Deskripsi Data Analisis Alur, Tokoh, Penokohan, Latar, dan Tema 1. Alur

28

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Pada bagian ini peneliti akan menganalisis alur, tokoh, penokohan, latar, dan tema dalam novel 2, karya Donny Dhirgantoro. Peneliti lebih menekankan analisis pada keempat unsur tersebut, karena untuk menemukan perjuangan tokoh utama dalam novel tersebut. Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis novel ini adalah pendekatan struktural. Pendekatan ini menganalisis unsur-unsur struktur yang membangun karya sastra dari dalam, serta mencari relevansi atau keterkaitan unsur-unsur tersebut dalam rangka mencapai kebulatan makna. Pendekatan struktural yang penulis gunakan dalam melihat perjuangan tokoh utama novel 2 karya Donny Dhirgantoro, dikhususnya pada empat unsur yaitu alur, tokoh dan penokohan, latar, serta tema. Hasil penelitian ini akan direlevansikan dalam pembelajaran sastra di SMA berupa Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.

B. Analisis Alur, Tokoh, Penokohan, Latar, dan Tema 1. Alur

Secara umum, alur atau plot dalam novel 2 karya Donny Dhirgantoro adalah alur kronologis disebut juga alur lurus atau alur maju, yaitu struktur yang peristiwa-peristiwanya disusun secara kronologis; peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti oleh peristiwa-peristiwa yang kemudian atau secara runtut cerita dimulai dari tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir. Struktur umum alur dapatlah digambarkan sebagai berikut: 1 Tahap Awal a. Paparan exposition Paparan merupakan fungsi utama awal cerita. Novel 2 karya Donny Dhirgantoro pada awal cerita dipaparkan kelahiran Gusni di sebuah rumah sakit besar di Jakarta. Gusni waktu bayi sudah memiliki badan yang besar, tidak seperti bayi normal pada umumnya. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut: 1 Jakarta, 27 Oktober 1986. Malam itu hujan turun deras sekali, di sebuah rumah sakit besar di Jakarta sebuah peristiwa besar akan segera terjadi. hlm. 1 2 Sang Dokter menggendong bayi berukuran besar sekali. Besarnya bayi itu hampir menutupi seluruh dada dokter tua, yang sekarang meyeringai heran sekaligus takjub. hlm. 7 3 “Gus...ni...Annisa Puspita...?” tanya Kakek takjub, matanya melihat ke Papa mencoba meyakinkan. hlm. 10 4 “ 27 Oktober 1986?...” hlm. 10 5 “Berat 6,25 kilo...?” hlm. 10 6 “Panjang 59 cm...?” Nenek ikutan membaca. hlm. 11 Selanjutnya dipaparkan keluarga Gusni, ia tinggal bersama Papa, Mama, dan Kak Gita di sebuah rumah sederhana. Ditunjukkan dalam kutipan berikut: 7 Sebuah sedan keluaran tahun 1986 berhenti di depan sebuah rumah sederhana dengan taman di halaman depan yang kecil dan asri. hlm. 15 8 Setelah Gita, anugerah pertama mereka, sekarang Gusni hadir dan mengisi hari mereka dengan keindahan baru yang unik. Lama Papa dan Mama menatap Gusni dan Gita. hlm. 19 b. Rangsangan inciting moment Rangsangan adalah peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan. Rangsangan sering ditimbulkan oleh masuknya seorang tokoh baru yang berlaku sebagai katalisator. Rangsangan dalam cerita muncul ketika Papa, Mama, Kakek, dan Nenek membawa pulang Gusni. Gita kecil waktu itu belum bisa menerima keberadaan Gusni yang memiliki badan lebih besar darinya. Ditunjukkan dalam kutipan berikut: 9 “Emangnya Gita minta adek? Gita kan nggak minta Kok tau-tau ada adek” jawab Gita lagi. hlm. 25 Papa dan Mama dengan sabarnya mendampingi Gita, hingga akhirnya ia dapat menerima Gusni. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan: 10 “Adek diam yaa...nanti kalau udah gede main sama Kakak Gita.” Gita terus membelai-belai pipi Gusni yang tembem dengan lembutnya. Tidak menyerah, ia terus mencoba mendiamkan Gusni yang perlahan- lahan tangisnya mulai mereda dan akhirnya benar-benar berhenti. Gita tersenyum, membelai Gusni yang sekarang sudah kembali tertidur. hlm. 34 c. Gawatan rising action Gawatan adalah tahapan yang ditimbulkan oleh rangsangan. Gawatan terjadi ketika kenyataan berat harus dialami keluarga tersebut, Papa dan Mama mengetahui keadaan Gusni yang sebenarnya. Papa sebagai tulang punggung keluarga begitu berat menghadapi semua ini. Gusni begitu bersyukur hadir di tengah-tengah keluarga yang menyayanginya dari ketidakadilan yang ia alami. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan: 11 Kakek menunjuk sebuah foto dan menjelaskan. Seperti melihat sebuah bukti nyata, wajah Papa kaget bukan kepalang. Mama tiba-tiba memegang tangan Papa erat dan menangis di bahu Papa. hlm. 20 – 21 12 Anak-anakmu, ... Papa membuka matanya, tahu semuanya harus berlanjut. Sebuah awal perjuangan baru bagi keluarganya, amanah kepadanya sebagai pemimpin keluarga, bersyukur atassegala anugerah dan tanggung jawab yang diserahkan kepadanya. Sebagai laki-laki harus berdiri paling depan untuk keluarganya. Papa berdiri dari duduknya dan berjalan ke halaman rumah... anak-anakmu menyembuhkanmu... hlm. 23 2 Tahap Tengah a. Tikaian conflict Konflik adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan yang bertentangan. Tikaian terjadi ketika keluarga Gusni berkumpul untuk mengatakan yang sebenarnya, waktu itu Gusni berumur 18 tahun, Papa mengumpulkan keberanian untuk mengatakan yang sebenarnya pada Gusni. Suatu kenyataan yang harus dihadapi, Gusni harus mengetahui semuanya. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut: 13 Papa mengumpulkan keberaniannya, siap mengetuk pintu kamar Gusni, tetapi lagi-lagi Papa tertunduk dan menggelengkan kepalanya. Untuk sesaat ia ragu apakah yang akan dilakukannya ini benar adanya; Apakah Gusni siap menerima semuanya. Bulir keringat menetes pelan di keningnya. hlm. 203 14 “Mereka menjadi begitu besar karena sebuah penyakit genetis...penyakit keturunan...,” Aliran darah di badan Gusni seperti terhenti mendengar kalimat Papa. hlm. 206 15 “Mereka berdua...tidak hidup lama... ...tidak pernah... ... mencapai... ...usia dua puluh lima tahun ...” hlm. 207 Gusni tidak percaya semua akan terjadi seperti ini. Kenyataan yang berat harus ia terima, hanya bersama keluarganyalah ia bisa menerima semuanya. Ditunjukkan dalam kutipan berikut: 16 Gusni tidak mempercayai pendengarannya, terenyak, tiba-tiba ia merasakan tubuhnya menjadi kaku, jantungnya yang tadi berdegup kencang seperti berhenti sesaat. Gusni menatap Papa tidak percaya, genggaman Papa ditelapaknya bergetar dan terus mengeras. Sementara, Gusni merasakan telapak tangannya di pipi Mama sudah basah oleh air mata. Papa mengangkat kepalanya dan menatap Gusni, lalu mengangguk. Gusni memejamkan matanya, nafasnya kembali memburu, manatap orang-orang yang dicintainya seakan tidak percaya apa yang baru saja ia dengar. hlm. 207 b. Rumitan complication Rumitan adalah perkembangan dari gejala mula tikaian menuju ke klimaks. Rumitan dalam cerita ini terjadi ketika Gusni kembali menatap ke depan mengumpulkan semangat dalam dirinya untuk mengahadapi penyakit tersebut. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut: 17 “Dengan penuh hormat Dok, jujur sejak saya tahu semuanya ada cita- cita dalam diri saya, ada kekuatan harapan dalam pikiran saya, kalau saya harus berjuang melawan penyakit saya... saya harus percaya cita- cita saya, harapan saya, impian saya. Kalau tidak, untuk apa saya pergi nantinya kalau waktu saya tiba?” hlm. 215 Gusni lahir kembali menjadi manusia yang terus berjuang dalam hidupnya melawan segala kemungkinan yang terjadi pada dirinya. Setiap pagi Gusni berjalan kaki dari rumah ke GOR sejauh lima kilometer. Hari kesembilan puluh dua selama setelah hari itu, Pak Pelatih memutuskan untuk pertama kalinya Gusni akan bertanding. Pertandingan ketujuh berturut-turut kemenangan berhasil diraih Gusni. Pertandingan Gusni kedelapan ia merasakan sesak, rongga dadanya menyempit. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut: 18 “ARGH AH” Sesak, rongga dadanya seakan menyempit sesak sekali...jangan Tuhan..., jangan..., Gusni mencoba bernafas, tetapi tidak bisa. Ia mencoba lagi tetapi tidak bisa. Tubuh besar itu tercekat aliran darahnya yang tadinya cepat naik tiba-tiba berhenti dan gelap, kembali terang, dan gelap. Gusni merasakan tubuhnya melayang ringan, raketnya jatuh, bersama dirinya, langit-langit gelanggang yang tiba-tiba di atasnya. hlm. 291 Begitu berat tantangan yang harus dihadapi keluarga tersebut. Tidak bisa dibayangkan seorang ayah dan seorang ibu menyaksikan anaknya tergeletak kesakitan tidak sadarkan diri. Saat kejadian itulah Gusni tidak boleh bermain bulutangkis lagi. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut: 19 Semuanya pernah dibayangkan, sepanjang hidupnya, mengendap di benaknya bertahun-tahun lamanya. Sesuatu yang seharusnya tidak pernah seorang ayah dan seorang ibu bayagkan dalam hidupnya, menyaksikan anaknya sendiri, buah hatinya, terbujur kaku di depannya seperti saat ini. Putih sekali wajah itu, tidak ada lagi pipi merah seperti dua buah apel, hanya pucat, tidak berrgerak. hlm. 292 20 “Enggak ada lagi bulutangkis buat Gusni... enggak ada bulutangkis lagi buat Gusni..., enggak boleh Gusni... Gusni... enggak boleh, Gusni enggak boleh main bulutangkis lagi” Mama berbicara sendiri dan menangis. hlm. 292 c. Klimaks Klimaks tercapai apabila rumitan mencapai puncak kehebatannya Sudjiman, 1998: 35. Klimaks bagian ini terjadi ketika Gusni tetap ingin bermain bulutangkis agar ia bisa bertahan hidup. Hati Papa, Mama, dan Gita begitu berat ketika Gusni tidak ingin berhenti bermain bulutangkis. Keinginannya begitu keras, meski berat Gusni harus melewatinya. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut: 21 “Terus Gusni mau ngapain, Ma? Mau diam aja? Nungguin badan ini meledak...dan selesai?” Gusni menggeleng lagi dan akhirnya sambil mengusap air matanya berjalan meninggalkan Papa, Mama, dan Kak Gita di ruang keluarga. “Semua ini Gusni lakuin karena Gusni mau hidup. Percaya sama Gusni Ma, Pa, Kak Gita” Gusni mengusap air matanya. “Besok Gusni mulai latihan bulutangkis lagi, mulai lari lagi, seminggu Gusni sakit, tiduran terus di tempat tidur, berat Gusni sekarang seratus tigapuluh, kalau ada cara lain pasti Gusni udah dikasih tahu kan?” Gusni menatap orang-orang yang dicintainya..., “ Gusni ke kamar dulu.” hlm. 293 – 294 Gita tiba-tiba emosional melihat kelakuan Gusni malam itu. Gita menghampiri Gusni ke kamarnya marah. Hal tersebut ditujukkan dalam kutipan berikut: 22 “Elo itu bikin Papa sama Mama nangis terus..., gue nggak rela. ELO... bener-bener ngak punya hati” “Kak tolong jangan bilang gue nggak punya hati buat Papa-Mama, tolong Kak...ini masalah gue, gue harus bisa selesain ini semua.” hlm. 295 23 “LO EGOIS NGGAK PUNYA HATI” Gita membalas teriakan Gusni. hlm. 295 Gita semakin marah ke Gusni. Gusni tidak terima Kakaknya marah seperti itu, Gusni mencoba melawan perkataan Kakaknya. Hal tersebut ditujukkan dalam kutipan berikut: 24 Gusni menatap Gita tajam. “HEH Yang nggak punya hati tuh siapa GUE? Atau ELO? AMBISIUS EGOIS Hidup di lapangan doang Emang lo siapa? Bilang gue nggak punya hati? Sekarang yang gendut tuh siapa? Yang nggak normal tuh siapa? Yang dikatain kegedean sama orang –orang tuh siapa? Punya penyakit tuh siapa? ELO APA GUE? Kenapa gue lo bilang egois? Gue bilangkan gue lagi binggung, bingung banget... gue udah minta maaf, tolong gue lagi syok dan bingung, tolong jangan bilang gue nggak punya HATI jangan bilang gue nggak sayang sama Papa-Mama, jahat lo, KAK” “LEBIH JAHAT ELO ELO bikin PAPA-MAMA nangis terus...ELO nggak punya hati” Telunjuk Gita kembali mendarat tepat di depan wajah Gusni. hlm. 295-296 Sikap emosional yang dimiliki Gita, membuat Gusni kesal dan marah pada kakaknya. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut: 25 Gusni memandang tajam kakaknya. “ternyata begini ya orang hidup nggak punya temen, temennya Cuma raket sama lapangan doang, bilang orang lain egois, nggak tahu dirinya sendiri yang egois, orang udah minta maaf, nggak didenger juga...nge-judge orang seenaknya, lo tuh egois banget Kak NGACA KAK” Lo tuh nggak punya temen kan? Makanya hidup lo begini nge-judge orang seenaknya Temen lo tuh raket doang, mana pernah lo ngerti perasaan orang lain, yang lo kejar Cuma piala doang, besi doang LO tau nggak KAK? Sepanjang gue hidup sama elo, mana pernah gue lihat lo bawa temen ke rumah? Mana pernah? Temen lo tuh raket doang,...mana pernah lo ngerti perasaan orang lain. Lo kejar tuh piala lo, medali lo dari besi itu, sampai lo nggak bisa ngerti perasaan orang lain, temen aja nggak punya mana bisa ngerti perasaan orang lain...” hlm. 296 3 Tahap Akhir a. Leraian falling action Leraian merupakan bagian sruktur alur sesudah klimaks meliputi leraian yang menunjukkan perkembangan peristiwa ke arah selesaian Sudjiman, 1998: 35. Leraian terjadi ketika Gita manangis deras saat itu. Pertama kali itu Gusni melihat kakaknya yang memiliki sifat keras menangis seperti itu. Hal tersebut terdapat dalam kutian berikut: 26 “Gue punya temen... gue punya sahabat...” Gita menjawab pertanyaan Gusni sambil menangis deras. Gusni ikut menangis melihat air mata Gita jatuh. Untuk pertama kalinya Gusni melihat kakaknya yang tangguh menangis sesenggukan di depannya. Gita beranjak keluar dari kamar, masih terus menangis. hlm. 297 Suasana haru terjadi malam itu, kedua kakak beradik berpelukan erat malam itu. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut: 27 “Emang nggak boleh ya, Dek? Gue punya adek, sekaligus sahabat gue? Enggak boleh ya?” Gita menghapus air matanya dan pergi berlalu, meninggalkan Gusni yang terkejut bukan kepalang mendengar kalimat Gita. Saat iru juga Gusni langsung berlari mengejar dan memeluk Gita, memeluk Gita erat sekali. hlm. 297 Konflik kembali terjadi pada diri Gusni, ia memutuskan untuk putus dari Harry, lelaki yang sangat ia cintai. Ketidakadilan fisik yang dihadapi Gusni membuatnya untuk mengambil keputusan tersebut. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut: 28 Gusni terdiam manatap Harry dalam-dalam, “Gusni sayang sama Harry, Gusni mau Harry bahagia, walau bukan sama Gusni...masih banyak yang pantas terima semua sayangnya Harry, tapi bukan Gusni, Gusni masih banyak,... masih banyak yang harus Gusni perjuangkan, banyak juga yang harus perjuangkan, impian kamu, restoran kamu, keluarga kamu, semuanya. Gusni percaya akan ada perempuan lain yang datang, yang pantas buat Harry...kamu akan jatuh cinta lagi, kamu kenalin ke Gusni.” hlm. 300 b. Selesaian denouement Penyelesaian merupakan bagian akhir atau penutup cerita. Penyelesaian dalam novel 2 diceritakan tentang semangat Gusni dalam menerima segala kenyataan hidup yang sulit. Ia terus berjuang agar ia tetap hidup untuk membahagiakan orang-orang yang dicintainya, dan yang telah memberi kesempatan padanya untuk berjuang melawan penyakitnya. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut: 29 “Seorang anak yang ingin membuat orang tuanya senang dengan bermain bulutangkis....” Mendengar kalimat Pak Pelatih, Papa mengangguk dan tertunduk. “Waktu dia minta izin untuk latihan bulutangkis lagi, subuh-subuh sebelum dia lari ke sini, Gusni bilang sesuatu yang nggak pernah saya dan mamanya lupa, Pak. Da bilang,...biar Mama sama Papa jadi saksi kalau nanti Gusni pergi, Gusni pergi dalam keadaan berjuang, bukan dalam keadaan menyerah....” hlm. 308 – 309 Pak Pelatih melihat semangat Gusni yang luar biasa mengahadapi penyakit yang ada pada tubuhnya. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan: 30 “Anak perempuan itu menunjukkan ke saya, ke orang-orang disekitarnya, kalau ia adalah perempuan yang tidak pernah putus asa, bahkan saat ia tahu kalau umurnya tidak akan panjang, bahkan saat ia tahu kalau hidup tidak berpihak padanya....” hlm. 310 Semua yang dialami oleh Gusni menjadi kekuatan kepada Pak Pelatih untuk mempercayainya dalam mengikuti seleksi Pelatnas. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan : 31 “Saya ingin sekali anak itu masuk dan ikut seleksi Pelatnas, tetapi dia bukan siapa-siapa, ranking pun tidak punya, tetapi dia, dengan segala keterbatasannya menciptakan harapan, menunjukkan kalau harapan itu ada...” hlm. 309 Gusni bergabung dalam Tim Nasional Indonesia. Sesuatu yang luar biasa Gusni tunjukkan pada semua orang yang menyayanginya bahwa Gusni bisa melewati hidupnya. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut : 32 “Selamat datang di Tim Nasional Indonesia, Gus. Jadi mulai sekarang kamu berjuang untuk tiga hal sekaligus, buat diri kamu, keluarga kamu, dan buat Tanah Air kamu...,” ujar Pak Pelatih bangga. hlm. 326 Keikhlasan untuk menjalani semuanya ada di benak Gusni, melawan dan berjuang untuk tetap hidup. Berjuang dan terus percaya, itulah yang ingin ditunjukkan Gusni, dan saat itulah kebahagiaan akan datang. Harry kembali lagi pada Gusni, kenyataan pahit yang dialami Gusni, Harry juga ingin bersamanya melewati saat-saat suka maupun duka nantinya. Hal tersebut terdapat dalam kutipan: 33 Harry terus menatap Gusni, menggenggam tangannya itu lebih erat lagi terus meyakinkan dengan berani, “Jangan pernah, Gus...Jangan pernah...karena Tuhan sedikit pun tidak pernah.” Perempuan itu terpejam, perempuan itu tahu ia mengizinkannya, membalas genggaman laki-laki di hadapannya. Langsung ia memeluk laki-laki di hadapannya, menangis bahagia dalam pelukan laki-laki yang amat dicintainya. Mencintainya mencintai hidup dengan berani. hlm. 332 Cita-cita Gusni membawa energi positif pada dirinya untuk melawan penyakitnya, menjadi pemain bulutangkis seperti kakaknya. Cita-cita itu muncul dari hatinya untuk membuat Papa, Mama, dan Gita bangga padanya, bahwa ia bisa dan pantas melakukannya. Seperti dalam kutipan berikut: 34 Istora bergemuruk meledak. Tim Nasional Putri Indonesia bersama Andi Hariyanto Maulana naik ke podium. Air mata bahagia jatuh, bersamaan mereka mengangkat medali dan piala, Gusni dan Gita masih berkalung Sang Dewi Warna, berbarengan mereka mengangakat piala Khatulistiwa Terbuka. hlm. 408 Cerita dalam novel 2 karya Donny Dhirgantoro diakhiri dengan bahagia. Pada Januari 2011, Gusni dan Harry menikah. Perjuangan Gusni terus ada hingga saat ini. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut: 35 Harryanto Dharmawan menikahi Gusni Annisa Puspita pada Januari 2011. hlm. 416 36 Gusni Annisa Puspita terus melawan penyakitnya dengan berlari setiap pukul 05.00 sampai hari ini....hlm. 417 Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan alur yang terdapat dalam novel 2 karya Donny Dhirgantoro adalah alur kronologis atau maju. Pengarang menceritakan berdasarkan urutan waktu, diceritakan dari awal hingga akhir secara jelas. Mulai dari Gusni lahir, berada dalam keluarga, di sekolah, bersama sahabatnya, mulai bercita-cita, menerima segala kenyataan bahwa hidupnya tidak bertahan lama, melawan segala penyakitnya dengan bermain bulutangkis, dan akhirnya dia menikah dengan Harry teman laki-laki yang dicintainya dan selalu ada untuk Gusni. Alur tersebut begitu jelas diceritakaan oleh pengarang, dan ceritanya mengalir dari awal hingga akhir cerita.

