Analisis Beban Kerja Operator Smelter Reduction Operation (SRO) dengan Pendekatan Ergonomi di PT INALUM

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Parson, Ken. 2003. Human Thermal Enviroments. New York: Taylor & Francis Inc

Sinulingga, Sukaria, 2013. Metode Penelitian. Cetakan III. Medan: USU Press Sutalaksana, Iftikar Z. 1979. Teknik Perancangan Simtem Kerja. Bandung: ITB Stanton, Neuville dkk. 2005, Handbook of Human Factor and Ergonomics

Methods. London: CRC Press

Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta: Uniba Press

Wignjosuebroto, Sritomo. 2000. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu. Teknik Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Surabaya: Guna Widya. Yoopat, Pongjan dkk. 2015. Ergonomics in Practice: Physical Workload and

Heat Stress in Thailand. School of Science, Rangsit University, Pathumtani Thailand


(12)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Ergonomi1

Ergonomi ialah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem tersebut dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan

Ergonomi atau ergonomics sebenarnya berasal dari kata Yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Dengan demikian ergonomi dimaksudkan sebagai disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaannya.

Disiplin ergonomi secara khusus akan mempelajari keterbatasan dan kemampuan manusia dalam berinteraksi dengan teknologi dan produk-produk buatannya. Disiplin ini berangkat dari kenyataan bahwa manusia memiliki batas-batas kemampuan baik jangka pendek maupun jangka panjang pada saat berhadapan dengan keadaan lingkungan sistem kerjanya yang berupa perangkat keras (mesin, peralatan kerja) dan/ atau perangkat lunak (metode kerja, sistem dan prosedur). Dengan demikian, terlihat jelas bahwa ergonomi adalah suatu keilmuan yang multidisiplin karena mempelajari pengetahuan-pengetahuan dari ilmu kehayatan (kedokteran, biologi), ilmu kejiwaan (psikologi) dan kemasyarakatan (sosiologi).

1

Wignjosoebroto, Sritomo.2006. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu.Jurusan Teknik Industri ITS. Surabaya : Guna Widya. h 54


(13)

melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman dan nyaman tidak hanya dalam hubungannya dengan alat, ergonomi juga mencakup pengkajian interaksi antara manusia dengan unsur-unsur sistem kerja lain, yaitu bahan dan lingkungan. Agar tercapai kondisi tersebut, seharusnya peralatan dan lingkungan dikondisikan sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan manusia, bukan sebaliknya manusia disesuaikan dengan alat.

3.2. Manusia dan Pekerjaannya

Secara garis besar faktor-faktor yang terlibat dan mempengaruhi keberhasilan kerja dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok faktor diri (individual) dan faktor-faktor situasional.2

Kelompok faktor diri terdiri dari faktor-faktor yang berasal dari dalam diri pekerja sendiri dan seringkali sudah ada sebelum pekerja tersebut memasuki lingkungan kerja tersebut. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah attitude, sifat, karakteristik fisik, minat, motivasi, usia, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman, dan lain-lain. Selain pendidikan dan pengalaman, semua faktor di atas tidak dapat diubah.

Sedangkan kelompok faktor-faktor situasional merupakan kelompok faktor luar yang terdiri atas faktor-faktor yang hampir sepenuhnya berada di luar diri pekerja dan umumnya dalam penguasaan pimpinan perusahaan untuk mengubahnya. Hampir semua faktor dalam kelompok ini dapat diubah dan diatur.


(14)

Secara garis besar faktor-faktor situasional terbagi kedalam dua subkelompok yaitu faktor-faktor sosial dan keorganisasian dan faktor-faktor fisik pekerjaan. Dimana faktor-faktor sosial dan keorganisasian ini merupakan suatu kebutuhan non materi yang dibutuhkan oleh pekerja, seperti: rasa aman, rasa terjamin, ingin prestasinya diketahui dan dihargai orang lain, dan sebagainya. Sedangkan faktor-faktor fisik pekerjaan terdiri dari mesin, peralatan kerja, bahan dan sebagainya.

3.3. Fisiologi

Kriteria fisiologis dari kegiatan manusia biasanya ditentukan berdasarkan kecepatan denyut jantung dan pernafasan. Usaha untuk menentukan besarnya tenaga yang setepat-tepatnya berdasarkan kriteria ini agak sulit karena perubahan fisik dari keadaan normal menjadi keadaan fisik yang aktif akan melibatkan beberapa fungsi fisiologis yang lain, seperti tekanan darah, peredaran udara dalam paru-paru, jumlah oksigen yang digunakan, jumlah karbondioksida yang digunakan, temperatur badan, banyaknya keringat dan komposisi kimia dalam urine darah. Secara lebih luas dapat dikatakan bahwa kecepatan jantung dan kecepatan pernafasan dipengaruhi oleh tekanan fisiologis, tekanan oleh lingkungan, atau oleh tekanan akibat kerja keras, dimana ketiga tekanan tersebut sama pengaruhnya. Sehingga apabila kecepatan denyut jantung seseorang meningkat, akan sulit ditentukan apakah akibat kerja, akibat rasa takut atau akibat temperatur ruangan yang terlalu panas.


(15)

tetapi pengukuran ini kurang tepat dibandingkan dengan konsumsi oksigen karena lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor individu, seperti emosi, kondisi fisik, kelamin, dan lain-lain. Sehubungan dengan pekerjaannya sendiri, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi besarnya pengeluaran tenaga selama bekerja, diantaranya cara melaksanakan kerjanya, kecepatan kerjanya, sikap pekerja, kondisi lingkungan, dan lain-lain.

3.4. Beban Kerja Fisik

Sudut pandang ergonomi menganalisi setiap beban kerja yang diterima oleh seseorang harus sesuai atau seimbang baik dalam kemampuan fisik, kognitif, maupun keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut. Kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda dari satu kepada yang lainnya dan sangat tergantung dari tingkat keterampilan, kesegaran jasmani, usia dan ukuran tubuh dari pekerja yang bersangkutan.

Beban kerja fisik (physical workload) merupakan beban yang diterima oleh fisik akibat pelaksanaan kerja. Prinsip dasar dalam ergonomic adalah bagaimana agar Demand < Capacity, sehingga perlu diupayakan agar beban kerja fisik yang diterima tubuh saat bekerja tidak melebihi kapasitas fisik manusia yang bersangkutan. Untuk mengevaluasi suatu pekerjaan berdasarkan kapasitas fisik manusia dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi biomekanika dan sisi fisiologis. Sisi fisiologis melihat kapasitas kerja manusia dari sisi fisiologi tubuh, meliputi anatomi tubuh, denyut jantung, pernafasan dan lain-lain.


(16)

Beban kerja dari sisi fisiologis dihitung menurut kebutuhan kalori berdasarkan energy yang dikeluarkan selama melakukan aktivitas.

3.5. Denyut Nadi

Denyut nadi adalah frekuensi irama denyut/detak jantung yang dapat dipalpasi (diraba) dipermukaan kulit pada tempat-tempat tertentu. Denyut nadi adalah getaran didalam pembuluh darah arteri akibat kontraksi ventrikel kiri jantung. Denyut nadi yang optimal untuk setiap orang berbeda-beda, tergantung pada saat kapan mengukur denyut nadi (Brahmapurkar, 2012).

Menurut Moeljosoedarma (2008) denyut nadi optimal tenaga kerja tergantung saat kapan mengukur denyut nadi. Jika pengukuran dilakukan setelah bekerja, maka nadi normal pekerja tersebut adalah 90 denyut/menit. Jika denyut nadi melebihi 90 denyut/menit setelah 5 menit melakukan pekerjaannya, maka dapat disimpulkan bahwa tekanan panas di lingkungan kerja mungkin telah berlebihan dan oleh karenanya perlu dilakukan evaluasi terhadap lingkungan tempat kerja.

1. Jenis denyut nadi

a. Nadi Istirahat, yaitu denyut nadi sebelum bekerja. b. Nadi sedang bekerja, yaitu denyut nadi selama bekerja.

c. Nadi kerja, yaitu selisih denyut nadi selama kerja dengan denyut nadi sebelum bekerja.

d. Nadi pemulihan, yaitu total angka denyutan dari akhir kerja sampai masa pulih tercapai (Brahmapurkar, 2012).


(17)

2. Nadi Kerja Menurut Tingkat Beban Kerja

Menurut Tarwaka dkk (2004) kategori beban kerja berdasarkan denyut nadi kerja dibagi atas beban kerja sangat ringan, ringan, sedang, berat, sangat berat dan sangat berat sekali.

3.6. Penilaian Beban Kerja Fisik

Menurut Astrand dan Rodhal, bahwa penilaian beban kerja dapat dilakukan denga dua metode secara objektif, yaitu metode penilaian langsung dan metode penilaian tidak langsung.

1. Metode Penilaian Langsung

Metode pengukuran langsung yaitu dengan mengukur energi yang dikeluarkan melalui asupan oksigen selama bekerja. Smakin berat beban kerja akan semakin banyak energi yang diperlikan untuk dikonsumsi. Metode pengukuran asupan oksigen terlihat lebih akurat, namun kenyataannya hanya dapat mengukur untuk waktu kerja yang singkat dan diperlukan peralatan yang mahal. Kategori beban kerja yang didasarkan pada metabolisme, respirasi suhu tubuh dan denyut jantung menurut Christensen dapat dilihat pada Tabel 3.1.


(18)

Tabel 3.1. Konsumsi Energi dan Kategori Beban Kerja Berdasarkan Energi Expenditur

Tingkat Pekerjaan

Energi Expenditur Denyut Jantung Konsumsi Oksigen Kkal/menit Kkal/8 jam Denyut/menit Liter/menit

Unduly Heavy >12,5 >6000 >175 >2,5 Very Heavy 10-12,5 4800-6000 150-175 2-2,5

Heavy 7,5-10 3600-4800 125-150 1,5-2

Moderate 5-7,5 2400-3600 100-125 1-1,5

Light 2,5-5 1200-2400 60-100 0,5-1

Very Light <2,5 <1200 <60 <0,5 Sumber : Christensen (1991)

2. Metode Penilaian Tidak Langsung

Metode penilaian tidak langsung adalah dengan menghitung denyut nadi selama bekerja. Pengukuran denyut jantung selama kerja merupakan suatu metode untuk menilai cardiovasculair strain. Salah satu peralatan yang dapat digunakan untuk menghitung denyut nadi adalah telenetri dengan menggunakan rangsangan electro cardia graph (ECG). Apabila peralatan tersebut tidak tersedia, maka dapat dicatat secara manual memakai stopwatch dengan metode 10 denyut (Kilbon, 1992). Dengan metode tersebut dapat dihitung denyut nadi kerja sebagai berikut: denyut nadi (denyut/menit) = 10 ������

����� ���� ℎ������� x 60

Penggunaan nadi kerja untuk menilai berat ringannya beban kerja mempunyai beberapa keuntungan, selain mudah, cepat, sangkil dan murah juga tidak diperlukan peraltan yang mahal serta hasilnya pun cukup reliable dan tidak menganggu ataupun menyakiti orang yang diperiksa. Denyut nadi untuk mengestimasi indek beban kerja fisik terdiri dari beberapa jenis yaitu:


(19)

1. Denyut Nadi Istirahat (DNI) adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai.

2. Denyut Nadi Kerja (DNK) adalah rerata denyut nadi selama bekerja 3. Nadi Kerja (NK) adalah selisih antara denyut nadi istirahat dengan denyut nadi kerja.

