MAKALAH ETIKA DAN BUDAYA JAWA siraman

MAKALAH ETIKA DAN BUDAYA JAWA

TRADHISI SIRAMAN dalam PERNIKAHAN
ADAT JAWA
MATA KULIAH: ETIKA DAN BUDAYA JAWA
DOSEN PENGAJAR : Drs.WIDO MURWADI, M.Pd.

DISUSUN OLEH :

1. Silfa Dzukhriyah
2. Syaiful Aqil

(23030170041)
(2303017)

PROGRAM KHUSUS KELAS INTERNASIONAL
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
IAIN SALATIGA
2017

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
Makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul “TRADHISI SIRAMAN dalam
PERNIKAHAN ADAT JAWA”
Makalah ini berisikan tentang pengertian, tata cara melaksanakan SIRAMAN
dan perlengkapan-perlengkapan yang dipergunakan pada upacara adat SIRAMAN.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua
tentang Siraman dalam Upacara Pernikahan Adat Jawa.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah
SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita. Aamiin.

Salatiga,

September 2017


Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tradhisi merupakan warisan yang diturunkan dari generasi satu ke generasi berikutnya.
Tradhisi adalah salah satu bentuk adat istiadat yang harus dilestarikan dan dijaga. Sebagai
generasi yang mewarisi tradhisi tersebut, sepatutnya kita mengetahui setiap rincian dalam
tradhisi tersebut.
Siraman merupakan salah satu tradhisi adat Jawa yang sampai sekarang masih
dilaksanakan di daerah tertentu. Siraman adalah upacara pernikahan Jawa yang bertujuan
untuk mensucikan atau membersihkan diri calon pengantin sebelum menikah. Siraman
memiliki makna tertentu dengan serangkaian tata cara yang harus dilakukan.

B. TUJUAN

C. PENGERTIAN ISTILAH







Siraman
Manglingi
Dibopong
Babahan hawa sanga
Kembang sritaman

: Mandi
: Membuat tidak kenal (Pangling)
: Digendong
: Sembilan lubang manusia
: Bunga setaman

BAB II

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN SIRAMAN

Siraman adalah salah satu rangkaian upacara pernikahan menurut adat istiadat Jawa.
Acara ini dilakukan sehari sebelum upacara ijab kabul. Kata siraman berasal dari kata siram
atau adus yang berarti mandi.
Makna dari upacara siraman adalah untuk memandikan calon pengantin yang disertai
niat membersihkan diri agar menjadi bersih dan murni atau suci secara lahir dan batin.

Menurut adat, upacara siraman dilaksanakan pada pagi hari antara pukul 10.00 sampai
pukul 11.00. Namun dalam perkembangannya, acara siraman dilaksanakan pada sore hari,
selepas Asar atau sekitar pukul 16.00, yang kemudian dilanjutkan dengan upacara
midadareni.
Beberapa orang yang diberi tugas untuk menyiram mempelai wanita ini dimulai dari
juru rias yang sekaligus memberi doa-doa di siraman pertamanya. Siraman berikutnya
dilakukan oleh anggota keluarga yang dituakan, dan diakhiri oleh oleh kedua orang tuanya.
Jumlah penyiram pada setiap prosesi siraman seringkali dilakukan dalam bilangan
ganjil, rata-rata berjumlah tujuh orang atau sembilan orang. Tujuh orang mempunyai makna
pitulungan atau pertolongan (tujuh dalam bahasa jawa adalah pitu, diartikan pitulungan), jika
dilakukan sembilan orang berarti membersihkan babahan hawa sanga (sembilan lubang yang
ada pada tubuh manusia).
Di beberapa wilayah tertentu, pihak penyiram kedua calon mempelai hanya boleh
dilakukan oleh kaum wanita, karena mereka menganggap para ibu inilah yang secara intens

telah merawat anak-anaknya sejak dari dalam kandungan.

