Peranan Australia dalam Proses Lepasnya Timor Timur dari NKRI pada Tahun 1999

(1)

PERANAN AUSTRALIA DALAM PROSES LEPASNYA TIMOR

TIMUR DARI NKRI PADA TAHUN 1999

SKRIPSI

NOVI HARIANI 090906026

DOSEN PEMBIMBING : Drs. Heri Kusmanto, M.A, Ph.D

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahan dan diperbanyak oleh Nama : Novi Hariani

NIM : 090906026 Departemen : Ilmu Politik

Judul : Peranan Australia dalam Proses Lepasnya Timor Timur dari NKRI pada Tahun 1999

Menyetujui:

Ketua Departemen Ilmu Politik, Dosen Pembimbing,

(Dra. T. Irmayani,M.Si) (Drs. Heri Kusmanto, M.A, Ph.D)

NIP. 196806301994032001 NIP. 196410061998631002

Mengetahui: Dekan FISIP USU,

(Prof. Dr. Badaruddin, M.Si) NIP. 196805251992031002


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

NOVI HARIANI (090906026)

Peranan Australia Dalam Proses Lepasnya Timor Timur Dari NKRI Pada Tahun 1999.

Rincian isi Skripsi, 91 halaman, 23 buku, 3 jurnal, 7 situs internet, 7 koran, 1 skripsi. (Kisaran buku dari tahun 1989-2014)

ABSTRAK

Penelitian ini mencoba menguraikan tentang sejarah integrasi dan lepasnya Timor Timur dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta melihat peranan Australia dalam proses lepasnya Timor timur dari NKRI. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mendeskripsikan awal bergabungnya Timor Timur dengan Indonesia dan proses lepasnya Timor Timur dari Indonesia, serta sikap Australia dalam proses lepasnya Timor Timur dari NKRI.

Bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif analisis yang fokus terhadap peranan Australia dan sikap Australia dalam proses lepasnya Timor Timur (referendum) dari NKRI. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini melalui studi pustaka (library research) dengan mengumpulkan sumber-sumber/bahan antara lain melalui buku, jurnal ilmiah, dan penelusuran internet serta media cetak.

Hasil penelitian ini menunjukkan peranan Australia dalam proses referendum. Dimana Australia berperan aktif baik dalam pasukan keamanan PBB INTERFET, yang di dalamnya Australia sebagai penanggung jawab pasukan inti dan logistik serta Australia menyumbang pasukan paling banyak. Persiapan untuk referendum UNAMET dan juga tim pemerintahan transisi untuk Timor Timur UNTAET, sekaligus sikap Australia yang terlihat memberikan reaksi yang cepat dalam proses referendum dan terkesan sangat mengupayakan Timor Timur untuk mendapatkan kemerdekaan serta memiliki kepentingan sendiri dalam lepasnya Timor Timur dari Indonesia.


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

NOVI HARIANI (090906026)

Australia's Role In The Process Of The Loss Of East Timor From Indonesia In 1999. Details of the contents of the thesis, 91 pages, 23 books, 3 journals, 7 internet sites, 1 thesis, 7 paper. (The range of books from 1989 to 2014)

ABSTRACT

This research describes about the history of the integration and the loss of East Timor from Indonesia, as well as a look at the role of Australia in the process of the loss of East Timor from Indonesia. The purpose of the writing of this research is to describing the early aspirations of East Timor by Indonesia and the process of the loss of East Timor from Indonesia, and Australia's attitude in the process of the loss of East Timor from Indonesia.

The form of this research is descriptive analyst historical focus on the role of Australia and Australia's attitude in the process of the loss of East Timor (referendum) of Indonesia. The sources of this research through the study of library (library research) by gathering resources/materials among other things via books, scientific journals, and internet searches as well as print media.

The results of this research to show Australia's role in the process of the referendum. Australia takes an important role both in the security forces of the UNITED NATIONS INTERFET, in which australia as the state takes a responsibility of the core troops and logistics as well as contributed the most troops, the team preparation for the referendum and also a UNAMET team governance transition to UNTAET in East Timor, as well as the attitude of Australia that is seen giving a quick reaction in the referendum process and impressed greatly sought for East Timor to independence and has its own interest in the release of East Timor from Indonesia.

Keywords: Australia's Role, The Process Of A Referendum, East Timor, The Interest


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas berkat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa karena penulis diberikan waktu, pikiran, kesehatan, dan kekuatan mental sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dengan judul skripsi “Peranan Australia Dalam Proses Lepasnya Timor Timur Dari NKRI Pada Tahun1999’’. Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat dalam mencapai gelar Sarjana Ilmu Politik pada Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis menyadari akan sejumlah kekurangan dan kelemahan sehingga mengurangi nilai kesempurnaan. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman menulis. Maka denga n kerendahan hati penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang membangun guna perbaikan di masa akan datang.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini,dengan secara khusu s penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Badaruddin,M.si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. T. Irmayani, M.si, selaku Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(6)

3. Bapak Antonius Sitepu , selaku sekretaris Departemen ilmu Politik FISIP USU.

4. Bapak Drs.Heri Kusmanto,M.A.,Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah bersedia menyediakan waktu dan tenaga membimbing penulis serta member dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Seluruh staf pegawai Departemen Ilmu Politik FISIP USU yang telah membantu penulis dalam segala urusan administrasi.

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen dan Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara untuk segala ilmu pengetahuan, bimbingan dan jasa-jasanya hingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan.

7. Terimakasih saya kepada kedua orang tua saya Bapak Samri Ginting dan Ibu Elisabet Setiawati Tarigan atas kasih dan sayang yang tidak pernah terukur yang selalu menerima segala kekurangan anak-anaknya dan memberi dukungan.

8. Terimakasih saya kepada tiga saudara kandung saya, Septa Prasiswanti Ginting,S.Pd, Ribka Endamia Ginting, T. Nathanael Ginting. Thank you for the support

9. Terimakasih kepada sahabat terdekat Try Edo Ati Pinem, S.IP, Meilyska Purba, S.IP, perjalanan kita masih panjang ayo kita capai cita-cita kita. Jimmy. C. Sinaga, S.IP ( semoga menikah di tahun 2017), Ian Pasaribu,S.IP (semoga tercapai cita-citamu dan sukses buat S2 mu), dan Leonard Varera Tampubolon, S.IP (thank you for your help) ” dan kawan-kawan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.


(7)

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik guna menyempurnakannya. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak terkait.

Medan, Juni 2015


(8)

Karya ini dipersembahkan untuk Ibunda dan Ayahanda Tercinta


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 7

F. Kerangka Teori ... 9

F.1 Teori Kepentinagan Nasional ... 9

F.2 Teori Intervensi ... 12

F.3 Teori Interaksi Internasional ... 14

G. Metodologi Penelitian ... 16

G.1 Jenis Penelitian ... 17

G.2 Teknik Pengumpulan Data... 17

G.3 Teknik Analisis Data ... 18

F. Sistematika Penulisan ... 20

BAB II DISINTEGRASI TIMOR TIMUR DARI INDONESIA A. Gambaran Umum Timor Timur ... 21

B. Proses Bergabungnya Timor Timur Sebagai BagianDari Indonesia ... 27

C. Lepasnya Timor Timor dari NKRI ... 33

C.1 Tawaran (Opsi) Penyelesaian Persoalan Timor Timur ... 34

C.2 Jajak Pendapat... 44

D. Faktor-Faktor Disintegrasi ... 49

D.1 Faktor Kegagalan Diplomasi ... 49

D.2 Faktor Militer ... 51

D.3 Faktor Kekecewaan Masyarakat kepada Pemerintah, TNI/Polri, dan Kaum Pendatang ... 52


(10)

E. Posisi Australia Selama Masa Referendum Di Timor Timur ……… 54

BAB III PERANAN AUSTRALIA DALAM PROSES LEPASNYA TIMOR TIMUR DARI NKRI TAHUN 1999 A. Peran Australia dalam Referendum Timor Timur... 57

B. Sikap Australia yang Mendukung Lepasnya Timor Timur ... 64

B.1 Sikap dalam Jajak Pendapat 1999 ... 74

B.2 Latar Belakang Sikap Australia ... 78

B.2.1 Latar Belakang Kepentingan Politik ... 78

B.2.2 Latar Belakang Kepentingan Ekonomi ... 80

B.2.3 Latar Belakang Kepentingan Bidang Pertahanan dan Keamanan ... 81

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 85


(11)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

NOVI HARIANI (090906026)

Peranan Australia Dalam Proses Lepasnya Timor Timur Dari NKRI Pada Tahun 1999.

Rincian isi Skripsi, 91 halaman, 23 buku, 3 jurnal, 7 situs internet, 7 koran, 1 skripsi. (Kisaran buku dari tahun 1989-2014)

ABSTRAK

Penelitian ini mencoba menguraikan tentang sejarah integrasi dan lepasnya Timor Timur dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta melihat peranan Australia dalam proses lepasnya Timor timur dari NKRI. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mendeskripsikan awal bergabungnya Timor Timur dengan Indonesia dan proses lepasnya Timor Timur dari Indonesia, serta sikap Australia dalam proses lepasnya Timor Timur dari NKRI.

Bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif analisis yang fokus terhadap peranan Australia dan sikap Australia dalam proses lepasnya Timor Timur (referendum) dari NKRI. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini melalui studi pustaka (library research) dengan mengumpulkan sumber-sumber/bahan antara lain melalui buku, jurnal ilmiah, dan penelusuran internet serta media cetak.

Hasil penelitian ini menunjukkan peranan Australia dalam proses referendum. Dimana Australia berperan aktif baik dalam pasukan keamanan PBB INTERFET, yang di dalamnya Australia sebagai penanggung jawab pasukan inti dan logistik serta Australia menyumbang pasukan paling banyak. Persiapan untuk referendum UNAMET dan juga tim pemerintahan transisi untuk Timor Timur UNTAET, sekaligus sikap Australia yang terlihat memberikan reaksi yang cepat dalam proses referendum dan terkesan sangat mengupayakan Timor Timur untuk mendapatkan kemerdekaan serta memiliki kepentingan sendiri dalam lepasnya Timor Timur dari Indonesia.


(12)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

NOVI HARIANI (090906026)

Australia's Role In The Process Of The Loss Of East Timor From Indonesia In 1999. Details of the contents of the thesis, 91 pages, 23 books, 3 journals, 7 internet sites, 1 thesis, 7 paper. (The range of books from 1989 to 2014)

ABSTRACT

This research describes about the history of the integration and the loss of East Timor from Indonesia, as well as a look at the role of Australia in the process of the loss of East Timor from Indonesia. The purpose of the writing of this research is to describing the early aspirations of East Timor by Indonesia and the process of the loss of East Timor from Indonesia, and Australia's attitude in the process of the loss of East Timor from Indonesia.

The form of this research is descriptive analyst historical focus on the role of Australia and Australia's attitude in the process of the loss of East Timor (referendum) of Indonesia. The sources of this research through the study of library (library research) by gathering resources/materials among other things via books, scientific journals, and internet searches as well as print media.

