dari sudut intertekstual. Selanjutnya penelitian ketiga, hasil kajian yang ditemukan yaitu kondisi sosiokultural yang tercermin pada antologi cerita pendek yang
melatarbelakangi wujud perjuangan perempuan dalam pendidikan. Ketiga penelitian terdahulu di atas, menunjukkan perjuangan dan
pendekatan struktural dalam pembelajaran sastra sudah pernah digunakan. Penelitian mengenai analisis struktural yang menekankan perjuangan tokoh utama
dalam novel 2 karya Donny Dhirgantoro melalui pendekatan struktural dalam pembelajaran di SMA belum pernah diteliti sebelumnya. Pendekatan struktural
yang peneliti gunakan untuk meneliti novel tersebut yaitu dengan menganalisis unsur-unsur struktur yang membangun karya sastra dari dalam alur, tokoh dan
penokohan, latar, serta tema, serta mencari relevansi atau keterkaitan unsur-unsur tersebut untuk melihat perjuangan tokoh utama dalam novel tersebut.
B. Kerangka Teori 1. Struktur Karya Sastra
Karya sastra terkhusus novel memiliki unsur yang dapat membangun karya sastra tersebut. Pada penelitian ini peneliti akan menganalisis struktur yang
membangun novel 2 karya Donny Dhirgantoro untuk melihat perjuangan tokoh utama dalam novel tersebut. Unsur intrinsik yang akan peneliti kaji yaitu alur,
tokoh dan penokohan, latar, serta tema.
a. Alur Alur merupakan rangkaian peristiwa yang direka dan disajikan dengan
seksama, yang menggerakkan jalan cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan selesaian Sudjiman, 1990: 61. Menurut Stanton dalam Nurgiyantoro, 2007:
113 alur atau plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau
menyebabkan peristiwa yang lain. Sejalan dengan pemikiran di atas Aminuddin 2004: 83 berpendapat, alur dalam cerpen atau karya sastra fiksi pada umumnya
adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam cerita.
Alur dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu alur kronologis dan alur tidak kronologis Nurgiyantoro, 2007: 153-156. Alur kronologis disebut juga alur
lurus atau alur maju, yaitu struktur yang peristiwa-peristiwanya disusun secara kronologis; peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti oleh peristiwa-peristiwa
yang kemudian atau secara runtut cerita dimulai dari tahap awal penyituasian, pengenalan, pemunculan, konflik, tahap tengah konflik meningkat, klimaks,
dan tahap akhir penyelesaian. Alur tidak kronologis disebut sebagai alur sorot balik flash back atau alur
mundur, yaitu urutan kejadian tidak tersusun atau dimulai dari tahap awal, melainkan disusun dari akhir atau tengah cerita, baru kemudian ke tahap awal
cerita. Pengkategorian alur menjadi alur lurus dan alur sorot balik, lebih didasarkan pada alur yang lebih menonjol. Dengan demikian, alur dalam cerita
dapat memperkuat penceritaan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca.
Struktur umum alur Sudjiman, 1990: 30 dapatlah digambarkan sebagai berikut:
Awal: 1. Paparan exposition
2. rangsangan inciting moment 3. gawatan rising action
4. tikaian conflict Tengah:
5. rumitan complication 6. klimaks
Akhir: 7. leraian falling action
8. selesaian denouement
b. Tokoh dan Penokohan Tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau
berlakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita Sudjiman, 1990: 79. Istilah “tokoh” menujuk pada orangnya, pelaku cerita Nurgiyantoro, 2007: 165. Karya
fiksi akan terasa hidup dengan hadirnya tokoh yang menjadi pembangun dalam menghadirkan sebuah peristiwa.
Teknik untuk menggambarkan watak tokoh ada dua, yaitu secara langsung telling, analitik dan tak langsung showing, dramatik. Penggambaran watak
secara langsung , pengarang langsung memaparkan tentang watak atau karakter
tokoh. Selanjutnya secara tak langsung watak tokoh digambarkan melalui
beberapa cara, yaitu 1 penamaan tokoh naming, 2 cakapan, 3 penggambaran pikiran tokoh, 4 arus kesadaran, 5 pelukisan perasaan tokoh, 6
perbuatan tokoh, 7 sikap tokoh, 8 pandangan seseorang atau banyak tokoh terhadap tokoh tertentu, 9 pelukisan fisik, dan 10 pelukisan latar Sayuti dalam
Wiyatmi, 2006:32. Tokoh dalam sebuah cerita dihubungkan dengan penokohan atau
perwatakan yang menjadi pengembang dalam sebuah cerita. Penokohan merupakan penciptaan citra tokoh di dalam karya sastra Sudjiman, 1990: 61.
Watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang
tokoh Nurgiyantoro, 2007: 165. Sejalan dengan pemikiran tersebut Jones dalam Nurgiyantoro 2007: 165 berpendapat, penokohan adalah pelukisan gambaran
yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Dengan demikian, penokohan atau perwatakan merupakan perwujudan dan pengembangan
tokoh dalam sebuah cerita. c. Latar
Latar setting disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007: 216. Latar diartikan sebagai segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana
terjadinya lakuan dalam karya sastra Sudjiman, 1990: 48. Latar dalam suatu cerita bisa bersifat faktual atau bisa pula yang imajiner. Latar berfungsi untuk
memperkuat atau mempertegas keyakinan pembaca terhadap jalannya suatu cerita Kosasih, 2012: 67.
Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga pokok unsur yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial Nurgiyantoro, 2007: 227-233.
a Latar Tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin berupa
tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, lokasi tertentu tanpa nama jelas.
b Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah
“kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.
c Latar Sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan
dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa
kebiasaan, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir, dan sikap.
Ketiga unsur latar tersebut menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, namun ketiga unsur tersebut saling berkaitan dan
saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, suasana
terjadinya suatu peristiwa yang dilukiskan membangun sebuah latar cerita. Latar dalam sebuah cerita hadir sebagai pendukung untuk menampilkan secara jelas
gambaran cerita yang disajikan oleh pengarang. d. Tema
Tema dapat diartikan gagasan, ide, ataupun pikiran utama di dalam karya sastra yang terungkap maupun tidak Sudjiman, 1990: 78. Tema, walau sulit
ditentukan secara pasti, bukanlah makna yang “disembunyikan”, walau belum tentu dilukiskan secara eksplisit. Tema sebagai makna pokok sebuah karya sastra
fiksi tidak secara sengaja disembunyikan karena justru hal inilah yang ditawarkan kepada pembaca Nurgiyantoro, 2007: 68.
Tema sebuah karya sastra selalu berkaitan dengan makna pengalaman kehidupan. Melalui karyanya itulah pengarang menawarkan makna tentang
kehidupan, mengajak pembaca untuk melihat, merasakan, dan menghayati makna pengalaman kehidupan tersebut dengan cara memandang permasalahan itu
sebagaimana ia memandangnya Nurgiyantoro, 2007: 70. Dengan demikian, tema yang diangkat oleh pengarang tentu saja berdekatan dengan kehidupan
sehari-hari dan dekat dengan pengarang. Masalah yang diangkat dalam sebuah karya fiksi mengangkat pengalaman yang bersifat individu maupun sosial.
2. Pendekatan Struktural
Struktur merupakan keseluruhan relasi antara berbagai unsur sebuah teks Hartoko, Dick B. Rahmanto, 1989: 135 . Pendekatan struktural meneliti karya
sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar belakang sosial, sejarah, biografi pengarang, dan segala hal yang ada di luar karya sastra Satoto, 1993:
32. Pendekatan tersebut mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing- masing unsur karya sastra sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama
menghasilkan makna menyeluruh Teuw, 1984: 135. Sruktur karya sastra fiksi terdiri atas unsur-unsur alur, penokohan, tema,
latar, dan amanat sebagai unsur yang paling menunjang dan paling dominan dalam membangun karya sastra fiksi Sumardjo, 1991: 54. Penelitian struktural
pada dasarnya berangkat dari pendekatan objektif sebagaimana dikemukakan Abrams, yang menekankan karya sastra sebagai struktur yang bersifat otonom.
Struktur pada dasarnya merupakan sebuah sistem, yang terdiri dari berbagai-bagai unsur, yang tidak satu pun di antaranya dapat melakukan perubahan tanpa
berpengaruh pada unsur-unsur yang lain Zaidan, 2002: 20 – 21. Pendekatan struktural dari paparan di atas dapat disimpulkan suatu
pendekatan dalam ilmu sastra yang cara kerjanya menganalisis unsur-unsur struktur yang membangun karya sastra dari dalam, serta mencari relevansi atau
keterkaitan unsur-unsur tersebut dalam rangka mencapai kebulatan makna. Pendekatan struktural yang penulis gunakan dalam melihat perjuangan tokoh