Setelah upacara siraman calon mempelai wanita selesai, proses selanjutnya adalah
upacara pecah kendi yang dilakukan oleh calon mempelai wanita dan kedua orang tuanya
secara bersamaan. Kendi akan dipecahkan di depan calon mempelai wanita sebagai simbol
pecah pamor, yakni keluarnya pesona dari calon mempelai wanita. Dengan pecahnya kendi
tersebut diharapkan calon mempelai wanita akan semakin cantik dan manglingi.
Selanjutnya calon mempelai wanita dibopong kedua orang tuanya menuju kamar
pengantin untuk di-paes, yakni proses merias dengan menghilangkan rambut halus (bulu
roma dibagian tengkuk dan dahi) agar tampak bersih dan dibentuk seperti hiasan rambut para
bidadari.
Disela-sela merias mempelai wanita, siraman dilanjutkan untuk mempelai pria. Adapun
tata cara dan urutannya sama ketika melakukan siraman pada calon mempelai wanita. Setelah
siraman bagi kedua calon mempelai selesai dilakukan, ada satu ritual lagi yang dinamakan
dodol dawet. Penjualnya adalah ibu calon pengantin wanita yang dipayungi oleh ayah calon
pengantin wanita. Pembelinya yaitu para tamu yang hadir, yang menggunakan pecahan
genting sebagai uang. Genting yang terbuat dari tanah itu bermakna bahwa kehidupan
manusia berasal dari bumi. Selain itu prosesi ini melambangkan agar dalam upacara
pernikahan yang akan dilangsungkan, diknjungi para tamu yang melimpah bagai cendol
dawet yang laris terjual.

Sejak acara siraman selesai calon pengantin pria tida boleh bertemu dengan calon
pengantin wanita, ia akan di arak ke tempat pemondokan yang telah dipersiapkan tidak jauh
dari tempat kediaman pengantin putri. Sedangkan calon mempelai wanita dipingit dalam
kamar. Di dalam kamar ia dilulur dan mendapat banyak petuah mengenai bagaimana menjadi
seorang istri dan ibu dalam menjalani kehidupan dan mendampingi suami, serta mengatur
rumah tangga. Pemingitan ini bagi orang jawa sering disebut Sengkeran, dilakukan
hingga acara Midodareni yang akan dilangsungkan pada malam harinya.

B. PERLENGKAPAN SIRAMAN
Perlengkapan yang perlu disediakan dalam upacara siraman terdiri
atas:
a. Air dari sumber
Air bersih dari sumber dipakai untuk memandikan calon pengantin
agar menjadi murni/suci dan bersih lahir batin. Hal ini merupakan
persiapan untuk menyambut kedatangan sang bidadari yang akan turun
dari kahyangan (surga) untuk memberikan doa restu dan ikut
mempercantik putrinya yang akan melangsungkan pernikahan.
b. Kembang Setaman (bunga sritaman)
Kembang setaman merupakan bunga-bunga yang tumbuh di taman
seperti mawar, melati, kanthil dan kenangan. Bunga-bunga ini ditaburkan


ke dalam air yang akan dipakai untuk supaya menjadi harum.
c. Konyoh Manca Warna
Konyoh merupakan lulur/bedak basah yang dibuat dari tepung beras dan
kencur serta bahan pewarna. Manca atau panca (lima) warna (warna
maksudnya lima macam warna. Jadi Konyoh Manca Warna artinya lulur
yang terdiri dari lima macam warna, meliputi merah, kuning, hijau, biru
dan putih. Konyoh ini berfungsi sebagai sabun yang dapat menghaluskan
tubuh,
d. Landha merang, santan kanil, air asem
Landha merang (abu merang yang direndam dalam air) yang berfungsi
sebagai shampo, sanatan kanil (air perasan parutan kelapa yang kental)
yang berfungsi untuk menghitamkan rambut dan air asem digunakan
sebagai conditioner. Apabila ingin praktis dapat diganti dcngan shampo
dan conditioner yang banyak dijual di pasaran.
e. Dua butir kelapa yang sudah tua
Kedua kelapa ini sebagian sabutnya diikat menjadi satu dan dimasukkan
ke dalam air yang sudah ditaburi kembang setaman.
f. Alas Duduk



Alas duduk calon pengantin dalam upacara siraman terdiri

dari:

Klasa bangka, yaitu tikar berukuran sekitar setengah meter
persegi yang terbuat dari pandan

Sehelai mori(kain putih) dan sehelai kain.

Daun-daunan yang terdiri dari daun kluwih, daun kara,
daun apo-apo. daun awar-awar daun turi, daun dhadhap srep, alangalang, dan duri kemarung.

Dlingo bengle

Empat macam kain motif bango tulak, yaitu kain yang
tengahnya berwarna putih dan tepinya berwarna tua yaitu biru tua,
kunjng, hijau, dan merah.

Sehelai kain motif yuyu sekandang, yaitu kain lurik tenun

berwarna coklat bergaris-garis berwarna kuning.

