Tindak Pidana Tinjauan Kepustakaan

b. Secara Praktis Secara praktis penelitian ini ditujukan kepada kalangan praktisi dan agar dapat lebih mengetahui dan memahami tentang pidana bersyarat dalam tindak pidana korupsi yang diatur melalui peraturan perundang- undangan dan peraturan lainnya yang terkait di Indonesia. Penelitian ini juga sedapat mungkin dilakukan agar dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Suatu peraturan yang baik adalah peraturan yang tidak saja memenuhi persyaratan-persyaratan formal sebagai suatu peraturan, tetapi menimbulkan rasa keadilan dan kepatutan dan dilaksanakan ditegakkan dalam kenyataannya.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai “Analisis Yuridis terhadap Pidana Bersyarat dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi Putusan MA No. 356Pid. Sus2008” belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Jadi penelitian ini dapat disebut “asli” sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, dan objektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Tindak Pidana

Pembentuk undang-undang telah menggunakan perkataan “strafbaar feit” untuk menyebutkan apa yang dikenal sebagai tindak pidana di dalam KUHP tanpa Universitas Sumatera Utara memberikan suatu penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan perkataan “strafbaar feit. Perkataan feit sendiri di dalam bahasa Belanda berarti sebahagian dari suatu kenyataan, sedangkan strafbaar feit itu dapat diterjemahkan sebagai suatu kenyataan yang dapat dihukum, yang sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak akan diketahui bahwa yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan atau tindakan. Hazewinkel-Suringa membuat rumusan yang umum dari strabaar feit sebagai perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak dalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus diadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat di dalamnya. 9 Menurut Pompe, perkataan strafbaar feit itu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma gangguan terhadap tertib hukum yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seseorang pelaku, dimana penjatuhan terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum, alasan mengapa strafbaar feit itu harus dirumuskan karena: a. Untuk adanya suatu strafbar feit itu diisyaratkan bahwa di situ harus terdapat suatu tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan undang- undang, dimana pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban semacam itu telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum; 9 P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997, hal. 1. Universitas Sumatera Utara b. Agar sesuatu tindakan itu dapat dihukum, maka tindakan tersebut harus memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan dalam undang- undang; c. Setiap strafbaar feit sebagai pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban menurut undang-undang itu, pada hakikatnya merupakan suatu tindakan melawan hukum atau merupakan suatu onrechtmatige handeling. 10

2. Tinjauan Umum tentang Pengertian Pemidanaan