), and the ratio of cash flow from financing activities (DI/TS and ND/TS) at the basic industry and chemical companies listed in Indonesia Stock Exchange (IDX) from 2008-2013 have influences toward the financial distress prediction either partially or simultaneously.

Twenty basic industry and chemical companies are used as the sample of this research. The method of the research is purposive sampling which define as a determination of the sample by using certain criteria. Data processing was performed by logistic regression analysis with SPSS, statistical program tool 18.

Partially, the result of this research shows that ratio of cash flow from operating activities, ratio of cash flow from investing activity, and ratio of cash flow from financing activities have no influences toward the prediction of financial distress, while simultaneously the ratio of cash flow from operating activities, ratio of cash flow of investing activities, and ratio of cash flow from financing activities have influences toward the prediction of financial distress at basic industry and chemical companies.

Keywords: The Ratio of Cash Flow From Operating Activities, The Ratio of Cash Flow From Investing Activities, The Ratio of Cash Flow From Financing Activities, and Financial Distress


(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan dalam perekonomian Indonesia yang ditandai dengan masuknya Indonesia dalam kelompok AFTA ( ASEAN Free Trade

Agreement), perusahaan semakin dituntut untuk mampu bersaing secara

kompetitif. Semakin banyak pula peluang, tantangan, maupun risiko yang dihadapi oleh Indonesia. Memasuki era pasar bebas ini, persaingan perusahaan bukan lagi dalam hitungan lingkup perusahaan domestik saja, namun perusahaan dihadapkan dan ditantang untuk bersaing dengan perusahaan asing. Tidak dapat dipungkiri setiap perusahaan semakin terdorong untuk melakukan berbagai usaha ataupun ekspansi untuk mampu bersaing dalam kancah bisnis yang bergengsi ini. Tidak heran pula apabila bermunculan entrepreneur baru yang termotivasi untuk ikut berkompetisi dalam dunia perekonomian ini.

Dewasa ini, semua mata perekonomian tertuju pada persiapan untuk menghadapi era pasar bebas. Perusahaan lebih ditantang untuk menunjukkan kehebatan dan keunggulannya masing-masing karena kesempatan untuk menguasai pangsa pasar secara mendunia telah dimulai. Namun, tidak semua perusahaan dapat bersaing dalam era free trade sehingga tidak heran apabila banyak perusahaan yang tiba-tiba dilikuidasi apabila tidak mampu bersaing dalam era ini. Oleh karena itu, kondisi finansial perusahaan merupakan kunci yang sangat penting agar dapat bersaing dalam perekonomian terbuka ini.


(16)

2 Sebelum memasuki era pasar bebas, ada fenomena dimana perusahaan di de-listing dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Delisting atau penghapusan pencatatan saham dari Bursa adalah indikasi awal perusahaan yang mengalami kebangkrutan. Contohnya adalah yang terjadi pada PT Surabaya Agung Industri Pulp & Kertas Tbk yang pada tahun 2013 keluar dari daftar perusahaan di Bursa Efek Indonesia. Hal ini semakin mendorong perusahaan untuk memperhatikan kondisi finansial.

Dalam dunia ekonomi, kebangkrutan memang sering dihubungkan dengan suatu kondisi yang disebut “financial distress”. Model financial distress

meramalkan adanya kegagalan keuangan bisnis sebelum benar-benar terjadi kebangkrutan (Choy et al., 2012 dalam Hanifah). Dengan adanya model financial

distress ini diharapkan dapat menjadi suatu early warning system untuk

perusahaan dalam mengelola kegiatan bisnisnya.

Pada umumnya penelitian tentang kebangkrutan, kegagalan, maupun

financial distress menggunakan indikator kinerja keuangan dalam memprediksi

kondisi perusahaan di masa yang akan datang. Indikator ini diperoleh dari analisis rasio-rasio keuangan yang terdapat pada informasi laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Altman (1968). Hasil penelitiannya tersebut menunjukkan bahwa rasio keuangan dapat bemanfaat untuk memprediksi kegagalan atau kebangkrutan suatu perusahaan dengan tingkat ketepatan prediksi kebangkrutan sebesar 94% dan 95%. Model Altman ini dikenal dengan Z-Score, yaitu score yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbah-nisbah keuangan yang menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan suatu perusahaan.


(17)

3 Model Altman Z-Score ini sering digunakan sebagai pedoman dalam penelitian untuk memprediksi kondisi financial distress pada perusahaan dalam sektor yang berbeda-beda. Purwanti (2006) menguji mengenai pengaruh rasio keuangan terhadap prediksi kondisi financial distress dengan menggunakan model Altman Z-Score sebagai pedomannya. Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui apakah rasio keuangan selain yang terdapat pada model Altman dapat berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi financial distress.

Variabel independen yang digunakan adalah rasio-rasio keuangan perusahaan yang digunakan oleh Platt and Platt (2002) dalam penelitiannya yang terdiri dari 45 rasio yang berdasarkan ketersediaan data tersisa sebanyak 36 rasio kemudian dikurangi lagi dengan rasio yang telah digunakan dalam metode Altman dan tersisa sebanyak 33 rasio. Variabel dependen adalah kondisi financial distress

yang dikelompokkan berdasarkan kriteria model Altman yaitu Z-score >= 2,99 dikategorikan sebagai perusahaan yang sangat sehat sehingga tidak mengalami kesulitan keuangan dan Z-score <= 1,81 dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki kesulitan keuangan yang sangat besar dan beresiko tinggi sehingga kemungkinan bangkrut pun sangat terbuka lebar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada rasio keuangan lain yang dapat digunakan sebagai alat untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan selain rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam model Altman.

Selain menggunakan rasio keuangan sebagai variabel independen dalam memprediksi kondisi financial distress, ada juga penelitian lain yang menggabungkan rasio keuangan dengan variabel lain dalam memprediksi kondisi


(18)

4

financial distress suatu perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad

(2013), menganalisis beberapa penyebab perusahaan mengalami financial distress

dengan menggunakan financial ratio dan management capability sebagai prediktor. Sampel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari periode 2005-2010. Hasil penelitian menyatakan bahwa rasio leverage yaitu DAR dan DER mempunyai hubungan positif terhadap prediksi perusahaan yang sedang mengalami financial distress, sedangkan variabel-variabel yang lainnya seperti CR, TATO, CATO, ROE, ROA, WCTA, dan management capability mempunyai hubungan negatif dalam mempengaruhi prediksi financial distress di suatu perusahaan.

Penelitian mengenai financial distress tidak hanya sebatas pada analisis rasio keuangan yang kebanyakan menaruh perhatian pada laba bersih suatu perusahaan. Dewasa ini, laba bersih bukan lagi menjadi acuan utama yang menandakan perusahaan sehat atau tidak. Laba bersih tidak dapat menjadi satu -satunya acuan karena sebagaimana yang kita ketahui laba bukanlah angka yang riil. Angka laba bersih yang tercantum pada laporan laba rugi mengandung beberapa akun yang bersifat akrual dan mengandung unsur ketidakpastian.

Fenomena yang terjadi dimana investor dan pemegang kepentingan lainnya mulai menaruh perhatian mengenai posisi arus kas suatu perusahaan disamping laba bersih yang menjadi fokus utama. Perusahaan bisa saja tiba-tiba bangkrut meskipun melaporkan laba bersih pada periode sebelumnya. Perbedaan laba bersih dengan kas yang disediakan oleh aktivitas operasi bisa sangat substansial.


(19)

5 Perusahaan seperti W.T. Grant Company misalnya melaporkan angka laba bersih yang tinggi, tetapi kas bersih yang disediakan oleh aktivitas operasinya negatif. Akhirnya perusahaan ini mengajukan petisi kebangkrutan.

Prediksi financial distress juga bisa dilakukan melalui analisis arus kas. FASB (1981, dalam Casey dan Bartczak 1985 dalam Dwijayanti 2010) menyatakan bahwa semakin banyak jumlah kas masuk bersih dari operasi di masa depan, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk dapat berdiri dan mengatasi perubahan yang terjadi dalam kondisi operasional perusahaan.

