Analisis efisiensi usahatani padi sawah pada program pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu di Kabupaten Serang Provinsi Banten

(1)

ANALISIS EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH PADA

PROGRAM PENGELOLAAN TANAMAN DAN

SUMBERDAYA TERPADU DI KABUPATEN SERANG

PROVINSI BANTEN

Oleh:

DEWI HARYANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul :

ANALISIS EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH PADA PROGRAM PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU DI

KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN

merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan pembimbingan Komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi manapun. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2009

DEWI HARYANI NRP. H351060161


(3)

ABSTRACT

DEWI HARYANI Analysis of Efficiency Rice Farms of Integrated Crop Management Programs in Serang District, Banten Province.( HARIANTO as Chairman and NUNUNG KUSNADI as Members of the Advisory Committee) The purpose of this paper is to determine factors influencing technical efficiency of rice farms in sub district of Carenang, Serang District. The analysis use frontier production function estimated using MLE method. Procedure assuming that Cobb-Douglas is a functional form of production function for rice farms in the research area the estimation is based on technigue. Cross sectional data of 60 Integrated Crop Management (ICM) programs farmers and 60 non ICM programs farmers. Research show that ICM programs farmers operate between 70 percent to 99 percent of efficiency, are 87 percent on average. The technical efficiency was influenced by farmers age, educational level and crop farming dummy. The average technical, allocative and economie efficiences of the ICM programs farmers were higher that those of non ICM program farmers were technical efficiency and allocativelly, but economically inefficient. To increase economically efficiency the farmers must be focus to increased alocativelly efficiency with use input proporsionaly that needed, so it can save the cost.

Keyword : Integrated Crop Management programs farmers, stochastic frontier, efficiency, production function


(4)

RINGKASAN

DEWI HARYANI. Analisis Efisiensi Usahatani Padi Sawah pada Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu di Kabupaten Serang Provinsi Banten. (HARIANTO, sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan NUNUNG KUSNADI, sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Belum optimalnya produktivitas padi di lahan sawah, antara lain disebabkan oleh : (1) rendahnya efisiensi pemupukan, (2) belum efektifnya pengendalian hama penyakit, (3) penggunaan benih kurang bermutu dan varietas yang dipilih kurang adaptif, (4) sifat fisik tanah tidak optimal, (5) pengendalian gulma kurang optimal. Suatu terobosan peningkatan produktivitas padi sawah telah berhasil ditemukan melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) dengan hasil yang cukup memuaskan. peningkatan produksi dan produktivitas padi di Provinsi Banten juga memiliki peluang cukup besar. Peluang tersebut juga dapat dilihat dari luas lahan yang ada di Provinsi Banten yaitu 202 970 ha dengan rataan produktivitas 4.97 ton/ha (sawah irigasi 113 291 ha dan tadah hujan 89 675 ha).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi petani padi sawah pada peserta program PTT dan bukan peserta program PTT dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi petani padi sawah pada peserta program PTT dan peserta bukan program PTT. Data cross section yang digunakan adalah data dari 120 orang petani yang terbagi menjadi dua bagian. 60 orang adalah petani program PTT dan 60 lainnya adalah petani bukan program PTT. Fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas dan di diestimasi menggunakan Ordinary least square (OLS) dan Maximum Likelihood Estimation (MLE). Hasil estimasi usahatani padi sawah pada fungsi produksi frontier dijumpai variabel benih, pupuk Anorganik dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi baik pada petani program PTT, maupun pada petani bukan program PTT. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis pada petani program PTT adalah umur, pendidikan dan dummy sistem tanam, sedangkan pada petani bukan program PTT adalah pendidikan, dependency ratio, partisipasi dalam kelompok tani dan dummy sistem tanam.

Sebagian besar petani program PTT telah mencapai efisiensi teknis dan lebih tinggi dibandingkan dengan petani bukan program PTT. Walaupun secara rata-rata kedua kelompok ini secara teknis efisien, namun secara alokatif dan ekonomis belum efisien. Pendekatan melalui program PTT di desa Teras Kecamatan Carenang Kabupaten Serang mampu meningkatkan efisiensi teknis dan pendapatan petani program PTT. Jika penerapan teknologi diukur dengan efisiensi teknis maka program PTT dapat dilanjutkan pada wilayah yang mempunyai kesamaan karakteristik dengan mempertimbangkan faktor umur, pendidikan dan sistem tanam. Sedangkan petani bukan program PTT dapat meningkatkan efisiensi teknis dengan mempertimbangkan faktor pendidikan, dependency ratio, partisipasi dalam kelompok tani dan sistem tanam.


