BAB III PERANAN PARTAI FRETILIN DALAM MEWUJUDKAN
KEMERDEKAAN TIMOR TIMUR
A. Strategi menghadapi perubahan keadaan
1. Kedatangan Pemerintahan MFA di Timor Timur November 1974
Pada tanggal 25 April 1974, gerakan angkatan bersenjata Portugis berhasil menggulingkan pemerintahan Caentano. Setelah bertahun-tahun hidup
dalam pemerintahan yang mewarisi gaya kuno feodal dan masih menguasai daerah sisa kekuasaan kolonialnya, beberapa pejabat militer mengubah
pemerintahan fasis itu menjadi satu yang bersepakat untuk melakukan modernisasi kapitalis dan dekolonisasi. pemimpin pemerintahan Junta
Penyelamatan Nasional Junta de Salvacao Nacional yang baru, Antonio de Spinola memandang perlunya otonomi bagi koloni-koloni dalam kerangka
kekuasaan Portugis. Tapi kebanyakan pejabat militer lainnya, setelah mengalami peperangan melawan gerakan kemerdekaan Afrika, sudah melihat perlunya
memberikan suatu bentuk kemerdekaan.
1
Desas-desus tentang kudeta bulan April mermber sampai ke Timor-Timur, lewat siaran radio dan pesan-pesan militer, tetapi tetap tidak ada pernyataan resmi
yang dikeluarkan oleh pemerintahan kolonial. Bisa dimengerti, gubernur pasti segan untuk mengeluarkan pernyataan seperti itu. Gubernur adalah pendukung
pemerintahan Caentano. Malahan dua hari sebelum kudeta tersebut, di depan publik sang gubernur mencela gerakan tersebut. Sebaliknya dari radio Portugis
1
John G. Taylor, Perang Tersembunyi, Sejarah Timor Timur yang Dilupakan. Jakarta: Fortilos, 1998., hlm. 45.
tersiar janji pemerintahan untuk membubarkan dinas rahasia, mereformasi pemerintahan, dan memberikan kebebasan memdirikan partai politik. Gubernur
Aldeia terus bertahan dengan meyakikan bahwa kudeta itu tidak akan bertahan lama. Namun demikian tak lama berlangsung, ia pun terpaksa harus berbuat
sesuatu. Ini terjadi ketika perusaan milik Portugis memecat buruh-buruhnya yang menuntut kenaikan upah bulanan.
Di lain pihak kudeta itu mengejutkan elit di Timor dan memicu semangat politik orang Timor. Berbagai asosiasi dan kelompok yang selama ini bekerja
samar-samar, menyebar hanya di kalangan elite kolonial pribumi, tiba-tiba tampil keluar dengan gagasan tentang kemerdekaan dan pembangunan. Selama ini ada
gagasan samar-samar yang tumbuh dalam pikiran mereka dan meluas dejak tahun 1960an. Dengan terjadinya perubahan politik, sekarang gagasan itu harus segera
diwujudkan secara konkrit dalam satu ide yang lebih khusus yang bisa dipopulerkan.
Kudeta itu juga mengejutkan pihak lain, yang dua tahun kemudian berperan penting dalam berbagai peristiwa. Pertama, Indonesia dengan dinas
intelijen yang terus menerus mendesak pihak pemerintah untuk menganeksasi Timor-Timur. Kedua, Malaysia dan Australia, negara tetangga, yang terus
mencermati posisi mereka di tengah perkembangan regional yang begitu cepat. Ketiga, negara-negara industrialis Eropa Barat, Jepang dan Amerika Serikat, yang
sangat memiliki kepentingan strategis dan ekonomis di wilayah Asia Tenggara. Semua aktor ini, walaupun jauh jaraknya ternyata sangat mempengaruhi
proses dekolonisasi Timor Timur. Ini yang membuat perjuangan mencapai negara
merdeka di wilayah ini pun jadi pertarungan dinamis antara berbagai kekuatan tersebut, yang kepentingannya sangat dibentuk, didesak, dan ditentukan oleh hasil
pertarungan itu. Apapun soalnya, isu yang langsung muncul di Timor Timur sejak awal musism kemarau tahun 1974 tidak lain adalah kemerdekaan, apa arti
kemerdekaan dan bagaimana mencapainya. Setelah menggulingkan pemerintahan Caetano pada 25 April, kemudian
juga memecat gubernur-gubernur di koloni-koloni Afrika dan menggantikan mereka dengan orang-orang dari Movimento das Forcas Armadas MFA, Gerakan
Angkatan Bersenjata yang menjadi motor penggerak kup Lisboa. Tetapi di Timor, Gubernur Fernando Alves Aldeia tetap menduduki jabatannya beberapa
bulan setelah April 1974, yang menjadi bulan-bulan ketidakpastian mengenai keinginan Portugal tentang masa depan Timor. Masa ini berakhir pada tanggal 18
November 1974 dengan kedatangan gubernur baru, Kolonel Mario Lemos Pires dan stafnya yang dijuluki MFA.
