28
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Pada bagian ini peneliti akan menganalisis alur, tokoh, penokohan, latar, dan tema dalam novel 2, karya Donny Dhirgantoro. Peneliti lebih menekankan
analisis pada keempat unsur tersebut, karena untuk menemukan perjuangan tokoh utama dalam novel tersebut.
Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis novel ini adalah pendekatan struktural. Pendekatan ini menganalisis unsur-unsur struktur yang
membangun karya sastra dari dalam, serta mencari relevansi atau keterkaitan unsur-unsur tersebut dalam rangka mencapai kebulatan makna. Pendekatan
struktural yang penulis gunakan dalam melihat perjuangan tokoh utama novel 2 karya Donny Dhirgantoro, dikhususnya pada empat unsur yaitu alur, tokoh dan
penokohan, latar, serta tema. Hasil penelitian ini akan direlevansikan dalam pembelajaran sastra di SMA berupa Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
B. Analisis Alur, Tokoh, Penokohan, Latar, dan Tema 1. Alur
Secara umum, alur atau plot dalam novel 2 karya Donny Dhirgantoro adalah alur kronologis disebut juga alur lurus atau alur maju, yaitu struktur yang
peristiwa-peristiwanya disusun secara kronologis; peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti oleh peristiwa-peristiwa yang kemudian atau secara runtut cerita
dimulai dari tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir. Struktur umum alur dapatlah digambarkan sebagai berikut:
1 Tahap Awal
a. Paparan exposition
Paparan merupakan fungsi utama awal cerita. Novel 2 karya Donny Dhirgantoro pada awal cerita dipaparkan kelahiran Gusni di sebuah rumah sakit
besar di Jakarta. Gusni waktu bayi sudah memiliki badan yang besar, tidak seperti bayi normal pada umumnya. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut:
1 Jakarta, 27 Oktober 1986. Malam itu hujan turun deras sekali, di sebuah
rumah sakit besar di Jakarta sebuah peristiwa besar akan segera terjadi. hlm. 1
2 Sang Dokter menggendong bayi berukuran besar sekali. Besarnya bayi
itu hampir menutupi seluruh dada dokter tua, yang sekarang meyeringai heran sekaligus takjub. hlm. 7
3 “Gus...ni...Annisa Puspita...?” tanya Kakek takjub, matanya melihat ke
Papa mencoba meyakinkan. hlm. 10 4
“ 27 Oktober 1986?...” hlm. 10 5
“Berat 6,25 kilo...?” hlm. 10 6
“Panjang 59 cm...?” Nenek ikutan membaca. hlm. 11 Selanjutnya dipaparkan keluarga Gusni, ia tinggal bersama Papa, Mama,
dan Kak Gita di sebuah rumah sederhana. Ditunjukkan dalam kutipan berikut: 7
Sebuah sedan keluaran tahun 1986 berhenti di depan sebuah rumah sederhana dengan taman di halaman depan yang kecil dan asri. hlm.
15
8 Setelah Gita, anugerah pertama mereka, sekarang Gusni hadir dan
mengisi hari mereka dengan keindahan baru yang unik. Lama Papa dan Mama menatap Gusni dan Gita. hlm. 19
b. Rangsangan inciting moment
Rangsangan adalah peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan. Rangsangan sering ditimbulkan oleh masuknya seorang tokoh baru yang berlaku
sebagai katalisator. Rangsangan dalam cerita muncul ketika Papa, Mama, Kakek, dan Nenek membawa pulang Gusni. Gita kecil waktu itu belum bisa menerima
keberadaan Gusni yang memiliki badan lebih besar darinya. Ditunjukkan dalam kutipan berikut:
9 “Emangnya Gita minta adek? Gita kan nggak minta Kok tau-tau ada
adek” jawab Gita lagi. hlm. 25
Papa dan Mama dengan sabarnya mendampingi Gita, hingga akhirnya ia dapat menerima Gusni. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan:
10 “Adek diam yaa...nanti kalau udah gede main sama Kakak Gita.” Gita
terus membelai-belai pipi Gusni yang tembem dengan lembutnya. Tidak menyerah, ia terus mencoba mendiamkan Gusni yang perlahan-
lahan tangisnya mulai mereda dan akhirnya benar-benar berhenti. Gita tersenyum, membelai Gusni yang sekarang sudah kembali tertidur.