(5)

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. pengutipan tersebut tidak merugikan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(6)

ANALISIS EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH PADA

PROGRAM PENGELOLAAN TANAMAN DAN

SUMBERDAYA TERPADU DI KABUPATEN SERANG

PROVINSI BANTEN

DEWI HARYANI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(7)

(8)

Judul Tesis : Analisis Efisiensi Usahatani Padi Sawah pada Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu di Kabupaten Serang Provinsi Banten

Nama Mahasiswa : Dewi Haryani

Nomor Pokok : H351060161

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Harianto, MS Ketua

Dr. Ir.Nunung Kusnadi,MS Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(9)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan kemampuan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul ” Analisis Efisiensi Usahatani Padi Sawah pada Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu di Kabupaten Serang Provinsi Banten”.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada Ketua Komisi Pembimbing Dr. Ir. Harianto, MS dan Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan mengarahkan penulis dengan memberikan saran dan sumbangan pemikiran yang sangat membantu selama penulisan tesis ini. Ucapan terimakasih juga penulis sanpaikan kepada Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku penguji luar komisi pembimbing yang telah memberi kritik dan saran untuk perbaikan tesis ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada :

1. Badan Litbang Pertanian yang telah memberikan kesempatan dan membiayai pendidikan Program Pascasarjana.

2. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian dan seluruh staf pengajar yang telah memberikan bimbingan dan proses pembelajaran selama penulis kuliah di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian.

3. Prof. Dr. Ir. Achmad Suryana, MS, dan Dr.Ir.Rita Nurmalina,MS atas arahan dan perhatiannya kepada penulis dari awal sampai akhir studi.

4. Dr. Ir Benny Rachman MS, Ir. Mewa Ariani, MS, Drs. Mayunar, dan Subrata sebagai pimpinan dan staf Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Banten atas saran dan bantuannya yang diberikan kepada penulis

5. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS, Dr.Ir.Sony Sumaryanto,MS dan Dr. Ir Yundi Hafizrianda, MS atas sumbangan ilmu dan bantuannya kepada penulis dalam pengolahan data sampai akhir penulisan tesis ini.

6. Saudara-saudaraku terkasih (Mba Titi dan Mas Yoyo, Mba Juariah, Mba Yati, Mba Tarti dan Mas Naryo, Mba Asih dan Bang Abu Bakar Sidik, Kak Teti


(10)

dan Bang Suwandi) serta adik-adikku tercinta (Mardiasih dan Nukman, cok dan It, Edi dan Emma, Hendra dan Iin, Rocky dan Ria serta sibungsu Ricca) atas doa dan dukungannya kepada penulis.

7. Teman-teman EPN angkatan 2006 (Sayekti Handayani, Deasi Mayawati, Indra Rohmadi, Risyuwono, Ismi Jazila, I Gusti Ayu P. Mahendri, Femmi Nor Fahmi, Husen Bahasoan, Dahya, Andi Thamrin, Piter Sinaga dan I Wayan Sukanata) atas kebersamaan di dalam suka dan duka selama perkuliahan dan penulisan tesis ini. Mba Elis, Mas Yousuf, Pak Saptana dan Pak Damianus atas kebersamaannya dalam diskusi-diskusi yang sangat efektif dan menunjang bagi penulis dalam penyelesaian tesis ini.

8. Seluruh Staf Program Studi EPN (Mba Rubi, Mba Yani, Mba Kokom dan Kang Husen) yang selalu sabar dan penuh pengertian melayani penulis baik selama perkuliahan maupun sampai akhir penulis menyelesaikan studi.

9. Piha-pihak lain yang namanya tidak bisa penulis sebutkan satu persatu namun telah banyak turut memberikan sumbang saran dan bantuan serta doa selama penulis kuliah di IPB.

Secara khusus dengan penuh rasa cinta dan hormat, penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada Ibunda Hj. Animar (Alm) dan Ayahanda M. Nur Dalimunthe (Alm) serta Ibu mertua Hj. Karliyah yang selalu mendoakan untuk keberhasilan penulis, kepada suami tercinta ( Mas Kardiyono) dan anak-anak terkasih (Fadhil, Tasya dan Ahmad Yunus) yang dengan cinta kasihnya dan segudang pengertian sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.

Akhir kata, tesis ini penulis persembahkan kepada pembaca sebagai pengetahuan dan sumber informasi yang diharapkan berguna bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Februari 2009


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 19 Februari 1969 sebagai anak kedua dari tujuh bersaudara pasangan M.Nur Dalimuthe dan Animar.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1982 di SDN 10 Laboroseng Dumai. Penulis melanjutkan studi di SMPN 02 Sebanga Duri dan menyelesaikan studi di sana pada tahun 1985. Penulis kemudian melanjutkan studi di SMAN 01 Sebanga Duri pada tahun yang sama dan lulus tahun 1988. Tahun 1989 penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Manajemen Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan Universitas Riau dan meraih gelar sarjana pada tahun 1994.