Peningkatan denyut nadi mempunyai peranan yang sangat penting didalam peningkatan cardiat output dari istirahat sampai kerja maksimum. Peningkatan yang potensial dalam denyut nadi dari istirahat sampai kerja maksimum oleh Rodahl (1989) dalam Tarwaka, dkk (2004:101) didefinisikan sebagai Heart Rate Reverse (HR Reverse) yang diekspresikan dalam presentase yang dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut.

%HR Re verse = ���−���

����� −��� X 100

Denyut Nadi Maksimum (DNMax) adalah: (220 – umur) untuk laki-laki dan (200 – umur) untuk perempuan

Grandjean (1993) juga menjelaskan bahwa konsumsi energi sendiri tidak cukup untuk mengestimasi beban kerja fisik tidak hanya ditentukan oleh jumlah KJ yang di konsumsi, tetapi juga ditentukan oleh jumlah otot yang terlibat dan meningkatkan deyut nadi. Berdasarkan hal tersebut maka denyut nadi lebih mudah dan dapat digunakan untuk menghitung indek beban kerja. Astrand & Rodhal (1977); Rodhal (1989) menyatakan bahwa denyut nadi mempunyai hubungan linier yabg tinggi dan asupan oksigen pada waktu kerja. Dan


(20)

salah satu yang sederhana untuk menghitung denyut nadi adalah dengan mersakan denyutan pada arteri radialis di pergelangan tangan.

Denyut nadi untuk mengestimasi indek beban kerja fisik terdiri dari beberapa jenis yang didefenisikan oleh Grandjean (1993).

1). Denyut nadi istirahat adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai 2). Denyut nadi kerja adalah rerata denyut nadi selama bekerja

3). Nadi kerja adalah selisih antara denyut nadi istirahat dan denyut nadi kerja.

Peningkatan denyut nadi mempunyai peran yang sangat penting di dalam peningkatan cardiac output dari istirahat sampai kerja maksimum. Peningkatan yang potensial dalam denyut nadi dari istirahat sampai kerja maksimum tersebut oleh rodhal (1989) didefenisikan sebagai heart rate reserve (HR reserve). HR reserve tersebut diekspresikan dalam persentase yang dapat dihitung dengan menggunaksn rumus sebagai berikut.

% HR Re serve = ������ ���� ����� −������ ���� ����� ℎ��

������ ���� �������� −������ ���� ����� ℎ�� x100

Lebih lanjut, Manuaba & Vanwonterghem (1996) menentukan klasifikasi beban kerja berdasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan denyut nadi maksimun karena beban kardiovaskuler (cardivasculair load = %CVL) yang dihitung dengan rumus sebagai berikut.

%CVL = 100�(������ ���� ����� −������ ���� ����� ℎ��


(21)

Dimana denyut nadi maksimum adalah (220-umur) untuk laki-laki dan (200-umur) untuk wanita. Dari hasil penghitungan %CVL tersebut kemudian dibandingkan dengan klasifikasi yang telah ditetapkan sebagai berikut.

< 30% = Tidak terjadi kelelahan 30 s.d. < 60% = Diperlukan perbaikan 60 s.d. < 80% = Kerja dalam waktu singkat 80 s.d. < 100% = Diperlukan tindakan segera > 100% = Tidak diperbolehkan beraktivitas

Selain cara tersebut diatas cardiovascular strain dapat diestimasi menggunakan denyut nadi pemulihan atau dikenal dengan metode Brouha. Keuntungan metode ini adalah sama skali tidak mengganggu atau menghentikan pekerjaan, karena pengukuran dilakukan setelah subjek berhenti bekerja. Denyut nadi pemulihan (P) dihitung pada akhir 30 detik menit pertama, kedua dan ketiga (P1, P2, P3). Rerata dari ketiga nilai tersebut dihubungkan dengan total cadiac cost dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Jika P1 – P3 > 10 atau P1, P2, P3 seluruhnya <90, nadi pemulihan normal 2. Jika rerata P1 yang tercatat < 110 atau P1 - P3 > 10, maka beban kerja tidak berlebihan

3. Jika P1 – P3 < 10 dan jika P3 > 90, perlu redesain pekerjaan

Laju pemulihan denyut nadi dipengaruhi oleh nilai absolut denyut nadi pada keterganungan pekerjaan, tingkat kebugaran dan pemaparan lingkungan panas. Jika pemulihan nadi tidak segera tercapai maka diperlukan redesain pekerjaan untuk mengurangi tekanan fisik. Redesain tersebut dapat


(22)

berupa variabel tunggal maupun variabel keseluruhan dari variabel bebas task (tugas), organisasi kerja dan lingkungan kerja yang menyebabkan beban kerja tambahan.

3.7. Standar Iklim Kerja Panas

Standar iklim kerja panas di Indonesia ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. PER. 13/MEN/X/2011 tentang nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja.

Tabel 3.2. Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia Di Tempat Kerja

Pengaturan waktu kerja setiap jam

ISBB (oC) Beban Kerja

Ringan Sedang Berat

75-100% 31,0 28,0 -

50-75% 31,0 29, 0 27,5

25-50% 32,0 30, 0 29,0

0-25% 32,0 31,1 30,5

Sumber: Peraturan Menteri Tenaga Kerjadan Transmigrasi RI no.PER 13/MEN/X/2011

Catatan :

1. Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200 kilo kalori/jam. 2. Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200 sampai dengan kurang

dari 350 kilo kalori/jam.

3. Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai dengan kurang dari 500 kilo kalori/jam.


(23)

3.8. Pengukuran Tekanan Panas

Pengukuran ISBB dilakukan dengan menggunakan Area Heat Stress Monitor, dimana alat ini dioperasikan secara digital yang meliputi parameter suhu basah, suhu kering, dan suhu radiasi (Tarwaka dkk, 2004).

Cara Kerja :

1. Tombol power ditekan

2. Tombol °C atau °F ditekan untuk menentukan suhu yang digunakan 3. Tombol globe ditekan untuk menentukan suhu bola

4. Tombol wet bulb ditekan untuk mendapatkan suhu basah 5. Hasil akan keluar kemudian dicatat

6. Tombol power ditekan kembali untuk mematikan

3.9. Suhu Radiasi3

3

Parsons, K.C, 2003, Human Thermal Environment (London and New York: Taylor & Francis Selain pengaruh dari suhu udara terhadap suhu tubuh manusia, ada hal lain yang ikut mempengaruhi suhu tubuh manusia yaitu suhu radiasi. Suhu radiasi adalah panas yang beradiasi dari objek yang dapat mengeluarkan panas. Suhu radiasi memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan suhu udara dalam melepas atau menerima panas dari atau ke lingkungan.

Dalam setiap lingkungan kerja akan terjadi pertukaran panas yang berkelanjutan, refleksi dan absorbsi.


(24)

Conduction

Dry-bulb temperature-oC

Wet-bulb temperature-oC Effective temperature

Normal scale Velocity of air m/min

Gambar 3.1 Thermal Comfort

3.10. Suhu Udara (T)4

32 5

9

+

C

Pada umumnya, sistem sistem termoregulasi tubuh manusia selalu mencoba untuk mempertahankan kestabilan suhu internal (inti) tubuh sekitar 36,1oC hingga 37,2oC => = (97oF hingga 99oF). Suhu inti harus selalu berada dalam interval tersebut untuk menghindari kerusakan terhadap tubuh dan performansi. Ketika pekerjaan fisik dilakukan, tambahan suhu tubuh akan terjadi. Jika ditambahkan keadaan yang tingkat kelembabannya tinggi terhadap suhu ambient, maka hasilnya akan mengarah pada kelelahan dan resiko kesehatan.

4


(25)

Tubuh menghasilkan panas melalui metabolisme dan pekerjaan fisik. Untuk menjaga keseimbangan panas internal, tubuh melakukan pertukaran panas dengan lingkungan dengan empat cara berikut ini.

1. Konveksi

Proses ini tergantung pada perbedaan udara dan suhu kulit. Jika suhu udara lebih panas dari pada kulit, maka kulit akan menyerap panas dari udara, yang dapat dikatakan berarti menambah panas ke tubuh. Akan tetapi, jika suhu udara lebih dingin dari pada kulit, maka tubuh akan kehilangan panas.

2. Konduksi

Proses ini berkaitan dengan perbedaan suhu dari kulit dan permukaan yang mengenai kontak langsung. Contoh, jika menyentuh sesuatu yang panas, maka kulit akan menerima panas dan mungkin akan mengalami luka bakar.

3. Penguapan

Proses ini tergantung pada perbedaan tekanan uap air dari uap kulit dan uap air pada lingkungan (atau kelembaban relatif).

4. Radiasi

Proses ini tergantung pada perbedaan termperatur kulit dengan permukaan pada lingkungan. Contoh, berdiri di bawah pancaran sinar matahari akan membuat kita menerima radiasi dari matahari.

Dari suatu penelitian dapat diperoleh hasil bahwa produktivitas kerja manusia akan mencapai tingkat paling tinggi pada suhu sekitar 240C sampai dengan 270C.


(26)

3.11. Keseimbangan Panas5,6 Produksi Panas Panas yang Hilang Konduksi Konveksi Radiasi Evaporasi External work Nilai Metabolisme Produksi Panas Nilai Metabolisme Panas yang Hilang Konduksi Konveksi Radiasi Evaporasi External work Produksi Panas Nilai Metabolisme Panas yang Hilang Konduksi Konveksi Radiasi Evaporasi External work

Heat Stress Netral Cold Stress

Pengaturan suhu atau regulasi termal adalah suatu pengaturan secara kompleks dari suatu proses fisiologis dimana terjadi kesetimbangan antara produksi panas dengan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan. Suhu tubuh manusia yang dapat kita raba/rasakan tidak hanya didapat dari metabolisme, tetapi juga dipengaruhi oleh panas lingkungan. Panas lingkungan yang semakin tinggi akan menyebabkan pengaruh yang semakin besar terhadap suhu tubuh, sebaliknya jika suhu lingkungan semakin rendah maka semakin banyak panas tubuh yang hilang. Dengan kata lain, terjadi pertukaran panas antara tubuh manusia yang didapat dari metabolisme dengan tekanan panas yang dirasakan sebagai kondisi panas lingkungan. Selama pertukaran masih seimbang, tidak akan menimbulkan gangguan, baik penampilan kerja maupun kesehatan kerja. Tekanan panas yang berlebihan merupakan beban tambahan yang harus diperhatikan dan diperhitungkan. Keseimbangan panas antara panas yang dihasilkan dengan panas yang dikeluarkan dapat dilihat pada Gambar 3.2 berikut:

Gambar 3.2 Keseimbangan Panas Antara Panas yang Dihasilkan dengan Panas yang Dikeluarkan

5

Stanton, Neville. Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods (London : CRC Press), hal. 60-2.