hlm. 34
c. Gawatan rising action
Gawatan adalah tahapan yang ditimbulkan oleh rangsangan. Gawatan terjadi ketika kenyataan berat harus dialami keluarga tersebut, Papa dan Mama
mengetahui keadaan Gusni yang sebenarnya. Papa sebagai tulang punggung keluarga begitu berat menghadapi semua ini. Gusni begitu bersyukur hadir di
tengah-tengah keluarga yang menyayanginya dari ketidakadilan yang ia alami. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan:
11 Kakek menunjuk sebuah foto dan menjelaskan. Seperti melihat sebuah
bukti nyata, wajah Papa kaget bukan kepalang. Mama tiba-tiba
memegang tangan Papa erat dan menangis di bahu Papa. hlm. 20 – 21
12 Anak-anakmu,
... Papa membuka matanya, tahu semuanya harus berlanjut. Sebuah awal perjuangan baru bagi keluarganya, amanah
kepadanya sebagai pemimpin keluarga, bersyukur atassegala anugerah dan tanggung jawab yang diserahkan kepadanya. Sebagai laki-laki
harus berdiri paling depan untuk keluarganya. Papa berdiri dari
duduknya dan berjalan ke halaman rumah... anak-anakmu menyembuhkanmu...
hlm. 23 2
Tahap Tengah a.
Tikaian conflict Konflik adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua
kekuatan yang bertentangan. Tikaian terjadi ketika keluarga Gusni berkumpul untuk mengatakan yang sebenarnya, waktu itu Gusni berumur 18 tahun, Papa
mengumpulkan keberanian untuk mengatakan yang sebenarnya pada Gusni. Suatu kenyataan yang harus dihadapi, Gusni harus mengetahui semuanya. Hal tersebut
terdapat dalam kutipan berikut: 13
Papa mengumpulkan keberaniannya, siap mengetuk pintu kamar Gusni, tetapi lagi-lagi Papa tertunduk dan menggelengkan kepalanya.
Untuk sesaat ia ragu apakah yang akan dilakukannya ini benar adanya; Apakah Gusni siap menerima semuanya. Bulir keringat menetes pelan
di keningnya. hlm. 203
14 “Mereka menjadi begitu besar karena sebuah penyakit
genetis...penyakit keturunan...,” Aliran darah di badan Gusni seperti terhenti mendengar kalimat Papa. hlm. 206
15 “Mereka berdua...tidak hidup lama...
...tidak pernah...
... mencapai...
...usia dua puluh lima tahun ...” hlm. 207
Gusni tidak percaya semua akan terjadi seperti ini. Kenyataan yang berat harus ia terima, hanya bersama keluarganyalah ia bisa menerima semuanya.
Ditunjukkan dalam kutipan berikut: 16
Gusni tidak mempercayai pendengarannya, terenyak, tiba-tiba ia merasakan tubuhnya menjadi kaku, jantungnya yang tadi berdegup
kencang seperti berhenti sesaat. Gusni menatap Papa tidak percaya, genggaman Papa ditelapaknya bergetar dan terus mengeras.