Penelitian tentang memprediksi financial distress melalui cash flow

dilakukan oleh Almilia (2006) yang menggunakan rasio keuangan yang berasal dari laporan laba rugi, neraca, dan laporan arus kas sebagai variabel independennya. Hasil penelitian dengan menggunakan rasio-rasio keuangan yang berasal dari laporan kas menunjukkan bahwa hanya terdapat satu prediktor yang berpengaruh signifikan yaitu CFFO/CL dengan ketepatan prediksi model yang dihasilkan sebesar 58%.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk menguji mengenai prediksi kondisi financial distress dengan menganalisis informasi yang terdapat pada laporan arus kas. Objek penelitian yang digunakan adalah perusahaan manufaktur subsektor industri dasar dan kimia yang listing di BEI dan variabel independen yang digunakan adalah rasio arus kas yang terdiri dari rasio aktivitas operasi, rasio aktivitas investasi, dan rasio aktivitas pendanaan.

Alasan peneliti memilih perusahaan sektor industri dasar dan kimia karena kebanyakan penelitian mengenai financial distress hanya terfokus pada


(20)

6 perusahaan manufaktur sedangkan untuk penelitian yang lebih terfokus pada satu sektor saja terutama sektor industri dasar dan kimia masih sangat jarang dilakukan. Hal ini dapat dilihat dalam papan jumlah penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Agnes (2014) dimana penelitian yang terfokus pada satu sektor masih sangat sedikit. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa perusahaan sektor industri dasar dan kimia merupakan perusahaan yang menghasilkan bahan-bahan dasar yang nantinya akan diolah menjadi barang jadi. Oleh karena itulah kondisi keuangan perusahaan sangat perlu diperhatikan sehingga tidak menyebabkan terhambatnya kegiatan perekonomian secara keseluruhan.

Mengacu pada data statistik dari www.idx.co.id hingga 20 Desember 2013, indeks saham di Bursa Efek Indonesia mayoritas berwarna merah. Demikian juga dari sisi kinerja, Indeks Harga Saham Gabungan sepanjang tahun 2013 menduduki level terendah dimana salah satu sektor pemberat indeks tersebut adalah sektor industri dasar dan kimia. IHSG merupakan salah satu indikator dari faktor ekonomi makro yang menyebabkan terjadinya financial distress pada perusahaan (Rodoni, 2014:195). Fenomena inilah yang juga menjadi pertimbangan peneliti untuk memilih perusahaan dari sektor industri dasar dan kimia dalam menganalisis kondisi financial distress. Diharapkan dengan terfokusnya objek penelitian hanya pada satu sektor, dapat diperoleh hasil prediksi yang lebih baik dan memberikan manfaat bagi perusahaan tersebut.

Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah kriteria kondisi financial distress yang digunakan yaitu menggunakan interest


(21)

7

distress jika mempunyai interest coverage ratio yang kurang dari 1, dan

sebaliknya perusahaan dianggap tidak sedang mengalami financial distress jika mempunyai interest coverage ratio yang lebih dari 1.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Analisis Pengaruh Rasio Arus Kas Terhadap Prediksi Kondisi

Financial Distress Pada Perusahaan Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di BEI”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: Apakah rasio arus kas dari aktivitas operasi, rasio arus kas dari aktivitas investasi, dan rasio arus kas dari aktivitas pendanaan berpengaruh baik secara simultan maupun parsial terhadap prediksi kondisi

financial distress pada perusahaan industri dasar dan kimia ?

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh rasio arus kas dari aktivitas operasi, rasio arus kas dari aktivitas investasi, dan rasio arus kas dari aktivitas pendanaan baik secara simultan maupun parsial terhadap prediksi kondisi financial distress .


(22)

8

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Investor

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan membantu investor ketika akan memutuskan untuk berinvestasi pada suatu perusahaan.

2. Bagi perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pihak manajemen sebagai early warning system agar perusahaan dapat menghindari kebangkrutan sejak dini dan mengambil keputusan yang terbaik dalam usaha untuk mengantisipasi kebangkrutan.

3. Bagi pihak lain

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan sumber informasi dalam melakukan penelitian.

4. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan pengetahuan mengenai hubungan rasio arus kas terhadap prediksi kondisi

financial distress perusahaan sehingga dapat diperoleh gambaran

yang jelas mengenai arus kas mana saja yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi financial distress perusahaan.


(23)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Laporan Keuangan

2.1.1.1Pengertian Laporan Keuangan

Laporan keuangan disusun oleh setiap perusahaan dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Menurut PSAK No.1 Paragraf ke 7 (Revisi 2009), “ Laporan Keuangan adalah suatu penyajian terstuktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas”.

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya laporan keuangan merupakan hasil akhir atau output dari proses akuntansi yang dapat digunakan oleh para pemakai laporan keuangan untuk memperoleh informasi mengenai kondisi perusahaan secara keseluruhan. Laporan keuangan digunakan sebagai dasar ataupun bahan pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan.

Laporan keuangan dikatakan lengkap apabila memiliki beberapa komponen. Menurut PSAK No. 01 (revisi 2013), “Komponen laporan keuangan terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan, dan informasi komparatif”. Berbeda dengan komponen laporan


(24)

10 keuangan menurut PSAK No.1 2009 yang hanya terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.

2.1.1.2Tujuan Laporan Keuangan

Menurut PSAK No.1 Paragraf ke 7 (Revisi 2009), “ Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi”. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Menurut PSAK No.1 Paragraf ke 7 (Revisi 2009), “ Dalam rangka mencapai tujuan laporan keuangan, laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi: aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian, kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik dan arus kas”.

Pada hakekatnya laporan keuangan dibuat oleh pihak manajemen perusahaan secara berkala sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada pihak yang berkepentingan. Namun, data dari laporan keuangan tersebut tidak berarti apa-apa apabila tidak dianalisis dalam proses pengambilan keputusan. Data pada laporan keuangan akan menjadi informasi yang efektif apabila


(25)

11 mampu dianalisis dan diolah secara tepat sesuai dengan informasi yang dibutuhkan oleh pihak yang berkepentingan.

2.1.2 Laporan Arus Kas

2.1.2.1 Pengertian Laporan Arus Kas

Laporan arus kas merupakan salah satu laporan keuangan utama selain laporan laba/rugi dan neraca. Laporan arus kas melaporkan transaksi-transaksi atau kejadian-kejadian selama periode tertentu dari segi pengaruhnya terhadap kas. Kieso, et all (2008) mengemukakan bahwa “Laporan arus kas melaporkan penerimaan kas, pembayaran kas dan perubahan bersih pada kas yang berasal dari aktivitas operasi, investasi dan pendanaan dari suatu perusahaan selama suatu periode dalam suatu format merekomendasikan saldo kas awal dan akhir”.

Menurut Brigham & Houston (2009: 59), laporan arus kas adalah laporan yang melaporkan dampak dari aktvitivas-aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan oleh perusahaan pada arus kas selama satu periode akuntansi.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, pada dasarnya laporan arus kas menyajikan secara rinci mengenai pemasukan maupun pengeluaran suatu perusahaan dalam suatu periode tertentu. Laporan ini tidaklah mengandung semua transaksi atau rekening yang tidak tercermin dalam neraca atau laba rugi. Sebaliknya, laporan arus kas melaporkan transaksi-transaksi atau


(26)

kejadian-12 kejadian selama periode tersebut dari segi pengaruhnya terhadap kas. Laporan arus kas menyediakan informasi penting dari perspektif dasar tunai (cash basis) yang melengkapi laporan laba rugi dan neraca, sehingga menggambarkan lebih lengkap kegiatan-kegiatan usaha dan posisi keuangan perusahaan.

2.1.2.2 Tujuan Laporan Arus Kas

Arus kas merupakan hal vital bagi perusahaan karena tidak dapat dipungkiri perusahaan membutuhkan kas dalam menjalankan segala aktivitas. Laporan arus kas memberikan informasi mengenai arus kas suatu perusahaan. Tujuan utama laporan arus kas adalah menyediakan informasi yang relevan mengenai penerimaan dan pembayaran kas sebuah perusahaan selama suatu periode.