6


(27)

3.12. Wet Bulb Globe Temperatur (WBGT)

Metode WBGT merupakan metode yang awalnya dikembangkan oleh Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy) untuk mengidentifikasi korban panas selama pelatihan (Yaglou & Minard, 1957). Metode ini diadopesi oleh dua standar internasional yaitu NIOSH (1972) dan ISO 7243 (1982), dan masih direkomendasikan sampai sekarang.

Perhitungan nilai WBGT dilakukan dengan persamaan dibawah ini: WBGT untuk di luar ruangan dengan panas radiasi matahari (outdor) :

WBGT : 0,7Temperatur basah+0,2Temperatur globe+0,1Temperatur kering

WBGT untuk didalam tanpa radiasi matahari ( indoor):

WBGT : 0,7 Temperatur basah + 0,3 Temperatur globe

3.13. Standard Nordic Questionnaire (SNQ)

Standard Nordic Questionnaire (SNQ) merupakan salah satu alat ukur yang biasa digunakan untuk mengenali sumber penyebab keluhan kelelahan otot. Melalui Standard Nordic Questionnaire dapat diketahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak sakit sampai sangat sakit. Dengan melihat dan menganalisis peta tubuh, maka diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja.


(28)

Nordic Questionnaire. Standard Nordic Questionanire dibuat atau disebarkan untuk mengetahui keluhan-keluhan yang dirasakan pekerja akibat pekerjaanya.

Standard Nordic Questionnaire bersifat subjektif, karena rasa sakit yang dirasakan tergantung pada kondisi fisik masing-masing individu. Keluhan rasa sakit pada bagian tubuh akibat aktivitas kerja tidaklah sama antara satu orang dengan orang lain. Peta tubuh dan keluhan dimensi tubuh dapat di lihat pada Gambar 3.3.


(29)

(30)

3.14. Antropometri7

Data antropometri akan menentukan bentuk, ukuran, dan dimensi yang tepat yang berkaitan dengan produk yang dirancang dan manusia yang

Istilah antropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan “metri” yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai satu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar, dan sebagainya) berat dan yang lain-lain yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam memerlukan interaksi manusia. Pengukuran antropometri bertujuan untuk mengetahui bentuk dimensi tubuh manusia, agar peralatan yang dirancang lebih sesuai dan dapat memberikan rasa nyaman serta menyenangkan saat digunakan.

Data antropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal:

1. Perancangan areal kerja (work station, interior mobil, dan lain-lain) 2. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas (tools)

dan sebagainya.

3. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi/meja komputer, dan lain-lain.

4. Perancangan lingkungan kerja fisik.


(31)

akan mengoperasikan atau menggunakan produk tersebut. Perancang produk harus mampu mengakomodasikan dimensi tubuh dari populasi terbesar yang menggunakan produk hasil rancangan tersebut. Kemampuan penyesuaian (adjustability) suatu produk merupakan satu prasyarat yang amat penting dalam proses perancangannya.

Prinsip-prinsip penggunaan data antropometri bisa disesuaikan dengan ukuran tubuh manusia yang mengoperasikannya, maka terdapat tiga prinsip dalam penggunaan data antropometri, yaitu:

1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim Rancangan produk dibuat agar bisa memenuhi dua sasaran produk yaitu: a. Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klarifikasi ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rata- ratanya.

b. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas dari populasi yang ada).

Agar bisa memenuhi sasaran pokok tersebut maka ukuran yang diaplikasikan ditetapkan dengan cara:

a. Ukuran dimensi minimum yang harus ditetapakan dari suatu rancangan produk umumnya didasarkan pada nilai persentil yang terbesar seperti 90th, 95th, atau 99th persentil. Contoh konkrit pada kasus ini bisa dilihat pada penetapan ukuran minimal dari lebar dan tinggi dari pintu darurat.

b. Ukuran dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil berdasarkan nilai persentil yang paling rendah (1th, 5th, 10th persentil) dari distribusi data


(32)

antropometri yang ada. Secara umum aplikasi data antropometri untuk perancangan produk ataupun fasilitas kerja akan menetapkan nilai 5 th persentil untuk dimensi maksimum dan 95 th untuk dimensi minimumnya.

2. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan diantara rentang ukuran tertentu. Di sini rancangan bisa dirubah- rubah ukurannya sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh stiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Contoh yang paling umum dijumpai adalah perancangan kursi mobil yang mana dalam hal ini letaknya bisa digeser maju/ mundur dan sudut sandarannya pun bisa berubah- rubah sesuai dengan yang diinginkan. Dalam kaitannya untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel, semacam ini maka data antropometri yang umum diaplikasikan adalah dalam rentang nilai 5 th sampai denga 95 th persentil.

3. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata- rata

Rancangan produk didasarkan terhadap rata- rata ukuran manusia. Problem pokok yang dihadapi dalam hal ini juga sedikit sekali mereka yang berbeda dalam ukuran rata-rata. Di dalam produk yang dirancang dan dibuat untuk mereka yang berukuran sekitar rata-rata, sedangkan bagi mereka yang memiliki ukuran ekstrim akan dibuatkan rancangan tersendiri.


(33)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di PT. Indonesia Asahan Aluminium di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Asahan yang berjarak ± 110 km dari Medan, Ibukota Provinsi Sumatera Utara. Penelitian dilakukan pada bulan April-Agustus 2016.

Gambar 4.1. Lokasi PT. Indonesia Asahan Aluminium

4.2. Jenis Penelitian8

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu mengumpulkan informasi aktual beban kerja, antara lain yaitu data pengukuran denyut nadi, data pengukuran paparan panas terhadap operator, data aktivitas kerja operator, dan


(34)

membuat perbandingan atau evaluasi untuk menetapkan rencana dan usulan redesaign alat.

4.3. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah semua operator Smelter Reduction Operation di PT. Indonesia Asahan Aluminium. Semua operator pengangkat kerak anoda berjenis kelamin laki-laki. Pengamatan dilakukan dengan pengukuran denyut nadi, temperatur basah, temperatur globe, dan waktu produktif.

4.4. Variabel Penelitian9

1. Variabel independen, yaitu tingkat aktivitas (konsumsi energi) , temperature dan kelelahan operator.

Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

2. Variabel terikat yaitu beban kerja yang diterima operator

4.5. Kerangka Konseptual Penelitian

Kerangka konseptual penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.2.


(35)

Temperatur Beban Kerja

Variabel Dependen

Variabel

Independen

Tingkat Aktivitas

(Konsumsi Energi)

Usulan Redesign Alat Kelelahan

(Keluhan SNQ)

Waktu produktif

Gambar 4.2. Kerangka Konseptual Penelitian

4.6. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dapat di lihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Alat Pengkuran

No Nama alat Gambar Fungsi

1. Area Heat Stress

Monitor Questempo 10

Mengukur suhu Kering, suhu basah dan suhu bola

2 Automatic Digital Blood Pressure Monitor

Mengukur tekanan darah dan denyut nadi


(36)

Tabel 4.1. Alat Pengkuran (Lanjutan)

No Nama alat Gambar Fungsi

3 Four in One • Untuk mengukur

temperatur udara (oC)

• Untuk mengukur tingkat kebisingan (dB)

• Untuk mengukur kelembaban udara (%RH)

Untuk mengukur tingkat pencahayaan (Lux)

4 Kuisioner SNQ

4.7. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran secara langsung selama penelitian, yaitu data denyut nadi operator, temperatur udara, dan kecepatan udara pada setiap aktivitas proses produksi departemen Smelter Reduction Operation.

2. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pimpinan ataupun karyawan untuk mendapatkan informasi dan data yang


(37)

berhungan dengan penelitian. Data skunder diperoleh dengan mengumpulkan catatan data instansi sebagai data tambahan, seperti struktur organisasi.

4.8 Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. Sedangkan sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh operator ACC pada enam stasiun peleburan. Sedangkan sampel yang diambil adalah operator helper Anode Changing di stasiun III dan IV (Pot Line 2) yang berjumlah 20 orang. Metode pengambilan sampel yang dilakukan adalah random sampling untuk menentukan Pot Line berapa yang akan diteliti dan total sampling untuk operator yang akan diberikan kuesioner serta diukur dimensi anthropometrinya.

4.9. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian untuk melakukan pengumpulan data di PT Indonesia Asahn Aluminium adalah sebagai berikut:

1. Pengamatan pendahuluan di unit produksi PT Indonesia Asahan Aluminium dengan menyebarkan kuesioner keluhan (SNQ) untuk diisi oleh operator. 2. Menyiapkan peralatan pengukuran, yaitu Automatic Digital Blood Pressure

Monitor, Four in One dan Area Heat Stress Monitor Questempo 10

3. Melakukan pengukuran denyut nadi, data temperatur basah dan temperatur globe dilakukan setiap 60 menit selama 8 jam kerja.


(38)

4. Wawancara dan diskusi kepada pihak PT Indonesia Asahan Aluminium mengenai data perusahaan, data jam kerja operator dan informasi yang berkaitan dengan penelitian.

5. Pengolahan data primer dan sekunder yang telah dikumpulkan 6. Analisis terhadap hasil pengolahan data.

Prosedur pengumpulan data dapat di lihat pada gambar 4.3.

Persiapan Istirahat

Pengukuran Temperatur Globe dan Temperatur Basah

Pengisian Kuesioner SNQ dan Data Pribadi

07.00-08.00 12.01-13.00

Istirahat

Pengukuran Temperatur

Globe dan Temperatur Basah

Pengukuran Data Temperatur Skin Pengukuran Data Temperatur Skin Pengukuran Data Temperatur Skin Pengukuran Data Temperature Skin Pengukuran Denyut Nadi Istirahat Pengukuran Denyut Nadi Kerja 13.01-16.00 08.01-12.00 Rata-rata pengukuran dengan

tiga kali pengulangan

Rata-rata pengukuran dengan tiga kali pengulangan

Gambar 4.3 Bagan Prosedur Pengumpulan Data

4.10 Instalasi Peralatan Pengukuran di Smelter Reduction Operation

Pengukuran untuk memperoleh data-data termal, harus mengikuti standar dan ketentuan yang ada. Titik pengukuran pada penelitian ini diambil mengikuti ASHRAE standard 55 (2004), ACGIH (2007) dan Havenith (2005), suatu titik pengukuran harus mengikuti syarat-syarat berikut:

1. Titik tersebut berada di area kerja operator dan operator cukup lama menghabiskan waktunya dititik tersebut.

2. Terdapat informasi dan laporan operator, terkait dengan ketidaknyamanan yang dirasakannya, terutama dalam hal heat stress ketika beraktivitas dititik tersebut. 3. Titik tersebut diduga secara kualitatif atau penilaian secara profesional


(39)

operator.

