Tindakan yang Tepat. Tempat yang tepat. Pengertian yang tepat

42 Jurnal Madani Edisi IMei 2010 sikap budi luhur ini erupakan lawan dari sikap-sikap negatif yang dibenci orang jawa, seperti: 1. Dahwen open: sikap suka mencampuri urusan orang lain, 2. drengki budi yang rendah, 3. keirian srei, 4. suka main intrik jail, dan kekasaran methakil. Bagi orang Jawa budi luhur sangat penting, karena dengan budi luhur seseorang dapat menentukan bagaimana ia harus bersikap tepat pada tempat yang tepat. Prinsip Jawa adalah bagaimana sesuatu itu dilakukan atau dikatakan itulah yang menentukan, seperti ungkapan “ngono yo ngono nanging mbok ojo ngono”. Orang yang berbudi luhur tidak hanya bersikap baik terhadap orang baik tetapi juga terhadap orang buruk. Sikap baik terhadap semua orang merupakan cermin kepribadian seseorang yang memanusiakan manusia, meskipun manusia tak luput dari kekurangan dan sifat buruk tidak terpuji, namun tetap sebagai manusia. Sikap hidup terhadap orang lain dlam filsafat Jawa terdapat dalam pepatah agar kita harus “nguwongke” memanusiakan manusia. Sikap “nguwongke” memanusiakan manusia adalah sikap yang memandang manusia sebagai makhluk yang berpribadi, bukan sebagai benda mati. Manusia punya perasaan dan pikiran, sehingga keberadaannya dalam kehidupan harus dihargai sebagai makhluk hidup yang berpribadi sesuai dengan fungsiperannya. Dalam perspektif ini, maka eksistensi manusia dalam pandangan masyarakat Jawa adalah bagaimana peranan dan kepribadiannya diakui oleh orang lain. Hal ini menjadi dasar yang menentukan hakekat hidup seseorang. Dengan kata lain, walaupun manusia sama-sama memiliki kepribadian pikiran dan perasaan, namun sebaliknya jika peranannya bagi orang lain tidak diakui, bahkan dikucilkan atau di-personanongrata-kan karena dianggap telah cacat secara moral sosial budaya, maka secara esensi, manusia tersebut tak dianggap sebagaimana manusia yang wajar pada umumnya.

2. Tindakan yang Tepat.

Dengan memiliki sikap batin yang tepat, maka seseorang secara tiadak langsung akan memiliki sikap terhadap dunianya secara tepat. Prinsip orang jawa adalah, bahwa manusia tidak boleh terlarut dalam nafsu-nafsu dunia yang jika terpengaruh maka akan mengikatnya, sehingga ia dapat melaksanakan pemenuhan tugasnya untuk memelihara masyarakat. Sikap pemenuhan tugas ini tercermin dalam sikap rame ing gawe yaitu manusia hendaknya memenuhi kewajiban- kewajibannya dalam dunia. Sikap rame ing gawe ini memiliki hubungan erat dengan sikap sepi ing pamrih, Hal ini dikarenakan dalam pandangan orang jawa dunia yang chaos ini akan stabil jika individu dalam masyarakat melepaskan pamrihnya. Jadi sikap ini juga bermakna sikap aktif untuk melepaskan pamrih demi keselarasan 43 Jurnal Madani Edisi IMei 2010 sosial. Setiap individu hendaknya memenuhi kewajibannya pada tempatnya masing-masing.

3. Tempat yang tepat.

Orang Jawa memandang penting bahwa seseorang harus pada posisi atau tempat yang tepat, kosmos adalah suatu keseluruhan teratur dimana setiap unsur mempunyai tempatnya yang tepat dan selama unsur-unsur tersebut berada pada tempatnya maka akan tercipta ketenangan dan dunia akan aman. Secara aksiologis etika Jawa bersifat relatif, tergantung pada tempat. Apa yang harus dilakukan individu ditentukan dan harus sesuai dengan tempatnya dalam masyarakat dan bukan kehendak pribadi yang harus dilaksanakan akan tetapi tuntuan dari tempat keberadaannya yang harus menjadi sikapnya.

4. Pengertian yang tepat

Jika seseorang masih mengikuti nafsu dan pamrih berarti ia belum mengerti tempat posisinya dalam kosmos. Seseorang dikatakan belum memiliki pengertian yang tepat, maksudnya adalah belum membuka diri dalam rasa. Segala sesuatu harus dirasakan. Jadi orang Jawa harus memiliki rasa yang halus yang terwujud dalam sikap menjaga perasaan orang lain, melalui tutur bahasa krama, tarian, seni, batik, dll. Semakin halus seseorang, maka akan semakin mendalam pengertiannya dan makin luhur sikap moralnya, semakin indah penampakannya dalam masyarakat. Inti kematangan seseorang dalam pandangan Jawa adalah ada pada rasa, jika dapat memiliki rasa yang tepat, maka akan memunculkan sikap yang tepat terhadap kosmos.

5. Etika Wayang