BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kondisi kerja yang tidak memperhatikan kenyamanan, kepuasan, keselamatan dan kesehatan kerja tentunya akan sangat berpengaruh terhadap
produktivitas kerja manusia. Sedarmayanti 2000:22 mengungkapkan bahwa, “manusia akan mampu melaksanakan tugasnya dengan baik, sehingga dicapai
suatu hasil yang optimal, apabila ditunjang suatu kondisi kerja yang sesuai. Kondisi kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan
kegiatannya secara optimal, sehat, aman dan nyaman” Sehat, aman dan nyaman dalam bekerja tercipta apabila didukung dengan
tersedianya fasiltas kerja yang sesuai dengan antropometri tubuh operator. Desain fasilitas kerja yang belum mempertimbangkan data antropometri menyebabkan
sikap kerja tidak alamiah seperti berdiri dan membungkuk. Sikap kerja tersebut mempercepat kelelahan dan keluhan pada beberapa anggota tubuh. Menurut
penelitian Sritomo Wignjosoebroto 2010 di Kasongan, Yogyakarta pada Pabrik Vulkanisir Ban, fasilitas kerja yang telah disesuaikan dengan antropometri
mengakibatkan adanya penurunan tingkat keluhan rasa sakit yang dialami oleh operator pada saat bekerja.
UD Satria merupakan industri kecil yang bernaung dalam usaha pandai besi yaitu pembuatan kuali. Kuali yang dibuat dengan berbagai ukuran diameter
mulai dari 55 cm, 68 cm, 81 cm hingga 115 cm dan memiliki kedalaman yang
Universitas Sumatera Utara
berbeda-beda yaitu 15 cm, 18 cm, 24 cm hingga 30 cm sesuai dengan pemesanan. Ukuran kuali yang biasanya dipesan oleh pelanggan adalah kuali besi berukuran
diameter 55 cm dengan kedalaman 15 cm. Bahan baku yang digunakan oleh usaha ini adalah plat besi dengan ketebalan 0,3 cm.
Pembuatan kuali dimulai dari tahap pengukuran dimensi kuali, pemotongan plat besi, pemukulan kasar, pemukulan halus, penghalusan tepi kuali,
pembuatan kuping kuali dan pemasangan kuping kuali. Kondisi nyata di lantai produksi ditemukan banyak aktivitas yang dilakukan secara manual. Salah satu
aktivitas manual adalah tahap pembentukan kuali dengan cara pemukulan. Pemukulan plat besi dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama disebut dengan
pemukulan kasar yaitu pemukulan plat besi dengan menggunakan martil pemukul besi seberat 4 kg hingga 7 kg. Tahap ini dilakukan oleh dua orang
operator dimana satu orang sebagai pemukul plat dan satu orang lagi ditugaskan sebagai pemutar plat besi agar plat besi tersebut mendapatkan pemukulan yang
merata. Tahap kedua disebut dengan pemukulan halus yaitu kuali yang telah terbentuk melalui pemukulan kasar akan dipukul kembali dengan menggunakan
martil kayu seberat 12 kg hingga 2 kg. Penggunaan martil kayu dari berbagai ukuran ditujukan agar kuali mendapatkan tekanan pukulan yang bertahap
sehingga dapat menghaluskan permukaan kuali yang tidak rata. Tahap pemukulan halus dilakukan oleh seorang operator yang bekerja di
atas kursi dengan ketinggian 20 cm dan velg diletakkan di atas lantai sebagai wadah pemukul. Ketinggian velg yang lebih rendah mengakibatkan operator
mendapatkan posisi tubuh yang membungkuk. Kaki kanan operator digunakan
Universitas Sumatera Utara
sebagai penyangga agar kuali tetap berada dalam wadah pemukul. Frekuensi pemukulan pada tahap pemukulan halus mencapai 100 hingga 110 kali pukulan
per menit untuk kuali yang berdiameter 55 cm dan produk yang dihasilkan sebanyak ± 15 unit per hari.
Kerja otot atau kerja fisik mengangkat martil yang beratnya mencapai 12 kg sampai dengan 2 kg dengan postur kerja yang membungkuk dan kaki yang
tertekuk dikarenakan fasilitas kerja yang tidak ergonomis dapat menimbulkan resiko terjadinya keluhan muskuloskeletel. Gangguan muskuloskeletal yang
sering juga disebut Work-related Musculoskeletal Disorder WMSD adalah rasa sakit yang mempengaruhi tulang, otot, dan persendian tubuh yang diderita oleh
seseorang. Penelitian pendahuluan dengan wawancara diperoleh keterangan bahwa
operator sering mengalami sakit pada di leher bagian atas, punggung hingga sakit pada pergelangan kaki serta kelelahan setelah bekerja. Menurut Tarwaka 2004,
beban kerja fisik yang dialami operator mempengaruhi rekasi motor syaraf yang dihantarkan melalui syaraf sensorik ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot.
Berdasarkan gambaran kegiatan aktual diatas, terlihat bahwa kondisi kerja yang ada di usaha tersebut belum memperhatikan prinsip-prinsip ergonomi oleh
sebab itu dilakukan penilaian postur kerja operator dengan metode Rapid Entire Body Assesment REBA dan menghitung beban kerja fisik terhadap dua orang
operator di stasiun pemukulan halus kuali terhadap sikap kerja operator dengan upaya melakukan perbaikan rancangan fasilitas kerja yang sesuai dengan
antropometri operator.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Rumusan Masalah