Tahun 1997 penulis diterima sebagai Peneliti pada Instansi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau dan pada tahun 2004 penulis mutasi ke Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten. Pada tahun 2006 penulis diberikan kesempatan untuk melanjutkan studi S-2 di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan sponsor Badan Litbang Pertanian.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………..…... DAFTAR GAMBAR ……….... DAFTAR LAMPIRAN ……….

xv xvii xviii I. PENDAHULUAN ...

1.1.Latar Belakang ... 1.2.Perumusan Masalah ... 1.3.Tujuan Penelitian ……….……….. 1.4.Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian …………...

1 1 4 7 8 II. TINJAUAN PUSTAKA ...

2.1. Intensifikasi Padi ... 2.2. Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu ... 2.2.1. Komponen Teknologi Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu Padi Sawah ... 2.2.1.1. Penggunaan Benih Bermutu ... 2.2.1.2. Pengaturan Jarak Tanam ... 2.2.1.3. Penanaman Bibit Muda Tunggal ... 2.2.1.4. Penggunaan Bahan Organik ... 2.2.1.5. Pemupukan Sesuai Kebutuhan Tanaman... 2.2.1.6. Pengendalian Organisme Pengganggu

Tanaman ... 2.2.1.7. Panen dan Pasca Panen ... 2.3. Penelitian Sebelumnya ...

9 9 10 12 12 12 13 13 13 14 15 16 III. KERANGKA PEMIKIRAN ...

3.1. Konsep dan Pengukuran Efisiensi ... 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 3.3. Hipotesis ...

24 24 34 36


(13)

IV. METODE PENELITIAN ... 4.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian ... 4.2. Pemilihan Petani Contoh ... 4.3. Jenis Dan Sumber Data ... 4.4. Kontruksi Model dan Prosedur Analisis ... 4.4.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier ... 4.4.2. Analisis Efisiensi Teknis ... 4.4.3. Analisis Efisiensi Alokatif dan Ekonomis ... 4.4.4. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya ... 4.5. Definisi Operasional ...

37 37 37 38 39 40 41 43 44 45 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ...

5.1. Gambaran Umum dan Geografis ... 5.2. Karakteristik Petani ... 5.3. Gambaran Umum Usahatani Padi di Daerah Penelitian ... 5.4. Kelembagaan ...

48 48 50 51 52 VI. KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH DI DAERAH

PENELITIAN ... 6.1. Deskripsi dan Karakteristik Petani Responden ... 6.1.1. Umur ... 6.1.2. Pendidikan ... 6.1.3. Pengalaman ... 6.1.4. Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga ... 6.1.5. Kepemilikan Lahan dan Penggunaannya ... 6.1.6. Partisipasi dalam Kelompok Tani ... 6.2. Usahatani Padi Sawah ... 6.2.1. Jumlah Penggunaan Benih ... 6.2.2. Penanaman ... 6.2.3. Pemupukan ... 6.2.4. Pengendalian Hama dan Penyakit ... 6.2.5. Panen dan Pasca Panen ...

54 54 55 55 56 56 57 58 58 59 59 61 63 64


(14)

VII.

VIII.

6.3. Komparasi Rata - Rata Petani Peserta dan Bukan Peserta Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu dalam Penggunaan Input dan Hasil…... 6.4 Analisis Finansial Ekonomi ……….….………... ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI………... 7.1. Pemililihan Model ………... 7.2. Analisis Fungsi Stochastic Frontier ………..…... 7.3. Analisis Efisiensi dan Inefisiensi Teknis ………... 7.3.1. Efisiensi Teknis ……….………... 7.3.2. Faktor – Faktor Inefisiensi ... 7.4. Efisiensi Alokatif dan Ekonomi ... SIMPULAN DAN SARAN ……….... 8.1. Simpulan ... 8.2. Saran ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

64 65 67 67 75 80 80 84 91 96 96 97 98 102


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

I. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

Perbandingan Produksi, Luas Panen dan Hasil Per Hektar Padi dan Konsumsi Beras di Indonesia dalam Kurun Waktu 1998-2006. ... Klasifikasi Tanah di Desa Teras Kecamatan Carenang-Kabupaten Serang Tahun 2007 ... Keragaan Penduduk di Desa Teras tahun 2007 ... Kalender Musim Tanam Beberapa Komoditas Palawija di Desa Teras, Tahun 2007 ... Profil Kelompok Tani Desa Teras, Kecamatan Carenang Tahun 2007 ... Sebaran Petani Responden menurut Umur, Pendidikan, Pengalaman Jumlah Tangungan, dan Partisipasi dalam Kelompok, di Desa Teras Kecamatan Carenang Kabupaten Serang Tahun 2007 ... Rekomendasi Pemupukan Berdasarkan Surat Keputusan Mentri Pertanian di Kecamatan Carenang, 2006... Deskripsi Usahatani Padi Sawah Petani Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu dan Petani Bukan Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu di Desa Teras, Kecamatan Carenang, Kabupaten Serang 2007 ... Analisis Finansial Usahatani Padi Sawah Petani Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu dan Petani Bukan Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu di Desa Teras, Kecamatan Carenang ... Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Cobb-Douglas Model 1 Dengan Menggunakan Metode OLS ... Pendugaan dan Pengujian Parameter Model Cobb-Douglas Untuk Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu dan Bukan Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu ... Analisis Varian Fungsi Produksi Padi Sawah di Kabupaten Serang , Kecamatan Carenang, Desa Teras Tahun 2007 ... Hasil Pengujian Skala Usaha Fungsi Produksi Rata-Rata Pada Petani Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu dan Bukan Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu ...