Menurut PSAK No. 02 (revisi 2009) alinea 04 dan 05, kegunaan informasi arus kas:

Informasi arus kas berguna untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan setara kas dan memungkinkan para pemakai mengembangkan model untuk menilai dan membandingkan nilai sekarang dari arus kas masa depan (future cash flows) dari berbagai perusahaan. Informasi tersebut juga meningkatkan daya banding pelaporan kinerja operasi berbagai perusahaan karena dapat meniadakan pengaruh penggunaan perlakuan akuntansi yang berbeda terhadap transaksi dan peristiwa yang sama. Informasi arus kas historis sering digunakan sebagai indikator dari jumlah, waktu, dan kepastian arus kas masa depan. Disamping itu, informasi arus kas juga berguna untuk meneliti kecermatan dari taksiran arus kas masa depan yang telah dibuat sebelumnya dan dalam menentukan hubungan antara profitabilitas dan arus kas bersih serta dampak perubahan harga.


(27)

13 Gambaran menyeluruh mengenai penerimaan dan pengeluaran kas hanya dapat diperoleh dari laporan arus kas. Setiap transaksi yang menyangkut dengan kas diuraikan secara terperinci dalam laporan arus kas. Namun, bukan berarti laporan arus kas menggantikan neraca ataupun laba rugi, melainkan saling melengkapi sehingga keputusan yang diambil oleh pihak yang berkepentingan sesuai dengan kondisi keuangan perusahaan secara keseluruhan.

2.1.2.3 Manfaat Laporan Arus Kas

Laporan keuangan yang disusun oleh suatu entitas tentunya memiliki manfaat dan bukan hanya sekedar hasil output dari proses akuntansi. Laporan keuangan yang disusun memiliki manfaat tersendiri bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Seperti halnya laporan arus kas. Penyusunan laporan arus kas tidak hanya bermanfaat bagi pihak internal perusahaan, tetapi juga pihak eksternal perusahaan sebagaimana yang tercantum di PSAK No. 02 (revisi 2009) alinea 04 berikut ini:

Informasi tentang arus kas suatu perusahaan berguna bagi para pemakai laporan keuangan sebagai dasar untuk menilai kemampuan perusahaan untuk menggunakan arus kas tersebut. Dalam proses pengambilan keputusan ekonomi, para pemakai perlu melakukan evaluasi terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan setara kas serta kepastian perolehannya. Jika digunakan dalam kaitannya dengan laporan keuangan yang lain, laporan arus kas dapat memberikan informasi yang memungkinkan para pemakai untuk mengevaluasi perubahan dalam aktiva bersih perusahaan, struktur keuangan (termasuk likuiditas dan


(28)

14 solvabilitas) dan kemampuan untuk mempengaruhi jumlah serta waktu arus kas dalam rangka adaptasi dengan perubahan keadaan dan peluang.

2.1.3 Analisis Laporan Arus Kas

Informasi mengenai kinerja suatu perusahaan memang dapat diperoleh dengan membaca dan menganalisis laporan keuangan, namun dalam laporan arus kaslah terangkum segala transaksi yang mempengaruhi kas. Setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahaan dikelompokkan dan diperinci dengan detail dalam laporan arus kas. Namun, angka-angka dalam laporan arus kas tidak akan berarti apa-apa apabila tidak dianalisis sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Data yang terdapat dalam laporan arus kas akan menjadi informasi yang berguna dan bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan apabila data yang terdapat dalam laporan arus kas dapat dianalisis dan diinterpretasikan sehingga laporan arus kas dapat digunakan dalam pengambilan keputusan perusahaan.

Perusahaan dapat menyajikan laporan arus kas dengan menggunakan dua metode, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Secara umum, laporan arus kas yang dihasilkan dari kedua metode tersebut hampir sama. Tidak ada perbedaan penyajian pada aktivitas arus kas untuk bagian investasi dan pendanaan baik dengan menggunakan metode langsung maupun tidak langsung.

Perbedaan metode ini hanya terletak pada pelaporan aktivitas dari operasi dimana pada metode langsung, aktivitas operasi dikelompokkan dalam penerimaan dari pelanggan, pembayaran kepada pemasok,


(29)

15 pembayaran gaji karyawan, dll, sedangkan pada metode tidak langsung, aktivitas operasi mencantumkan seluruh kegiatan, baik yang menaikkan ataupun menurunkan kas dari aktivitas operasi. Entitas dianjurkan untuk melaporkan arus kas dari aktivitas operasi dengan menggunakan metode langsung. Metode ini menghasilkan informasi yang berguna dalam mengestimasi arus kas masa depan yang tidak dapat dihasilkan dengan metode tidak langsung (PSAK No. 02).

Laporan arus kas dikelompokkan ke dalam tiga aktivitas utama. Menurut PSAK No. 02 (revisi 2009), aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dikelompokkan ke dalam tiga aktivitas utama, yaitu:

1. Aktivitas Operasi (Operating Activities)

Aktivitas operasi adalah aktivitas penghasil utama pendapatan entitas (principal revenue-producing activities) dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan. Jumlah arus kas yang berasal dari aktivitas operasi merupakan indikator utama untuk menentukan apakah operasi entitas dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi entitas, membayar dividen, dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan sumber pendanaan dari luar.

2. Aktivitas Investasi (Investing Activities)

Aktivitas investasi adalah perolehan dan pelepasan aset jangka panjang serta investasi lain yang tidak termasuk setara kas. 3. Aktivitas Pendanaan (Financing Activities)

Aktivitas pendanaan adalah aktivitas yang mengakibatkan perubahan dalam jumlah serta komposisi kontribusi modal dan pinjaman entitas.

Analisis laporan arus kas dilakukan untuk mengetahui bagaimana perputaran kas dilakukan oleh perusahaan, terutama mengenai penerimaan yang diperoleh dan pengeluaran yang terjadi selama periode tertentu. Sebelum menganalisis laporan arus kas, ada baiknya mengenali pola


(30)

16 terjadinya arus kas terlebih dahulu. Menurut Prihadi (2012: 88), pola arus kas operasi (O) dapat diidentifikasi antara lain:

 Dalam kondisi perusahaan beroperasi secara normal, arus kas seharusnya positif. Hal ini dapat diartikan lebih banyak kas masuk dibandingkan dengan kas keluar. Arus kas positif diperoleh dari penjualan, sedangkan arus kas operasi lainnya adalah negatif. Jadi arus kas operasi positif berarti penerimaan dari penjualan seharusnya mampu menutup seluruh pengeluaran operasi yang bersifat rutin.

 Apabila arus kas operasi negatif, maka hal itu merupakan tanda bahwa perusahaan sedang bermasalah. Apabila kas operasi negatif perlu dilihat apakah hanya tahun tertentu atau menetap. Arus kas investasi (I) pada laporan arus kas mempunyai pola yang terbalik dengan arus kas operasi, yaitu:

 Dalam kondisi normal, seharusnya negatif. Pengertian negatif disini adalah perusahaan lebih banyak membeli peralatan, gedung dan aset tetap lainnya dibanding dengan menjualnya. Artinya perusahaan bertambah kapasitasnya, minimal bertahan dengan mengganti alat dengan alat baru.

 Arus kas positif secara terus menerus menunjukkan perusahaan sedang bermasalah. Ada kemungkinan perusahaan mengurangi kapasitas dengan menjual aset tetapnya. Bisa juga berarti perusahaan sedang melepas aset tetapnya sekarang yang di periode berikutnya diikuti dengan pembelian aset tetap lainnya. Kondisi yang terakhir ini terjadi pada perusahaan yang sedang berganti jenis usaha.

Sementara untuk arus kas pendanaan (P) tidak mempunyai pola tertentu. Arus kas pendanaan sulit untuk dipastikan apakah arus kasnya akan positif atau negatif.