Sementara, Gusni merasakan telapak tangannya di pipi Mama sudah basah oleh air mata. Papa mengangkat kepalanya dan menatap Gusni,
lalu mengangguk. Gusni memejamkan matanya, nafasnya kembali memburu, manatap orang-orang yang dicintainya seakan tidak percaya
apa yang baru saja ia dengar. hlm. 207
b. Rumitan complication
Rumitan adalah perkembangan dari gejala mula tikaian menuju ke klimaks. Rumitan dalam cerita ini terjadi ketika Gusni kembali menatap ke depan
mengumpulkan semangat dalam dirinya untuk mengahadapi penyakit tersebut. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut:
17 “Dengan penuh hormat Dok, jujur sejak saya tahu semuanya ada cita-
cita dalam diri saya, ada kekuatan harapan dalam pikiran saya, kalau saya harus berjuang melawan penyakit saya... saya harus percaya cita-
cita saya, harapan saya, impian saya. Kalau tidak, untuk apa saya pergi nantinya kalau waktu saya tiba?” hlm. 215
Gusni lahir kembali menjadi manusia yang terus berjuang dalam hidupnya melawan segala kemungkinan yang terjadi pada dirinya. Setiap pagi Gusni
berjalan kaki dari rumah ke GOR sejauh lima kilometer. Hari kesembilan puluh dua selama setelah hari itu, Pak Pelatih memutuskan untuk pertama kalinya Gusni
akan bertanding. Pertandingan ketujuh berturut-turut kemenangan berhasil diraih Gusni. Pertandingan Gusni kedelapan ia merasakan sesak, rongga dadanya
menyempit. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut:
18 “ARGH AH” Sesak, rongga dadanya seakan menyempit sesak
sekali...jangan Tuhan..., jangan..., Gusni mencoba bernafas, tetapi tidak bisa. Ia mencoba lagi tetapi tidak bisa. Tubuh besar itu tercekat
aliran darahnya yang tadinya cepat naik tiba-tiba berhenti dan gelap, kembali terang, dan gelap. Gusni merasakan tubuhnya melayang
ringan, raketnya jatuh, bersama dirinya, langit-langit gelanggang yang tiba-tiba di atasnya. hlm. 291
Begitu berat tantangan yang harus dihadapi keluarga tersebut. Tidak bisa dibayangkan seorang ayah dan seorang ibu menyaksikan anaknya tergeletak
kesakitan tidak sadarkan diri. Saat kejadian itulah Gusni tidak boleh bermain bulutangkis lagi. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut:
19 Semuanya pernah dibayangkan, sepanjang hidupnya, mengendap di
benaknya bertahun-tahun lamanya. Sesuatu yang seharusnya tidak pernah seorang ayah dan seorang ibu bayagkan dalam hidupnya,
menyaksikan anaknya sendiri, buah hatinya, terbujur kaku di depannya seperti saat ini. Putih sekali wajah itu, tidak ada lagi pipi
merah seperti dua buah apel, hanya pucat, tidak berrgerak. hlm. 292
20 “Enggak ada lagi bulutangkis buat Gusni... enggak ada bulutangkis
lagi buat Gusni..., enggak boleh Gusni... Gusni... enggak boleh, Gusni enggak boleh main bulutangkis lagi” Mama berbicara sendiri dan
menangis. hlm. 292
c. Klimaks
Klimaks tercapai apabila rumitan mencapai puncak kehebatannya Sudjiman, 1998: 35. Klimaks bagian ini terjadi ketika Gusni tetap ingin bermain
bulutangkis agar ia bisa bertahan hidup. Hati Papa, Mama, dan Gita begitu berat ketika Gusni tidak ingin berhenti bermain bulutangkis. Keinginannya begitu
keras, meski berat Gusni harus melewatinya. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut:
21 “Terus Gusni mau ngapain, Ma? Mau diam aja? Nungguin badan ini
meledak...dan selesai?” Gusni menggeleng lagi dan akhirnya sambil
mengusap air matanya berjalan meninggalkan Papa, Mama, dan Kak Gita di ruang keluarga.
“Semua ini Gusni lakuin karena Gusni mau hidup. Percaya sama Gusni Ma, Pa, Kak Gita” Gusni mengusap air matanya. “Besok
Gusni mulai latihan bulutangkis lagi, mulai lari lagi, seminggu Gusni sakit, tiduran terus di tempat tidur, berat Gusni sekarang seratus
tigapuluh, kalau ada cara lain pasti Gusni udah dikasih tahu kan?” Gusni menatap orang-orang yang dicintainya..., “ Gusni ke kamar
dulu.” hlm. 293 – 294
Gita tiba-tiba emosional melihat kelakuan Gusni malam itu. Gita menghampiri Gusni ke kamarnya marah. Hal tersebut ditujukkan dalam kutipan
berikut: 22
“Elo itu bikin Papa sama Mama nangis terus..., gue nggak rela. ELO... bener-bener ngak punya hati”
“Kak tolong jangan bilang gue nggak punya hati buat Papa-Mama, tolong Kak...ini masalah gue, gue harus bisa selesain ini semua.” hlm.