The results of this research to show Australia's role in the process of the referendum. Australia takes an important role both in the security forces of the UNITED NATIONS INTERFET, in which australia as the state takes a responsibility of the core troops and logistics as well as contributed the most troops, the team preparation for the referendum and also a UNAMET team governance transition to UNTAET in East Timor, as well as the attitude of Australia that is seen giving a quick reaction in the referendum process and impressed greatly sought for East Timor to independence and has its own interest in the release of East Timor from Indonesia.

Keywords: Australia's Role, The Process Of A Referendum, East Timor, The Interest


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Timor timur atau yang sekarang lebih dikenal sebagai Timor Leste dulunya merupakan salah satu bagian dari NKRI sebelum memutuskan untuk merdeka dari Indonesia. Timor Leste pada awalnya merupakan daerah jajahan negara Portugis yang mulai menjajah Timor Leste pada pertengahan abad 15, terjadi pergolakan besar di Portugal yaitu Revolusi Bunga”, pada saat itu Portugal memberikan kemerdekaan kepada semua daerah jajahan nya termasuk juga Timor leste pada saat itu.Timtim dipandang sebagai bagian integral negara Portugal.Tanggal 25 Maret di Portugal meletus Revolusi Bunga.Dampak revolusi tersebut menghasilkan keputusan untuk memberikan pemerintahan sendiri kepada Timtim.1

Setelah terbentuk pemerintahan transisi, secara bertahap wilayah Timtim direncanakan akan dimerdekakan. Merespon hal tersebut, warga mulai mendirikan partai-partai politik.2Partai politik tersebut antara lain partai UDT (Uniao Democratica Timorense), Fretelin (Frente Revolutionaria de Timor Leste Independente), dan Apodeti (Associacao Populler democratic Timorense)3.Selain partai tersebut muncul partai kecil Kota dan Trabalista yang sehaluan dengan Apodeti.Partai UDT bertujuan untuk memperjuangkan agar Timtim tetap di bawah Portugal.Fretelin bertujuan untuk

1

A. Kardiyat Wiharyanto. 2011. Sejarah Indonesia dari Proklamasi Sampai Pemilu 2009. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, hlm. 201

2

Syamsul Hadi, Andi Widjajanto, dkk. 2007. Disintegrasi Pasca Orde Baru. Jakarta: Cires FISIP UI, hlm. 188.

3

Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto 1993.Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka, hlm. 487.


(14)

otonomi menuju kemerdekaan sendiri, sedangkan Apodeti bertujuan untuk memperjuangkan integrasi Timor Timur dengan Republik Indonesia (RI)4.

Pada masa itu banyak terjadi persaingan antara ketiga partai tersebut dalam mewujudkan tujuan dari masing partai nya. Partai Fretilin yang menganggap semua partai yang lain sebagai saingan kerap melakukan kekerasan kepada anggota dari partai lain sehingga banyak yang mengungsi ke Timor Barat.Pada tanggal 28 November 1975, Fretelin memproklamasikan berdirinya Republik Demokrasi Timor Timur di Dili dan mengangkat Xavier Do Amaral sebagai Presiden. Aksi Fretelin dinyatakan sebagai keputusan sepihak, oleh sebab itu MAC, Apodeti, Kota, dan Trabalista pada tanggal 30 November 1975 juga memproklamasikan penggabungan Timor Timur ke dalam wilayah republik Indonesia di Balibo.5

Pertengahan Desember 1975 Timtim dapat dikuasai oleh pasukan gabungan pro integrasi.Gabungan partai pro integrasi membentuk Pemerintah Sementara Timor Timur (PSTT) dan dibentuk juga DPR sebagai wakil rakyat.Kepala eksekutif PSTT adalah Arnaldo Dos reis Araujo dan Xavier Lopez da Cruz sebagai wakilnya6.

Tanggal 30 Mei 1976, DPR yang disaksikan oleh PSTT mengadakan sidang khusus dengan acara tunggal integrasi Timtim dengan RI. Sidang tersebut menghasilkan keputusan antara lain: pertama, menyampaikan petisi integrasi kepada Pemerintah RI di Jakarta, menyerahkan kepada komisi khusus rumusan petisi

4

A. Kardiyat Wiharyanto. Op. Cit, hlm. 202. 5

A. Kardiyat Wiharyanto. Op. Cit., hlm. 204 6


(15)

integrasi, dan mempercayakan ketua sidang untuk menentukan delegasi.7 Setelah disahkan DPR tanggal 15 Juli 1976, kemudian pada tanggal 17 Juli 1976 Presiden menandatangani Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1976 yang isinya menerima Timtim sebagai bagian dari kedaulatan RI dan menjadikannya sebagai propinsi ke-278 dan diteruskan dengan TAP MPR no. VI tahun 1978, walaupun PBB tidak pernah mengakui bahwa Timtim merupakan bagian dari RI9.

Selama masa bergabung nya timor timur ke Indonesia, banyak terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok Fretilin kepada pemerintahan Indonesia, baik secara militer maupun diplomasi. Dalam masa-masa pemberontakan itu banyak sekali terjadi kekerasan baik dipihak Indonesia maupun di pihak kalompok non-integrasi, selama masa awal kependudukannya kedaulatan Indonesia diakui oleh beberapa Negara dunia salah satunya adalah Australia, walaupun PBB tidak mengakui kedaulatan Indonesia atas Timor Timur. Kondisi status timor timur yang masih dianggap belum jelas menjadi salah satu peneyebab semakin gencar nya kelompok non-integrasi untuk memperjuangkan kemerdekaan nya. Pada masa pemberontakan ini banyak kekerasan yang terjadi diantara kedua pihak dan dianggap sebagai suatu pelanggaran HAM yang berat terutama di pihak Indonesia, salah satunya pada kejadian Santa Cruz yang menyebabkan banyak nya korban yang jatuh.Hingga Indonesia terus menghadapai tekanan Internasional dari negara-negara asing, PBB, serta LSM-LSM Internasional mengenai status Timor Timur.Selain itu, Indonesia

7

A. Kardiyat Wiharyanto. Op. Cit., hlm. 204-205. 8

Syamsul Hadi, Andi Widjajanto, dkk. Op. Cit., hlm. 189 9

Soenarto HM. 2003.Pergulatan Ideologi dalam Kehidupan Berbangsa. Jakarta: Lembaga Putra Fajar, hlm. 94.


(16)

juga menghadapi krisis multidimensional dalam negeri seperti isu ekonomi, politik, dan HAM dijadikan pertimbangan dalam mengatasi posisi Indonesia.

Munculnya tekanan-tekanan dari masyarakat Internasional dalam menanggapi masalah Timor Timur membuat pemerintah Indonesia terpaksa mengeluarkan kebijakan untuk mengakomodasi aspirasi masyarakat Timor Timur.Tekanan ini juga mendorong Pemerintah Indonesia untuk membahas masalah ini ke tingkat Internasional.Karena berbagai upaya diplomasi telah ditempuh selama 24 tahun, tetapi tidak diperoleh kepastian penyelesaian atas masalah ini.Maka pemerintah Indonesia menyerahkan masalah tersebut kepada PBB.

Akhirnya pada Juni 1998, Pemerintah Indonesia mengusulkan untuk memberikan status khusus berupa otonomi luas kepada Timor Timur.Usulan Indonesia itu disampaikan kepada Sekjen PBB.Sebagai tindak lanjutnya PBB mengadakan pembicaraan segitiga antara Indonesia, Portugal, dan PBB10.Indonesia memutuskan untuk melaksanakan jajak pendapat untuk menentukan nasib rakyat Timor Timur yang dilakukan secara langsung. Menanggapi usulan tersebut, pihak-pihak yang berada dalam pembicaraan segitiga di atas menyepakati Persetujuan New York yang mencakup masalah teknis dan substansi jajak pendapat.

Di bulan Januari 1999, diumumkan bahwa Indonesia akan menawarkan otonomi kepada Timor Timur. Rakyat Indonesia diminta memilih apakah Timor Timur tetap menjadi bagian dari Indonesia ataukah Timor Timur menjadi negara

10

Zacky Anwar Makarim, dkk.2003. Hari-Hari Terakhir Timor Timur, Sebuah Kesaksian.Jakarta: PT. Sportif Media Infomasindo hlm 22


(17)

merdeka. Dan rakyat Timor Timur menolak tawaran otonomi ini maka pada tanggal 5 Mei 1999 PBB, Indonesia dan Portugal menandatangani Perjanjian Tripartit yang menyatakan bahwa PBB akan menyelenggarakan referendum di Timor-Timur11.

Dari pembicaraan tiga pihak serta kecaman yang semakin keras dari dunia Internasional, akhirnya pada 30 Agustus 1999 diadakan referendum bagi rakyat Timor Timur. Pada akhirnya, hasil referendum yang dapat menjawab nasib rakyat Timor Timur. Dan pada akhirnya Timor timur mendapatkan kemerdekaannya secarah sah pada tanggal 20 Mei 2002.12

Selama masa referendum terdapat satu Negara yang dianggap sebagai pehlawan dalam menengahi konflik yang terjadi di Timor timur yaitu Australia. Australia diminta oleh PBB untuk memimpin kekuatan internasional di Timor Timur atau International Force in East Timor (INTERFET) dalam menjalankan tugasnya untuk mengembalikan perdamaian dan keamanan di kawasan Timor Timur13. Bahwa pada akhirnya, pasukan Australia lah yang menjadi pahlawan dalam kasus ini. Australia telah memperhitungkan semua ini secara cermat dan tepat. Australia memainkan peranan pokok dalam memobilisasi tanggapan internasional terhadap krisis kemanusiaan yang membayang nyata. Pemerintah menyetujui keterlibatan angkatan internasional pemilihara keamanan di kawasan Timor Timur.

Australia pada masa referendum tersebut terlihat tidak netral karena pasukan Australia lebih berpihak kepada kelompok non-integrasi. Dan lebih mendukung

11

Zacky Anwar Makarim, dkk Ibid. hlm 24. 12

Zacky Anwar Makarim, dkk, Ibid. hlm 26 13


(18)

Timor Timur untuk mendapat kemerdekaan nya. Hal ini sangat membingungkan melihat posisi Australia yang tiba-tiba berubah, karena seperti yang diketahui bahwa diawal integrasi Auatralia adalah Negara yang mengakui kedaulatan Indonesia atas Timor Timur berubah menjadi Negara yang paling menentang Indonesia dan mendukung sepenuhnya kemerdekaan Timor Timur. Perubahan Australia yang secara tiba-tiba menimbulkan banyak pertanyaan14.

Hal ini menjadi sangat menarik bagi penulis untuk mengetahui apa sebenarnya Peranan Australia dalam Proses Lepasnya Timor Timur dari NKRI pada Tahun 1999.