4. Mengenai jumlah titik pengukuran, tidak terdapat angka pasti (minimal, maksimal, atau range), sehungga jumlah titik pengukuran akan didasarkan pada kondisi tempat kerja.

5. Pada umumnya, radius pengukuran berbentuk lingkaran (horizontal) dan berlaku hingga 5 m disekeliling titik pengukuran.

Titik-titik pengukuran pada departemen Smelter Reduction Operation dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Legenda

Acc Port Alumina Titik Pengukuran

Skala 1 : 100

N

N Mata Angin Operator

Gambar 4.4 Layout Smelter Reduction Operation

4.11. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran maupun dari file record perusahaan diolah secara kuantitafif agar diperoleh gambaran data yang representatif untuk mendukung penyelesaian permasalahan beban kerja Smelter Reduction Production di PT. Indonesia Asahan Aluminium.


(40)

Uraian metodologi penelitian disajikan dalam bentuk blok diagram dapat dilihat pada Gambar 4.5.

MULAI

Studi Pendahuluan 1. Kondisi Perusahaan 2. Informasi pendukung 3. Masalah-masalah

Studi Literatur 1. Teori Buku

2. Referensi Jurnal Penelitian 3. Langkah-langkah penyelesaian

Identifikasi Masalah Awal

Beban Kerja Berat, sehingga Menyebabkan penurunan waktu produktif

Pengumpulan Data 1. Data primer

a. Data pengukuran denyut nadi

b. Data Temperatur Basah (oC), Temperatur Kering (oC),

Temperatur Globe (oC)

c. Data waktu work-idle

d. Data antropometri 2. Data sekunder

a. Sejarah Perusahaan b. Struktur Organisasi c. Proses Produksi d. Data Pekerja

Pengolahan Data

Analisis Pemecahan Masalah Analisis dan evaluasi beban Kerja Operator

Kesimpulan dan Saran

SELESAI


(41)

Aktivitas Kerja

1. Perhitungan Konsumsi Energi 2. Perhitungan % CVL

Waktu Kerja

Perhitungan Waktu Produktif Temperatur

Perhitungan Nilai Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)

Redesign dengan Data Antropometri Persentasi Keluhan

Kuisoner SNQ

Gambar 4.6 Blok Diagram Pengolahan Data

4.12. Analisis Pemecahan Masalah

Analisis yang dilakukan adalah analisis beban kerja operator Smelter

Reduction Operation PT Indonesia Asahan Aluminium dengan standar SNI 16-7063-2004 mengenai NAB iklim kerja dengan Indeks Suhu basah dan Bola. Apabila beban kerja yang diterima oleh operator adalah termasuk kategori beban kerja berat dengan ISBB berada di atas NAB, maka dapat perlu dilakukan rancangan usulan alat.


(42)

4.12.1.Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan merupakan langkah terakhir dalam merangkum informasi ataupun data yang didapatkan dari penelitian yang ada dan pemberian saran untuk penelitian selanjutnya yang bertujuan untuk pengembangan penelitian yang lebih mendalam.


(43)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1 Pengumpulan dan Pengolahan Data Tingkat Aktivitas Operator Pengangkat Kerak Anoda

Data tingkat aktivitas yang akan dikumpulkan dan diolah pada penelitian ini adalah data denyut nadi. Data denyut nadi digunakan untuk penilaian secara langsung menentukan jumlah kebutuhan energi yang dikonsumsi untuk suatu pekerjaan.

5.1.1 Data Pekerja Pengangkat Kerak Anoda

Data pekerja yang diambil adalah data identitas pekerja pada Stasiun 3 dan 4 Potline 2 pada bagian reduction plant PT INALUM. Data pekerja dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Data Pribadi Pekerja Stasiun 3 dan 4 Potline 2 SRO Operator Jenis Kelamin Usia Berat Badan Tinggi Badan

Operator 1 L 23 66 171

Operator 2 L 35 60 178

Operator 3 L 53 85 177

Operator 4 L 23 48 156

Operator 5 L 23 64 169

Operator 6 L 27 60 168

Operator 7 L 35 62 168

Operator 8 L 24 65 172

Operator 9 L 45 76 174

Operator 10 L 38 73 177

Operator 11 L 23 75 173

Operator12 L 34 68 170

Operator 13 L 38 60 168


(44)

Tabel 5.1 Data Pribadi Pekerja Stasiun dan 4 Potline 2 SRO (Lanjutan) Operator Jenis Kelamin Usia Berat Badan Tinggi Badan

Operator 16 L 26 63 170

Operator 17 L 26 64 177

Operator 18 L 32 68 178

Operator 19 L 28 75 173

Operator 20 L 26 58 169

5.1.2. Perhitungan Beban Kerja Operator Pengangkat Kerak Anoda 5.1.2.1. Metode Penilaian Secara Langsung

Metode penilaian secara langsung digunakan untuk menentukan jumlah kebutuhan energi yang dikonsumsi untuk suatu pekerjaan. Persamaan perhitungan jumlah energinya yaitu:

E = 1,80411 − 0,0229038 X + 4,71711 × 10-4 X2 Di mana:

E = Energi (kkal/menit)

X = Kecepatan DNK (Denyut Nadi Kerja) (denyut/menit)

Data yang dikumpulkan untuk perhitungan beban kerja adalah data denyut nadi pekerja yang dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Data Denyut Nadi Pekerja Pengangkat Kerak Anoda

No. Pekerja Umur

(tahun)

DNI (Denyut Nadi

Istirahat)

DNK (Denyut Nadi

Kerja)

1 Operator 1 23 75 141

2 Operator 2 35 81 142

3 Operator 3 53 61 138

4 Operator 4 23 77 142

5 Operator 5 23 85 160

6 Operator 6 27 83 152

7 Operator 7 35 85 143


(45)

Tabel 5.2 Data Denyut Nadi Pekerja (Lanjutan)

No. Pekerja Umur

(tahun)

DNI (Denyut Nadi

Istirahat)

DNK (Denyut Nadi

Kerja)

9 Operator 9 45 92 144

10 Operator 10 38 78 147

11 Operator 11 23 88 142

12 Operator12 34 84 157

13 Operator 13 38 80 150

14 Operator 14 24 83 149

15 Operator 15 23 84 152

16 Operator 16 26 89 148

17 Operator 17 26 92 142

18 Operator 18 32 76 149

19 Operator 19 28 83 145

20 Operator 20 26 76 146

Dari data diatas dilakukan perhitungan untuk konsumsi energi masing-masing pekerja. Sebagai contoh, perhitungan konsumsi energi untuk pekerja 1 dimana DNK sebesar 141 adalah sebagai berikut:

E = 1,80411 – 0,0229038 X + 4,71711. 10-4.X2 E = 1,80411 – 0,0229038 (141) + 4,71711.10-4 (141)2 E = 7,952 kkal per menit

Kategori beban kerja untuk pekerja tersbut termasuk dalam beban kerja berat (heavy) karena energi yang dikonsumsi berada di antara 7,5- 10 kkal/menit berdasarkan Bab III Tabel 3.1.

Data konsumsi energi tiap pekerja smelter reduction operation dapat dilihat pada Tabel 5.3.


(46)

Tabel 5.3 Konsumsi Energi Pekerja SRO

No. Pekerja Umur

(Tahun) DNK

E (Kkal/menit)

Kategori Beban Kerja

1 Operator 1 23 141 7.953 Berat

2 Operator 2 35 142 8.063 Berat

3 Operator 3 53 138 7.627 Berat

4 Operator 4 23 142 8.063 Berat

5 Operator 5 23 160 10.215 Sangat Berat

6 Operator 6 27 152 9.221 Berat

7 Operator 7 35 143 8.175 Berat

8 Operator 8 24 148 8.747 Berat

9 Operator 9 45 144 8.287 Berat

10 Operator 10 38 147 8.630 Berat

11 Operator 11 23 142 8.063 Berat

12 Operator12 34 157 9.835 Berat

13 Operator 13 38 150 8.982 Berat

14 Operator 14 24 149 8.864 Berat

15 Operator 15 23 152 9.221 Berat

16 Operator 16 26 148 8.747 Berat

17 Operator 17 26 142 8.063 Berat

18 Operator 18 32 149 8.864 Berat

19 Operator 19 28 145 8.401 Berat

20 Operator 20 26 146 8.515 Berat

Rata-rata 8.627 Berat

Grafik konsumsi energi yang dibutuhkan oleh setiap operator dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1 Energi yang Dibutuhkan Operator

0 5 10 15

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19

en er g i ( K k a l/m en it ) operator E (Kkal/menit)


(47)

5.1.2.2. Metode Penilaian Secara Tidak Langsung

Metode penilaian secara tidak langsung dilakukan dengan dua cara yaitu berdasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan denyut nadi maksimum karena beban kardiovaskular (Cardiovascular Load = %CVL).

Cardiovasculair Load (%CVL) dapat dihitung dengan menggunakan rumus ke 3 pada landasan teori Bab III.

Berikut merupakan salah satu contoh perhitungan %CVL untuk operator SRO sebagai berikut :

DNK = Denyut Nadi Kerja = 141 DNI = Denyut Nadi Istirahat = 75 DN Maks = Denyut Nadi Maksimum = 197

%CVL = 100�(������ ���� ����� −������ ���� ����� ℎ��

������ ���� �������� −������ ���� ����� ℎ��

)

%CVL = 100 � (141−75)

197−75 = 54.098

Hasil perhitungan %CVL dan klasifikasi beban kerja dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4 Nilai %CVL dan Klasifikasi Beban Kerja Operator Pengangkat Kerak Anoda

No. Pekerja Umur (tahun)

DNI DNK DN Maks

%CVL KETERANGAN

1 Operator 1 23 75 141 197 54.098 Diperlukan perbaikan 2 Operator 2 35 81 142 185 58.654 Diperlukan perbaikan 3 Operator 3 53 61 138 167 72.642 Kerja dalam waktu singkat 4 Operator 4 23 77 142 197 54.167 Diperlukan perbaikan


(48)

Tabel 5.4 Nilai %CVL dan Klasifikasi Beban Kerja Operator Pengangkat Kerak Anoda (Lanjutan)

No. Pekerja Umur (tahun)

DNI DNK DN Maks

%CVL KETERANGAN

5 Operator 5 23 85 160 197 66.964 Kerja dalam waktu singkat 6 Operator 6 27 83 152 193 62.727 Kerja dalam waktu singkat 7 Operator 7 35 85 143 185 58.000 Diperlukan perbaikan 8 Operator 8 24 76 148 196 60.000 Diperlukan perbaikan 9 Operator 9 45 92 144 175 62.651 Kerja dalam waktu singkat 10 Operator 10 38 78 147 182 66.346 Kerja dalam waktu singkat 11 Operator 11 23 88 142 197 49.541 Diperlukan perbaikan 12 Operator12 34 84 157 186 71.569 Kerja dalam waktu singkat 13 Operator 13 38 80 150 182 68.627 Kerja dalam waktu singkat 14 Operator 14 24 83 149 196 58.407 Diperlukan perbaikan 15 Operator 15 23 84 152 197 60.177 Kerja dalam waktu singkat 16 Operator 16 26 89 148 194 56.190 Diperlukan perbaikan 17 Operator 17 26 92 142 194 49.020 Diperlukan perbaikan 18 Operator 18 32 76 149 188 65.179 Kerja dalam waktu singkat 19 Operator 19 28 83 145 192 56.881 Diperlukan perbaikan 20 Operator 20 26 76 146 194 59.322 Diperlukan perbaikan

Rata-rata 60.558 Kerja dalam waktu singkat

5.2.1. Temperatur (oC)

5.2.2. Temperatur Permukaan Kulit

Pengumpulan data temperatur permukaan kulit dilakukan sebanyak 4 kali sehari dengan menggunakan alat digital terrnometer. Pengukuran temperatur permukaan kulit dilakukan 30 menit setelah bekerja, 30 sebelum istirahat, 30 sesudah istirahat, 30 menit sebelum selesai bekerja.

