Sikap batin yang tepat, antara lain meliputi prinsip hidup :

41 Jurnal Madani Edisi IMei 2010 Sifat keutamaan dalam perspektif etika sosial Jawa antara lain meliputi: kemampuan untuk mengatakan hal-hal yang tidak enak secara tidak langsung tidak berlaku kasar , tidak suka dengan hal-hal yang bersifat demonstratif dan spontan. Selain itu dalam interaksi antar individu yang bersifat pribadi, diutamakan penjajagan emosional melalui sikap ethok-ethok pura-pura. Dalam interaksi sosial diperlukan tata krama pergaulan yang tidak suka mencampuri urusan orang lain. Orang Jawa dalam kehidupannya mempunyai etika yang tidak hanya merupakan aturan-aturan saja, akan tetapi harus dijalankan dalam tingkah laku sehari-hari. Bagi mereka yang tepenting bukanlah kebenaran dan prinsip pribadi yag ditonjolkan akan tetapi seseorang harus bertingkahlaku sesuai dengan realitas. Inti kisah Dewa Ruci adalah kebijaksanaan mistik Jawa yang dihadapi tempat keberadaannya. Poin-poin etika orang jawa tersebut diantaranya sebagai berikut:

1. Sikap batin yang tepat, antara lain meliputi prinsip hidup :

slamet, yaitu ketentraman batin yang tenang, karena tak ada gangguan perasaan. Untuk mencapai sikap batin yang tepat, seseorang sebelumnya harus mampu menjadi hakekat dirinya yaitu hakekat akan dirinya sebagai ciptaan Tuhan dan diri yang bergantung pada Yang Ilahi, sehingga dalam menyelesaikan dan menghadapai kehidupan yang dialaminya, maka seseorang harus eling lan waspada, bahwasanya hendaknya seseorang tidak melupakan asalnya yaitu sebagai ciptaan Tuhan dan oleh karena itu ia harus senantiasa bersikap mawas diri waspada. Jika seseorang bergantung pada Tuhan, ia harus mengikuti bimbingan Tuhan dan percaya kepada-Nya mituhu. Seorang Jawa yang memiliki kematangan moral, maka senantiasa ia akan memiliki sikap dan budi luhur yaitu watak-watak utama orang jawa, diantaranya:1. sabar yaitu mempunyai napas panjang dalam kesadaran bahwa pada waktunya nasib yang baik pun akan tiba. 2. Nrimo dan ikhlas. Ikhlas adalah bersedia untuk melepaskan individualitas sendiri dan mencocokkan diri kedalam keselarasan agung alam semesta sebagaimana yang sudah ditentukan. Sikap nrimo dan ikhlas merupakan sikap positif, yaitu sebagai tanda penyerahan kekuasaan, yaitu kemampuan untuk melepaskan sesuatu secara ikhlas dari pada membiarkan sesuatu direbut begitu saja secara pasif. Jadi ketika orang Jawa diam ia bukan kalah dan menyerah akan tetapi ia ikhlas terhadap apa yang telah lepas. 3. Jujur temen, dimana kejujuran ini tumbuh didalam keberanian dan ketentraman hatinya, 4. Prasaja bersedia untuk menganggap diri lebih rendah dari pada orang lain andhap asor, seseorang harus tahu akan batasan-batasannya dalam situasi keseluruhan dalam lingkungan keberadaannya tepa seliro. Sikap- 42 Jurnal Madani Edisi IMei 2010 sikap budi luhur ini erupakan lawan dari sikap-sikap negatif yang dibenci orang jawa, seperti: 1. Dahwen open: sikap suka mencampuri urusan orang lain, 2. drengki budi yang rendah, 3. keirian srei, 4. suka main intrik jail, dan kekasaran methakil. Bagi orang Jawa budi luhur sangat penting, karena dengan budi luhur seseorang dapat menentukan bagaimana ia harus bersikap tepat pada tempat yang tepat. Prinsip Jawa adalah bagaimana sesuatu itu dilakukan atau dikatakan itulah yang menentukan, seperti ungkapan “ngono yo ngono nanging mbok ojo ngono”. Orang yang berbudi luhur tidak hanya bersikap baik terhadap orang baik tetapi juga terhadap orang buruk. Sikap baik terhadap semua orang merupakan cermin kepribadian seseorang yang memanusiakan manusia, meskipun manusia tak luput dari kekurangan dan sifat buruk tidak terpuji, namun tetap sebagai manusia. Sikap hidup terhadap orang lain dlam filsafat Jawa terdapat dalam pepatah agar kita harus “nguwongke” memanusiakan manusia. Sikap “nguwongke” memanusiakan manusia adalah sikap yang memandang manusia sebagai makhluk yang berpribadi, bukan sebagai benda mati. Manusia punya perasaan dan pikiran, sehingga keberadaannya dalam kehidupan harus dihargai sebagai makhluk hidup yang berpribadi sesuai dengan fungsiperannya. Dalam perspektif ini, maka eksistensi manusia dalam pandangan masyarakat Jawa adalah bagaimana peranan dan kepribadiannya diakui oleh orang lain. Hal ini menjadi dasar yang menentukan hakekat hidup seseorang. Dengan kata lain, walaupun manusia sama-sama memiliki kepribadian pikiran dan perasaan, namun sebaliknya jika peranannya bagi orang lain tidak diakui, bahkan dikucilkan atau di-personanongrata-kan karena dianggap telah cacat secara moral sosial budaya, maka secara esensi, manusia tersebut tak dianggap sebagaimana manusia yang wajar pada umumnya.

2. Tindakan yang Tepat.