295
23 “LO EGOIS NGGAK PUNYA HATI” Gita membalas teriakan
Gusni. hlm. 295
Gita semakin marah ke Gusni. Gusni tidak terima Kakaknya marah seperti itu, Gusni mencoba melawan perkataan Kakaknya. Hal tersebut ditujukkan dalam
kutipan berikut: 24
Gusni menatap Gita tajam. “HEH Yang nggak punya hati tuh siapa GUE? Atau ELO? AMBISIUS EGOIS Hidup di lapangan doang
Emang lo siapa? Bilang gue nggak punya hati? Sekarang yang gendut tuh siapa? Yang nggak normal tuh siapa? Yang dikatain kegedean
sama orang –orang tuh siapa? Punya penyakit tuh siapa? ELO APA GUE? Kenapa gue lo bilang egois? Gue bilangkan gue lagi binggung,
bingung banget... gue udah minta maaf, tolong gue lagi syok dan bingung, tolong jangan bilang gue nggak punya HATI jangan bilang
gue nggak sayang sama Papa-Mama, jahat lo, KAK”
“LEBIH JAHAT ELO ELO bikin PAPA-MAMA nangis terus...ELO nggak punya hati” Telunjuk Gita kembali mendarat tepat di depan
wajah Gusni. hlm. 295-296
Sikap emosional yang dimiliki Gita, membuat Gusni kesal dan marah pada kakaknya. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut:
25 Gusni memandang tajam kakaknya. “ternyata begini ya orang hidup
nggak punya temen, temennya Cuma raket sama lapangan doang, bilang orang lain egois, nggak tahu dirinya sendiri yang egois, orang
udah minta maaf, nggak didenger juga...nge-judge orang seenaknya, lo tuh egois banget Kak NGACA KAK” Lo tuh nggak punya
temen kan? Makanya hidup lo begini nge-judge orang seenaknya Temen lo tuh raket doang, mana pernah lo ngerti perasaan orang lain,
yang lo kejar Cuma piala doang, besi doang LO tau nggak KAK? Sepanjang gue hidup sama elo, mana pernah gue lihat lo bawa temen
ke rumah? Mana pernah? Temen lo tuh raket doang,...mana pernah lo ngerti perasaan orang lain. Lo kejar tuh piala lo, medali lo dari besi
itu, sampai lo nggak bisa ngerti perasaan orang lain, temen aja nggak punya mana bisa ngerti perasaan orang lain...” hlm. 296
3 Tahap Akhir
a. Leraian falling action
Leraian merupakan bagian sruktur alur sesudah klimaks meliputi leraian yang menunjukkan perkembangan peristiwa ke arah selesaian Sudjiman, 1998:
35. Leraian terjadi ketika Gita manangis deras saat itu. Pertama kali itu Gusni melihat kakaknya yang memiliki sifat keras menangis seperti itu. Hal tersebut
terdapat dalam kutian berikut: 26
“Gue punya temen... gue punya sahabat...” Gita menjawab pertanyaan Gusni sambil menangis deras. Gusni ikut menangis
melihat air mata Gita jatuh. Untuk pertama kalinya Gusni melihat kakaknya yang tangguh menangis sesenggukan di depannya. Gita
beranjak keluar dari kamar, masih terus menangis. hlm. 297
Suasana haru terjadi malam itu, kedua kakak beradik berpelukan erat malam itu. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut:
27 “Emang nggak boleh ya, Dek? Gue punya adek, sekaligus sahabat
gue? Enggak boleh ya?” Gita menghapus air matanya dan pergi berlalu, meninggalkan Gusni yang terkejut bukan kepalang mendengar
kalimat Gita. Saat iru juga Gusni langsung berlari mengejar dan memeluk Gita, memeluk Gita erat sekali. hlm. 297
Konflik kembali terjadi pada diri Gusni, ia memutuskan untuk putus dari Harry, lelaki yang sangat ia cintai. Ketidakadilan fisik yang dihadapi Gusni