Sehelai kain motif pulo watu, yaitu kain lurik berwarna putih
berlerek/bergaris hitam.

Sehelai kain letrek berwarna kuning

Sehelai kain jingga atau berwarna merah tua.
g. Sehelai mori berukumn dua meter Kain putih palos ini dikcnakan
pada saat upacara siraman dan kain batik untuk alas sebelum memakai
mori.
h. Sehelai kain motif grompol dan sehelai kain motif nagasar Kain motif rompol dan
nagasari ini bisa diganti dcngan motif Iain yang juga bermakna positif (baik), misalnya: motif

sidamukti, sidaasih, semen raja, semen rama, sidaluhur.
i. Sabun dan handuk Dimaksudkan untuk membersihkan dan mengeringkan badan.
j. Kendhi atau klenthing Kendi ini berisi air bersih yang digunakan untuk menutup dan
mengakhiri upacara siraman.

C. SAJEN SIRAMAN

Sajen siraman meliputi :
 Tumpeng robyong
 Tumpeng gundhul
 Dahar asrep-asrepen
 Satu sisir pisang raja dan satu sisir pisang pulut masing-masing berjumlah genap.
 Buah-buahan lengkap (pala gumantung, pala kependem direbus, dan pala kesampar).
 Empluk-empluk diisi bumbu dapur lengkap
 Satu butir telur ayam karnpung
 Satu butir kelapa yang sudah dikupas
 Satu tangkep (tangkup) gula kelapa
 Juplak/damar/pelita, sama dengan sajen tarub
 Kembang telon (kanthil, melati, kenanga)
 Tujuh macam jenang-jenangan
 Jadah jenang dodol, wajik, kacang tanah yang masih ada kulitnya direbus
 Satu ekor ayam jantan.

D. PELAKSAAN SIRAMAN
1.
Bunga sritaman ditaburkan ke dalam bak air. Air yang dipakai untuk siraman
dapat berupa air dingin tetapi dapat pula diganti dengan air hangar agar sang calon pengantin

tidak kedinginan. Air tersebut dapat dimasukkan ke dalam pengaron (bejana dari tanah liat
sebagai tempat untuk mcnampung air). Selanjutnya dua butir kelapa yang masih ada sabutnya
diikat menjadi satu lalu dimasukkan ke dalam air tersebut.
2.
Calon pengantin yang telah mengenakan busana siraman dengan alas kain dan
bagian luar memakai kain putih (mori), dengan rambut terurai, dijemput oleh orang tua dari
kamar pengantin dan dibimbing ke tempat upacara siraman. Di belakang mereka mengiringi
para pinisepuh serta petugas yang membawa baki berisi seperangkat kain yang terdiri dari
sehelai kain motif grompol, sehelai kain motif nagasari, handuk dan pedupan. Seperangkat
kain dan handuk tersebut digunakan setelah upacara siraman selesai. Setelah sampai di
tempat upacara calon pengantin dibimbing dan dipersilahkan duduk di tempat yang telah
disediakan oleh kedua orang tua.
3.
Setelah diawali dengan doa menurut kepercayaan masing-masing, orang tua
calon pengantin mengawali mengguyur atau menyiram calon pengantin dengan air bersih dari
pengaron yang telah ditaburi bunga siraman dan berisi dua butir kelapa hijau yang digandeng.

Orang tua calon pengantin yang lebih dahulu mengguyur adalah ayah, kemudian ibu. Pada
saat mengguyur sebaiknya diiringi doa yang diucapkan dalam hati Pada saat mengguyur
diiringi menggosokkan konyoh manca warna dan landha merang; kemudian diakhiri dcngan
guyuran tiga kali.
4.
Upacara Siraman ini diakhiri dan ditutup oleh juru paes atau bisa juga oleh
sesepuh yang ditunjuk.
Cara mengakhiri upacara ini sebagai berikut:
Pertama-tama juru paes/sesepuh mencuci rambut dcngan Landha merang, santan kanji
dan air asem (sebagai conditioner) serta menggosok-gosokkan konyoh manca warna ke
seluruh tubuh dan memandikannya sampai sungguh-sungguh bersih.
Setelah bersih calon pengantin meletakkan kedua tangannya di depan dada dengan
sikap nyadhong donga (memohon dalam doa) dan juru paes menuangkan air kendi agar
digunakan untuk berkumur. Hal ini dilakukan tiga kali.
Selanjutnya juru paes mengguyurkan air kendi ke kepala calon pengantin tiga kali.
Kemudian air kendi dituangkan lagi untuk membersihkan wajah, telinga, leher, tangan
dan kaki. Masing-masing dilakukan tiga kali, sampai air kendi habis.
Setelah kendi tersebut kosong, selanjutnya juru paes/sesepuh mengucapkan kata-kata:
Wis Pecah pamore (sudah berakhir masa remajanya) sambil memecah kendi di depan calon
pengantin
dan
disaksikan
oleh
orang
tua
dan
para
pinisepuh.
Setelah upacara tersebut berakhir calon pengantin berganti dengan mengenakan kain motif
Grompol dan menutup badan dengan kain motif nagasari. Selanjutnya dibimbing oleh kedua
orang tua dan diiringi para pinisepuh menuju ke kamar pengantin.
Kedua kain motif grompol dan motif nagasari tersebut dapat diganti dengan motif lain
yang mempunyai makna baik.
Pada zaman dulu upacara siraman dilaksanakan di kamar mandi, sedangkan sekarang
bisa dilaksanakan di tempat lain yang dirancang dihias secara khusus. (sumber wikipedia.org
dan jogjakota.go.id)