2
Kedatangan gubernur baru dan pembentukan pemerintahan MFA ini bertepatan dengan pengumuman program Partai Fretilin.
Pada saat pembentukan pemerintahan baru, Partai Fretilin telah memaparkan garis besar kebijakannya dan para anggota bertekad menggalang sebanyak mungkin
orang Timor Timur untuk mendukung programnya, yang bertujuan pokok untuk merdeka.
Kolonel Mario Lemos Pires pada tahun 1972 berada di Amerika Serikat untuk mengikuti pendidikan di sekolah Staf Komando Angkatan Darat di Forth
Leavenworth, negara bagian Kansas. Sesudahnya, ia berdinas dibawah Jenderal
2
Helen Mary Hill, Gerakan Pembebasan Nasional Timor Lorosae. Dili: Yayayasan HAK Sahe Institute For Liberation, 2000., hlm. 117.
Spinola di Guine-Bissau. Di kalangan Partai Fretilin, Lemos Pires disebut “Konservatif Progresif”, seorang yang berkecenderungan konservatif tetapi oleh
keadaan didorong menjadi bersikap radikal daripada yang diinginkannya sendiri.
3
Sebagian stafnya lebih berani dan lebih mempercayai penduduk setempat daripada dirinya. Tetapi Partai Fretilin mempercayainya daripada gubernur
sebelumnya karena mereka tahu bahwa MFA memang berniat melakukan dekolonisasi dan Lemos Pires itu bertanggung jawab kepadaq MFA. Di antara
orang-orang MFA yang dikirim ke Timor ada lima belas orang mayor yang tugasnya adalah menangani proses dekolonisasi. dua di antaranya adalah Mayor
Fransisco Mota yang ditunjuk sebagai kepala kantor urusan politik dan Mayor Costa Jonatas, kepala kantor komunikasi sosial. Dua orang ini lebih dekat pada
arus pemikiran radikal di dalam MFA yang telah menghasilkan penolakan pasukan-pasukan Portugis untuk meneruskan perang dikoloni-koloni Afrika dan
mendorong terjadinya revolusi di Portugal. Mereka yang menjadi wakil yang terpilih melalui pemilihan dalam angkatan bersenjata Portugis di Timor untuk
duduk dalam komisi koordinasi MFA di Lisboa. Secara umum diakui di Dili bahwa sebagai Panglima Gubernur Lemos Pires mengetuai MFA tetapi ia tidak
mengontrolnya. Salah satu prioritas pertama pemerintahan MFA di Timor adalah
membentuk komisi dekolonisasi. gubernur yang baru dan stafnya tiba di Timor dengan mambawa gagasan tentang dekolonisasi berdasarkan pengalaman mereka
di Afrka dan di Portugal. Pengetahuan mereka tentang keadaan Asia Tenggara
3
Ibid.
sangat sedikit. Di antara teknik-teknik yang digunakan di Portugal oleh MFA yang mereka bawa ke Timor adalah program dinamika budaya atau pendidikan
politik, yang terdiri dari serangkaian ceramah tentang konsep-konsep seperti demokrasi, kebebasan, hak universal, pemilihan umum yang bebas, sosialisme,
dan lain-lain, yang diberikan oleh anggota-anggota MFA bekerja sam dengan wakil-wakil semua perkumpulan politik. Mereka juga membawa gagasan
mengenai pemindahan kekuasaan termasuk suatu model tentang dewan perwakilan dan pemerintahan peralihan yang disusun berdasarkan model yang
sedang mereka bentuk di Angola. Bulan Desember 1974 pemerintahan MFA mengumumkan bahwa mereka
akan membentuk dewan penasehat yang terdiri dari wakil-wakil tiga perkumpulan partai politik yang diakui; Fretilin, UDT, dan Apodeti.