1 49 51 52 53 54 61 65 66 68 71 74 75


(16)

14.

15.

16.

17.

18.

Hasil Pendugaan Fungsi Produksi dengan Menggunakan Metode OLS dan Metode MLE pada Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu, Bukan Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu dan Gabungan dengan Dummy... Sebaran Efisiensi Teknis Petani Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu, Petani Bukan Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu dan Gabungan dengan Dummy ... Pendugaan Faktor Inefisiensi Teknis Fungsi Produksi Stochastic Frontier pada Petani Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu, Petani Bukan Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu dan Gabungan dengan Dummy... Sebaran Efisiensi Alokatif dan Ekonomi Petani Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu dan Petani Bukan Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu ... Sebaran Efisiensi Alokatif dan Ekonomi Gabungan Petani Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu dan Petani Bukan Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu ...

76

81

85

94 94


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Konsep Efisiensi ………..………. 26

2. Konsep Efisiensi Orientasi Output ………... 28

3. Perbedaan Fungsi Produksi Batas dengan Rata - Rata... 29

4. Fungsi Produksi Stochastic Frontier ... 33

5. Alur Kerangka Pemikiran Konseptual ... 35


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian……….……….. 103 2. Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Petani Program

Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu, Petani Bukan Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu,

Gabungan tanpa Dummy dan Gabungan Dengan Dummy.…..……. 104 3. Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi yang di Restriksi Petani

Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu dan Petani Bukan Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya

Terpadu ………..………... 106

4. Hasil Analisis Per Hektar Pendugaan Fungsi Produksi Petani

Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu ….…... 107 5. Hasil Analisis Per Hektar Pendugaan Fungsi Produksi Petani

Bukan Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu... 109 6. Hasil Analisis Per Hektar Pendugaan Fungsi Produksi Gabungan

Petani Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu dan Petani Bukan Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya

Terpadu... 111 7. Data Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Padi Sawah di

Kabupaten Serang Tahun 2007……... 114 8. Data Pendugaan Faktor-Faktor Inefisiensi Teknis Usahatani Padi

Sawah Petani Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu dan Petani Bukan Program Pengelolaan Tanaman dan


(19)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi perkapita akibat peningkatan pendapatan, namun di lain pihak upaya peningkatan produksi beras saat ini terganjal oleh berbagai kendala, seperti konversi lahan sawah subur yang masih terus berjalan, penyimpangan iklim, gejala kelelahan teknologi, penurunan kualitas sumberdaya lahan yang berdampak terhadap penurunan atau pelandaian produktivitas.

Jika dilihat pada Tabel 1, selama periode tahun 1998-2003 konsumsi beras Indonesia selalu berada di atas kapasitas produksi nasional, hal inilah yang menyebabkan Indonesia terus melakukan impor beras. Namun dalam periode selanjutnya tahun 2004-2006, peningkatan konsumsi beras Indonesia berkorelasi negatif dengan laju impor beras Indonesia sehingga pertumbuhan produksi sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi.

Tabel 1. Perbandingan Produksi, Luas Panen dan Hasil per Hektar Padi dan Konsumsi Beras di Indonesia dalam Kurun Waktu Tahun 1998-2006

(000)

Tahun Luas Areal

Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Hasil/Hektar (Ton)

Konsumsi Beras Total (ton)

1998 11 730 49 237 4 198 29 586

1999 11 963 50 866 4 252 33 971

2000 11 793 51 899 4 401 31 193

2001 11 494 50 461 4 390 28 768

2002 11 521 51 490 4 469 30 039

2003 11 488 52 138 4 538 30 216

2004 11 923 54 088 4 536 29 698

2005 11 839 54 151 4 574 30 502

2006 11 786 54 455 4 620 30 843

Rata-rata


(20)

Kondisi tersebut menggambarkan bahwa ke depan, jika pertumbuhan produksi dan konsumsi dapat dipertahankan, ketergantungan Indonesia pada beras impor akan semakin berkurang, bahkan potensial mencapai swasembada beras. Tantangannya adalah mampukah Indonesia mempertahankan atau meningkatkan laju pertumbuhan produksi dan menahan laju pertumbuhan konsumsi sehingga produksi beras dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri? Jawabannya sangat tergantung pada bagaimana lahan sawah dan teknologi yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan produksi padi sawah. (Swastika, 1996).