E. LANGKAH-LANGKAH SIRAMAN
1.
Ibu/Bapak pengantin perempuan menuangkan air yang di dapat daritujuh
sumber kedalam bejana yangtelah disiapkan, dan diikuti oleh petugas yang membawa baki
yang berisi segala keperluan siraman
2.
Ibu/Bpk menuju ketempat yang telah disediakan untuk melaksanakan upacara
sungkeman, pelaksanaan sungkeman (orang tua / yang dituakan) pengantin perempuan

dengan berjongkok menuju kepangkuan ibu lalu bapak guna minta doa restu agar
pelaksanaan pernikahan selanjutnya berjalan dengan lancar. Diteruskan sungkem ke sesepuh
(yang dituakan)
3.
Ibu/Bpk menggandeng pengantin perempuan menuju ke tempat siraman /
mendudukkan pengantin perempuan di sasana yang telah disipakan
4.
Bpk memimpin doa sebelum mengawali mengguyur atau menyiram calon
pengantin dengan air bunga setaman yang telah disiapkan. Kemudian dilanjutkan oleh ibu,
pada saat mengguyur hendaknya diiringi doa yang diucapkan dalam hati. Diakhiri dengan
guyuran 3 kali.
5.
Siraman dilajutkan oleh sesepuh (orang yang ditunjuk untuk
melaksanakannya. Sebaiknya jumlahnya adalah ganjil 7 / 9 / 11.

BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Siraman adalah salah satu rangkaian dari pelaksanaan upacara pernikahan adat jawa
yang dilakukan dengan maksud untuk membersihkan atau mensucikan kedua calon
pengantin. Siraman ini biasanya dilakukan pada sore hari atau setelah ashar, sehari sebelum
ijab qabul.
Air yang digunakan untuk siraman berupa air dari tujuh sumber mata air yang biasanya
diambil dari masjid-masjid, rumah besan, dan rumah pini sepuh. Kemudian ditaburi dengan
kembang sritaman (bungan setaman) atau bunga yang biasanya hidup di taman seperti
mawar, melati, kanthil, dan kenanga.
Siraman diakhiri dengan memecah kendi atau klenthing dari tanah liat oleh juru rias,
dengan maksud bahwa calon pengantin “wis pecah pamore” yang artinya sudah berakhir
masa remajanya.
B. SARAN
Sebagai wujud pelestarian adat istiadat Jawa, acara siraman ini patut untuk
dilaksanakan di setiap wilayah pulau Jawa. Sebab, selain mengandung makna yang religius
dan kejawen, siraman juga sebagai wujud silaturahmi dan pirukunan antar-masyarakat
sekitar.

DAFTAR PUSTAKA
http://kesolo.com/ritual-siraman-upacara-pembersihan-diri-pengantin-jawa/
http://fotoweddingsemarang.com/pengertian-singkat-siraman-calon-pengantin-dalampernikahan-adat-jawa.html
http://www.ndrangsan.com/2016/05/Tata-Cara-Upacara-Siraman-Pengantin-Adat-Jawa.html
https://indahrararias.wordpress.com/2014/03/15/perlengkapan-siraman-dan-sajen-pengantinadat-jawa/
https://simomot.com/2015/02/09/tata-cara-dan-perlengkapan-siraman-pengantin-adat-jawa/

wikipedia.org
jogjakota.go.id)