Indikator alat ini diposisikan pada lipatan tangan bagian atas. Pemasangan indikator tersebut dilakukan selama 30 detik pada lipatan tangan kanan dan kiri. Pengukuran dilakukan pada kedua tangan untuk menghindari terjadinya bias yang


(49)

diakibatkan oleh alat ukur. Data rata-rata temperatur kulit dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Data Rata-rata Temperatur Kulit Pekerja (Tsk)

Pekerj a

Pengukuran (Tsk) I II III IV

1 34.68 35.55 35.48 36.10

2 33.68 34.00 33.63 34.10

3 34.22 35.10 34.48 34.62

4 34.3 34.45 34.8 34.98

5 32.93 33.77 32.48 33.24

6 34.35 34.43 34.58 34.74

7 33.93 34.55 34.63 35.10

8 34.37 34.55 35.27 35.49

9 34.33 35.32 34.14 34.87

10 34.12 34.88 34.87 35.40

11 34.08 34.63 35.17 35.45

12 34.15 34.92 35.35 35.92

13 34.13 34.77 34.78 35.6

14 34.33 34.4 34.38 34.75

15 34.08 34.62 34.25 34.70

16 34.20 34.43 34.4 34.57

17 34.33 34.51 34.78 35.00

18 34.35 34.72 34.78 34.88

19 33.55 34.38 34.15 34.40

20 33.77 33.82 33.67 33.95

5.2.3. Menghitung Nilai Perpindahan Panas ke Permukaan Kulit

Setelah memperoleh data temperatur permukaan kulit setiap pekerja, data-data tersebut selanjutya diolah dengan menghitung nilai perpindahan panas ke permukaan kulit. Rumus untuk mengetahui kalor yang merambat ke kulit adalah:

Q= �.�.∆�.�

Dimana:

k =koefisien konduksi besi (79 J/s.m.C) 2


(50)

∆�

= interval suhu (C)

L = Panjang Besi (165 cm =1,65 m)

Berikut adalah contoh perhitungan perpindahan panas ke kulit. Q = 79 � 0,38 � (35,55−34,68)� 4

1,65

=

63,31 Joule

Rekapitulasi hasil perhitungan perpindahan panas dapat dilihat pada Tabel 5.6

Tabel 5.6 Nilai Perpindahan Panas ke Permukaan Kulit Operator Perpindahan Panas Nilai Kalor Q1 (Joule) Nilai Kalor Q2 (Joule)

1 63.31 45.12

2 23.29 34.20

3 64.04 10.19

4 10.92 13.10

5 61.13 55.31

6 5.82 11.64

7 45.12 34.20

8 13.10 16.01

9 72.05 53.13

10 55.31 38.57

11 40.03 20.38

12 56.04 41.48

13 46.58 59.68

14 5.09 26.93

15 39.30 32.75

16 16.74 12.37

17 13.10 16.01

18 26.93 7.28

19 60.40 18.19

20 3.64 20.38

Hasil perhitungan nilai kalor menunjukkan bahwa perpindahan kalor secara konduksi memiliki nilai yang besar. Hal ini diketahui karena besi merupakan penghantar panas yang baik dengan koefisien konduksi 79 J/s.m.C. Dari hasil perhitungan nilai kalor menandakan bahwa adanya panas yang mengalir


(51)

dari alat yang digunakan terhadap tubuh pekerja, sehingga menyebabkan suhu tubuh menjadi meningkat.

5.2.3. Data Temperatur Basah (oC)

Data Temperatur Basah pada 5 titik yang telah ditentukan sebelumnya dan pada setiap titiknya, dilakukan pengukuran pada 3 titik gradien ketinggian yang berbeda-beda. Data rata-rata temperatur basah selama 3 hari di Smelter Reduction Operation dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7 Data Rata-rata Temperatur Basah (oC) Waktu Titik

Temperatur Basah (oC)

Ketinggian (m) Rata-rata per titik pengukuran

0.1 1.1 1.7

08.01-09.00

1

28,7 28,9 29,0

30,1 09.01-10.00 29,5 29,9 30,3

10.01-11.00 30,7 31,0 31,1 11.01-12.00 30,4 30,6 30,3 13.01-14.00 31,9 30,7 31,6 14.01-15.00 29,9 29,1 29,4 15.01-16.00 30,5 29,6 29,3

Rata-rata 30,2 30,0 30,1

08.01-09.00

2

30,5 29,9 29,9

30,6 09.01-10.00 30,5 29,9 29,4

10.01-11.00 31,8 31,6 30,8 11.01-12.00 31,3 31,5 31,3 13.01-14.00 32,1 31,7 31,3 14.01-15.00 30,8 30,0 29,2 15.01-16.00 30,0 30,1 29,6


(52)

Tabel 5.7 Data Rata-rata Temperatur Basah (oC) (Lanjutan)

Data tersebut selanjutnya dihitung perbedaan hasil pengukuran rata-rata masing-masing gradien ketinggian, seperti yang ditunjukan pada Tabel 5.8.

Waktu Titik

Temperatur Basah (oC)

Ketinggian (m) Rata-rata per titik pengukuran

0.1 1.1 1.7

08.01-09.00

3

29,4 28.8 28.2

30,2 09.01-10.00 29,7 29.4 29.2

10.01-11.00 30,4 30.3 30.1 11.01-12.00 31,3 31.1 30.9 13.01-14.00 30,9 30.7 30.3 14.01-15.00 31,1 30.7 30.3 15.01-16.00 29,8 31.3 30.8

Rata-rata 30,4 30.3 30.0

08.01-09.00

4

29,5 29.2 29.4

30,1 09.01-10.00 29,6 29.5 29.3

10.01-11.00 29,6 30.2 29.9 11.01-12.00 30,0 30.7 30.5 13.01-14.00 31,3 31.6 31.3 14.01-15.00 30,6 30.7 30.2 15.01-16.00 29,9 30.0 29.7

Rata-rata 30,1 30.3 30.0

08.01-09.00

5

30,3 29.9 30.2

30,2 09.01-10.00 30,3 29.9 30.1

10.01-11.00 30,5 29.9 29.5 11.01-12.00 31,1 30.5 30.3 13.01-14.00 30,7 31.1 30.2 14.01-15.00 29,9 30.0 29.7 15.01-16.00 30,1 30.0 29.7

Rata-rata 30,4 30.2 30.0

Rata-rata per

ketinggian 30,4 30.3 30.1


(53)

Tabel 5.8 Data Rata-rata Ketinggian Temperatur Basah Waktu

Temperatur Basah (oC) Ketinggian (m)

0.1 1.1 1.7

08.01-09.00 29,7 29,4 29,3 09.01-10.00 29,9 29,7 29,7 10.01-11.00 30,6 30,6 30,3 11.01-12.00 30,8 30,9 30,7 13.01-14.00 31,4 31,2 30,9 14.01-15.00 30,5 30,1 29,7 15.01-16.00 30,1 30,2 29,8

Grafik Temperatur Basah terhadap waktu pengukuran dan ketinggian dapat dilihat pada Gambar 5.1 berikut ini.

Gambar 5.2 Grafik Temperatur Basah Terhadap Waktu dan Ketinggian

5.2.4. Data Temperatur Globe (oC)

Data Temperatur Globe pada 5 titik yang telah ditentukan sebelumnya dan pada setiap titiknya, dilakukan pengukuran pada 3 titik gradien ketinggian yang berbeda-beda. Data rata-rata temperatur globe selama 3 hari di Reduction plant dapat dilihat pada Tabel 5.9.

28,0 29,0 30,0 31,0 32,0 T e m p e ra tu r B a sa h ( C ) Waktu Tititk 0.1 Titik 1.1 Titik 1.7


(54)

Tabel 5.9 Data Rata-rata Temperatur Globe Gradien

Data tersebut selanjutnya dihitung perbedaan hasil pengukuran rata-rata masing-masing gradien ketinggian, seperti yang ditunjukan pada Tabel 5.10.

Waktu Titik

Temperatur Globe (oC) Ketinggian (m)

Rata-rata per titik pengukuran

0.1 1.1 1.7

08.01-09.00

1

39.7 40.2 40.2

40.3 09.01-10.00 40.0 40.7 39.2

10.01-11.00 40.3 40.1 38.9 11.01-12.00 40.3 40.7 40.3 13.01-14.00 40.9 41.7 40.2 14.01-15.00 39.9 41.2 40.0 15.01-16.00 39.8 41.0 41.1

Rata-rata 40.1 40.8 40.0

08.01-09.00

2

38.8 40.5 39.6

40.4 09.01-10.00 39.9 40.3 39.7

10.01-11.00 40.0 40.2 40.7 11.01-12.00 39.4 41.5 39.8 13.01-14.00 40.2 43.1 41.8 14.01-15.00 40.1 43.0 40.9 15.01-16.00 39.0 41.4 38.8

Rata-rata 39.6 41.4 40.2

08.01-09.00

3

39.3 40.1 40.7

40.9 09.01-10.00 40.2 40.8 40.9

10.01-11.00 41.3 41.4 41.7 11.01-12.00 40.9 41.2 40.6 13.01-14.00 41.4 41.9 41.8 14.01-15.00 41.2 40.9 41.8 15.01-16.00 41.3 39.9 40.0

Rata-rata 40.8 40.9 41.1

08.01-09.00

4

39.4 39.9 40.6

40.6 09.01-10.00 40.0 40.2 40.8

10.01-11.00 39.8 41.2 40.1 11.01-12.00 40.5 40.8 39.9 13.01-14.00 40.9 41.5 41.4 14.01-15.00 41.5 41.0 41.2 15.01-16.00 40.9 41.3 40.4

Rata-rata 40.4 40.9 40.6

08.01-09.00

5

41.7 42.3 42.0

42.6 09.01-10.00 41.2 42.1 43.1

10.01-11.00 42.6 43.0 43.4 11.01-12.00 43.3 43.4 43.0 13.01-14.00 43.2 42.2 43.3 14.01-15.00 43.8 41.3 43.5 15.01-16.00 42.8 41.0 42.0

Rata-rata 42.7 42.2 42.9

Rata-rata per

ketinggian 40.7 41.2 41.0


(55)

Tabel 5.10 Data Rata-rata Ketinggian Temperatur Globe Waktu

Temperatur Globe (oC) Ketinggian (m)

0.1 1.1 1.7

08.01-09.00 39.8 40.6 40.6 09.01-10.00 40.3 40.8 40.7 10.01-11.00 40.8 41.1 40.9 11.01-12.00 40.9 41.5 40.7 13.01-14.00 41.3 42.1 41.7 14.01-15.00 41.3 41.5 41.5 15.01-16.00 40.8 40.9 40.5

Grafik Temperatur globe terhadap waktu pengukuran dan ketinggian dapat dilihat pada Gambar 5.2 berikut ini.