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini dipandang menarik, penting dan perlu untuk diteliti. Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang menyatakan pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau perlu dicari jalan pemecehannya, atau dengan kata lain perumusan masalah adalah merupakan pertanyaan lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti didasarkan pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah15. Atas dasar latar belakang masalah di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

14

Zacky Anwar Makarim, dkk, Ibid. hlm 55-60 15


(19)

1. Apa peranan Australia dalam proses lepasnya Timor Timur dari NKRI tahun 1999

2. Bagaimana sikap Australia dalam proses lepasnya Timor Timur dari NKRI tahun 1999

C. Pembatasan Masalah

Adanya batasan masalah dalam hal ini guna memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian, serta untuk menghasilkan uraian yang sistematis. Adapun batasan-batasan masalah dalam penelitian ini adalah dalam penelitian ini penulis ingin mendeskripsikan apa saja peranan Australia dalam proses lepasnya Timor Timur dari NKRI pada tahun 1999.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah pernyataan mengenai apa yang hendak kita tuju dan capai dalam penelitian ini. Adapun yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan Australia dalam proses lepasnya Timor Timur dari NKRI tahun 1999 dan sikap Australia dalam proses lepasnya Timor Timur

E. Manfaat Penelitian

Dalam sebuah penelitian selain terdapat tujuan penelitian, juga terdapat beberapa manfaat yang selanjutnya berguna daya terhadap orang banyak. Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah :


(20)

1. Secara praktis, adalah sebagai masukan bagi penulis dalam usaha untuk mengetahui hasil-hasil kegiatan politik juga memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi program sarjana strata satu (S1) Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Secara teoritis , penelitian ini bermanfaat untuk mencari khasanah ilmiah dengan kaitan politik dan kepentingan nasional suatu Negara serta melihat relevansi teori-teori yang telah dipelajari dengan kenyataan yang terjadi secara langsung.

3. Manfaat akademis, meliputi :

 Untuk memperluas pemahaman pengetahuan penulis mengenai peranan Australia pada masa lepasnya Timor Timur dari Indonesia. Selain itu, penelitian ini bagi penulis dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis dan sebagai media bagi penulis untuk menghasilkan sebuah karya ilmiah.

 Penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan teori-teori politik yang tentu saja berkaitan dengan masalah yang diteliti oleh penulis yakni teori tentang peranan Australia dalam lepasnya Timor Timur dari NKRI. Melalui pemaparan dari teori ini diharapkan mampu memberikan masukan pemikiran-pemikiran baru bagi civitas akademika yang nantinya juga akan melakukan penelitian perihal yang sesuai dengan masalah tersebut.


(21)

F. Kerangka Teori

F.1 Teori Kepentingan Nasional

Teori yang pertama di pakai oleh peneliti pada penilitian ini adalah teori kepentingan nasional, karena teori ini sangat penting untuk menjela skan dan memahami perilaku internasional serta dasar untuk menjelaskan perilaku luar negeri suatu Negara. Kepentingan nasional merupakan salah satu teori yang paling dikenal luas di kalangan hubungan Internasional dan politik luar negeri, karena konsep ini adalah tujuan yang paling mendasar dan faktor yang menetukan yang menjadi pemandu para pembuat keputusan dalam merumuskan politik luar negeri sebuah Negara. Selain itu konsep ini juga sering digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan politik luar negeri atau evaluasi suatu Negara.

Bagi para penganut realis, kepentingan nasional dianggap sebagai upaya Negara untuk mengejar power, dimana power adalah segala sesuatu yang dapat mengembangkan dan memelihara control terhadap Negara lain. Hubungan kekuasaan atau pengendalian ini dapat melalui teknik pemaksaan atau kerjasama.Karena itu kekuasaan dan kepentingan nasional dianggap sebagai sarana sekaligus tujuan dari tindakan suatu Negara secara khas untuk bertahan hidup dalam kancah perpolitikan internasional.

Konsep kepentingan nasional dapat diartikan secara minimum sebagai suatu kepentingan untuk kesejahteraan umum, hak untuk mempertahankan kelangsungan hidup suatu Negara, hak, kepentingan ekonomi, hak perlindungan hukum.Dalam arti yang lebih khusus yaitu untuk mempertahankan dan memelihara identitas politik dan


(22)

kulturalnya.Agar kepentingan nasionalnya terwujud, suatu Negara bisa saja membuat suatu kerjasama atau bahkan konflik sekalipun16. Konsep kepentingan nasional juga mempunyai indikasi dimana Negara atau state berperan sebagai aktor utama di dalam formulasi politik yang merdeka berdaulat. Selanjutnya, di dalam mekanisme interaksinya masing-masing Negara atau aktor berupaya untuk mengejar kepentingan nasionalnya. Kepentingan inilah yang akhirnya diformulasikan kedalam konsep “power”.kepentingan “interest” di defenisikan kedalam terminologi power.17

Menurut Joseph Franked, kepentingan nasional tidak bisa di defenisikan secara sempit dengan mengabaikan kepentingan-kepentingan moral, religi, dan kepentingan kemanusian18.

Menurut Nicholas Spykman, mengatakan bahwa kepentingan nasional juga mencakup kepentingan moral, religi, kebudayaan, dan sebagainya. Tetapi untuk mengejar kepentingan-kepentingan ini tetap diperlukan power yang mencukupi.19

Menurut Paul Seabury konsep kepentingan nasional secara normative dan deskriptif. Secara normative konsep kepentingan nasional berkaitan dengan kumpulan cita-cita suatu bangsa yang berusaha dicapai melalui hubungan dengan Negara lain. Namun tidak sekedar cita-cita mengejar power saja, melainkan ada juga cita-cita

16

K.J. Holsti. International politics: A Framework for analysis. Fourth Edition, Terj. M. Tahir Azhary.

Jakarta : Erlangga, 1991. Hlm. 31-32 17

J. Frankie. Hubungan Internasional, Terj. Laila H. Hasyim. Jakarta : Bumi Aksara, 1991 18

Raulish, Kepentingan Nasional dalam Realisme, diakses pada 8 Maret 2014 dari http://blog.ub.ac.id/raulisilviana/2010/06/09/kepentingan-nasional-dalam-realisme/.

19 Ibid.


(23)

lainnya.Sedangkan secara deskriptif kepentingan nasional sebagai tujuan yang harus dicapai suatu bangsa secara tetap melalui kepemimpinan pemerintah20.

Hans J. Morgenthau mengatakan bahwa konsep kepentingan nasional merupakan usaha dari suatu Negara untuk mengejar “power”, power dianggap sebagai segala sesuatu yang mengembangkan dan memelihara kontrol suatu Negara terhadap Negara lain21. Lebih lanjut di dalam bukunya “ The Concept of Interest Defined in Terms of Power”, power menurut Morgenthau berada di antara nalar, akal, atau “reason” yang mencoba untuk memahami politik internasional dengan fakta-fakta yang harus di pahami. Atau dapat dikatakan bahwa power adalah instrumen penting untuk mencapai suatu kepentingan nasional. Konsep kepentingan nasional dianggap sama dengan konsep yang umum didalam dua hal yaitu kesejahteraan umum dan perlindungan hukum. Konsep ini memuat arti minimum yang inheren, yaitu kepentingan nasional sebuah Negara adalah melindungi identitas fisik, politik, dan kultural Negara tersebut dari Negara atau bangsa lain.

Hans J. Morgenthau juga menyampaikan pandangannya sebagai berikut: “ The concept of the national interest then contains two elements,one of this is logically required and in that sense necessary, and one that is variable and determined by circumstance”22

.

20 Ibid. 21

Scott Burchill dan Andrew Linklater, Teori-Teori Hubungan Internasional, (Penj. M. Sobirin). Bandung : Nusamedia, 2009. hlm 103.

22


(24)

Dengan demikian menurut Morgenthau kepentingan nasional juga di dasarkan pada dua elemen yaitu, pertama di dasarkan pada pemenuhan kebutuhan sendiri, yang kedua mempertimbangkan berbagai kondisi lingkungan strategi di sekitarnya. Dalam memenuhi kebutuhan sendiri dapat di peroleh dengan dengan cara melindungi kelangsungan hidup bangsa dalam mempertahankan kedaulatan integritas wilayah nasional, sistem politik, dan identitas budaya dari ancaman bangsa lain. Sedangkan dalam pertimbangan berbagai kondisi lingkungan di lakukan dengan menjalankan kebijakan politik luar negeri melalui upaya diplomasi demi terciptanya perdamaian dunia

F.2 Teori Intervensi

Dalam proses lepasnya Timor leste dari Indonesia tidak terlepas dari adanya campur tangan atau pun intervensi dari pihak Australia yang pada saat itu sangat berperan aktif. Untuk menjelaskan bagaimana intervensi Australia ke timor timur maka peneliti menggunakan konsep intervensi agar dapat menjelaskan bagaimana intervensi yang dilakukan oleh Australia pada Timor timur.

Intervensi adalah campur tangan suatu Negara terhadap urusan dalam negeri Negara lainnya dengan maksud baik untuk memelihara atau mengubah keadaan atau barang di Negara tersebut. Selain itu adapun defenisi intervensi adalah campur tangan yang berlebihan dalam urusan politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Sehngga Negara


(25)

yang melakukan intervensi sering dibenci Negara lain.Menurut J.G. Starke, intervensi dibedakan menjadi tiga, yaitu23:

1. Intervensi “Intern” (Internal Intervention); Misalnya suatu Negara campur tangan diantara pihak-pihak yang bertikai disuatu Negara lainnya yang bersifat mendukung pemerintah Negara tersebut atau pihak pemberontak.

2. Intervensi “Ekstern” (External Intervention); Misalnya suatu Negara melakukan campur tangan dengan mengadakan hubungan dengan Negara lain, umumnya dalam keadaan yang bermusuhan.

3. Intervensi “Penghukuman” (Punitive Intervention); Merupakan suatu tindakan pembalasan (areprisal) melalui tindakan perang kecil sebagai pembalasan terhadap kerugian yang di timbulkan oleh Negara lainnya. Selain itu intervensi juga dibagi kedalam dua bentuk lain yaitu24:

 Intervensi Unilateral

Intervensi unilateral merupakan campur tangan suatu Negara terhadap Negara lain yang berada dalam konflik dengan dasar menjaga keamanan bersama (collective security). Situasi konflik ini menambah tanggapan militer, seperti tindakan polisi. Intervensi militer bersumber dari pemerintahan suatu Negara sama halnya dengan intervensi diplomatic dengan cara mengadakan

23

. Georffrey Robinson,Timor Timur 1999 Kejahatan terhadap Umat manusia, 2003, hal 35

http://perpustakaan-elsam.or.id/opac/index.php?p=show_detail&id=3366 Diakses tanggal 10 Maret 2014

24 Ibid.


(26)

perjanjian dengan Negara yang tengah mengalami konflik internal didasarkan pada sikap dan tindakan yang meyakinkan.

 Intervensi Multilateral

Intervensi multilateral merupakan campur tangan Negara-negara lain dalam konflik suatu Negara dibawah paying PBB sebagai organisasi internasional.disini suatu Negara akan melakukan campur tangan dengan mangadakan hubungan dengan Negara lain.

F.3 Teori Interaksi Internasional

Interaksi internasional merupakan keseluruhan proses komunikasi dan pertukaran yang berkaitan dengan aspek-aspek politis antara aktor-aktor di dalam sistem internasional, dimana di dalam proses tersebut akan terlihat tujuan-tujuan, sumber-sumber, dan perilaku dari aktor-aktor tersebut yang akan dipengaruhi oleh konteks dan tingkatan (level) di mana proses tersebut muncul dan bekerja.

Bentuk-bentuk interaksi dapat dibedakan berdasarkan keterlibatan pihak-pihak yang melakukan interaksi, ditinjau dari jumlah intensitas interaksi, dan pola interaksi yang dijalankan oleh masing-masing pihak.