Akhir-akhir ini, perhatian terhadap arus kas semakin tinggi, baik dalam analisis laporan keuangan maupun analisis yang lebih mendalam, seperti evaluasi perusahaan. Informasi arus kas dapat digunakan untuk menilai kualitas laba, fleksibilitas keuangan, dan membantu dalam


(31)

17 peramalan arus kas. Informasi arus kas juga memberikan indikasi likuiditas suatu entitas yang lebih baik, karena tidak ada hal yang lebih likuid selain kas. Apabila rasio arus kas dapat digunakan sebagai ukuran likuiditas, tentunya rasio arus kas dapat memprediksi kegagalan keuangan dan pada akhirnya, kebangkrutan. Hal ini dipertegas dengan penelitian yang dilakukan oleh Kordestani et. al. (2011) dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi arus kas, baik dari aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan dapat menyediakan informasi yang signifikan dalam memprediksi kondisi

financial distress suatu perusahaan.

Wild, Larsson, dan Chiapetta (2005: 510) mengkategorikan rasio arus kas yaitu:

a. Cash Flow To Total Asset

Rasio ini merefleksikan actual cash flow dan tidak dipengaruhi oleh akun pengukuran dan pengakuan pendapatan. Rasio ini dapat membantu dalam pengambilan keputusan bisnis untuk mengestimasi jumlah dan waktu aliran kas pada saat merencanakan dan menganalisis arus kas dari aktivitas operasi

b. Cash Coverage Of Growth

Rasio ini menunjukkan perbandingan antara arus kas dari aktivitas operasi dengan aliran kas keluar untuk investasi pada aset tetap. Jika rasio ini kurang dari satu berdampak ketidakcukupan kas dalam menutup pertumbuhan aset.

c. Operating Cash Flow To Sales

Rasio ini menunjukkan perbandingan antara arus kas dari aktivitas operasi terhadap penjualan bersih perusahaan.

2.1.4 Rasio Arus Kas

2.1.4.1Rasio Arus Kas dari Aktivitas Operasi


(32)

18 Rasio ini membantu investor dan kreditor saat ini atau potensial dalam mengevaluasi "kualitas" dari laba perusahaan. Rasio ini juga menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan kas internal dari operasi yang sedang berjalan. Rasio ini memberikan indikasi yang lebih realistis dari tingkat penyimpangan antara arus kas operasi dan laba yang dilaporkan. Umumnya, semakin tinggi rasio ini, semakin baik kualitas laba. Rumus untuk menghitung operating cash index ratio

adalah:

b. Cash Flow From Operation/Current Liabilities

Rasio ini merupakan indikator yang lebih baik dalam mengukur kemampuan perusahaan yang sebenarnya dalam memenuhi kewajiban lancar daripada yang lebih sering kita kenal, seperti rasio lancar dan rasio cepat. Rasio ini memberikan indikasi kemampuan perusahaan untuk membayar hutang dan kewajiban yang jatuh tempo dalam satu tahun. Dengan demikian, saat ini rasio cakupan kewajiban adalah pengukuran likuiditas berdasarkan perbandingan arus kas operasi dengan waktu jatuh tempo suatu kewajiban. Apabila suatu perusahaan tidak cukup menghasilkan kas dari operasi untuk


(33)

19 memenuhi kewajibannya, diperlukan sumber pendanaan lain yang mungkin meningkatkan risiko default atau kebangkrutan. Dengan demikian, semakin tinggi rasio ini, kemungkinan perusahaan mengalami financial distress

semakin rendah. Rumus untuk menghitung Cash Flow

From Operation/Current Liabilities adalah:

c. Asset Efficiency Ratio

Rasio ini memberikan indikasi seberapa baik aset perusahaan dimanfaatkan untuk menghasilkan kembali arus kas. Secara umum, semakin tinggi rasio, semakin besar efisiensi penggunaan aset dan posisi keuangan perusahaan yang lebih baik. Dengan demikian, semakin tinggi asset efficiency ratio, maka semakin rendah kemungkinan perusahaan mengalami financial distress. Rumus untuk menghitung asset efficiency ratio adalah:

2.1.4.2Rasio Arus Kas dari Aktivitas Investasi

a. Investment in Property, Plant, and Equipment/Property, Plant, and Equipment

Rasio ini menunjukkan perbandingan besarnya investasi aktiva tetap dengan total aktiva tetap yang


(34)

20 dimiliki oleh perusahaan. Rasio ini menunjukkan seberapa besar perusahaan mampu melakukan investasi dalam bentuk aktiva tetap. Dalam Koedestani et.al (2011) diperoleh hasil penelitian bahwa arus kas investasi yang negatif dapat digunakan untuk memprediksi financial

distress perusahaan, dimana arus kas investasi yang

negatif menunjukkan perusahaan yang sehat. Rumus untuk menghitung rasio ini adalah:

b. Investment in Property, Plant, and Equipment/Total Use of Fund

Rasio ini menunjukkan perbandingan antara investasi aktiva tetap dengan total penggunaan dana. Rumus untuk menghitung rasio ini adalah:

2.1.4.3Rasio Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan

a. Debt Investment/Total Source of Fund

Rasio ini menunjukkan perbandingan antara perolehan hutang dengan total sumber dana. Semakin rendah rasio ini, maka semakin tinggi probabilitas perusahaan mengalami financial distress. Hal ini disebabkan karena perolehan hutang yang diperoleh


(35)

21 perusahaan tidak diimbangi dengan total sumber dana perusahaan sehingga kemungkinan perusahaan mengalami masalah keuangan. Rumus untuk menghitung rasio ini adalah:

b. Net Debt/Total Source of Fund

Rasio ini menunjukkan perbandingan antara hutang bersih dengan total sumber dana perusahaan. Net Debt

sering digunakan sebagai ukuran bagi para investor untuk mengetahui posisi hutang sebenarnya. Net Debt dihitung dengan rumus short term liabilities+long term liabilities

cash and cash equivalent. Rumus untuk menghitung rasio

ini adalah:

2.1.5 Altman Z-Score

Z-Score dikembangkan pada tahun 1968 oleh Edward I. Altman ,

Asisten Profesor Keuangan di New York University, sebagai metode neraca kuantitatif menentukan kesehatan keuangan suatu perusahaan. Dalam penelitiannya yang pertama pada September 1986 dengan judul penelitian

Financial Ratios, Discriminant Analysis And The Prediction Of Corporate


(36)

22

Discriminant Analysis (MDA). Analisa diskriminan ini merupakan suatu

teknik statistik yang mengidentifikasikan beberapa jenis rasio keuangan yang dianggap memiliki nilai paling penting dalam mempengaruhi suatu kejadian, lalu mengembangkannya dalam suatu model dengan maksud untuk memudahkan menarik kesimpulan dari suatu kejadian.

Model Altman Z-Score dapat mengklasifikasikan perusahaan ke dalam kelompok yang mempunyai kemungkinan yang tinggi untuk bangkrut atau kelompok perusahaan yang memiliki kemungkinan bangkrut yang rendah. Rumus Altman Z-Score mengalami beberapa perubahan, yaitu:

1. Untuk perusahaan manufaktur yang telah go public Z-Score = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 0,999 X5

Keterangan:

Z = bankrupcy index

X1 = working capital / total asset

X2 = retained earnings / total asset

X3 = earning before interest and taxes/total asset

X4 = market value of equity / book value of total debt

X5 = sales / total asset

2. Untuk perusahaan pribadi

Terdapat perubahan pada nilai X4 di mana X4 = book value of equity/liabilities


(37)

23 3. Untuk perusahaan non-manufaktur

Altman mengeliminasi variable X5 (sales/total asset) karena rasio ini sangat bervariatif pada industri dengan ukuran asset yang berbeda- beda.

Z-Score = 6.56 X1 + 3.26 X2 + 6.72 X3 + 1.05 X4

Berdasarkan hasil penelitian Altman, perusahaan dikelompokkan menjadi tiga kategori:

a. Jika nilai Z < 1.8 maka termasuk perusahaan yang bangkrut. b. Jika nilai 1.8 < Z < 2.99 maka termasuk grey area (tidak dapat

ditentukan apakah perusahaan sehat ataupun mengalami kebangkrutan).

c. Jika nilai Z > 2.99 maka termasuk perusahaan yang tidak bangkrut.