Optimasi produktivitas padi di lahan sawah merupakan salah satu peluang peningkatan produksi gabah nasional. Hal ini sangat dimungkinkan bila dikaitkan dengan hasil padi pada agroekosistem ini masih beragam antar lokasi dan belum optimal. Rata – rata hasil 4.7 ton/ha, sedangkan potensinya dapat mencapai 6 – 7 ton/ha. Belum optimalnya produktivitas padi di lahan sawah, antara lain disebabkan oleh : (1) rendahnya efisiensi pemupukan, (2) belum efektifnya pengendalian hama penyakit, (3) penggunaan benih kurang bermutu dan varietas yang dipilih kurang adaptif, 4) kahat hara K dan unsur mikro, (5) sifat fisik tanah tidak optimal, dan (6) pengendalian gulma kurang optimal yang kesemuanya ini ditandai dengan tidak teradopsinya dengan baik teknologi – teknologi anjuran tersebut (Makarim et al. 2000).

Suatu terobosan peningkatan produktivitas padi sawah telah berhasil ditemukan melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) dengan hasil yang cukup memuaskan. PTT merupakan suatu pendekatan yang semakin populer dewasa ini. Pendekatan ini bersifat partisipatif yang


(21)

disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi. Pada tingkat penelitian, PTT mampu meningkatkan produktivitas padi sekitar 38 persen dengan hasil antara 7 – 8.9 ton/ha, sedangkan pada tingkat pengkajian di lahan petani produktivitas meningkat rata-rata 27 persen (6.5 - 8.0 ton/ha). Senjang peningkatan produktivitas antara penelitian dan pengembangan di tingkat petani, mengindikasikan bahwa potensi peningkatan produktivitas padi untuk mencapai swasembada beras masih cukup besar (Abdulrachman et al. 2007). Keberhasilan PTT telah pula dibuktikan oleh Balai Penelitian Padi Sukamandi. Penerapan PTT padi sawah di Sukamandi menghasilkan 8 sampai 9 ton Gabah Kering Giling (GKG)/ha atau 1.5 - 2.0 ton/ha lebih tinggi dari hasil padi yang biasa dibudidayakan dan konsisten selama empat musim pertanaman. Pada tingkat petani di delapan provinsi penghasil beras, hasil padi dengan pendekatan PTT konsisten lebih tinggi daripada penerapan paket BIMAS (Gani A, 2002).

Peningkatan produksi dan produktivitas padi di Provinsi Banten juga memiliki peluang cukup besar. Peluang tersebut dapat dilihat dari luas lahan yang ada di Provinsi Banten yaitu 202 970 ha dengan rataan produktivitas 4.97 ton/ha. Dari data tersebut terlihat hasil yang diperoleh dalam berusahatani padi sawah masih relatif rendah. Hal ini disebabkan belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya Lahan, Air, Tanaman dan Organisme (LATO). Untuk itu perlu kiranya dikaji sejauh mana program PTT telah memberikan tingkat efisiensi terhadap usahatani padi sawah di Provinsi Banten. Demikian juga dengan faktor –faktor yang mempengaruhinya. Mengingat teknologi yang diterapkan untuk masing masing wilayah akan berbeda sesuai dengan kondisi lingkungan dan karakteristik petaninya maka perlu diteliti lebih lanjut.


(22)

1.2. Perumusan Masalah

Kabupaten Serang merupakan salah satu wilayah Banten yang menjadikan pertanian sebagai salah satu sektor primer perekonomiannya. Pusat kegiatan pertanian di Kabupaten Serang terdapat di beberapa kecamatan namun yang paling luas lahan sawahnya adalah di Kecamatan Carenang dengan luasan 4 892 ha, produksi 30 330 ton dan produktivitas 5.2 ton/ha Gabah Kering Panen.