Dalam hubungan internasional, interaksi yang terjadi antar aktor dapat dikenali karena adanya faktor-faktor reccurent, accommodate, ignore, pretend, bargain, dan resist dari berbagai macam aksi negara lain.


(27)

Untuk dapat memahami pola-pola interaksi yang terjadi diantara para pelaku/negara, maka dapat ditinjau melalui25.

1. Scale, berhubungan dengan jumlah dan tipe aktor-aktor yang terlibat dalam arena geografis, dimana interaksi tersebut bekerja secara cakupan isu yang menjadi objek interaksi.

2. Directions, berhubungan dengan arah mana interaksi tersebut cenderung memihak.

3. Internsity, berhubungan dengan intensitas dan interaksi pada jumlah yang continity hal tersebut dilaksanakan.

4. Duration, berhubungan dengan masa interaksi tersebut berlangsung apakah berlangsung secara permanen, terinstruksi secara formal ataukah hanya secara temporer dan trasier.

Sedangkan Keohane, Robert, and Joseph S Nye menyatakan bahwa interaksi internasional sebagai pergerakan berbagai hal yang membahas tapal batas negara dimana terdapat sekurang-kurangnya salah satu aktor yang mewakili suatu organisasi pemerintah atau antar pemerintah. Untuk itu terdapat pengelompokkan interaksi internasional pada tiga bentuk, yaitu26 :

1. Interaksi antara negara dengan negara.

2. Interaksi antara negara dengan aktor bukan negara

3. Interaksi antar aktor bukan negara dengan aktor bukan negara.

25

Sulfri Jusuf, S.H. Hubungan Internasional dan Politik Luar Nageri. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1989. Hlm. 70

26


(28)

Dalam interaksi antar negara terdapat hubungan pengaruh dan respons.negara memberikan pengaruh langsung ataupun tidak langsung yang dituntut harus dapat menentukan sikap melalui respons, manifestasi dalam hubungannya dengan negara lain untuk mempengaruhi atau memaksa pemerintah untuk memaksa keinginan politik negara bersangkutan.

Menyangkut keinginan politik dari masing-masing negara, didasarkan pada kepentingan nasional masing-masing negara, baik kepentingan yang berasal dari lingkungan internal maupun eksternal. Bentuk interaksi yang dilaksanakan suatu negara untuk tujuan memenuhi kepentingan nasional, maka suatu negara tidak dapat terlepas dari kebijakan yang ditujukan ke luar negara (politik luar negeri), maupun politik yang menjangkau kondisi domestik (politik dalam negeri).

G. Metodologi Penelitian

Dalam kegiatan ilmiah diperlukan sebuah metode yang sesuai dengan objek yang dibicarakan agar lebih terarah dan rasional. Metode merupakan cara bertindak dalam upaya agar penelitian dapat terlaksana secara rasional dan terarah agar mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah salah satu yang digunakan untuk memecahkan masalah yang ada pada masa sekarang berdasarkan fakta dan data-data yang ada27. Tujuan dasar penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi

27

Bambang Prasetyo dkk.Metode Penelitian Kualitatif : Teori dan Aplikasi, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995, hal. 20


(29)

atau gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta, serta hubungan fenomena yang diselidiki28.

G.1 Jenis Penelitian

Berdasarkan metode yang dipakai maka penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif analisis. Penelitian ini untuk menggambarkan yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena. Dimana menurut peneliti bahwasannya penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian yang tidak menggunakan angka atau nomor untuk mengolah data yang diperlukan. Data terdiri dari kutipan-kutipan orang dan deskripsi keadaan, kejadian, interaksi, dan kegiatan. Dengan menggunakan jenis data ini, memungkinkan peneliti mendekati dan sehingga mampu mengembangkan komponen-komponen keterangan yang analitis, konseptual dan kategoris dari data itu sendiri.

G.2 Teknik Pengumpulan Data

Pada umumnya penelitian yang menggunakan metode deskriptif menggunakan sebuah teori untuk menganalisis suatu keadaan dan menekankan pada pengumpulan dan analisis teks tertulis. Data tersebut disusun melalui hasil observasi terhadap keadaan yang akan diteliti. Jadi apa yang dikembangkan adalah teori yang disusun dari riset, bukan dari pengujian hipotesis. Dan didasarkan pada konsep induksi

28

Sanafiah Faisal. Format Penelitian Sosial Dasar -dasar Aplikasi, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995, hal. 20


(30)

analitis, meski harus berhati-hati dalam membuat asumsi bahwa bukti dari pola secara otomatis akan membuat kita menyusun teori29.

Oleh karena konsep penelitian diatas, maka teknik yang digunakan peneliti dalam memperoleh data dan fakta dalam usaha untuk membahas masalah dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik analisis pustaka (library research) yang sumbernya didapat dari buku-buku yang terkait, jurnal ilmiah, artikel dan juga dokumentasi yang resmi dari situs yang diakses dari internet.

G.3 Teknik Analisis Data

Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif library research, dimana teknik ini melakukan analisa atas masalah yang ada sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang akan diteliti dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan. Dengan bersumber pada sejarah yang berorientasi kepada problema yang akan berusaha menganalisa kejadian-kejadian yang sebenarnya menurut topik-topik atau masalah-masalah yang telah dipilih dalam penelitian ini.

Menurut Faisal analisis data dalam penelitian deskriptif, bergerak secara induktif yaitu data/fakta dikategorikan menuju tingkat abstraksi yang lebih tinggi, melakukan sintesis, dan mengembangkan teori bila diperlukan. Setelah data dikumpulkan, dilakukan analisis penguraian dan penarikan kesimpulan tentang makna

29

Bruce A. Chodwick, Social Science Research Methods, terj. Sulistia (dkk), Metode Penelitian ilmu-ilmu sosial, Semarang : IKIP Semarang Press, 1991, hal. 234-243


(31)

perilaku subjek penelitian dalam latar serta fokus penelitian.Hal ini dilakukan agar peneliti memiliki gambaran yang jelas mengenai penelitian ini.

H. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan lebih terperinci serta mempermudah isi, maka penelitian ini terdiri kedalam 4 (empat) bab, yakni:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan menguraikan dan memperjelas mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan signifikansi penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika penelitian

BAB II : DISINTEGRASI TIMOR-TIMUR DARI INDONESIA

Dalam bab ini akan menggambarkan segala sesuatu mengenai objek penelitian yaitu bagaimana sejarah timor-timur dan bergabung dengan NKRI dan bagaimana lepasnya serta bagaimana posisi Australia pada saat itu.

BAB III :PERANAN AUSTRALIA DALAM LEPASNYA

TIMOR-TIMOR DARI NKRI TAHUN 1999

Bab ini nantinya akan berisikan tentang penyajian data atau fakta yang diperoleh dari beberapa sumber data dan juga akan menyajikan pembahasan dan analisis data atau fakta tersebut.


(32)

BAB IV : PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan yang di peroleh dari hasil analisis data pada bab-bab sebelumnya serta berisi kemungkinan adanya saran-saran yang peneliti peroleh setelah melakukan penelitian.


(33)

BAB II

DISINTEGRASI TIMOR-TIMUR DARI INDONESIA

A. Gambaran Umum Timor-Timur

Timor-Timur atau yang sekarang lebih di kenal dengan nama Timor Leste adalah Negara yang dulunya merupakan bagian dari Indonesia dan merupakan Provinsi ke-27 (1976-1999) Indonesia, adalah Negara yang terletak di sebelah utara Australia dan bagian timur pulau Timor. Selain itu wilayahnya juga meliputi pulau Kambing atau Atauro, Jaco dan enclave Oecussi-Ambeno di Timor Barat.Secara astronomis Timor Timur terletak antara 8O7’LS - 9O 29’LS dan 124OBT-127OBT. Luas keseluruhan negara ini adalah ± 14.874 km2. Timor Leste secara resmi merdeka pada tanggal 20 Mei 2002. Awalnya bernama Provinsi Timor-Timur, saat menjadi anggota PBB, mereka memutuskan memakai nama Portugis “Timor Leste” sebagai nama resmi Negara.30

Jumlah penduduk Timor Timur tahun 1975 setelah Portugal meninggalkan wilayah tersebut sekitar 680.000 orang. Mayoritas penduduk Timor Timur adalah dari golongan orang Timor, tetapi ada juga beberapa golongan Tionghoa dan orang Indonesia. Penyebaran penduduk di Timor Timur tidak merata, terdapat beberapa daerah yang padat penduduknya. Daerah yang berpenduduk padat yaitu, Ainaro, Dili,

30

http://ssbelajar.blogspot.com/2014/07/negara-timor-leste.html diakses tanggal 18 Desember 2014, Pukul 20.00


(34)

Baucano, dan Uqoisu. Terdapat beberapa kelompok etnis di Timor Timur dan masing-masing kelompok mempunyai bahasa sendiri. Tapi pada umumnya masyarakat Timor Timur memakai bahasa Tetum sebagai bahasa pengantar sehari-hari dan digunakan oleh sekitar 60% masyarakat Timor Timur.31

Gambar 1. Peta Timor Timur ( Sumber: ambafrance-id.org)

Timor Timur adalah daerah yang berbukit- bukit, sehingga kebanyakan penduduknya hidup jauh dari kota dan pengaruh asing juga kemajuan. Mereka berpatokan pada ladang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sebagian besar kelompok

31


(35)

dari masyarakat Timor Timur bermata pencaharian petani dan tinggal di dusun-dusun, dan sebagian kecilnya hidup di pantai dan bermata pencaharian sebagai nelayan.32

Untuk pendidikan, selama Perang Dunia II sampai tahun 1975, beberapa penduduk Timor Timur berhasil mendapatkan pendidikan di sekolah kolonial yang pada saat itu jumlahnya masih sedikit. Di tahun 1960-an dan 1970-an muncul beberapa golongan elite kecil yang berpendidikan dan orang-orang dengan pendidikan dan aspirasi nasional ini menjadi pemimpin di wilayah Timor Timur ketika Portugal meninggalkan Timur Timur tahun 1975.33

Sebelum Belanda dan Portugis memasuki wilayah Timor-Timur, pulau Timor merupakan jaringan dagang yang berpusat di Jawa Timur, dan kemudian Celebes (Sulawesi), dan jaringan ini merupakan jaringan yang terikat dengan jaringan komersil di Cina dan India. Pulau timor di gambarkan sebagai pulau yang terdiri dari pegunungan yang di selimuti pepohonan cendana putih dan merupakan satu-satunya hasil bumi daerah tersebut. Portugis melakukan pendaratan pertama di pulau Solor. Tahun 1566, para imam Dominikan membangun sebuah benteng untuk tempat tinggal mereka, mereka dilindungi oleh orang solor dan flores yang sudah mengikut agama mereka.

Pada masa itu orang-orang Portugis setiap tahunnya berlayar ke Timor untuk mengumpulkan cendana dan memperdagangkan barang-barang jadi.Pada tahun 1613 Belanda berniat menaklukkan Solor, oleh sebab itu penduduk dalam benteng itu

32

Hastutining Dyah Wijayatmi. 2004. Hubungan Bilateral RI-Timor Timur Pasca Kemerdekaan Timor Timur. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Hal. 28

33


(36)

pindah ke pulau Larantuka. Solor terus berganti penguasa antara Belanda dan Portugis tetapi Larantuka tetap di bawah kekuasaan Portugis. Pertengahan abad ke-17merupakan titik balik sejarah Timor, karena sepanjang tahun itu Portugis menyerang Timor dengan kekuatan penuh. Portugis berusaha memperluas pengaruh mereka melampaui daerah pantai agar dapat mengontrol perdagangan. Alasan penyerangan mereka adalah untuk membela penguasa pantai yang baru saja dikristenkan. Kemenangan portugis diperoleh dengan cepat dan mudah.