Dengan adanya model Altman Z-Score ini, tidak dipungkiri penelitian mengenai kebangkrutan sering dilakukan untuk menganalisis apakah model Altman Z-Score dapat diterapkan pada setiap perusahaan. Hasibuan (2010) melakukan penelitian dengan judul “Analisa Model Altman Z-Score untuk Memprediksi Gejala Financial Distress pada Perusahaan Tekstil dan Garment yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia”, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa metode Alltman Z-Score dapat diimplementasikan dalam mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan tekstil dan garment. Hasil penelitian yang sama ditemukan


(38)

24 oleh penelitian Saragih (2011) yang menggunakan objek penelitian perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Selain penelitian mengenai implementasi model Altman Z-Score

pada masing-masing perusahaan, penelitian yang membandingkan Model Altman Z-Score dengan model kebangkrutan lainnya juga dilakukan. Darwis (2013) melakukan penelitian dengan membandingkan Model Altman Z-Score dengan Model Springate untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil perhitungan Model Altman Z-Score dengan Model Springate dan model mana yang lebih akurat dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan manufaktur makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2009-2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil analisis kebangkrutan Model Altman Z-Score dan Model Springate, dimana model Altman Z-Score lebih akurat daripada model Springate dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan.

2.1.6 Financial distress

2.1.6.1Pengertian Financial Distress

Financial distress pada dasarnya sukar untuk didefinisikan

secara tepat. Hal ini disebabkan oleh bermacam-macam kejadian kejatuhan perusahaan pada saat financial distress. Peristiwa kejatuhan perusahaan yang disebabkan financial distress hampir tidak ada akhirnya, seperti berikut ini: terjadinya pengurangan


(39)

25 dividen, penutupan perusahaan, kerugian-kerugian, pemecatan, pengunduran diri direksi, dan jatuhnya harga saham (Rodoni, 2014).

Financial distress atau sering disebut dengan kesulitan

keuangan, terjadi sebelum suatu perusahaan benar-benar mengalami kebangkrutan. Financial distress merupakan suatu kondisi dimana keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau krisis.

Financial distress didefinisikan sebagai tahap penurunan kondisi

keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi (Platt dan Platt, 2002).

Financial distress merupakan tahapan sebelum kebangkrutan.

Tahapan dari kebangkrutan (stages of bankruptcy) dijabarkan sebagai berikut (Kordestani et. al., 2011):

a. Latency. Pada tahap latency, Return on Assets (ROA) akan

mengalami penurunan.

b. Shortage of Cash. Dalam tahap kekurangan kas,

perusahaan tidak memiliki cukup sumber daya kas untuk memenuhi kewajiban saat ini, meskipun masih mungkin memiliki tingkat profitabilitas yang kuat.

c. Financial Distress. Kesulitan keuangan dapat dianggap

sebagai keadaan darurat keuangan, dimana kondisi ini mendekati kebangkrutan.

d. Bankruptcy. Jika perusahaan tidak dapat menyembuhkan

gejala kesulitan keuangan (financial distress), maka perusahaan akan bangkrut.

Financial distress bisa terjadi pada berbagai perusahaan dan dapat berperan sebagai early warning system bagi perusahaan. Jika perusahaan sudah memasuki tahapan financial distress, maka manajemen harus berhati-hati karena apabila secara berkelanjutan tetap dalam posisi financial distress, tidak dapat dipungkiri apabila


(40)

26 perusahaan berpindah ke tahap kebangkrutan. Manajemen dari perusahaan yang mengalami financial distress harus melakukan tindakan untuk mengatasi masalah keuangan tersebut dalam rangka mencegah terjadinya kebangkrutan. Dengan demikian, model

financial distress perlu untuk dikembangkan, karena dengan

mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini, diharapkan perusahaan dapat melakukan tindakan-tindakan ataupun kebijakan yang mampu mengantisipasi kondisi yang mengarah kepada kebangkrutan.

Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan suatu perusahaan mengalami kondisi financial distress

atau tidak. Mengacu pada penelitian terdahulu mengenai prediksi kondisi financial distress, terdapat perbedaan dalam hal pengelompokkan perusahaan yang mengalami financial distress. Elloumi dan Gueyie (2001), mengkategorikan suatu perusahaan sedang mengalami financial distress jika perusahaan tersebut selama dua tahun berturut-turut mempunyai laba bersih negatif.

Almilia dan Kristijadi (2003) menyatakan bahwa perusahaan yang mengalami financial distress adalah perusahaan yang selama beberapa tahun mengalami laba bersih operasi (net operation income) negatif dan selama lebih dari satu tahun tidak melakukan pembayaran dividen. Brahmana (2007) mengkategorikan suatu perusahaan dikatakan mengalami financial distress adalah jika


(41)

27 perusahaan tersebut memiliki kinerja yang menunjukkan laba operasinya negatif, laba bersih negatif, nilai buku ekuitas negatif, dan perusahaan yang melakukan merger.

Hardiyanti (2012) mengkategorikan suatu perusahaan dikatakan mengalami financial distress apabila (a) selama 2 tahun berturut-turut mengalami laba operasi negatif, (b) selama 2 tahun berturut-turut mengalami laba bersih negatif, (c) selama 2 tahun berturut-turut memiliki EPS (Earning per Share) negatif. Hidayat (2013) mengkategorikan suatu perusahaan dianggap sedang mengalami financial distress jika mempunyai interest coverage ratio

yang kurang dari 1. Fenomena lain dari financial distress adalah banyaknya perusahaan yang cenderung mengalami kesulitan likuiditas, dimana ditunjukkan dengan semakin turunnya kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangannya kepada kreditur (Hanifah, 2013).

2.1.6.2Penyebab Terjadinya Financial Distress

Menurut Fahmi (2012: 105) penyebab terjadinya financial distress adalah:

“Dimulai dari ketidakmampuan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya, terutama kewajiban yang bersifat jangka pendek termasuk kewajiban likuiditas dan juga termasuk kewajiban dalam kategori solvabilitas. Permasalahan terjadinya insolvency bisa timbul karena faktor berawal dari kesulitan likuiditas. Ketidakmampuan tersebut dapat ditunjukan dengan 2 (dua) metode, yaitu Stock-based insolvency dan


(42)

28 kondisi yang menunjukkan suatu kondisi ekuitas negatif dari neraca perusahaan (negative net wort), sedangkan Flow-based insolvency ditunjukkan oleh kondisi arus kas operasi (operating cash flow) yang tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajiban lancar perusahaan.”

Fachrudin (2008: 6) mengelompokkan penyebab-penyebab kesulitan keuangan sebagai berikut:

1. Neoclassical model, kebangkrutan terjadi jika alokasi

sumber daya tidak tepat. Prediksi kesulitan keuangan dilakukan dengan menggunakan data neraca dan laporan laba rugi. Misalnya ukuran profitabilitas berupa return on assets dan ukuran solvabilitas berupa debt to assets ratio.

2. Financial model, bauran aktiva benar tapi struktur

keuangan salah dan dihadapkan pada batasan likuiditas. Hal ini berarti bahwa walaupun perusahaan dapat bertahan hidup dalam jangka panjang tapi ia harus bangkrut juga dalam jangka pendek. Hubungan dengan pasar modal yang tidak sempurna dan struktur modal yang inherited menjadi pemicu utama kasus ini. Prediksi kesulitan keuangan dilakukan dengan menggunakan indikator keuangan atau indikator kinerja seperti

turnover/total assets, revenues/turnover, ROA, ROE,

dan profit margin.

3. Corporate Governance Model, kebangkrutan disebabkan

bauran aktiva dan struktur keuangan yang benar tapi dikelola dengan buruk. Ketidakefisienan ini mendorong perusahaan menjadi out of the market sebagai konsekuensi dari masalah dalam tata kelola perusahaan yang tak terpecahkan. Prediksi kesulitan keuangan dilakukan dengan menggunakan informasi kepemilikan. Kepemilikan berhubungan dengan struktur tata kelola perusahaan dan goodwill perusahaan.

2.1.6.3Manfaat Melakukan Prediksi Financial Distress

Prediksi financial distress ini tidak hanya penting dari sisi perusahaan, tetapi juga dari berbagai pihak. Hal ini menjadi perhatian bagi berbagai pihak karena dengan mengetahui kondisi


(43)

29 perusahaan yang mengalami financial distress, maka dapat diambil suatu keputusan atau tindakan untuk memperbaiki keadaan tersebut ataupun untuk menghindari masalah.