Gambar 5.3 Grafik Temperatur Globe Terhadap Waktu dan Ketinggian

5.2.5. Perhitungan Nilai Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)

Perhitungan nilai ISBB dilakukan dengan persamaan dibawah ini: ISBB untuk di luar ruangan dengan panas radiasi matahari (outdor) :

ISBB : 0,7Temperatur basah+0,2Temperatur globe+0,1Temperatur kering

ISBB untuk didalam tanpa radiasi matahari ( indoor):

38,0 39,0 40,0 41,0 42,0 43,0 Te m p e ra tu r G lo b e (C ) Waktu Titik 0.1 Titik 1.1 Titik 1.7


(56)

ISBB : 0,7 Temperatur basah + 0,3 Temperatur globe

Perhitungan ISBB pada departemen SRO dilakukan dengan ruangan tanpa radiasi, karena berada pada ruangan tertutup tanpa radiasi dari matahari. Nilai rata-rata Temperatur Basah, Temperatur Globe dapat di lihat pada Tabel 5.11.

Tabel 5.11 Data Suhu Bolah Basah, Temperatur Globe Titik Ketinggian

(m)

Temperatur Basah (oC)

Temperatur

Globe (oC)

1

0,1 30.2 40.1

1,1 30.0 40.8

1,7 30.1 40.0

2

0,1 31.0 39.6

1,1 30.7 41.4

1,7 30.2 40.2

3

0,1 30.3 40.9

1,1 30.0 41.1

1,7 30.1 40.4

4

0,1 30.3 40.9

1,1 30.0 40.6

1,7 30.4 42.7

5

0,1 30.2 42.2

1,1 30.0 42.9

1,7 30.3 40.9

Berdasarkan data diatas maka dihitung nilai ISBB untuk titik pertama, ketinggian 0,1 m dengan persamaan:

ISBB : 0,7 Temperatur basah + 0,3 Temperatur globe

ISBB = 0,7 x 30,2 + 0,3 x 40,1 = 33,2 oC

Dengan perhitungan yang sama seperti diatas dapat diperoleh nilai ISBB untuk titik yang lain, seperti pada Tabel 5.12.


(57)

Tabel 5.12 Rekapitulasi Nilai ISBB pada Semua Titik Titik Gradien

Ketinggian (m)

Temperatur Basah (oC)

Temperatur

Globe (oC)

ISBB (OC) 1

0,6 30.2 40.1 33.2

1,1 30.0 40.8 33.2

1,7 30.1 40.0 33.1

2

0,6 31.0 39.6 33.6

1,1 30.7 41.4 33.9

1,7 30.2 40.2 33.2

3

0,6 30.4 40.8 33.5

1,1 30.3 40.9 33.5

1,7 30.0 41.1 33.3

4

0,6 30.1 40.4 33.2

1,1 30.3 40.9 33.4

1,7 30.0 40.6 33.2

5

0,6 30.4 42.7 34.1

1,1 30.2 42.2 33.8

1,7 30.0 42.9 33.8

Rata-rata 30,3 41 33,5

5.2.6. Perhitungan Nilai Ambang Batas Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)

Berdasarkan nilai ISBB rata-rata yang diterima pekerja, maka dapat dilihat nilai ambang batas (threshold limit value) ISBB berdasarkan SNI 16-7063-2004.

Tabel 5.13 Faktor Koreksi ISBB

Proporsi kerja ISBB

Beban Kerja

Work Idle Ringan Sedang Berat

75% 25% 30,6oC 38,0oC 25,9oC

50% 50% 31,4oC 29,4oC 27,9oC

25% 75% 32,2oC 31,1oC 30oC

Jika melihat standar diatas, terlihat bahwa nilai ambang batas ditentukan oleh beban kerja, maka beban kerja yang diterima oleh pekerja adalah beban kerja berat sesuai dengan hasil perhitungan beban kerja pada sub bab 5.1.2.1.


(58)

5.3. Perhitungan Proporsi Waktu Kerja dan Waktu Menganggur

Perhitungan Proporsi waktu kerja dan waktu menganggur dilakukan dengan menggunakan data activity sampling yang dilakukan pada 20 pekerja selama dua hari pengukuran. Seluruh Operator yang bekerja di lantai produksi bekerja dari pukul 08.00 hingga 16.00 dengan jam istirahat dari pukul 12.00 hingga 13.00. Berdasarkan jam kerja seperti diatas, jumlah populasi penelitian adalah jumlah waktu kerja per 5 menit, tanpa memperhitungkan waktu istirahat. Jumlah satuan menit dari pukul 08.00-12.00 dan 13.00-16.00 adalah 96 (populasi waktu penelitian). Penentuan jumlah sampel dari populasi menggunakan Slovin, maka didapatkan. 2 1 Ne N n + ≥

n = Jumlah sampel N = Jumlah Populasi e = % galat (asumsi 5%)

dengan persamaan diatas maka dapat dihitung jumlah sampel pada pengamatan activity sampling ini adalah:

2 ) 05 , 0 )( 96 ( 1 96 + ≥ n

n ≥ 77,41 atau n ≥78

Data rekapitulasi dan perhitungan proporsi waktu kerja dan waktu menganggur pada setiap pekerja dapat dilihat pada Tabel 5.14 dan Tabel 5.15.


(59)

Tabel 5.14 Proporsi Waktu Kerja dan Waktu Menganggur Operator SRO pada Hari Pertama

Hari 1 Operator Jumlah Waktu Kerja Jumlah Waktu Menganggur Persentase Waktu Kerja (%) Persentase Waktu Menganggur (%)

1 61 24 71.76 28.24

2 58 27 68.24 31.76

3 62 23 72.94 27.06

4 64 21 75.29 24.71

5 59 26 69.41 30.59

6 62 23 72.94 27.06

7 56 29 65.88 34.12

8 65 20 76.47 23.53

9 66 19 77.65 22.35

10 60 25 70.59 29.41

11 63 22 74.12 25.88

12 61 24 71.76 28.24

13 60 25 70.59 29.41

14 62 23 72.94 27.06

15 61 24 71.76 28.24

16 59 26 69.41 30.59

17 64 21 75.29 24.71

18 61 24 71.76 28.24

19 58 27 68.24 31.76

20 60 25 70.59 29.41


(60)

Tabel 5.15 Proporsi Waktu Kerja dan Waktu Menganggur Operator SRO pada Hari Kedua

Hari 2 Operator Jumlah Waktu Kerja Jumlah Waktu Menganggur Persentase Waktu Kerja (%) Persentase Waktu Menganggur (%)

1 60 25 70.59 29.41

2 61 24 71.76 28.24

3 62 23 72.94 27.06

4 62 23 72.94 27.06

5 60 25 70.59 29.41

6 61 24 71.76 28.24

7 59 26 69.41 30.59

8 63 22 74.12 25.88

9 62 23 72.94 27.06

10 63 22 74.12 25.88

11 66 19 77.65 22.35

12 64 21 75.29 24.71

13 62 23 72.94 27.06

14 60 25 70.59 29.41

15 61 24 71.76 28.24

16 60 25 70.59 29.41

17 63 22 74.12 25.88

18 59 26 69.41 30.59

19 62 23 72.94 27.06

20 61 24 71.76 28.24


(61)

5.4. Data Standar Nordic Questioner (SNQ)

Standard Nordic Qustionare adalah kuisioner yang dirancang untuk mengetahui keluhan yang dialami oleh operator Smelter Reduction Operation selama melakukan pekerjaan. Pengumpulan data kuisioner SNQ diberikan kepada 20 operator. Penilaian berdasarkan kuisioner SNQ untuk pembobotan masing-masing kategori berikut :

Tidak sakit : bobot 1 Agak sakit : bobot 2 Sakit : bobot 3 Sangat sakit : bobot 4

Hasil rekapitulasi kuisioner SNQ setelah dilakukan penyebaran kuisioner SNQ untuk 20 operator Smelter Reduction Operation dapat dilihat pada Tabel 5.16.


(62)

Tabel 5.16 Rakapitulasi Standar Nordic Questioner (SNQ)

Operator Nomor Dimensi Tubuh

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

1 2 2 4 4 3 2 3 4 2 2 2 2 3 3 4 1 4 4 3 3 2 2 3 3 1 1 4 4

2 2 2 2 2 4 3 4 2 2 3 1 1 3 2 3 4 4 4 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3

3 3 2 2 2 3 2 3 2 1 1 2 2 3 3 4 1 3 3 2 2 2 2 2 2 3 3 3 4

4 3 2 2 2 3 1 3 3 1 1 2 2 3 4 3 3 3 4 2 2 1 1 2 2 2 3 2 4

5 4 3 2 2 3 1 2 3 2 1 2 1 2 3 2 2 4 4 3 3 1 1 2 3 4 4 3 3

6 3 3 3 3 4 2 4 4 1 1 1 1 4 4 2 2 3 3 2 2 2 2 4 4 2 2 3 3

7 2 4 4 4 4 1 4 4 1 1 1 1 3 3 1 1 3 3 2 2 3 2 3 3 1 1 2 2

8 4 4 3 3 4 3 3 3 2 2 2 2 3 3 1 2 1 3 3 3 2 2 1 1 2 2 3 3

9 3 2 3 2 1 2 4 1 3 2 2 2 3 4 3 2 2 2 1 2 2 3 1 2 2 2 3 2

10 3 3 4 3 4 2 3 4 2 1 3 3 4 3 2 3 3 2 2 3 3 3 2 2 3 1 4 3

11 4 4 3 2 3 1 2 2 2 2 2 2 3 4 1 3 3 3 3 2 2 2 3 2 3 2 4 2

12 3 3 4 2 2 2 2 3 1 1 2 1 4 2 3 2 2 4 3 3 3 1 3 1 1 3 2 2

13 2 3 3 3 2 3 3 4 1 2 3 1 4 3 1 2 4 4 2 4 3 1 2 2 2 3 3 4

14 4 3 3 4 3 1 4 3 1 2 2 2 2 3 2 2 3 4 1 3 2 2 1 3 1 2 2 4

15 2 3 3 3 3 2 3 3 2 3 1 2 4 4 3 3 4 2 1 2 1 3 2 4 1 2 4 2

16 2 3 4 2 2 1 3 4 1 1 1 2 3 4 2 2 4 3 4 2 2 2 3 1 2 4 3 3

17 3 2 4 2 1 1 2 3 2 2 1 3 3 3 3 4 3 2 3 1 1 2 3 2 3 3 3 3

18 4 3 4 2 2 2 3 4 3 1 3 2 4 3 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 4 2

19 3 3 3 1 3 2 2 3 2 1 2 1 2 3 1 3 3 1 2 1 2 2 3 2 2 3 3 3

20 3 4 3 2 3 2 3 2 2 1 1 1 4 4 2 1 3 3 2 1 2 1 2 3 1 2 1 4


(63)

5.4.1. Presentase Keluhan Otot Operator dengan SNQ

Setelah dilakukan rekapitulasi skor SNQ pada pengumpulan data kemudian dilakukan perhitungan persentase keluhan yang dirasakan operator Smelter Reduction Operation pada masing-masing bagian tubuh. Untuk mendapatkan presentase tersebut dapat dicari dengan rumus:

% keluhan dimensi tubuh no = Jumlah bobot keluhan

Jumlah total bobot keluhan x 100%

Contoh :

% Keluhan sakit pada dimensi tubuh 0 = 3+ 3+3+3+3+3+3+3+3

59 x 100%

= 45,76 %

Persentasi keluhan untuk masing-masing dimensi tubuh dapat dilihat pada Tabel 5.17.