Selama kurang lebih 4 abad, rakyat Timor berada dalam kungkungan pemerintah Portugal. Sementara saudara-saudara yang berada di Timor Barat sudah memperoleh kemerdekaan dan telah melaksanakan pembangunan sejak tahun 1945. Selama 4 abad tersebut Portugal menguras habis kekayaan alam Timor Timur yang kaya dengan kayu cendana, minyak alam, dan kopi Arabika dan Portugal juga memperbudak serta membantai ribuan orang penduduk asli Timor Timur yang dianggap membangkang atau yang tidak mau diperbudak untuk bekerja kepada Perusahaan Minyak Timor Oil dengan upah yang sangat minim karena dikorupsi habis oleh atasannya yang kulit putih. Dalam tulisan Hendro Subroto mengatakan bahwa “ perubahan di Timor Timur terjadi setelah kudeta militer di Portugal pada 25 April 1974, yang di kenal dengan nama “Revolusi dos Cravos atau Revolusi Bunga”.34

Pada masa itu terjadi suatu proses dekolonisasi Portugal yang gagal karena merebaknya dominasi komunis di Portugal pada tahun 1974, dan lahir sebuah gerakan

34

Basilio Dias Araujo. 2014. Timor Timur Gagalnya Sebuah Diplomasi: Suatu Analisa dan Kritik dari Seorang Pelaku Sejarah. Depok: Indie Publishing. Hal. 7


(37)

angkatan bersenjata yang bernama Movimento das Forças Armadas –MFA yang merupakan gabungan dari tentara-tentara yang merasa tidak puas dengan penderitaan yang dialami selama dinas kemiliteran di Afrika, yang akhirnya memaksa para politisi untuk melakukan suatu perubahan radikal dalam sistem politik di Portugal yang lebih manusiawi menurut kehendak kelompok kiri yang pada saat itu menguasai percaturan politik dalam negeri Portugal. Setelah semua pemerintahan Portugal diambil alih oleh MFA, Portugal mulai membuka peluang kepada wilayah jajahannya dalam hal ini termasuk Timor Timur untuk memulai proses dekolonisasi.35

Awal bulan Mei 1975 orang Timor Timur mulai membentuk partai-partai politik, ada beberapa partai politik yang cukup berpengaruh pada saat itu, yaitu:

1. Uniâo Democrática Timorense disingkat UDT (Uni Demokratik Timor). Partai ini berdiri tanggal 11 Mei 1974 dan diketuai oleh Francisco Xavier Lopes da Cruz. UDT merupakan partai yang bertujuan agar Timor Timur tetap berada di bawah perlindungan Portugal dengan ketentuan dapat berdiri sendiri kalau sudah mampu mandiri beberapa tahun kemudian;

2. Associação Sosial Democrática Timorense disingkat ASDT (Asosiasi Sosial Demokratik Orang Timor). Partai ini berdiri pada tanggal 20 Mei 1974, partai ini memiliki beberapa tokoh seperti Francisco Xavier do Amaral, Nicolao Lobato, dan Jose Ramos Horta. Diawal ASDT ingin bergabung ke Indonesia, tapi pada perkembangannya berubah menjadi berhaluan Komunis Maoist setelah kembalinya beberapa mahasiswa Timor-Timur dari Lisabon yang

35


(38)

berhaluan Komunis. Oleh karena itu, ASDT kemudian merubah namanya menjadi Frente Revolucionária Timor Leste Indepente disingkat FRETILIN (Front Revolusioner Timor Timur Merdeka). Kelompok politik yang memimpin partai ini berhaluan kiri garis keras sehingga menginginkan agar Timor-Timur dapat merdeka secepatnya.

3. Associação Popular Democrática de Timor disingkat APODETI (Perhimpunan Demokrasi Rakyat Timor). Partai ini berdiri tanggal 27 Mei 1974, didirikan oleh tokoh-tokoh pribumi yang melakukan pemberontakan melawan Portugis di Lospalos pada tahun 1945-1949 dan makar di Viqueque dengan tokoh-tokoh terkemuka seperti Arnaldo dos Reis Araújo, José Osório Soares, dan Guilherme Maria Gonçalves. Partai politik ini bertujuan untuk menyatakan kemerdekaannya bersama Indonesia melalui Integrasi dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4. Klibur Oan Timur Aswain disingkat KOTA (Persatuan Pejuang Timor), bertujuan untuk memperjuangkan suatu pemerintahan kerajaan atau berbentuk monarki.

5. Trabalhista adalah Partai Buruh yang ingin berasosiasi dengan Australia yang pada masa itu dikuasai oleh Partai Buruh. Partai ini berdiri pada bulan Oktober 1974 dan diketuai oleh A. Abrão dan Domingos Pareira.36

Keadaan politik di Timor Timur menjadi semakin panas setelah banyaknya partai politik yang muncul dan membawa serta memperjuangkan tujuan partainya

36


(39)

masing-masing. Dalam hal ini Fretilin merupakan partai yang paling keras dan tidak segan-segan untuk membantai lawan politiknya yang dianggap menghalangi jalannya untuk mencapai tujuannya sehingga banyak dari lawan politiknya yang lari ke NTT dan luar negeri. Pada tanggal 28 November 1975 Fretilin memproklamasikan kemerdekaan Timur dan berdirinya sebuah Republik Demokrasi Timor-Timur.37

Dua hari setelahnya, tepatnya tanggal 30 November 1975 empat partai politik lainnya yaitu Apodeti, UDT, KOTA dan Trabalhista memproklamirkan kemerdekaannya dengan cara berintegrasi dengan Indonesia melalui Deklarasi Balibo. Setelah deklarasi kemerdekaan melalui integrasi dengan Indonesia oleh keempat partai tersebut dan setelah melalui proses legilslasi, Timor Timur kemudian berintegrasi secara resmi dengan Indonesia yang di kukuhkan dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1976, dan disahkan melalui TAP MPR No. VI/1978.38

B. Proses Bergabungnya Timor Timur Sebagai Bagian Dari Indonesia

Selama kurang lebih 300 tahun, rakyat Timor timur berada dalam kungkungan pemerintahan penjajahan portugal. Padahal sudara-saurada yang berada di Tiomr Barat sudah memperoleh kemerdekaan dan telah melaksanakan pembangunan sejak 1945. Menurut Hendro subroto menyatakan bahwa “ perubahan di timor timur mulai terjadi di Timor timur setelah terjadi kudeta militer Portugal pada April 1974, yang

37

Basilio Dias Araujo Ibid. hal 31 38


(40)

dikenal sebagai Revulucao dos Cravos atau Revolusi Bunga.”39

Kudeta telah membawa Jendral Antonio de Spinola ke tampuk kekuasaan sebagai Presiden Portugal. Penguas varu Portugal itu memperkenalkan kehidupan politk yang lebih demokratis di Portugal. Perubahan itu memberikan harapan bagi perubahan politik di koloni-koloni Portugis, termasuk di Timor Timur yang merupakan salah satu koloni Portugal pada saat itu. Pemerintahn portugal memberikan kesempatan kepada penduduk Timor Timur membantu partai politik sejak 1974. Olehkarena itu, mulai tahun 1974 mulai terbentuk beberapa organisasi politik di Timor Timur.

Sementara itu, pemerintahan Portugal pun sebenarnya sudah merancang dekolonisasi (kemerdekaan) bagi Timor Timur. Hanya yang jadi masalah bagaimanakah Bentuk kemerdekaan Timor Timur tersebut. Apakah akan bergabung dengan Indonesia, menjadi negara yang berdiri sendiri, atau bergabung dengan Portugis. Untuk maksud tersebut pada 17 Oktober 1974 di Jakarta dilangsungkan pembicaraan antara menteri Seberang Lautan Portugal Dr. Antonio de Almeida Santos dengan pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Menteri Luar Negri Adam Malik. Di lain kesempatan sebelumnya ketua Partai Apdeti pada 31 Agustus 1974, menyatakan Bahwa “partainya telah mengusulkan agar Timor Timur menjadi provinsi bagian dari indonesia”.40

Pemerintahan Indonesia sangat mendukung maksud Pemerintahan Portugal untuk mengadakan dekolonisasi di Timor Tmur dan maksud Ketua Partai Apodeti

39

Hendro subroto, Saksi Mata Perjuangan Integrasi Timor Timur, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta 1997, hal 5

40


(41)

untuk memilih bergabung dengan Indonesia. Asalkan proses dekolonisasi itu tidak menimbulkan instabilitas diwilayah Indonesia. Presiden Soeharto menanggapi maksud dekolonisasi Timor Timur itu dengan menyatakan tiga sikap dasar pamerintah, yaitu:41

 Tidak mempunyai ambisi teritorial

 Menghormati hak rakyat Timor Timur untuk menetukan nasibnya sendiri

 Apabila rakyat Timor Timur memilih bergabung dengan wilayah Indonesia, tidak mungkin berbentuk negara akan tetapi sebagai bagian dari wilayah NKRI

Sebagai kelanjutan dari pertemuan antara Menteri Seberang Lautan Portugal dengan Menlu Indonesia Di Jakarta, pada 9 Maret 1975 di London diadakan pertemuan lanjutan. Dalam pertemuan itu, Pemerintah Portugal masih beranggapan bahwa apabila rakyat Timor Timur memilih untuk bergabung dengan Indonesia hal ini merupakan yang masuk akal. Pada 5 November 1975, pemerintahan Portugal menandatangani dokumen memorandum of understanding, yang intinya bahwa:42

 Untuk pertama kalinya Indonesia mengerti secara resmi dari Portugal  Portugal mengakui semua pihak yang ada di Timor Timur

 Akan dilanjutkan dengan kontrak-kontrak tetap antara RI dengan Portugal

41

Nana Supriyatna, Sejarah Nasional Indonesia dan Umum. Grafindo Media Pratama, 1999, hal 43 42


(42)

Ketika perundingan menentukan status Timor Timur sedang berlangsung, ketegangan menentukan status Timor Timur sedang berlangsung, ketegangan antara berbagai kelompok yang berbeda di dalam masyarakat Timor Timur sedang berlangsung, ketegangan antara berbagai kelompok yang berbeda di dalam masyarakat Timor Timur semakin memuncak. Pada tahap awal, UDT dan Fretilin berkoalisi untuk melawan Apodeti yang ingin bergabung dengan Indonesia. Namun keja sama itu hanya berlangsung beberapa bulan saja, karena aksi UDT pada 11 Agustus 1975 yang dibalas oleh Fretilin seminggu kemudian. Pertikaian bersenjata antara kelompok yang berbeda itu tidak dapat dihindari. Akibatnya perang saudara terjadi di Timor Timur, dimulai di kota Dili sejak Agustus 1975.