Berdasarkan hasil Participatory Rural Appraisal (PRA) yang dilakukan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Banten (Mayunar et al 2006) diperoleh kondisi aktual usahatani padi sawah di Kecamatan Carenang adalah sebagai berikut : (1) luas garapan petani sebagian besar berkisar antara 0.10 – 0.25 ha, (2) varietas yang digunakan Ciherang, Cigeulis dan IR-64 dengan produktivitas 4 – 6 ton/ha (rataan 5.2 ton/ha), (3) penggunaan benih 30 – 40 kg/ha, (4) umur bibit 22 – 25 Hari Setelah Sebar (HSS), (5) jumlah bibit 3 – 6 batang/rumpun, (6) sistem tanam tegal dengan jarak 25 cm x 25 cm dan 20 cm x 20 cm, (7) penggunaan pupuk tidak berimbang (urea 200 – 300 kg/ha dan SP-36 100 – 200 kg/ha), (8) penggunaan pupuk kandang 1 – 2 ton/ha, (9) hama utama penggerek batang, dan (10) pengendalian hama dan penyakit belum berdasarkan prinsip Pengelolaan Hama Terpadu (PHT). Berdasarkan hasil PRA maka dapat simpulkan permasalahan yang ada di Kecamatan Carenang adalah : (1) Lahan garapan sempit yaitu 0.10 0.9 ha/petani, (2) penggunaan benh30 -40kg/ha, (3) produktivitas rendah yaitu hanya 4-6 ton/ha sedangkan potensinya dapat mencapai 6 - 8 ton/ha, (4) jumlah bibit 3 – 6 batang/rumpun, (5) penggunaan pupuk tidak berimbang, dan (6) belum optimalnya pemberantasan terhadap penyakit penggerek batang.


(23)

Produktivitas padi (GKG) dibedakan dalam 3 kategori yaitu rendah < 4.0 ton/ha, sedang 4.0-5.5 ton/ha dan tinggi > 5.5 ton/ha. Peningkatan produktivitas padi pada wilayah dengan kategori rendah dan sedang memiliki peluang cukup besar karena belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya “LATO” (Makarim dan Suhartatik, 2005).

Salah satu upaya peningkatan produksi dan produktivitas padi pada lahan sawah irigasi dapat dilakukan melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) yang merupakan salah satu model atau pendekatan pengelolaan usahatani padi, dengan mengabungkan semua komponen usahatani terpilih yang serasi dan saling komplementer, untuk mendapatkan hasil panen optimal dan kelestarian lingkungan (Sumarno, et al. 2000). Melalui pendekatan pengelolaan usahatani padi secara terpadu, mulai dari pengelolaan budidaya (persiapan lahan, persemaian, penanaman, pemupukan, pengaturan air, pengendalian gulma), dan pengelolaan hama penyakit diharapkan mampu meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani padi yang selanjutnya memberi dampak terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Mengingat penerapan PTT untuk masing-masing lokasi akan berbeda sesuai dengan kondisi fisik dan sosial lingkungan maka permasalahan yang ingin dikaji adalah apakah petani padi sawah di Kabupaten Serang dalam mengelola usahataninya sudah efisien ?

Petani yang memiliki kemampuan manajerial yang baik akan mengalokasikan sejumlah input tertentu guna mendapatkan output yang optimal yang akan memberikan keuntungan maksimal. Besarnya keuntungan yang diperoleh berkaitan erat dengan efisiensi dalam berproduksi. Pada akhirnya


(24)

kemampuan manajerial petani akan tercermin dari output yang diperoleh ketika tanamannya sudah dipanen. Jika produksi yang diperoleh mendekati potensi maksimum dari suatu aplikasi teknologi yang terbaik di suatu lokasi, maka dapat dikatakan bahwa petani tersebut telah mengelola usahataninya dengan efisien.

Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi usahatani tidak saja ditentukan oleh kemampuan manajerial dari petani yang lebih banyak diukur dari kemampuan petani untuk memutuskan besaran input produksi yang akan digunakan, akan tetapi juga ditentukan beragam faktor yang berada di luar kendali petani seperti ketersediaan air irigasi, iklim/cuaca, tingkat kesuburan lahan, harga input produksi, harga output, kelembagaan usahatani dan lainnya. Seluruh variabel tersebut akan berintegrasi satu sama lain dan akan menentukan tingkat efisiensi yang akan dicapai. Masalahnya adalah apakah petani telah mengerti dan mampu mengalokasikan secara optimal semua faktor produksi yang ada dalam proses produksi usahataninya. Faktor-faktor produksi mana yang alokasi penggunaannya sudah optimum dan mana yang belum? Oleh karena itu untuk bisa menjawab hal tersebut maka perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat efisiensi usahatani padi sawah di Kabupaten Serang.

Program PTT sesuai dengan tujuannya meningkatkan produktivitas melalui efisiensi penggunaan input-input produksi dan pelestarian sumberdaya untuk keberlanjutan usahatani padi sawah diharapkan memiliki pengaruh terhadap peningkatan pendapatan usahatani, karena dengan penggunaan faktor-faktor produksi yang lebih efisien maka akan mempengaruhi biaya produksi sehingga pada akhirnya akan berpengaruh pula kepada pendapatan petani. Meningkatnya pendapatan petani akan berpengaruh pula kepada keuntungan yang diperolehnya.