2. Tokoh dan Penokohan Novel 2

1 Tokoh Tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita Sudjiman, 1990: 79. Istilah “tokoh” menujuk pada orangnya, pelaku cerita Nurgiyantoro, 2007: 165. Karya fiksi akan terasa hidup dengan hadirnya tokoh yang menjadi pembangun dalam menghadirkan sebuah peristiwa. Peneliti menemukan adanya beberapa tokoh yang membentuk cerita dalam novel 2 karya Donny Dhirgantoro. Tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel tersebut dijelaskan sebagai berikut: a. Gusni Tokoh Gusni dalam novel ini sejak lahir sudah memiliki tubuh yang besar gendut. Ketika berumur 18 tahun, Gusni mengetahui penyakit genetik yang dideritanya. Kenyataan berat harus dialaminya. Kasih sayang dari keluarganya membuatnya bertekat untuk menjadi wanita dewasa yang pantang menyerah untuk tetap hidup dan membuat orang-orang yang dicintainya bangga padanya. Hal tersebut ditunjukkan pengarang melalui teknik dramatik melalui kutipan berikut: 1 Pemandangan yang tidak pernah ia lihat seumur hidupnya kini terpampang di depan Papa. Sang Dokter menggendong bayi berukuran besar sekali. Besarnya bayi itu hampir menutupi seluruh dada dokter tua, yang sekarang menyeringai heran sekaligus takjub. Papa dalam

Dokumen yang terkait

KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL 2 KARYA DONNY DHIRGANTORO: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel 2 Karya Donny Dhirgantoro: Tinjauan Psikologi Sastra dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA.

1 6 19

KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL 2 KARYA DONNY DHIRGANTORO: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel 2 Karya Donny Dhirgantoro: Tinjauan Psikologi Sastra dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA.

0 4 11

PENDAHULUAN Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel 2 Karya Donny Dhirgantoro: Tinjauan Psikologi Sastra dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA.

0 2 6

MOTIVASI HIDUP DALAM NOVEL 2 KARYA DONNY DHIRGANTORO: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA Motivasi Hidup Dalam Novel 2 Karya Donny Dhirgantoro: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

1 2 12

SEMANGAT NASIONALISME DALAM NOVEL 2 KARYA DONNY DHIRGANTORO: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Semangat Nasionalisme Dalam Novel 2 Karya Donny Dhirgantoro: Tinjauan Sosiologi Sastra.

0 1 13

PEMBENTUKAN IDENTITAS TOKOH IAN DALAM NOVEL 5 CM KARYA DONNY DHIRGANTORO: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA PEMBENTUKAN IDENTITAS TOKOH IAN DALAM NOVEL 5 CM KARYA DONNY DHIRGANTORO: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA.

0 1 12

PEMBENTUKAN IDENTITAS TOKOH IAN DALAM NOVEL 5 CM KARYA DONNY DHIRGANTORO: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA PEMBENTUKAN IDENTITAS TOKOH IAN DALAM NOVEL 5 CM KARYA DONNY DHIRGANTORO: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA.

0 2 16

Nilai kesetiaan tokoh utama dalam novel "ibuk," karya Iwan Setyawan dan relevansinya dalam pembelajaran sastra di SMA.

0 8 163

Citra wanita tokoh utama dalam novel keberangkatan karya Nh. Dini dan relevansinya dalam pembelajaran sastra di sma.

3 26 138

Perjuangan tokoh utama dalam 2 karya Donny Dhirgantoro dan relevansinya dalam pembelajaran sastra di SMA

0 0 138