4
Pemerintahan MFA menganggap dewan penasehat sebagai langkah pertama ke arah pembentukan
4
Meskipun kata “partai” sering digunakan untuk menyebut tiga kelompok ini, secara ketat mereka adalah perkumpulan politik karena Portugis
masih dalam proses menyusun peraturan yang akan melegalkan partai-partai politik, peraturan ini belum berlaku ketika UDT melakukan kup pada Agustus
1975. Selain Partai Fretilin, UDT ,dan Apodeti ada tiga perkumpulan politik lain yang dibentuk namun tidak diakui oleh Portugis karena dukungan mereka tidak
memadai. Mereka adalah Partido Trabhalista Partai Buruh, yang dekat dengan UDT, Associacao Popular Monarquica Timorense Perkumpulan Monarki
Kerakyatan Timor, yang kemudian menjadi KOTA Klibur Oan Timor AsswainPerkumpulan Ksatria Timor yang beranggotakan pewaris-pewaris
penguasa tradisional yang di geser oleh Portugis setelah tahun 1912, dan ADITLA Associacao Democratica Intergracao Timor-Leste na
AustraliaPerkumpulan Demokratis Integrasi ke dalam Australia yang berupaya meminta Australia mengambil alih tanggung jawab Portugal dan membentuk
suatu” trust territory” wilayah perwalian seperti di New Guinea. Meskipun kelompok terakhir ini sangat populer, Australia menolah sepenuhnya dan karena
itu Portugal tidak mengakuinya sebagai perkumpulan politik yang absah. Helen Mary Hill, Gerakan Pemebebasan Nasional Timor Lorosae. Dili: Yayasan HAK
dan Sahe Institute for Liberation, 2000., hlm. 119.
pemerintahan peralihan. MFA di Portugal tidak mendukung keputusan yang dini mengenai masa depan status politik wilayah ini tetapi merasa bisa membuat
kemajuan di bidang-bidang kebijakan yang akan disepakati tiga partai, yaitu pembangunan jalan atau kontrak pengembangan sumber minyak bumi.
Rencana asli untuk dewan penasehat adalah adanya sebuah kelompok yang beranggotakan tiga orang penasehat dari tiap-tiap partai yang akan bekerja
sama dengan pemerintah Portugis paling tidak selama dua tahun. Kemudian tiga tahun berikutnya bdewan yang sama akan bekerja, sementara unsurr-unsur
pemerintahan mulai terbentuk, tiga sekretaris negara, satu orang dari setiap partai, akan berkonsultasi dengan komisaris tinggi dari Portugal. Tahap ketiga adalah
dewan penasehat terus bekerja, pemerintahan peraliahan terus meningkatkan tanggung jawabnya dan terbentuk majelis yang akan memutuskan bentuk
pemerintahan mendatang serta menyusun undang-undang dasar setelah kemerdekaan atu pilihan lain yang diambil. Dalam rancangan ini, keputusan akhir
tentang status politik Timor Timur akan dibuat oleh majelis yang dibentuk melalui pemilihan umum dan tidak diputuskan melalui referendum. Para perwira MFA
yang membahas usulan ini dengan sebuah delegasi anggota-anggota parlemen Australia pada bulan Maret 1975 mengatakan bahwa mereka menganggap jadwal
waktu yang mereka buat itu bisa saja diperpendek.
5
Setelah sampai di Timor Portugis, salah satu hal yang dilakukan oleh Gubernur Lemos Pires dan stafnya adalah membuka pengaduan mengenai orang-
5
Ibid., hlm. 120.
orang yang menjadi agen
6
sehingga mereka bisa diperiksa. Tetapi, menurut wawancara-wancara yang dilakukan oleh Jill Jolliffe dengan para pejabat
Portugis, tidak ada orang yang mengajukan tuntutan terhadap siapapun agen, bahkan Partai Fretilin juga tidak mengajukan tuntutan. Karena tidak ada
pengaduan, pemerintahan MFA tidak bisa mengambil tindakan resmi terhadap bekas-bekas agen, kecuali menganjurkan agar mereka meninggalkan hal-hal yang
dulu mereka lakukan.