Fretilin berhasil didesak ke luar oleh lawan politiknya dari kota Dili. Portugal yang seharusnya bertanggung jawab terhadap koloninya, membiarkan koloninya tanpa pemerintahan yang jelas sejak Gubernur portugis di Timor Timur melarikan diri dari Dili ke pulau Atauro atau Pulau Kambing. Penduduk dibiarkan terjebak dalam perang saudara, dan ribuan orang menjadi korban atau terpaksa melakukan pengungsian. Fretilin yang tersingkir dari Dili kemudian mendapatkan bantuan persenjataan dari para pendukungnya di dalam pemerintahan kolonial dan tentara Portugis. Perang baru mulai berkecamuk, yang dengan mudah dimenangkan oleh fretilin. Dili kembali diduduki Fretilin. Jumlah korban jiwa dan penduduk yang terpaksa harus mengungsi akibat dari perang saudara itu semakin banyak. Beribu -ribu penduduk Timor Timur, termasuk anak-anak dan orang tua membanjiri daerah perbatasan dengan Indonesia di Timor bagian Barat.


(43)

Fretilin memproklamasikan kemerdekaan Timor Timur dan berdirinya sebuah Republik Demokrasi Timor Timur di koloni Pprtugis tersebut pada tanggal 28 November 1975. Namun, proklamasi itu tidak mendapatkan dukungan baik dari kelompok lain di dalam masyarakat Timor Timur maupun dari dunia internasional. Australia yang sangat diharapkan memberi dukungan kepada Fretilin, ternyata tidak melakukan hal tersebut. Kelompok masyarakat Timor Timur yang terdiri dari UDT, Apodeti, KOTA, dan Trabalhista menyampaikan Proklamasi tandingan di balibo pada 30 November 1975. Pernyataan yang kemudian dikenal sebagai “Deklarasi Balibo” yang menyatakan keinginan Timor Timur untuk berintegrasi dengan Republik Indonesia.

Perkembangan Timor Timur dan situasi politik Internasional pada perang dingin waktu itu telah menyeret Indonesia secara langsung ke dalam pertikaian antara orang Timor Timur sendiri. Padahal, Menlu Indonesia Adam Malik pernah menyatakan bahwa Indonesia tidak akan melakukan invasi ke wilayah Timor Timur yang menjadi koloni portugis itu. Kekalahan Amerika Serikat dari tentara Komunis di medan perang Vietnam dan kejatuhan Kamboja serta laos ke tangan pemerintah komunis pada 1975, sangat merisaukan blok barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Perluasan pengaruh Fretilin yang berhaluan kiri di Timor Timur menimbulkan kecemasan blok barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Australia terhadap kemungkinan perluasan kekuatan komunis di Asia Tenggara dan pasifik. Hal ini telah mendorong munculnya dukungan Barat bagi keterlibatan langsung Indonesia di Timor Timur.


(44)

Konfrontasi bersenjata semakin meluas. Keadaan di medan pertempuran mulai berubah pada akhir 1975, kota Dili berhasil diduduki kelompok pendukung integrasi yang mendapat bangtuan militer dari indonesia melalui operasi seroja. Pada kesempatan yang sama, masyarakat Oekussin yang terletak ditengah-tengah wilayah Republik Indonesia menandatangani naskah pernyataan berintegrasi dengan Indonesia. Para pendukung Fretilin terdesak ke daerah pinggiran dan ke daerah-daerah pegunungan yang terpencil, melanjutkan perjuangan menentang integrasi Timor Timur dengan Indonesia.

Pertikaian politik dan militer ini menimbulkan korban jiwa, harta, serta kekacauan berkepanjangan di dalam masyarakat Timor Timur. Beban yang harus ditanggung oleh Indonesia juga sangat besar, termasuk adanya korban anggota pasukan Indonesia yang cukup besar. Disamping itu, pertempuran yang terjadi telah menimbulkan korban jiwa warga negara asing, khususnya Australia. Hal ini kemudian menjadi kontroversi di dunia internasional, yang menimbulkan protes, tekanan, dan tuntutan terhadap tanggung jawab pemerintah Indonesia. Kekerasan politik dan militer yang terjadi dimasyarakat mendorong terjadinya pengungsian ke berbagai tempat di Indonesia dan ke luar negri.

Pernyataan integrasi Timor Timur yang telah disampaikan sebelumnya, diulang kembali oleh para pendukungnya di Kupang Nusa Tenggara Timur pada 12 Desember 1975. Sebagai langkah berikutnya, kelompok pendukung integrasi yang terdiri dari Arnaldo dos Reis Araujo yang mewakili Apodeti, Fransisco Xavier Lopez da Cruz yang mewakili UDT, Thomas Diaz Xemenes yang mewakili KOTA dan


(45)

Domingus C. Pareira yang mewakili Trabalishta sepakat untuk membentuk Pemerintahan Sementara Timor Timur (PSTT). Pemerintahan sementara ini dibentuk pada 17 Desember 1975 di bawah pimpinan oleh Arnaldo dos Reis Araujo.

Setelah itu, sebuah lembaga legislatif juga dibentuk. Pada 1976, para anggota DPRD Timur Timur secara resmi menerima petisi Integrasi Timor Timur dengan Republik Indonesia dari masyarakat Timor Timur pro integrasi. Petisi itu berisi desakan kepada pemerintah untuk menerima Timor Timur sebagai wilayah yang menjadi satu dengan Republik Indonesia tanpa protes jajak pendapat.

Integrasi Timor Timur ke dalam wilayah Republik Indonesia diajukan secara resmi pada 29 juni 1976. Sebuah rancangan undang-undang kemudian diajukan kepada DPR RI dan Timor Timur secara resmi menjadi sebuah provinsi dari Republik Indonesia setelah UU No. 7 Tahun 1976 disahkan oleh DPR pada 17 Juli 1976. Ketentuan ini kemudian diperkuat Oleh MPR melalui Ketetapan No. VI/MPR/1978 tanggal 1978.

C. Lepasnya Timor Timur dari NKRI

Berakhirnya rezim pemerintahan otoritarian Orde Baru yang ditandai dengan pengunduran diri mantan Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 sebagai akibat dari gerakan reformasi yang dimotori oleh mahasiswa telah membuka cakrawala baru bagi penyelesaian persoalan Timor Timur. Gerakan reformasi dilakukan sebagai bentuk ungkapan kekecewaan yang dirasakan oleh rakyat Indonesia dan dilakukan pada saat terjadi krisis multidimensi di Indonesia. Dengan momentum reformasi itu,


(46)

persoalan status Timor Timur yang menarik perhatian PBB dan masyarakat internasional diharapkan memperoleh kejelasan. Penyelesaian masalah Timor Timur ini dilanjutkan oleh B.J Habibie dengan mengeluarkan kebijakan berupa pemberian status khusus dengan otonomi luas dalam sebuah rapat kabinet pada tanggal 9 Juni 1998.

C.1 Tawaran ( Opsi) Penyelesaian Persoalan Timor Timur

Konsep Otonomi Luas telah lama menjadi pembicaraan banyak kalangan bagi penyelesaian persoalan Timor Timur. Setelah insiden Santa Cruz, Uskup Carlos Filipe Ximenes Belo sudah berusaha menyerukan otonomi bagi Timor Timur sebagai alternatif terbaik yang dapat dilakukan.43 Seruan tersebut disampaikannya setelah surat usulan tentang referendum yang pernah disampaikannya kepada Sekretaris Jendral PBB-Javier Perez de Cuellar mendapat reaksi keras dari Pemerintah Republik Indonesia. Dalam surat tersebut, Uskup Belo mengungkapkan pengalamannya selama bertugas untuk memperjuangkan keadilan dan kebebasan yang mengalami ancaman sehingga ia meminta bantuan pengamanan dari internasional. Hal itu dilakukannya dengan alasan di Timor Timur sudah tidak ada tempat untuk melakukan pengaduan karena ABRI yang dianggap sebagai pelindung telah melakukan hal sebaliknya berupa tindakan ancaman dan kekerasan.44 Akan tetapi semua usulan mengenai pemberian otonomi luas di Timor Timur tidak mendapat perhatian serius dari pemerintah Republik Indonesia pada saat itu karena posisi dan sikap pemerintah

43

Garry van Klinken, Akar Perlawanan Rakyat Timor Timur, ( Jakarta: ELSAM, 1996), hal.23-24. 44


(47)

sangat jelas yang menganggap bahwa integrasi Timor Timur merupakan hal yang telah final dan tidak bisa ditawar.45

Pemberian otonomi luas menurut Presiden B.J.Habibie merupakan suatu bentuk penyelesaian akhir yang adil, menyeluruh, dan dapat diterima secara internasional. Cara ini menurut Presiden B.J.Habibie merupakan suatu cara penyelesaian yang paling realistis, paling mungkin terlaksana, dan dianggap paling berprospek damai, sekaligus merupakan suatu kompromi yang adil antara integrasi penuh dan aspirasi kemerdekaan. Tawaran dari pemerintah berupa Otonomi luas tersebut memberi kesempatan bagi rakyat Timor Timur untuk dapat memilih Kepala Daerahnya sendiri, menentukan kebijakan daerah sendiri, dan dapat mengurus daerahnya sendiri. Keputusan untuk mengeluarkan Opsi mengenai otonomi luas di Timur Timur diambil oleh Presiden B.J.Habibie karena integrasi wilayah itu ke Indonesia selama hampir 23 tahun tidak mendapat pengakuan dari PBB. Pemerintah Portugal maupun PBB menyambut positif tawaran status khusus dengan otonomi luas bagi Timor Timur yang diajukan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Hal ini terlihat pada saat Presiden mengutus Menteri Luar Negeri Ali Alatas untuk menyampaikan usulan Indonesia tentang pemberian status khusus ini kepada Sekjen PBB di New York pada tanggal 18 Juli 1998. Selain itu juga diperkuat dengan berlangsungnya kembali Perundingan “Senior Official Meeting” (SOM) atau Pejabat Senior dibawah tingkat menteri di New York pada tanggal 4 Agustus 1998.

45

Zacky A.Makarim, dkk, Hari-Hari Terakhir Timor Timur, Sebuah Kesaksian, ( Jakarta: Sportif Media Informasindo, 2003), hal.33.


(48)

Dari hasil dialog tersebut ketiga pihak sepakat untuk membahas dan menjabarkan lebih lanjut usulan baru dari Pemerintah Republik Indonesia mengenai otonomi luas sebagai usaha penyelesaian persoalan Timor Timur tanpa merugikan posisi masing-masing pihak. Pada saat yang sama Sekretaris jendral PBB juga sedang berusaha untuk meningkatkan konsultasi dengan berbagai tokoh masyarakat Timor Timur yang berada di dalam negeri maupun luar negeri. Hal itu dilakukan dengan tujuan untuk menyampaikan perkembangan perundingan yang telah dilakukan kepada mereka dan sekaligus untuk mendapatkan masukan-masukan dari mereka sebagai bahan pertimbangan dalam mempersiapkan rancangan naskah persetujuan tentang rancangan otonomi luas pada pertemuan dialog segitiga ( tripartite talks) tersebut. Tanggapan positip mengenai rancangan otonomi luas juga diberikan oleh ba nyak tokoh dan kalangan moderat Timor Timur. Hal ini antara lain terlihat dalam diskusi yang diprakarsai oleh East Timor Study Group (ETSG). Mereka melihat konsep otonomi luas tersebut di dalam kerangka suatu masa transisi yang cukup lama sebelum suatu penyelesaian menyeluruh melalui referendum diadakan. Otonomi luas tersebut bisa dilaksanakan secara konsisten oleh Pemerintah Republik Indonesia, bisa juga tidak diperlukan apabila masyarakat sudah puas dengan pilihan tersebut.