membuatnya untuk mengambil keputusan tersebut. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut:
28 Gusni terdiam manatap Harry dalam-dalam, “Gusni sayang sama
Harry, Gusni mau Harry bahagia, walau bukan sama Gusni...masih banyak yang pantas terima semua sayangnya Harry, tapi bukan Gusni,
Gusni masih banyak,... masih banyak yang harus Gusni perjuangkan, banyak juga yang harus perjuangkan, impian kamu, restoran kamu,
keluarga kamu, semuanya. Gusni percaya akan ada perempuan lain yang datang, yang pantas buat Harry...kamu akan jatuh cinta lagi,
kamu kenalin ke Gusni.” hlm. 300
b. Selesaian denouement
Penyelesaian merupakan bagian akhir atau penutup cerita. Penyelesaian dalam novel 2 diceritakan tentang semangat Gusni dalam menerima segala
kenyataan hidup yang sulit. Ia terus berjuang agar ia tetap hidup untuk membahagiakan orang-orang yang dicintainya, dan yang telah memberi
kesempatan padanya untuk berjuang melawan penyakitnya. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut:
29 “Seorang anak yang ingin membuat orang tuanya senang dengan
bermain bulutangkis....” Mendengar kalimat Pak Pelatih, Papa mengangguk dan tertunduk.
“Waktu dia minta izin untuk latihan bulutangkis lagi, subuh-subuh sebelum dia lari ke sini, Gusni bilang sesuatu yang nggak pernah saya
dan mamanya lupa, Pak. Da bilang,...biar Mama sama Papa jadi saksi kalau nanti Gusni pergi, Gusni pergi dalam keadaan berjuang, bukan
dalam keadaan menyerah....” hlm. 308 – 309
Pak Pelatih melihat semangat Gusni yang luar biasa mengahadapi penyakit yang ada pada tubuhnya. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan:
30 “Anak perempuan itu menunjukkan ke saya, ke orang-orang
disekitarnya, kalau ia adalah perempuan yang tidak pernah putus asa, bahkan saat ia tahu kalau umurnya tidak akan panjang, bahkan saat ia
tahu kalau hidup tidak berpihak padanya....” hlm. 310
Semua yang dialami oleh Gusni menjadi kekuatan kepada Pak Pelatih untuk mempercayainya dalam mengikuti seleksi Pelatnas. Hal tersebut
ditunjukkan dalam kutipan : 31
“Saya ingin sekali anak itu masuk dan ikut seleksi Pelatnas, tetapi dia bukan siapa-siapa, ranking pun tidak punya, tetapi dia, dengan segala
keterbatasannya menciptakan harapan, menunjukkan kalau harapan itu ada...” hlm. 309
Gusni bergabung dalam Tim Nasional Indonesia. Sesuatu yang luar biasa Gusni tunjukkan pada semua orang yang menyayanginya bahwa Gusni bisa
melewati hidupnya. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut : 32
“Selamat datang di Tim Nasional Indonesia, Gus. Jadi mulai sekarang kamu berjuang untuk tiga hal sekaligus, buat diri kamu, keluarga
kamu, dan buat Tanah Air kamu...,” ujar Pak Pelatih bangga. hlm. 326
Keikhlasan untuk menjalani semuanya ada di benak Gusni, melawan dan berjuang untuk tetap hidup. Berjuang dan terus percaya, itulah yang ingin
ditunjukkan Gusni, dan saat itulah kebahagiaan akan datang. Harry kembali lagi pada Gusni, kenyataan pahit yang dialami Gusni, Harry juga ingin bersamanya
melewati saat-saat suka maupun duka nantinya. Hal tersebut terdapat dalam kutipan:
33 Harry terus menatap Gusni, menggenggam tangannya itu lebih erat
lagi terus meyakinkan dengan berani, “Jangan pernah, Gus...Jangan pernah...karena Tuhan sedikit pun tidak pernah.”