7
Bulan November 1974 Lemos Pires mengatakan bahwa dirinya bertekad menciptakan suatu iklim dalam mana rakyat Timor mendapat
waktu yang banyak ubtuk memilih sendiri masa depan mereka. Orang-orang MFA menyadari bahwa dalam misi pembudayaan Portugis selama empat abad itu tidak
ada pengalaman seperti ini, tetapi mereka masih yakin bahwa diri mereka sendiri bisa menjadi pemikul tugas pencerahan yang bisa memperbaiki kesalahan
pengelolaan 400 tahun penjajahan. Para pemimpin MFA yang baru, kelihatan mempersiapkan diri menerima
keadaan bila integrasi Timor Timur terjadi. Tetapi tim yang dikirim ke Dili untuk mengawasi proses dekolonisasi tampak memiliki pandangan yang agak berbeda.
Sebagai pendukung gagasan Spinola, Lemos Pires cenderung yakin bahwa kemerdekaan Timor Timur bisa diupayakan, tetapi tetap dalam sebuah federasi
kultural Portugis. Memang tidak ada pengarahan untuknya dalam menjalankan
6
Para memimpin Partai Fretilin mengatakan bahwa sejumlah partisipan UDT dengan siapa mereka harus duduk bersama dan membahas kebijakan
adalah orang-orang yang menjadi agen-agen PIDE atau DGS atau anggota- anggota Partai Caetanois, Accao Naicional Popular Aksi Kerakyatan Nasional
yang memburu-buru mereka ketika mereka bergerak di bawah tanah.
7
Jolliffe Jill, East Timor: nationalism colonialsm, St.Lucia, Univ.of Queensland Press, 1978, hlm. 9.
tugas sebagai gubernur. Tapi ia mempunyai tujuan menjaga perdamaian, menciptakan demokrasi, dan mengatur agar proses penentuan nasib sendiri
berlangsung dalam kerangka tersebut. Penasehat politik utamanya, Jonatas dan Mota, telah lama bekerja di Timor Tinur. Keyakinan mereka pada ide penentuan
nasib sendiri dan pencapaian kemerdekaan lebih kuat daripada Gubernur Lemos Pires. Masalahnya menurut mereka adalah bagaimana menciptakan kondisi yang
memungkinkan penduduk Timor Timur secara realistik bisa ikut serta dalam proses penentuan nasib sendiri.
8
2. Partai Fretilin dan UDT Membentuk Koalisi
Pires lebih menitik-beratkan kegiatan bagi elit politik pemerintahan, dengan tujuan jangka panjang untuk mengawasi pembentukan negara baru.
Karenanya ia dan Jonatas amat prihatin pada konflik antar partai politik yang menghalangi munculnya elite semacam itu. Walaupun Apodeti kemudian makin
kalah pamor. Tetapi mereka tetap khawatir, terutama melihat konflik antara UDT dan Fretilin. Akhirnya Pires berkesimpulan bahwa perlu ada koalisi antara dua
partai politik tersebut, karena itu akan menjadi pelindung yang kuat untuk berhadapan dengan Indonesia. Masuk akal jika salah satu tindakan pertama
gubernur adalah mendirikan komite dekolonisasi dengan mengundang tiga partai utama untuk berunding. Tetapi Apodeti menolak hadir, sedangkan UDT dan
Fretilin mulai membahas usulan koalisi dari Portugis tersebut. Pada tanggal 21 Februari 1975, Partai Fretilin dan UDT mengeluarkan komunikehasil
8
John G. Taylor, op cit, hlm. 70.
perundingan bersama yang mengumumkan bahwa mereka membentuk koalisi. Koalisi ini didasarkan kesamaan program kedua partai, yaitu:
1. Kemerdekaan sepenuhnya bagi rakyat Timor Timur.
2. Menolak Apodeti.
3. Menolak integrasi dengan negara lain, yaitu Indonesia. Tetapi
berhubungan baik dengan semua negara di dunia termasuk Indonesia.
4. Menolak kolonialisme, neo-kolonialisme, dan imperialisme.
5. Mengakui dekolonisasi dan menjadikan bahasa Portugis sebagai
bahasa resmi Timor Timur. 6.
Meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB mendukung Portugal dalam proses dekolonisasi.
7. Pembentukan pemerintahan peraliahn yang terdiri dari Partai
Fretilin, UDT, dan pemerintah Portugis.
9
Perundingan-perundingan yang diselenggarakan untuk koalisi ini kebanyakan dilakukan oleh Jose Ramos Horta, selaku Sekretaris Komite Politik
Partai Fretilin dan Domingos de Oliviera, selaku Sekretaris Jendral UDT yang mengajukan dokumen ini kepada partai masing-masing untuk mendapatkan
persetujuan. Pembentukan koalisi ini sangat didukung oleh pemerintah MFA, khususnya Jonatas dan Mota yang menganggapnya sebagai satu langkah ke arah
pembentukan front nasional yang mereka inginkan. Akan tetapi mereka tidak menyukai pasal yang ke 2 yang menyebutkan “menolak Apodeti”. Hal itu menjadi
9
Helen mary hill, op cit, hlm 144.
salah satu asas utama koalisi dan terus menyuarakan harapan agar Apodeti pada masa kemudian diperbolehkan bergabung dalam koalisi.
10
Sebagian pemimpin UDT berharap dengan terbentuknya koalisi ini akan membantu menaikkan citra nasionalis UDT dan membantu menghentikan arus
anggota yang keluar dari partai ini. Sejumlah pemimpin UDT yang nasionalis yang sejalan dengan para pemimpin Partai Fretilin dengan program politik
bersama dan berusaha mengalahkan mereka dalam mengecam Apodeti dan menolak Integrasi. Pada satu saat mereka bahkan mengalahkan Fretilin dalam
mengutuk neo-kolonialisme. Koalisi antara Partai Fretilin dan UDT tidak berlangsung lama, UDT
menyatakan keluar dari koalisi karena disebabkan adanya issu pengkomunisan yang akan dilakukan oleh Partai Fretilin. Issu ini bermula saat Ketua UDT
Fransisco Lopez da Cruz dan Wakil Ketua UDT Costa Mausinho berkunjung ke Jakarta. Semua pejabat Indonesia yang bertemu dengan mereka, termasuk letnan
Jenderal Ali Murtopo dan Jenderal Surono menegaskan kekhawatiran Indonesia terhadap bahaya komunisme, dan menyarankan kepada UDT untuk membentuk
front bersama Apodeti untuk menentang komunisme.
10
Hal ini sebagaian memperlihatkan bahwa perwira MFA tidak begitu mengerti bahwa salah satu tujuan utama koalisi adalah membuat Apodeti tetap
berada di luar medan politik yang absah. MFA khawatir terhadap Apodeti, bukan karena besarnya kekuatan mereka tetapi karena Indonesia bisa berbuat sesuatu
kalau mereka dianggap melakukan disriminasi terhadap Apodeti. Sebagian orang-orang dari MFA ini berharap agar Apodeti bisa dirayu untuk membuang
rencana integrasinya dan menjadi perhimpunan persahabatan dengan Indonesia. Menurut mereka ini bisa menjadi dasar bagi sebuah front nasional karena Partai
Fretilin dan UDT juga meyakini persahabatan dengan Indonesia.
Hubungan antara dua rekan koalisi merosot setelah kunjungan ke Jakarta tersebut. Tidak lama setelah sekembalinya dari Jakarta dan Australia, Fransisco
Lopez da Cruz dan Costa Mausinho ditanyai oleh Partai Fretilin perihal pernyataan mereka di Jakarta yang nadanya merusak kesepakatan koalisi. Partai
Fretilin meminta mereka untuk menyangkal kerja sama dengan Apodeti, akan tetapi penyangkalan ini tidak pernah dibuat. Akhirnya pada tanggal 27 Mei 1975
pimpinan UDT mengeluarkan pernyataan mundur dari koalisi. UDT menuduh Fretilin melanggar prinsip-prinsip yang diuraikan dalam dokumen dasar koalisi
dan menciptakan suasana tidak aman di kalangan rakyat. Partai Fretilin menjalankan garis politik yang bisa membahayakan kemerdekaan Timor Timur
karena membahayakan keamanan dalam negeri dan stabilitas politik.
B. Upaya Indonesia untuk memecahkan masalah dekolonisasi Timor Timur