Sebagaimana otonomi yang telah diterapkan di berbagai negara lain, wewenang Pemerintah Daerah Timor Timur adalah mengatur berbagai aspek kehidupan kecuali aspek pertahanan, politik luar negeri, moneter dan fiskal. Wewenang pemberian otonomi luas terhadap masyarakat Timor Timur ini jika dilihat dan ditinjau terdapat perbedaan dan jauh lebih luas daripada kebebasan yang


(49)

diberikan kepada propinsi-propinsi lain di Indonesia dalam mengatur kehidupan masyarakatnya. Tindakan ini diambil oleh pemerintah mengingat Timor Timur memiliki kekhususan sejarah dan sosial budaya sehingga diperlukan pengaturan yang lebih bersifat khusus.46 Akan tetapi semua perkembangan mengenai otonomi tersebut mengalami perubahan karena pada saat Pemerintah Republik Indonesia dan Portugal sedang melanjutkan pembicaraan berkaitan dengan tawaran otonomi luas bagi Timor Timur, Presiden B.J.Habibie mengajukan Opsi II pada tanggal 27 Januari 1999. Opsi II menyebutkan bahwa jika rakyat Timor Timur menolak Opsi I tentang pemberian otonomi luas maka Pemerintah Republik Indonesia akan memberikan kewenangannya kepada MPR hasil pemilu bulan Juni 1999 untuk memutuskan kemungkinan melepaskan wilayah tersebut dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara terhormat, baik-baik, dan damai, serta secara konstitusional.

Usulan mengenai Opsi II disampaikan oleh Presiden B.J.Habibie pada saat berlangsung Rapat Koordinasi Khusus Tingkat Menteri Bidang Politik dan Keamanan (Rakorpolkam) pada tanggal 25 Januari 1999. Rapat tersebut dilakukan untuk membahas surat yang dikirim oleh Perdana Menteri Australia-John Howard kepada Presiden RI tanggal 19 Desember 1998 mengenai perubahan sikap Pemerintah Australia terhadap Pemerintah Indonesia. Di dalam suratnya, PM John Howard mendesak dilakukannya Jajak Pendapat (referendum) setelah penerapan status khusus dengan otonomi luas di Timor Timur untuk jangka waktu tertentu. Perubahan sikap Australia itu berpengaruh bagi Pemerintah Republik Indonesia karena Australia

46


(50)

sebelumnya menjadi salah satu dari beberapa negara yang mendukung integrasi dan mengakui kedaulatan RI atas Timor Timur. Usulan Presiden B.J.Habibie kemudian dilanjutkan kembali pada tanggal 27 Januari 1999 dan disetujui oleh para anggota dalam Sidang Kabinet Paripurna terbatas Bidang Politik dan Keamanan. Apapun hasil dari referendum menurut Presiden B.J.Habibie akan berdampak positip bagi Pemerintah Republik Indonesia. Indonesia akan terbebas dari beban nasional untuk membiayai pembangunan di Timor Timur, maupun tekanan-tekanan internasional dan kritik dari negara lain.

Tekanan-tekanan internasional, khususnya berasal dari PBB yang tidak mengakui kedaulatan Indonesia atas Timor Timur. Selain itu keputusan tersebut diambil dengan pertimbangan berbagai permasalahan ekonomi dan politik dalam negeri pada saat. Kebijakan Presiden B.J.Habibie mengenai Opsi II merupakan suatu usaha untuk membangun citra baik sebagai pemerintahan transisi yang reformis dan demokratis serta merupakan suatu usaha untuk membangun kembali perekonomian negara yang kacau sebagai akibat dari krisis multidimensi yang sedang terjadi di Indonesia. Selain itu, keputusan keluarnya Opsi II juga didasari oleh sikap Presiden B.J. Habibie yang menghormati Hak Asasi Manusia(HAM) dan memberikan kebebasan di atas prinsip kemerdekaan kepada setiap rakyat Indonesia.47

Pengambilan keputusan terhadap penyelesaian persoalan Timor Timur menurut beberapa pakar dan pengamat politik Indonesia dianggap sebagai suatu

47

Lela E.Madjiah, Timor Timur Perginya Si Anak Hilang, ( Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2002), hal.236


(51)

tindakan yang gegabah. Hal itu dilandasi alasan bahwa keadaan situasi di dalam negeri Indonesia sedang mengalami masa-masa sulit terbukti dengan: pertama, krisis ekonomi-moneter yang sedang dialami oleh negara Indonesia sejak tahun 1997 dan berdampak kedalam politik Indonesia sehingga menimbulkan krisis multidimensional yang ditandai dengan jatuhnya Pemerintahan Presiden Soeharto. Berakhirnya kekuasaan pemimpin Orde Baru atas desakan para mahasiswa dan rakyat Indonesia melalui gerakan reformasi secara berkesinambungan menunjukkan ketidakpercayaan masyarakat dalam negeri terhadap pemerintah sehingga menimbulkan “krisis kepercayaan terhadap pemerintah”. Keadaan pemerintah yang sedang mengalami banyak persoalan dimanfaatkan oleh pihak- pihak sparatis Timor Timur yang menuntut diadakannya referendum sebagai sarana penentuan nasib rakyat Timor Timur.

Tuntutan tersebut mendapat banyak simpati dari kelompok-kelompok masyarakat lain di tanah air dan dunia internasional. Dari dalam negeri dukungan diberikan oleh kelompok pembela HAM dan demokrasi, seperti LSM dan Komnas HAM. Sedangkan dari internasional adalah Amerika dan Australia yang selalu mengontrol dan melakukan provokasi kepada Pemerintah Indonesia untuk segera menyelesaikan masalah Timor Timur. Kedua negara itu bersama-sama dengan PBB selalu memantau perkembangan yang terjadi di Timor Timur. Perubahan sikap kedua negara ini dipengaruhi oleh perkembangan global dan isu- isu internasional tentang demokratisasi dan HAM.


(52)

Kedua, terjadi pergeseran posisi dasar Republik Indonesia pada tanggal 9 Juni 1998 pada saat Presiden B.J Habibie mengumumkan kesediaan Pemerintah Republik Indonesia untuk memberikan “ status khusus dengan Otonomi luas”. Pemberian status ini dianggap sebagai formula dan usaha untuk mencapai penyelesaian politik dalam masalah Timor Timur. Akan tetapi pada tanggal 27 Januari 1999 Menteri Luar Negeri Ali Alatas mengumumkan keputusan dalam Sidang Kabinet Paripurna bidang Politik dan Keamanan mengenai pemberian “Opsi II” yang berhubungan dengan pemberian tanggapan atas otonomi luas apabila pemberian status khusus itu ditolak oleh mayoritas masyarakat Timor Timur maka jalan yang akan diambil selanjutnya adalah Pemerintah Republik Indonesia akan mengusulkan kepada Sidang Umum MPR hasil Pemilu yang baru terpilih agar Timor Timur dapat berpisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia secara baik-baik, damai, terhormat, tertib, dan konstitusional.48

Keluarnya Opsi II mengejutkan bagi banyak pihak dan tidak diterima secara menyeluruh di Indonesia. Salah satu pihak yang sangat menentang Opsi II adalah tentara Indonesia (ABRI/TNI). Mereka mengkhawatirkan bahwa pemisahan Timor Timur dapat membawa akibat yang merugikan bagi persatuan dan keamanan di wilayah itu.49 Ancaman terhadap instabilitas keamanan di Timor Timur seperti yang dikhawatirkan menjadi kenyataan, terbukti dengan kekerasan yang terjadi disana. Meningkatnya intensitas kekerasan dan ketegangan di Timor Timur disebabkan oleh kedua kelompok (pro-integrasi dan pro-kemerdekaan) saling melakukan teror dan

48

KOMPAS, tanggal 29 Januari 1999; Wiranto, Selamat Jalan Timor Timur. Pergulatan Menguak Kebenaran, ( Jakarta: Institute for Democracy of Indonesia, 2002), hal.85.

49

PBB, Penentuan Nasib Sendiri Melalui Jajak Pendapat, ( New York: Deppen Publik PBB, 2000), hal.9


(53)

intimidasi. Kelompok pro-kemerdekaan yang mendapat “angin segar” atas keputusan pemberian Opsi II semakin menunjukkan sikap permusuhan terhadap kelompok pro-integrasi dan Pemerintah Republik Indonesia. Tindak kekerasan tidak hanya menghantui rakyat setempat tetapi juga masyarakat pendatang, baik para pedagang maupun aparat pemerintah yang bertugas dan ditugaskan di wilayah itu. Selain itu kemunculan berbagai kelompok milisi pro integrasi yang tidak dapat dicegah menjadi faktor pendukung bagi meningkatnya intensitas konflik di wilayah yang pernah menjadi propinsi ke-27 Indonesia.50

Keadaan di Timor Timur, khususnya Dili semakin kacau setelah pemimpin Gerakan Perlawanan Rakyat Timor Timur (CNRT/Concelho Nacional Resistencia Timorense)- Xanana Gusmao pada tanggal 5 April 1999 mengumumkan perang terhadap Pemerintah RI dan TNI. Pertikaian dan konflik, serta tindak kekerasan yang sering terjadi antara kelompok pro-integrasi dan pro-kemerdekaan menyebabkan Pemerintah RI khususnya TNI/POLRI melakukan usaha-usaha rekonsiliasi untuk mendamaikan kedua pihak tersebut. Usaha tersebut juga dilakukan untuk menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban di Timor Timur. Usaha yang telah dilakukan oleh TNI/POLRI antara lain adalah dengan memfasilitasi suatu perjanjian damai yang diselenggarakan di Diosis Keuskupan.

Dili pada tanggal 21 April 1999. Pertemuan tersebut diprakarsai oleh Menhankam/Panglima TNI Jendral Wiranto, Komnas HAM, dan Gereja Katholik di Timor Timur dan menghasilkan kesepakatan tentang penghentian permusuhan dan

50


(54)

penciptaan perdamaian.51 Menindaklanjuti perjanjian damai tersebut maka TNI/POLRI dan Komnas HAM kemudian membentuk Komisi Perdamaian dan Stabilitas (KPS). Unsur-unsur keanggotaan KPS terdiri dari perwakilan Fretilin, kelompok pro-integrasi, TNI/POLRI, Komnas HAM, dan perwakilan Pemerintah RI serta wakil dari UNAMET . Tugas dari KPS antaralain adalah (1) memonitor terjadinya pelanggaran-pelanggaran serta dampak perjanjian damai; (2) melakukan koordinasi dengan semua pihak untuk menghentikan segala bentuk permusuhan, intimidasi, dan kekerasan; (3) menerima pengaduan masyarakat tentang pelanggaran yang terjadi di Timor Timur, baik yang dilakukan oleh aparat maupun pihak-pihak yang bertikai; (4) KPS bersama UNAMET akan menyusun suatu aturan main (code of conduct) untuk mengatur perilaku pada masa sebelum, selama, dan setelah konsultasi yang harus ditaati oleh semua pihak.52 Pada tanggal 18 Juni 1999 TNI/POLRI berhasil memfasilitasi kesepakatan antara Concelho Nacional Resistencia Timorense (CNRT) dan Falintil dengan pihak pro-integrasi untuk menyambut Jajak Pendapat di Timor Timur. TNI/POLRI juga berhasil menjadi fasilitator penyelenggaraan Pertemuan Dare II di Jakarta pada tanggal 25-30 Juni 199953 yang membahas empat masalah pokok, yaitu rekonsiliasi, Jajak Pendapat, keamanan, dan masalah politik.