Perempuan itu terpejam, perempuan itu tahu ia mengizinkannya, membalas genggaman laki-laki di hadapannya. Langsung ia memeluk
laki-laki di hadapannya, menangis bahagia dalam pelukan laki-laki yang amat dicintainya. Mencintainya mencintai hidup dengan berani.
hlm. 332
Cita-cita Gusni membawa energi positif pada dirinya untuk melawan penyakitnya, menjadi pemain bulutangkis seperti kakaknya. Cita-cita itu muncul
dari hatinya untuk membuat Papa, Mama, dan Gita bangga padanya, bahwa ia bisa dan pantas melakukannya. Seperti dalam kutipan berikut:
34 Istora bergemuruk meledak. Tim Nasional Putri Indonesia bersama
Andi Hariyanto Maulana naik ke podium. Air mata bahagia jatuh, bersamaan mereka mengangkat medali dan piala, Gusni dan Gita
masih berkalung Sang Dewi Warna, berbarengan mereka mengangakat piala Khatulistiwa Terbuka. hlm. 408
Cerita dalam novel 2 karya Donny Dhirgantoro diakhiri dengan bahagia. Pada Januari 2011, Gusni dan Harry menikah. Perjuangan Gusni terus ada hingga
saat ini. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut: 35
Harryanto Dharmawan menikahi Gusni Annisa Puspita pada Januari 2011. hlm. 416
36 Gusni Annisa Puspita terus melawan penyakitnya dengan berlari
setiap pukul 05.00 sampai hari ini....hlm. 417 Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan alur yang terdapat
dalam novel 2 karya Donny Dhirgantoro adalah alur kronologis atau maju. Pengarang menceritakan berdasarkan urutan waktu, diceritakan dari awal hingga
akhir secara jelas. Mulai dari Gusni lahir, berada dalam keluarga, di sekolah, bersama sahabatnya, mulai bercita-cita, menerima segala kenyataan bahwa
hidupnya tidak bertahan lama, melawan segala penyakitnya dengan bermain
bulutangkis, dan akhirnya dia menikah dengan Harry teman laki-laki yang dicintainya dan selalu ada untuk Gusni. Alur tersebut begitu jelas diceritakaan
oleh pengarang, dan ceritanya mengalir dari awal hingga akhir cerita.
2. Tokoh dan Penokohan Novel 2
1 Tokoh
Tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita Sudjiman, 1990: 79. Istilah
“tokoh” menujuk pada orangnya, pelaku cerita Nurgiyantoro, 2007: 165. Karya fiksi akan terasa hidup dengan hadirnya tokoh yang menjadi pembangun dalam
menghadirkan sebuah peristiwa. Peneliti menemukan adanya beberapa tokoh yang membentuk cerita dalam novel 2 karya Donny Dhirgantoro. Tokoh-tokoh yang
terdapat dalam novel tersebut dijelaskan sebagai berikut: a.
Gusni Tokoh Gusni dalam novel ini sejak lahir sudah memiliki tubuh yang besar
gendut. Ketika berumur 18 tahun, Gusni mengetahui penyakit genetik yang dideritanya. Kenyataan berat harus dialaminya. Kasih sayang dari keluarganya
membuatnya bertekat untuk menjadi wanita dewasa yang pantang menyerah untuk tetap hidup dan membuat orang-orang yang dicintainya bangga padanya.
Hal tersebut ditunjukkan pengarang melalui teknik dramatik melalui kutipan berikut:
1 Pemandangan yang tidak pernah ia lihat seumur hidupnya kini
terpampang di depan Papa. Sang Dokter menggendong bayi berukuran besar sekali. Besarnya bayi itu hampir menutupi seluruh dada dokter
tua, yang sekarang menyeringai heran sekaligus takjub. Papa dalam