Berbagai pihak yang berkepentingan dalam hal prediksi atas kemungkinan terjadinya financial distress adalah (Almilia dan Kristijadi, 2003):

a. Pemberi Pinjaman atau Kreditor. Institusi pemberi pinjaman memprediksi financial distress dalam memutuskan apakah akan memberikan pinjaman dan menentukan kebijakan mengawasi pinjaman yang telah diberikan pada perusahaan. Selain itu juga digunakan untuk menilai kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam melakukan pembayaran kembali pokok dan bunga. b. Investor. Model prediksi financial distress dapat

membantu investor ketika akan memutuskan untuk berinvestasi pada suatu perusahaan.

c. Pembuat Peraturan atau Badan Regulator. Badan regulator mempunyai tanggung jawab mengawasi kesanggupan membayar hutang dan menstabilkan perusahaan individu. Hal ini menyebabkan perlunya suatu model untuk mengetahui kesanggupan perusahaan membayar hutang dan menilai stabilitas perusahaan. d. Pemerintah. Prediksi financial distress penting bagi

pemerintah dalam melakukan antitrust regulation.

e. Auditor. Model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang berguna bagi auditor dalam membuat penilaian

going concern perusahaan. Pada tahap penyelesaian audit,

auditor harus membuat penilaian tentang going concern

perusahaan. Jika ternyata perusahaan diragukan going

concern-nya, maka auditor akan memberikan opini wajar

tanpa pengeculian dengan paragraf penjelas atau bisa juga memberikan opini disclaimer (atau menolak memberikan pendapat).

f. Manajemen. Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan, maka perusahaan akan menanggung biaya langsung (fee akuntan dan pengacara) dan biaya tidak langsung (kerugian penjualan atau kerugian paksaan akibat ketetapan pengadilan). Oleh karena itu, manajemen harus melakukan prediksi financial distress dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk dapat


(44)

30 mengatasi kesulitan keuangan yang terjadi dan mencegah kebangkrutan pada perusahaan.

2.1.7 Rasio Arus Kas Sebagai Alat Untuk Memprediksi Financial Distress

Kebanyakan rasio keuangan yang dihitung hanya terfokus pada data yang terdapat di neraca dan laporan laba rugi. Hal ini sangat disayangkan mengingat bahwa laporan arus kas (statement of cash flow) juga dapat memberikan informasi yang berguna dalam hal analisis rasio. Rasio yang diperoleh dari neraca hanya dapat memberikan informasi dari perspektif

date-in-time, sedangkan laporan arus kas merepresentasikan aktivitas untuk

jangka waktu terus menerus. Laporan laba rugi memberikan informasi mengenai hasil usaha suatu entitas untuk periode waktu tertentu, namun tidak mengungkapkan perubahan penting lainnya yang dihasilkan dari aktivitas pembiayaan dan investasi. Laporan arus kas melengkapi neraca dan laporan laba rugi dengan memberikan informasi tambahan mengenai kemampuan organisasi untuk beroperasi secara efisien, untuk membiayai pertumbuhan, dan membayar kewajibannya.

Laporan arus kas dapat digunakan dalam hal untuk memprediksi

financial distress suatu perusahaan. Faktor penting dalam memprediksi

financial distress suatu perusahaan adalah posisi dari kas karena cash flow

memberikan peramalan kondisi keuangan yang lebih akurat. Oleh karena itu, informasi yang terdapat dalam cash flow dijadikan sebagai indikator yang lebih akurat dalam mendeteksi potensi kebangkrutan suatu perusahaan (Soo Wah Low et. al, 2001).


(45)

31 Analisis rasio arus kas mengungkapkan bahwa informasi arus kas memiliki explanatory power, yang artinya informasi yang terdapat pada laporan arus mampu menjelaskan secara rinci keseluruhan aktivitas perusahaan. Informasi arus kas yang diperoleh dari laporan arus kas mampu menguraikan hubungan umum antara entitas gagal dan non-gagal. Semakin tinggi rasio yang dihitung dari laporan arus kas, semakin rendah kemungkinan terjadinya kegagalan atau financial distress (Leonie Jooste, 2007).

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian terdahulu yang berhasil ditemukan yang meneliti prediksi kondisi financial distress dengan menggunakan beberapa indikator yang berbeda. Berikut ini rincian peneliti terdahulu.

Tabel 2.1

Tinjauan Peneliti Terdahulu

Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil

Almilia (2006) Prediksi Kondisi Financial Distress

Perusahaan Go Public dengan Menggunakan Analisis Multinomial Logit Variabel dependen: Financial distress Variabel independen: Rasio keuangan yang berasal dari neraca dan laporan laba rugi berupa:

Net Income(NI)/S; CA/CL; Working

Capital/TA; CA/TA;

NFA/TA; S/TA; S/CA; S/WC; NI/TA; NI/EQ; TL/TA; NP/TA; NP/TL; EQ/TA; Cash/CL; Cash/TA;

Sales Growth Rate;

Model regresi logistik yang dihasilkan dan kekuatan prediksi perusahaan financial

distress dan non financial

distress:

1) Dengan menggunakan rasio-rasio keuangan laporan neraca dan laba rugi hanya terdiri dari satu

prediktor yang

berpengaruh signifikan yaitu TL/TA dengan ketepatan prediksi model yang dihasilkan sebesar 79% yang terdiri dari 39,3 ketepatan memprediksi


(46)

32

Growth of NI/TA;

Rasio keuangan yang berasal dari laporan arus kas

perusahaan FD dan 81,3% ketepatan memprediksi perusahaan NFD;

2) Dengan menggunakan rasio-rasio keuangan laporan kas hanya terdiri dari satu prediktor yang berpengaruh signifikan yaitu CFFO/CL dengan ketepatan prediksi model yang dihasilkan sebesar 58% yang terdiri dari

3,6% ketepatan

memprediksi perusahaan FD dan 60,4% ketepatan memprediksi perusahaan NFD;

Yulian (2010)

Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Yang

Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Dengan Menggunakan Regresi Logistik Variabel dependen: Financial distress Variabel independen: 1) Rasio likuiditas

(Current Ratio,

Quick ratio)

2) Rasio aktivitas (Receivable

turnover, total asset turnover)

3) Rasio profitabilitas

(return on sales,

return on asset) 4) Rasio solvabilitas

(Debt to total

capital, times

interest earned) 5) Rasio arus kas

(Cash flow

adequacy, Cash

flow to sales, Cash

flow per share,

Cash flow return on equity)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan rasio profitabilitas, financial leverage, likuiditas, aktivitas, dan arus kas antara perusahaan yang mengalami

financial distress dengan

perusahaan yang tidak mengalami financial distress. Penelitian ini juga menghasilkan kesimpulan bahwa rasio keuangan profit margin, ROA, net working capital to total assets ratio,

sales to assets ratio, CFTS, dan CFTL merupakan variabel-variabel yang berpengaruh signifikan terhadap peluang terjadinya

financial distress.

Hidayat (2013) Prediksi Financial Distress Perusahaan Manufaktur Di

Variabel dependen:

Financial distress

Variabel independen: 1) Rasio leverage

(Total Debt to Asset

Melalui uji regresi logistik , hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio leverage (total debt to assets ratio), rasio


(47)

33 Indonesia Ratio)

2) Rasio likuiditas (Current Ratio) 3) Rasio aktivitas

(Total Asset

Turnover Ratio)

4) Rasio profitabilitas (Return on Asset)

likuiditas (current ratio), rasio aktivitas (total assets

turnover ratio) merupakan

financial ratios yang paling signifikan dalam memprediksi terjadinya financial distress di suatu perusahaan, sedangkan rasio profitabilitas (return on

asset) merupakan

satu-satunya financial ratios yang tidak signifikan dalam mempengaruhi financial distress di suatu perusahaan.