Hasil dari usaha-usaha tersebut tidak sesuai dengan harapan karena kedua pihak yang bertikai sering melanggar kesepakatan yang telah dibuat bersama. Hal itu

51

Tono Suratman, Untuk Negaraku. Sebuah Potret Perjuangan di Timor Timur, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002), hal.70.

52

Wiranto. 2002. Selamat Jalan Timor Timur: Pergulatan Menguak Kebenaran. Jakarta: Institute for Democracy of Indonesia

53


(55)

disebabkan oleh kuatnya rasa dendam diantara mereka. Keadaan tersebut semakin meningkatkan kekacauan di Timor Timur. Ketegangan diantara kedua pihak semakin meningkat setelah dilakukan Jajak Pendapat yang diselenggarakan oleh UNAMET. Hasil jajak Pendapat yang diumumkan oleh PBB pada tanggal 4 September 1999 menunjukkan bahwa sebesar 78,5% atau sekitar 344.580 orang menolak tawaran status khusus dengan otonomi luas, sedangkan sebanyak 21,5% atau sekitar 94.388 orang menerima Opsi I. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur memilih untuk merdeka berpisah dari NKRI.54

Penyelenggaraan Jajak Pendapat dilakukan oleh UNAMET sebagai badan khusus yang didirikan oleh PBB. Badan ini mempunyai misi dan kewajiban untuk memantau keadaan Timor Timur serta menyelenggarakan Jajak Pendapat dengan bersikap netral. Hal ini sesuai dengan kesepakatan yang telah dicapai oleh Menteri luar negeri Ali Alatas ( RI) dan Menteri luar negeri Jaime Gama ( Portugal) dengan mengikutsertakan wakil PBB Jamsheed Marker, serta memperoleh perhatian langsung dari Sekretaris Jendral PBB Kofi Annan.55 Kesepakatan ini diperoleh dalam sebuah dialog yang diselenggarakan pada tanggal 5 Mei 1999 di New York (AS) yang menghasilkan “Persetujuan New York”. Persetujuan ini menghasilkan tiga hal yang disepakati dan ditandatangani, serta satu lampiran yang berisi konsep status khusus dengan otonomi luas bagi Timor Timur. Ketiga hal yang disepakati adalah (1) kesepakatan tentang persetujuan RI-Portugal mengenai masalah Timor Timur; (2) persetujuan bagi modalitas atau tatacara Jajak Pendapat melalui pemungutan suara

54

Lela E.Madjiah, Op.cit., hal.236 55KOMPAS


(1)

dengan Indonesia memiliki dampak yang lebih besar pada kepentingan nasional Australia.82

82 Alan A. Lacica, Humanitarian Intervention In East Timor :”An Analysis Australian’s Leadership Role dalam http://www.review.upeace.org/index.cfm?opcion=0&ejemplar=22&entrada=113 diakses pada tanggal 4 Januari 2015 Pukul 8:03 WIB


(2)

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun beberapa kesimpulan yang dapat di tarik dari skripsi ini yaitu:

 Australia memiliki peran atas permasalahan Timor Timur yang tidak dapat disembunyikan dilihat dari berbagai kepentingan yang melatar belakangi sikap dan pengaruh Australia sejak proses referendum tahun 1999. kepentingan-kepentingan tersebut mencakup kepentingan-kepentingan politik, kepentingan-kepentingan ekonomi dan kepentingan bidang pertahanan dan keamanan.

 Australia memiliki peran penting dalam proses referendum yaitu sebagai penanggung jawab pasukan inti dan logistic serta menjadi penyedia personel terbanyak pasukan penjaga perdamaian PBB atau INTERFET, juga dalam tim misi untuk pelaksanaan jajak pendapat (referendum) atau UNAMET, juga dalam tim untuk pemerintahan transisi untuk Timor Timur atau UNTAET.

 Sikap Australia pada masa referendum bisa dilihat Australia menunjukkan reaksi yang cepat, Australia yang semula mendukung integrasi Timor Timur berubah menjadi mendukung proses jajak pendapat. Australia berupaya agar Timor Timur mendapatkan kemerdekaannya, hal ini dapat dilihat bagaimana Australia mendesak Indonesia untuk secepatnya melaksanakan jajak pendapat melalui surat yang dikirimkan oleh Perdana Menteri Howard kepada Presidesn Habibi juga melalui peran-peran Australia di PBB dalam proses Referendum


(3)

B. Saran

Dalam hal ini saran yang ingin di sampaikan adalah:

 Status daerah yang berintegrasi dengan Negara lain hendaknya dapat lebih diperjelas sehingga tidak menimbulkan pemberontakan dan tindak kekerasan yang menimbulkan banyak pelanggaran HAM yang tidak hanya merugikan daerah atau Negara tersebut tetapi juga Negara lain dan dapat menimbulkan konflik yang berkepanjangan

 Hendaknya PBB dan juga Negara-Negara tetangga dapat lebih bersikap netral dalam membantu penyelesaian masalah yang ada. Tanpa adanya upaya untuk berpihak pada satu pihak tertentu saja atau berupaya untuk mengambil keuntungan dalam penyelesaian konflik yang ada untuk kepentingan masing-masing


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Araujo, Basilio Dias. 2014. Timor Timur Gagalnya Sebuah Diplomasi: Suatu Analisa dan Kritik dari Seorang Pelaku Sejarah. Depok: Indie Publishing

Bambang Prasetyo dkk. 1995.Metode Penelitian Kualitatif : Teori dan Aplikasi, Jakarta : Raja Grafindo Persada,

Burchill, Scott dan Andrew Linklater. 2009. Teori-Teori Hubungan Internasional.terj. M. Sobirin, Bandung : Nusamedia,.

Chodwick, Bruce A. 1991. Social Science Research Methods, terj. Sulistia (dkk), Metode Penelitian Ilmu-ilmu social. Semarang : IKIP Semarang Press

Connery, David. 2010. Crisis Policy Making “Australia and The East Timor Crisis of 1999”. Canberra: Anu Press

Faisal, Sanafiah. 1995. Format Penelitian Sosial Dasar -dasar Aplikasi, Jakarta : Raja Grafindo Persada,

Frankie. J. 1991. Hubungan Internasional, terj. Laila H. Hasyim, Jakarta : Bumi Aksara,

Garry van Klinken. 1996. Akar Perlawanan Rakyat Timor Timur . Jakarta: ELSAM,

Holsti, K.J. 1991. International Politics : A Framework for Analysis Fourth Edition, terj. M. Tahir Azhary, Jakarta : Erlangga,

Jemadu, Aleksius. 2008. Politik Global dalam Teori dan Politik, Yogyakarta : Graha Ilmu,

Jusuf, Sulfri, S.H. 1989. Hubungan Internasional dan Politik Luar Negeri, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan,

Lela E.Madjiah. 2002. Timor Timur Perginya Si Anak Hilang, Jakarta: Antara Pustaka Utama,

Makarim, Zacky Anwar, dkk. 2003. Hari-hari Terakhir Timor Timur, Sebuah Kesaksian, Jakarta : PT. Sportif Media Informasindo,

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah Nasional Indonesia VI, Jakarta : Balai Pustaka,


(5)

Subroto, Hendro. 1997. Saksi Mata Perjuangan Integrasi Timor Timur . Jakarta:Pustaka Sinar Harapan

Supriyatna, Nana. 1999. Sejarah Nasional Indonesia dan Umum. Jakarta: Grafindo Media Pratama

Soenarto H.M. 2003. Pergulatan Ideologi dalam Kehidupan Berbangsa, Jakarta : Lembaga Putra Fajar.

Syahnakri, Kiki. 2013. Timor Timur The Untold Story. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Syamsulhadi, Andi Widjajanto, dkk. 2007. Disintegrasi Pasca Orde Baru, Jakarta : Cires FISIP UI,

Suratman, Tono. 2002. Untuk Negaraku. Sebuah Potret Perjuangan di Timor Timur, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,

Usman, Huasani dan Purnomo. 2004. Metodologi Penelitian Sosial, Bandung : Bumi Aksara,

Wiharyanto, A. Kardiyat. 2011. Sejarah Indonesia dari Proklamasi Sampai Pemilu 2009, Yogyakarta : Universtas Sanata Dharma,

Wiranto. 2002. Selamat Jalan Timor Timur: Pergulatan Menguak Kebenaran. Jakarta: Institute for Democracy of Indonesia.

Website:

Alan A. Lacica, Humanitarian Intervention In East Timor :”An Analysis Australian’s Leadership Role dalam

http://www.review.upeace.org/index.cfm?opcion=0&ejemplar=22&entrada=113 diakses pada tanggal 4 Januari 2015

Georffrey Robinson,Timor Timur 1999 Kejahatan terhadap Umat

manusia,2003,hal35http://perpustakaanelsam.or.id/opac/index.php?p=show_detail&id =3366 Diakses tanggal 10 Mei 2011.

http://ssbelajar.blogspot.com/2014/07/negara-timor-leste.html Diakses tanggal 18 Desember 2014


(6)

http://paschall-ab.blogspot.com/2011/.../lepasnya-timor-timur-dari-nkri.html Diakses pada tanggal 20 januari 2015

“Australia Imperialism and East Timor” by Sam Pietch, dalam

http://www.anu.edu.au/polsci/mi/2/mi2pietch.pdf diakses pada tanggal 22 Oktober 2014

Raulish, Kepentingan Nasional dalam Realisme, diakses pada 8 Maret 2014 dari http://blog.ub.ac.id/raulisilviana/2010/06/09/kepentingan-nasional-dalam-realisme/ Nugroho Wisnu Murti, dalam (WWW.SOLIDAMOR.ORG).

Jurnal, Skripsi Dan Koran:

Hastutining Dyah Wijayatmi. 2004. Hubungan Bilateral RI-Timor Timur Pasca Kemerdekaan Timor Timur. Surakarta: Universitas Sebelas Maret

Buletin Kay Rala Lian, Edisi VI/Mei/1997.

Arsip DPR RI mengenai Rancangan Penjelasan Atas Undang Undang RI tahun 1976.

KOMPAS, tanggal 29 Januari 1999; Wiranto, Selamat Jalan Timor Timur. Pergulatan Menguak Kebenaran, ( Jakarta: Institute for Democracy of Indonesia, 2002)

PBB, Penentuan Nasib Sendiri Melalui Jajak Pendapat, ( New York: Deppen Publik PBB, 2000)

KOMPAS, tanggal 25 April 1999. KOMPAS, tanggal 7 Mei 1999 KOMPAS, tanggal 5 Juni 1999 KOMPAS, tanggal 6 September 1999 KOMPAS, tanggal 9 Oktober 2009