(25)

Dari uraian di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang ingin dipecahkan dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana efisiensi usahatani padi sawah pada kelompok peserta program PTT dan bukan peserta program PTT.

2. Faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat efisiensi pada usahatani padi sawah baik pada peserta program PTT maupun pada bukan peserta program PTT

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latarbelakang dan permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis efisiensi teknis, alokatif dan ekonomis petani padi sawah pada peserta program PTT dan bukan peserta program PTT.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi petani padi sawah pada peserta program PTT dan bukan peserta program PTT.

Hasil penelitian ini akan berguna bagi pengambil keputusan dalam merumuskan strategi kebijakan dengan sasaran meningkatkan efisiensi dan produksi padi sawah khususnya dalam hal jika tingkat efisiensi yang dicapai sudah sangat tinggi (mendekati frontier) berarti peluang untuk meningkatkan lebih jauh tidak optimistik sehingga kebijakan yang ditempuh haruslah mencari alternatif lain misalnya mempercepat perluasan areal sawah baru. Sebaliknya jika masih cukup rendah berarti masih cukup besar peluang untuk meningkatkannya dengan teknologi yang telah ada.


(26)

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini menggunakan data cross section dilaksanakan pada salah satu wilayah sentra produksi padi di Provinsi Banten yaitu Kabupaten Serang. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai maka penelitian ini terbatas pada usahatani padi sawah, baik pada petani peserta program PTT maupun petani bukan peserta program PTT. Tingkat pendapatan usahatani dihitung dalam jangka waktu satu kali musim tanam yaitu pada musim tanam II (Musim Hujan). Dalam studi ini akan dianalisis faktor-faktor efisiensi dan penyebab ketidakefisienan petani dalam berproduksi. Kedua aspek ini akan memberikan rekomendasi yang saling menunjang yakni mengidentifikasi input yang berpotensi meningkatkan produksi dan mengidentifikasi faktor yang dapat mengurangi inefisiensi usahatani. Data-data yang dikumpulkan mencakup karakteristik rumahtangga petani (umur, pendidikan, pengalaman, jumlah anggota keluarga yang bekerja dan tidak bekerja), penguasaan lahan/kepemilikan lahan, usahatani padi sawah dalam bentuk input dan output (per persil), curahan tenaga kerja dan pendapatan dari usahatani padi.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Intensifikasi Padi.

Intensifikasi padi adalah merupakan salah satu program pemerintah dalam rangka meningkatkan produksi padi yang dicanangkan pada tahun 1958. Program ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dengan memanfaatkan potensi lahan, daya dan dana yang ada secara optimal serta kelestarian sumberdaya alam. Awalnya program ini dinamakan Padi Sentra dengan menerapkan teknologi Panca Usahatani (Badan Litbang Pertanian, 2004)

Pada tahun 1963 program Padi Sentra diganti dengan program Swasembada Bahan Makanan (SBM) program ini pada tahun 1964/1965 diganti dengan program Demokrasi Massal (DEMAS) dan pada tahun 1965/1966 program Demas dimasyarakatkan dengan nama Bimbingan Massal (BIMAS).

Mulai tahun 1980 program Bimas dikembangkan menjadi Pola Intensifikasi Khusus (INSUS) dengan menerapkan teknologi Sapta Usahatani yang merupakan penyempurnaan dari teknologi Panca Usahatani yaitu dengan menambahkan komponen penyuluhan, penanganan pascapanen dan pemasaran. Selanjutnya program ini dikembangkan menjadi SUPRA INSUS, dimana penyelengaraannya menggunakan metode pendekatan Operasi Khusus (OPSUS)

Program-program intensifikasi tersebut bersifat top down dimana, teknologi yang dianjurkan bersifat paket dan berlaku umum untuk semua wilayah serta dilaksanakan sepenuhnya dengan inisiasi petugas, sehingga implementasinya di lapangan walaupun memberikan hasil yang meningkat dari sebelumnya tetapi banyak menimbulkan masalah dilapangan. Pada tahun 2002, Badan Litbang


(28)

Pertanian bekerjasama dengan Direktorat Jendral Bina Produksi Tanaman Pangan mengimplementasikan kegiatan percontohan Peningkatan Produksi Padi Terpadu di 14 Provinsi di Indonesia. Teknologi peningkatan produktivitas lahan sawah dilaksanakan melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT).

2.2. Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu

Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu merupakan suatu pendekatan inovatif dalam upaya meningkatkan efisiensi usahatani padi sawah melalui penerapan komponen teknologi yang memiliki efek sinergis, dan petani berpartisipasi mulai dari perencanaan sampai pengembangan (Balitbangtan, 2002). Dalam aplikasinya, PTT berbeda dengan Intensifikasi Khusus (INSUS) maupun SUPRA-INSUS yang pernah dilakukan secara massal di lingkungan petani. Perbedaannya adalah PTT menekankan pada prinsip partisipatori dengan menempatkan pengalaman, keinginan dan kemampuan petani pada posisi penting dalam menerapkan teknologi.