Tabel 5.17 Persentase Keluhan Masing-masing Dimensi Tubuh No. Dimensi

Tubuh

Sakit %

Sangat Sakit %

0 45.76 33.90

1 51.72 27.59

2 42.86 44.44

3 30.00 24.00

4 47.37 35.09

5 25.00 0.00

6 50.00 33.33

7 39.34 45.90

8 17.65 0.00

9 19.35 0.00

10 25.00 0.00

11 17.65 0.00

12 46.88 43.75

13 50.77 43.08

14 40.00 17.78

15 33.33 17.78


(64)

Tabel 5.17 Persentase Keluhan Masing-masing Dimensi Tubuh (Lanjutan) No. Dimensi

Tubuh Sakit % Sangat Sakit %

17 35.00 46.67

18 40.00 8.89

19 40.00 8.89

20 30.00 0.00

21 31.58 0.00

22 52.17 8.70

23 38.30 17.02

24 36.59 9.76

25 43.75 16.67

26 50.85 33.90

27 40.00 40.00

Sebaran keluhan secara keseluruhan yang dirasakan oleh operator dapat dilihat pada histogram pada Gambar 5.4.

Gambar 5.4 Persentase Keluhan Sakit Dan Sangat Sakit

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26

P

ers

en

tas

e (

%

)

No dimensi tubuh

sakit % sangat sakit %


(65)

5.5. Perancangan dengan Prinsip Anthropometri 5.5.1. Data Dimensi Anthropometri

Pada penelitian ini, dilakukan pengukuran anthropometri terhadap 20 orang operator Smelter Reduction Operation. Adapun bagian tubuh yang diukur yang berkaitan dengan fasilitas yang akan dirancang adalah sebagai berikut: 1. TBT: Tinggi Badan Tegak; 2. PLB : Panjang Lengan Bawah; 3. JT: Jangkauan Tangan; 4. DG: Diameter Genggaman. Data hasil pengukuran anthropometri dapat dilihat pada Tabel 5.18.

Tabel 5.18 Dimensi Anthropometri (Dalam cm) Operator ACC Operator

ke- TBT PLB JT DG

1 170 27,8 70,5 3,8

2 168,4 27 76 3,4

3 179 31,6 75 4,2

4 164 26,8 68 3,5

5 167 29 65,7 3,7

6 160,5 22,7 62 3,2

7 173 32,7 73 4,3

8 165 28 68 3,6

9 158 22,9 64 3

10 163 28,3 67,3 3,4

11 172,7 28,7 70 4,2

12 170 27,9 68 4

13 167,5 25,7 64 3,4

14 161,4 23,9 62,8 3,2

15 165 24 67,2 3,3

16 173,7 27 69 3,3

17 169,4 25,9 66 3,7

18 176 32,4 77 4,4

19 168,2 28 71,9 3,4

20 174,8 26,8 69,4 4,1 Sumber: Pengumpulan data


(66)

5.5.2. Pengolahan Data Anthropometri

5.5.2.1. Perhitungan Nilai Rata-rata, Standar Deviasi, Maksimum dan Minimum

Persamaan yang digunakan dalam menghitung nilai rata-rata, standar deviasi, nilai minimum dan maksimum pada masing-masing item pengukuran adalah :

a. Nilai rata-rata X rata-rata =

n

Xn X

X1+ 2+...+ =

n X

Dimana: n = Banyaknya pengamatan

∑ �� = Jumlah pengamatan ke-n

__

X = X rata-rata Contoh :

Nilai rata-rata pada data dimensi Tinggi Badan Tegak adalah:

����� − ����= 170 + 168,4 +⋯+ 174,8 20

= 168,4 b. Nilai Minimum dan Maksimum

Nilai minimum dan maksimum adalah nilai terkecil dan terbesar pada data hasil pengukuran setelah data tersebut telah diurutkan.

Contoh :

Nilai minimum dan maksimum pada data Tinggi Badan Tegak adalah Nilai maksimum = 179 dan Nilai minimum = 158,8


(67)

c. Nilai Standar Deviasi

Untuk menentukan nilai standar deviasi pada masing-masing pengukuran dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

(

)

1 2 − − =

n X Xi σ 4 , 5 1 20 ) 4 , 168 8 , 174 ( ... ) 4 , 168 4 , 168 ( ) 4 , 168 170

( 2 2 2

= − + + − − + − = σ

Perhitungan nilai rata-rata, nilai standar deviasi, nilai minimum dan maksimum dari hasil pengukuran seluruh dimensi tubuh dapat dilihat pada Tabel 5.19.

Tbel 5.19 Nilai __

X ,, Xmin, dan Xmax Seluruh Dimensi Anthropometri

No. Dimensi

Anthropometri

__

X Xmin Xmax

1 Tinggi Badan Tegak 168,4 5,4 158,8 179 2 Panjang Lengan Bawah 27,4 2,8 22.7 32,7

3 Jangkauan Tangan 68,8 4,3 62 78

4 Diameter Genggaman 3,7 0,4 3 4,4

Sumber: Pengolahan data

5.5.2.2 Uji Keseragaman Data Anthropometri

Uji keseragaman data digunakan untuk pengendalian proses bagian data karena tidak memenuhi spesifikasi dan untuk menentukan jumlah sampel yang diambil telah cukup.

Untuk menguji keseragaman data, digunakan peta kontrol dengan persamaan berikut: BKA =

__


(68)

BKB =

__

X - k

Jika Xmin > BKB atau Xmax < BKA maka data seragam Jika Xmin < BKB atau Xmax > BKA maka data tidak seragam Contoh:

Hasil uji keseragaman data pada Tinggi Badan Tegak dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai k=2 sehingga:

BKA =

__

X +2� = 168,4+ 2(5,4) = 179,3 BKB =

__

X - 2� = 168,4 - 2(5,4) = 157,5

Grafik pengujian keseragaman untuk dimensi anthropometri Tinggi Badan Tegak dapat dilihat pada Gambar 5.5.

Sumber: Hasil pengolahan data

Gambar 5.5 Peta Kontrol untuk Dimensi Anthropometri Tinggi Badan Tegak

Dari peta kontrol diatas maka dapat disimpulkan bahwa data hasil anthropometri tinggi badan tegak telah seragam. Hal ini dapat dilihat dari sebaran

155 160 165 170 175 180 185

0 5 10 15 20 25

U k u ra n ( cm ) Operator ke-TBT BKA BKB RATA-RATA


(69)

semua data yang berada dalam batas control BKA dan BKB. Dengan cara yang sama seperti diatas, maka hasil uji keseragaman data yang diperoleh pada masing-masing dimensi anthropometri dapat dilihat pada Tabel 5.20.

Tabel 5.20 Hasil Perhitungan Uji Keseragaman Data Dimensi Anthropometri Operator

No. Dimensi Anthropometri

__

X Xmin Xmax BKA BKB KETERANGAN 1 Tinggi Badan

Tegak 168,4 5,4 158,8 179 179,3 157,5 In Control 2 Panjang Lengan

Bawah 27,4 2,8 22.7 32,7 33 21,8 In Control 3 Jangkauan

Tangan 68,8 4,3 62 77 77.2 60,3 In Control 4 Diameter

Genggaman 3,7 0,4 3 4,4 4,5 2,8 In Control Sumber: Hasil pengolahan data

Dari hasil pengujian, diperoleh bahwa data pengamatan yang diambil seluruhnya berada dalam batas kontrol, artinya data pengamatan telah seragam.

5.5.2.3. Uji Kecukupan Data Anthropometri

Uji kecukupan data dilakukan untuk membuktikan bahwa data sampel yang diambil sudah mewakili populasi. Data tinggi badan tegak (TBT) yang diperlukan untuk uji kecukupan data adalah sebagai berikut:

k = 2 s = 0,05 N = 20

Σ X = 3367,4

ΣX2 = 565722


(70)

�′= ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡�

��(� ∑ �2)(∑ �)2

� ∑ � ⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ 2 2 3362 11303044 ) 565722 ( 20 05 , 0 2 '             =

N = 1,6

Kesimpulan: N’= 1,6 data N = 20 data

Maka data hasil pengukuran yang dilakukan cukup untuk melakukan perancangan produk. Dengan cara yang sama seperti di atas, maka hasil uji kecukupan data yang diperoleh pada masing-masing elemen pengukuran dapat dilihat pada Tabel 5.21.

Tabel 5.21 Uji Kecukupan Data

Dimensi N' N Keterangan

Tinggi Badan Tegak 1,6 20 Cukup

Panjang Lengan Bawah 16 20 Cukup

Jangkauan Tangan 5,8 20 Cukup

Diameter Genggaman 19,7 20 Cukup

Sumber: Hasil pengolahan data

Dari hasil pengolahan data, diperoleh bahwa semua data pada tiap dimensi telah cukup sehingga tidak perlu dilakukan pengambilan data lagi.


(71)

5.5.2.4. Uji Kenormalan Data

Pengolahan uji kenormalan data dilakukan dengan bantuan dari software SPSS 16. Adapun langkah-langkah di dalam pengujian kenormalan data dengan SPPS 16 sebagai berikut:

1. Masukan semua data nilai dimensi pada data view.

2. Masuk ke tampilan variable view, kemudian kolom name di ganti dengan nama dimensi.

3. Pengolahan data :

a. Klik analyze, pilih descriptive statistics, kemudian explore. b. Masukkan semua variabel sebagai dependent variables. c. Checklist both pada toolbox display.

d. Pilih statistic: checklist descriptive, percentiles, kemudian continue. e. Pilih plots: checklist none pada boxplots, stem dan leaf pada descriptive. f. Checklist normality plots with test, kemudian continue.

g. Pilih options: checklist exclude cases listwise, kemudian continue. h. Klik OK. Hasil pengolahan data ditampilkan pada output.