2.3 Kerangka Konseptual

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, maka dapat disajikan kerangka konseptual untuk menggambarkan hubungan dari variabel independen, dalam hal ini adalah rasio arus kas dari aktivitas operasi, rasio arus kas dari aktivitas investasi, dan rasio arus kas dari aktivitas pendanaan terhadap variabel dependen yaitu financial distress. Adapun kerangka konseptual yang menggambarkan hubungan tersebut adalah sebagai berikut:


(48)

34

Gambar 2.1 Kerangka konseptual

Arus kas dari aktivitas operasi suatu perusahaan yang normal biasanya positif yang berarti perusahaan memilik kas masuk dari aktivitas operasi yang lebih besar dibandingkan kas keluar dari aktivitas operasi. Arus kas operasi yang negatif menunjukkan ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan kasnya untuk menutupi pengeluaran operasional sehingga kemungkinan perusahaan mengalami financial distress tidak dapat dihindari. Rasio arus kas yang digunakan adalah CFFO/NI, CFFO/TA, dan CFFO/CL. Dimana semakin tinggi ketiga rasio tersebut, maka semakin rendah kemungkinan perusahaan mengalami financial distress.

Arus kas dari aktivitas investasi menyangkut aset tetap. Perusahaan cenderung memiliki arus kas dari aktivitas investasi yang negatif dimana kas perusahaan digunakan untuk membiayai aset tetap yang baru. Arus kas investasi yang negatif bukan berarti bahwa perusahaan sedang dalam kondisi yang buruk.

H4 H3 H2 H1 Rasio arus kas dari

aktivitas operasi

Rasio arus kas dari aktivitas investasi

Rasio arus kas dari aktivitas pendanaan

Financial

distress

Variabel Dependen Variabel Independen


(1)

82

Lampiran 6

Hasil Perhitungan Rasio Arus Kas Perusahaan Industri Dasar dan Kimia

pada Tahun 2010

Kode

Perusahaan

CFFO/NI CFFO/CL CFFO/TA IPPE/PPE

IPPE/TU

DI/TS

ND/TS

SIPD

0.1223

0.0132

0.0036

-0.3035

-0.1260

0.4002

0.3825

YPAS

1.0590

0.3499

0.1117

-0.1189

-0.0624

0.3453

0.3370

INTP

1.0469

2.5051

0.2200

-0.5666

-0.0284

0.1463

-0.1590

AMFG

1.4560

1.4789

0.2031

-0.0839

-0.0367

0.2233

-0.0048

TOTO

0.8053

0.4417

0.1430

-0.0571

-0.0189

0.4200

0.2355

BTON

2.5499

1.4417

0.2383

-0.2192

-0.0173

0.1851

-0.1408

INAI

-5.6530

-0.4341

-0.2314

-0.1468

-0.0078

0.7951

0.7833

JPRS

1.7165

0.4734

0.1187

-0.0022

-0.0001

0.7520

0.7409

LION

0.8420

1.1320

0.1070

-0.1059

-0.0063

0.1447

-0.3455

LMSH

1.3125

0.4455

0.1234

-0.0108

-0.0032

0.4017

0.3867

ETWA

-3.9509

-0.6737

-0.2827

-0.1630

-0.0125

0.4319

0.4261

SRSN

0.7925

0.0760

0.0214

-0.0321

-0.0081

0.3729

0.3614

UNIC

-1.9562

-0.0867

-0.0254

-0.0045

-0.0013

0.4548

0.4012

AKPI

-0.0596

-0.0133

-0.0029

-0.4167

-0.2241

0.4692

0.4161

APLI

1.3679

0.3972

0.1007

-0.0126

-0.0066

0.3149

0.1131

TRST

0.9886

0.2315

0.0666

-0.0262

-0.0163

0.3900

0.3519

SMGR

0.9181

1.3344

0.2159

-0.4183

-0.2059

0.2200

-0.0155

CPIN

1.0849

1.6481

0.3695

-0.2021

-0.0599

0.3124

0.1104

JPFA

1.0063

0.6511

0.2476

-0.2752

-0.1380

0.7878

0.6160

MAIN

0.8277

0.4176

0.1541

-0.3694

-0.1670

0.7352

0.6121


(2)

83

Lampiran 7

Hasil Perhitungan Rasio Arus Kas Perusahaan Industri Dasar dan Kimia

pada Tahun 2011

Kode

Perusahaan

CFFO/NI CFFO/CL CFFO/TA IPPE/PPE IPPE/TU

DI/TS

ND/TS

SIPD

0.9579

0.0255

0.0085

-0.2984

-0.1438

0.5188

0.4996

YPAS

0.9658

0.2275

0.0718

-0.0985

-0.0496

0.3373

0.3300

INTP

1.0784

2.6302

0.2140

-0.0672

-0.0283

0.1332

-0.2450

AMFG

-0.9952

1.0068

0.1247

-0.2403

-0.1030

0.2027

-0.0381

TOTO

1.0693

0.5246

0.1741

-0.3497

-0.1244

0.4322

0.2725

BTON

1.7531

1.3593

0.2827

-0.3719

-0.0309

0.2240

0.2229

INAI

0.7537

0.0616

0.0365

-0.6456

-0.0839

0.8051

0.7987

JPRS

-0.9764

-0.4082

-0.0840

-0.0290

-0.0010

0.2285

0.2029

LION

0.7653

0.8712

0.1099

-0.4471

-0.0127

0.1743

-0.2990

LMSH

0.4680

0.1616

0.0520

-0.0244

-0.0050

0.4164

0.3530

ETWA

-0.9950

-0.3117

-0.1170

-0.0183

-0.0019

0.3943

0.3814

SRSN

1.2387

0.3638

0.0823

-0.0537

-0.0127

0.3016

0.2935

UNIC

-0.9409

-0.0504

-0.0197

-0.0141

-0.0032

0.4907

0.4463

AKPI

2.5534

0.2793

0.0886

-0.1123

-0.0548

0.5142

0.4508

APLI

0.0614

0.0136

0.0040

-0.0594

-0.0328

0.3359

0.2322

TRST

1.5261

0.3732

0.1031

-0.0437

-0.0252

0.3780

0.3753

SMGR

1.1164

1.5284

0.2246

-0.3496

-0.2070

0.2567

0.0850

CPIN

0.4555

0.6830

0.1216

-0.4478

-0.1619

0.3005

0.2015

JPFA

-0.1119

-0.0242

-0.0152

-0.3383

-0.2012

0.9085

0.7408

MAIN

0.3231

0.1286

0.0499

-0.7488

-0.3165

0.6823

0.6167


(3)

84

Lampiran 8

Hasil output spss

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent Selected Cases Included in Analysis 84 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 84 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 84 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding Original Value Internal Value

Non Distress 0

Distress 1

Block 0: Beginning Block

Iteration Historya,b,c Iteration -2 Log

likelihood

Coefficients Constant Step 0 1 56.267 -1.619

2 52.950 -2.127

3 52.835 -2.245

4 52.835 -2.251

5 52.835 -2.251

a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 52.835

c. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.

Classification Tablea,b

Observed

Predicted FD

Percentage Correct Non Distress Distress

Step 0 FD Non Distress 76 0 100.0

Distress 4 0 .0

Overall Percentage 95.0

a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500


(4)

85

Variables in the Equation

B S.E. Wald Df Sig. Exp(B) Step 0 Constant -2.944 .513 32.945 1 .000 .053

Variables not in the Equation

Score df Sig. Step 0 Variables CFFO_NI .271 1 .602

CFFO_CL 2.867 1 .090

CFFO_TA 3.405 1 .065

IPPE_PPE .160 1 .689

IPPE_TU .897 1 .344

DI_TS .370 1 .543

ND_TS .066 1 .797

Overall Statistics 9.158 7 .242

Block 1: Method = Enter

Iteration Historya,b,c,d Iteration

-2 Log likelihood

Coefficients

Constant CFFO_NI CFFO_CL CFFO_TA IPPE_PPE IPPE_TU DI_TS ND_TS Step 1 1 36.250 -1.083 .007 -.280 -.580 -.180 -1.655 -2.064 .824 2 26.025 -.771 .022 -.816 -1.137 -.599 -3.972 -5.453 2.146 3 21.774 .199 .053 -1.940 -.221 -1.401 -6.813 -10.620 4.134 4 19.634 1.288 .096 -3.615 3.290 -2.259 -9.888 -17.433 7.401 5 18.562 2.097 .142 -4.687 5.593 -2.795 -12.904 -27.493 14.915 6 17.734 2.747 .186 -5.048 5.601 -3.062 -16.839 -45.348 31.113 7 17.097 3.688 .263 -5.459 4.274 -3.510 -23.089 -74.334 57.544 8 16.830 4.618 .351 -6.512 4.440 -3.991 -29.681 -104.433 84.924 9 16.792 4.883 .392 -7.609 6.297 -4.117 -32.349 -117.438 97.185 10 16.790 4.874 .399 -7.949 7.064 -4.102 -32.689 -119.287 99.081 11 16.790 4.872 .399 -7.966 7.104 -4.101 -32.700 -119.350 99.150 12 16.790 4.872 .399 -7.966 7.104 -4.101 -32.700 -119.350 99.150 a. Method: Enter

b. Constant is included in the model. c. Initial -2 Log Likelihood: 31.762

d. Estimation terminated at iteration number 12 because parameter estimates changed by less than .001.

Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square df Sig. Step 1 Step 14.972 7 .036

Block 14.972 7 .036 Model 14.972 7 .036


(5)

86

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 16.790a .171 .521

a. Estimation terminated at iteration number 12 because parameter estimates changed by less than .001.

Hosmer and Lemeshow Test Step Chi-square df Sig.

1 .137 8 1.000

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test FD = Non Distress FD = Distress

Total Observed Expected Observed Expected

Step 1 1 8 8.000 0 .000 8

2 8 8.000 0 .000 8

3 8 8.000 0 .000 8

4 8 8.000 0 .000 8

5 8 8.000 0 .000 8

6 8 8.000 0 .000 8

7 8 7.997 0 .003 8

8 8 7.875 0 .125 8

9 7 7.056 1 .944 8

10 5 5.072 3 2.928 8

Classification Tablea

Observed

Predicted FD

Percentage Correct Non Distress Distress

Step 1 FD Non Distress 75 1 98.7

Distress 3 1 25.0

Overall Percentage 95.0

a. The cut value is .500

Correlation Matrix

Constant CFFO_NI CFFO_CL CFFO_TA IPPE_PPE IPPE_TU DI_TS ND_TS Step 1 Constant 1.000 .516 .185 -.413 -.633 -.710 -.643 .527

CFFO_NI .516 1.000 -.339 .021 -.296 -.596 -.664 .641 CFFO_CL .185 -.339 1.000 -.916 -.129 .146 .305 -.376 CFFO_TA -.413 .021 -.916 1.000 .270 .143 -.026 .111 IPPE_PPE -.633 -.296 -.129 .270 1.000 .315 .354 -.262 IPPE_TU -.710 -.596 .146 .143 .315 1.000 .881 -.834 DI_TS -.643 -.664 .305 -.026 .354 .881 1.000 -.989 ND_TS .527 .641 -.376 .111 -.262 -.834 -.989 1.000


(6)

87

Lampiran 9

Nilai Chi-Square Tabel

Chi-square Distribution Table

d.f.

.995 .99 .975 .95

.9

.1 .05 .025 .01

1

0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 2.71 3.84 5.02 6.63

2

0.01 0.02 0.05 0.10 0.21 4.61 5.99 7.38 9.21

3

0.07 0.11 0.22 0.35 0.58 6.25 7.81 9.35 11.34

4

0.21 0.30 0.48 0.71 1.06 7.78 9.49 11.14 13.28

5

0.41 0.55 0.83 1.15 1.61 9.24 11.07 12.83 15.09

6

0.68 0.87 1.24 1.64 2.20 10.64 12.59 14.45 16.81

7 0.99 1.24 1.69 2.17 2.83 12.02 14.07 16.01 18.48

8

1.34 1.65 2.18 2.73 3.49 13.36 15.51 17.53 20.09

9

1.73 2.09 2.70 3.33 4.17 14.68 16.92 19.02 21.67

10

2.16 2.56 3.25 3.94 4.87 15.99 18.31 20.48 23.21

11

2.60 3.05 3.82 4.57 5.58 17.28 19.68 21.92 24.72

12

3.07 3.57 4.40 5.23 6.30 18.55 21.03 23.34 26.22

13

3.57 4.11 5.01 5.89 7.04 19.81 22.36 24.74 27.69

14

4.07 4.66 5.63 6.57 7.79 21.06 23.68 26.12 29.14

15

4.60 5.23 6.26 7.26 8.55 22.31 25.00 27.49 30.58

16

5.14 5.81 6.91 7.96 9.31 23.54 26.30 28.85 32.00

17

5.70 6.41 7.56 8.67 10.09 24.77 27.59 30.19 33.41

18

6.26 7.01 8.23 9.39 10.86 25.99 28.87 31.53 34.81

19

6.84 7.63 8.91 10.12 11.65 27.20 30.14 32.85 36.19

20

7.43 8.26 9.59 10.85 12.44 28.41 31.41 34.17 37.57

22

8.64 9.54 10.98 12.34 14.04 30.81 33.92 36.78 40.29

24

9.89 10.86 12.40 13.85 15.66 33.20 36.42 39.36 42.98

26

11.16 12.20 13.84 15.38 17.29 35.56 38.89 41.92 45.64

28

12.46 13.56 15.31 16.93 18.94 37.92 41.34 44.46 48.28

30

13.79 14.95 16.79 18.49 20.60 40.26 43.77 46.98 50.89

32

15.13 16.36 18.29 20.07 22.27 42.58 46.19 49.48 53.49

34

16.50 17.79 19.81 21.66 23.95 44.90 48.60 51.97 56.06

38

19.29 20.69 22.88 24.88 27.34 49.51 53.38 56.90 61.16

42

22.14 23.65 26.00 28.14 30.77 54.09 58.12 61.78 66.21

46

25.04 26.66 29.16 31.44 34.22 58.64 62.83 66.62 71.20

50

27.99 29.71 32.36 34.76 37.69 63.17 67.50 71.42 76.15

55

31.73 33.57 36.40 38.96 42.06 68.80 73.31 77.38 82.29

60

35.53 37.48 40.48 43.19 46.46 74.40 79.08 83.30 88.38

65

39.38 41.44 44.60 47.45 50.88 79.97 84.82 89.18 94.42

70

43.28 45.44 48.76 51.74 55.33 85.53 90.53 95.02 100.43

75

47.21 49.48 52.94 56.05 59.79 91.06 96.22 100.84 106.39

80

51.17 53.54 57.15 60.39 64.28 96.58 101.88 106.63 112.33

85

55.17 57.63 61.39 64.75 68.78 102.08 107.52 112.39 118.24

90

59.20 61.75 65.65 69.13 73.29 107.57 113.15 118.14 124.12

95

63.25 65.90 69.92 73.52 77.82 113.04 118.75 123.86 129.97

100

67.33 70.06 74.22 77.93 82.36 118.50 124.34 129.56 135.81


Dokumen yang terkait

Pengaruh Likuiditas, Laba, Dan Arus Kas Dapat Memprediksi Kondisi Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

22 132 110

Pengaruh Rasio Keuangan dengan Model Altman Z-Score dan Arus Kas Operasi terhadap Prediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan (Studi Kasus pada Perusahaan Group Bakrie yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)

2 28 88

PREDIKSI FINANCIAL DISTRESS MENGGUNAKAN LABA DAN ARUS KAS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

12 49 50

ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 4 17

PREDIKSI RASIO KEUANGAN TERHADAP KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN PROPERTY YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

1 3 87

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Pengaruh Rasio Arus Kas terhadap Prediksi Kondisi Financial Distress pada Perusahaan Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 8

Analisis Pengaruh Rasio Arus Kas terhadap Prediksi Kondisi Financial Distress pada Perusahaan Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 2 12

Pengaruh Likuiditas, Laba, Dan Arus Kas Dapat Memprediksi Kondisi Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

1 1 17

PENGARUH RASIO KEUANGAN TERHADAP KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN SEKTOR TRANSPORTASI YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) PADA TAHUN 2013-2017

0 0 22

ANALISIS PENGARUH RASIO KEUANGAN TERHADAP KONDISI FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA - repository perpustakaan

0 0 15