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic Df Sig.

TBT .087 20 .200* .986 20 .985

PLB .129 20 .200* .946 20 .316

JT .119 20 .200* .964 20 .631

DG .180 20 .089 .932 20 .168

Gambar 5.6 Tampilan Output Uji Kenormalan Data dengan


(72)

SPSS menyajikan dua tabel sekaligus, yaitu Analisis Shapiro-Wilk dan Analisis Smirnov. Penentuan hipotesis analisis Kormogorov-Smirnov adalah sebagai berikut:

H0 : Data berdistribusi normal H1 : Data tidak berdistribusi normal

Dimana tingkat signifikansi α = 5%

Jika Sig. ≤ α : tolak H0, maka data tidak berdistribusi normal. Adapun output dari uji kenormalan data yang dilakukan diperoleh sebagai

Sig. TBD = 0.200 > α = 0.05 Sig. PLB = 0.200 > α = 0.05 Sig. JT = 0.200> α = 0.05 Sig. DG = 0.089 > α = 0.05

Karena nilai Sig. semua dimensi lebih besar dari α maka keputusannya

adalah terima H0, yang artinya semua data dimensi berdistribusi normal.

5.5.2.5. Perhitungan Persentil

Cara penentuan nilai persentil data anthropometri adalah sebagai berikut. Contoh :

Perhitungan persentil Tinggi Badan Tegak P 5 =

__

X -1.645 (σ) = 168,4-1,645 (5,4) = 159,5


(73)

P 95 =

__

X + 1,645 (σ) = 168,4 + 1.645 (5,4) = 177,3

Nilai-nilai persentil ke-5, 50 ,dan 95 untuk seluruh dimensi anthropometri dapat dilihat pada Tabel 5.22.

Table 5.22 Perhitungan Persentil ke-5, 50, dan 95 untuk Seluruh Dimensi Anthropometri

No

Dimensi X __ � P5 P50 P95

1 Tinggi Badan Tegak 168,4 5,4 159,5 168,4 177,3 2 Panjang Lengan Bawah 27,4 2,8 22,8 27,4 32,0 3 Jangkauan Tangan 68,8 4,3 61,7 68,8 75,9

4 Diameter Genggaman 3,7 0,4 3 3,7 4,4

Sumber: Hasil pengolahan data

5.5.2.6. Perancangan dengan Data Persentil Anthropometri

Pengolahan data untuk menentukan dimensi rancangan fasilitas kerja menggunakan prinsip penggunaan data anthropometri yang ekstrim dengan tujuan hasil rancangan dapat digunakan dengan nyaman oleh populasi yang ada. Hasil pengolahan data untuk menentukan dimensi rancangan fasilitas kerja adalah sebagai berikut :

1. Tinggi Tiang

Tinggi tiang yang dirancang disesuaikan dengan dimensi anthropometri Tinggi Bahu Tegak + Panjang Lengan Bawah dengan nilai persentil 95% yaitu 209,3 cm ≈ 210 cm.


(74)

2. Diameter Tiang

Diameter Tiang yang dirancang disesuaikan dengan dimensi anthropometri Diameter Genggaman dengan nilai persentil 5 % yaitu 5 cm.

3. Jarak Pegangan

Jarak Pegangan yang dirancang disesuaikan dengan dimensi anthropometri Jangkauan Tangan dengan nilai persentil 5% yaitu 61,7 cm≈ 62 cm.

4. Ukuran sendok 20 x 25 cm.

Alat yang digunakan untuk mengangkat kerak anoda dapat dilihat pada Gambar 5.7 dan 5.8.

Gambar 5.7 Alat Pengangkat Kerak Anoda


(75)

Rancangan usulan alat pengangkat kerak anoda dapat di lihat pada Gambar 5.9.


(76)

BAB VI

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

6.1. Analisis dan Pembahasan Tingkat Aktivitas Operator Pengangkat Kerak Anoda

Dari hasil pengolahan data, bahwa rata-rata dari kategori beban kerja operator Smelter Reduction Operation adalah beban kerja berat. Analisis yang dilakukan pada tingkat aktivitas adalah untuk melihat pengaruh denyut nadi kerja terhadap konsumsi energi operator Smelter Reduction Operation. Hal ini dapat diketahui dengan melakukan perhitungan menggunakan analisis statistik, yaitu regresi kuadratis. Perhitungan tingkat aktivitas dapat di lihat pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1 Tingkat Aktivitas Operator Pengangkat Kerak Anoda

Operator DNK

(X)

E (Kkal/menit)

(Y)

XY X2

1 141 7.953 1121.37 19881

2 142 8.063 1144.95 20164

3 138 7.627 1052.53 19044

4 142 8.063 1144.95 20164

5 160 10.215 1634.4 25600

6 152 9.221 1401.59 23104

7 143 8.175 1169.03 20449

8 148 8.747 1294.56 21904

9 144 8.287 1193.33 20736

10 147 8.630 1268.61 21609

11 142 8.063 1144.95 20164

12 157 9.835 1544.1 24649

13 150 8.982 1347.3 22500

14 149 8.864 1320.74 22201


(1)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

6.4. Pembahasan Meterial Alat yang digunakan ... VI-5 6. 5. Analisis Anthropometri ... VI-7

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1

7.1. Kesimpulan ... VI-1 7.1. Saran ... VI-2

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(2)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

1.1. Rekapitulasi Nilai ISBB pada Semua Titik ... I-4 2.1. Distribusi Karyawan PT. Inalum pada Setiap Lokasi Perusahaan II-14 2.2. Jam Kerja di PT. INALUM ... II-15 2.3. Mesin dan Peralatan ... II-29 3.1. Konsumsi Energi dan Kategori Beban Kerja Berdasarkan

Energi Expenditur ... III-7 3.2. Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia Di Tempat Kerja .. III-11 4.1. Alat Pengkuran ... IV-3 5.1. Data Pribadi Pekerja Stasiun 3 dan 4 Potline 2 SRO ... V-1 5.2. Data Denyut Nadi Pekerja Pengangkat Kerak Anoda ... V-2 5.3. Perhitungan Konsumsi Energi Pekerja SRO ... V-4 5.4. Nilai %CVL dan Klasifikasi Beban Kerja Operator

Pengangkat Kerak Anoda ... V-5 5.5. Data Rata-rata Temperatur Kulit Pekerja (Tsk) ... V-7

5.6. Nilai Perpindahan Panas ke Permukaan Kulit ... V-8 5.7. Data Rata-rata Temperatur Basah (oC) ... V-9 5.8. Data Rata-rata Gradien Ketinggian Temperatur Basah ... V-11 5.9. Data Rata-rata Temperatur Globe Gradien ... V-12 5.10. Data Rata-rata Gradien Ketinggian Temperatur Globe ... V-13 5.11. Data Suhu Bolah Basah, Temperatur Globe ... V-14 5.12. Rekapitulasi Nilai ISBB pada Semua Titik ... V-15 5.13. Faktor Koreksi ISBB ... V-15 5.14. Proporsi Waktu Kerja dan Waktu Menganggur Operator SRO

pada Hari Pertama ... V-17 5.15. Proporsi Waktu Kerja dan Waktu Menganggur Operator SRO

pada Hari Kedua ... V-18 5.16. Rakapitulasi Standar Nordic Questioner (SNQ) ... V-20 5.17. Persentase Keluhan Masing-masing Dimensi Tubuh ... V-21


(3)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.18. Dimensi Anthropometri (Dalam cm) Operator ACC ... V-23 5.19. Nilai

__

X ,�, Xmin, dan Xmax Seluruh Dimensi Anthropometri ... V-25

5.20. Hasil Perhitungan Uji Keseragaman Data Dimensi

Anthropometri Operator ... V-27 5.21. Uji Kecukupan Data ... V-28 5.22. Perhitungan Persentil ke-5, 50, dan 95 untuk Seluruh

Dimensi Anthropometri ... V-31 6.1. Tingkat Aktivitas Operator Pengangkat Kerak Anoda... VI-1 6.2. Pengaruh Denyut Nadi Kerja terhadap Konsumsi Energi ... VI-2 6.3. Rekapitulasi Nilai ISBB ... VI-3 6.4. Rekapitulasi Perhitungan Korelasi Dari Tiap Variabel Termal

ISBB ... VI-4 6.5. Perhitungan Waktu Produktif Rata-rata ... VI-5 6.6. Titik Lebur Besi dan Aluminium ... VI-6 6.7. Konduktivitas Besi dan Stainless steel ... VI-6 6.8. Persentil ke-5, 50, dan 95 untuk Seluruh Dimensi Anthropometri VI-7


(4)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

1.1. Pengangkatan Kerak Anoda ... I-2 1.2. Display Temperatur Smelter Reduction Operation ... I-3 2.1. Peta Lokasi Pabrik Peleburan ... II-6 2.2. Struktur Organisasi PT INALUM ... II-8 2.3. Struktur Organisasi Bagian SRO... II-9 2.4. Block Diagram Proses Pengolahan Aluminium ... II-28 3.1. Thermal Comfort ... III-13 3.2. Keseimbangan Panas Antara Panas yang Dihasilkan dengan

Panas yang dikeluarkan ... III-15

3.3. Peta Tubuh Standard Nordic Questionnaire (SNQ) ... III-18 4.1. Lokasi PT. Indonesia Asahan Aluminium ... IV-1 4.2. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-3 4.3. Bagan Prosedur Pengumpulan Data ... IV-6 4.4. Layout Smelter Reduction Operation ... IV-7 4.5. Blok Diagram Metodologi Penelitian ... IV-8 4.4. Blok Diagram Pengolahan Data ... IV-9 5.1. Energi yang Dibutuhkan Operator ... V-4 5.2. Grafik Temperatur Basah Terhadap Waktu dan

Ketinggian ... V-11


(5)

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

GAMBAR HALAMAN

5.3. Grafik Temperatur Globe Terhadap Waktu dan

Ketinggian ... V-13 5.4. Persentase Keluhan Sakit Dan Sangat Sakit ... V-22 5.5. Peta Kontrol untuk Dimensi Anthropometri Tinggi

Badan Tegak ... V-26 5.6. Tampilan Output Uji Kenormalan Data dengan Software

SPSS 16.0 ... V-29 5.7. Alat Pengangkat Kerak Anoda ... V-32 5.8. Tampilan 3 D Alat Pengangkat Kerak Anoda ... V-32 5.9. Rancangan Usulan Alat Pengangkat Kerak Anoda ... V-33 6.1. Tampilan 3D Rancangan Usulan... VI-8


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Kuisioner Standard Nordic Questionnaire (SNQ) ... L-1 2. SNI 16-7063-2004 Nilai Ambang Batas iklim kerja (panas),

Kebisingan ... L-3 3. Form Tugas Akhir... L-3 4. Surat Penjajakan... L-4 5. Surat Balasan ... L-5 6. Surat Keputusan Tugas Akhir ... L-6 7. Lembar Asistensi ... L-7