Pendekatan PTT ini memperhatikan keberagaman lingkungan pertanaman dan kondisi petani, sehingga penerapan teknologi di suatu tempat mungkin sekali berbeda dengan lokasi lainnya. Dalam model PTT, pemecahan masalah setempat dengan penerapan teknologi inovatif merupakan prioritas utama. Oleh karena itu, paket teknologi yang dipilih dalam PTT tidak tetap, tetapi spesifik lokasi. Pemilihan komponen teknologinya disesuaikan dengan kondisi setempat. Penerapan PTT didasarkan pada empat prinsip : (1) PTT bukan merupakan teknologi maupun paket teknologi tetapi merupakan suatu pendekatan agar sumberdaya tanaman, lahan dan air dapat dikelola sebaik-baiknya, (2) PTT


(29)

memanfaatkan teknologi pertanian yang sudah dikembangkan dan diterapkan dengan memperhatikan unsur keterkaitan/sinergis antar teknologi, (3) PTT memperhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik maupun sosial-ekonomi petani, dan (4) PTT bersifat partisipatif yang berarti petani turut serta menguji dan memilih teknologi yang sesuai dengan keadaan setempat dan kemampuan petani melalui proses pembelajaran. Konsep ini mengharuskan pengelolaan secara terpadu antara tanaman dan sumberdaya. Pada prinsipnya adalah melakukan pengelolaan dengan menyediakan lingkungan produksi yang kondusif bagi pertumbuhan tanaman sesuai dengan sumberdaya tersedia secara lokal spesifik (Badan Litbang Pertanian, 2004). Melalui pendekatan ini diupayakan menciptakan hubungan sinergi antara komponen-komponen produksi dan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya tersedia dengan lebih banyak memanfaatkan internal input tanpa merusak lingkungan.

Prinsip dasar pengelolaan tanaman terpadu adalah pemanfaatan sumberdaya pertanian secara optimal sehingga petani memperoleh keuntungan maksimum secara berkelanjutan dalam sistem produksi yang memadukan komponen teknologi sesuai kapasitas lahan. Kata kunci dari pengelolaan tanaman terpadu adalah sinergi. Setiap komponen teknologi sumberdaya alam, dan kondisi sosial ekonomi memiliki kemampuan untuk berinteraksi satu sama lain, dengan demikian akan tercipta suatu keseimbangan dan keserasian antara aspek lingkungan dan aspek ekonomi untuk keberlanjutan sistem produksi. Indikator keberhasilan pengelolaan tanaman terpadu yang paling penting adalah rendahnya biaya produksi, penggunaan sumberdaya pertanian secara efisien dan pendapatan petani meningkat tanpa merusak lingkungan.


(30)

2.2.1. Komponen Teknologi dalam Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu Padi Sawah.

Alternatif komponen teknologi yang dianjurkan dalam PTT padi sawah di Kabupaten Serang tepatnya di Kecamatan Carenang sesuai dengan permasalahan yang ditemui adalah : (1) penggunaan benih bermutu, (2) pengaturan jarak tanam jajar legowo, (3) penanaman bibit muda tunggal, (4) penggunaan bahan organik, (5) pemupukan sesuai kebutuhan tanaman, (6) pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman(OPT), dan (7) panen dan pasca panen.

2.2.1.1. Penggunaan Benih Bermutu

Benih yang akan ditanam merupakan benih yang bermutu tinggi yaitu dengan tingkat kemurnian yang tinggi dan daya kecambahnya lebih besar dari 90 persen. Untuk itu pilih benih yang bersertifikat atau berlabel biru. Selain itu benih diseleksi, agar benih yang akan ditanam benar-benar memiliki daya tumbuh yang tinggi. Seleksi benih dilakukan dengan merendam benih di dalam air yang telah dicampur larutan air garam sebanyak 3 persen dengan tujuan : mencegah hama pada waktu perkecambahan, merangsang pertumbuhan akar, memperkecil resiko kehilangan hasil, memelihara dan memperbaiki kualitas benih.

2.2.1.2. Pengaturan Jarak Tanam dengan Jajar Legowo

Jarak tanam jajar legowo yang dianjurkan adalah 50 x 25 x 12.5cm, 50 x 25 x 15cm dan 40 x 20 x 15cm atau sesuai dengan kesuburan tanah dan varietas padi yang ditanam. Manfaat tanam jajar legowo, selain dapat meningkatkan hasil dari pengaruh tanaman pinggiran (border effect), juga dapat meningkatkan populasi tanaman sampai 30 persen yaitu 213 000 rumpun/ha. Untuk varietas


(31)

unggul tipe baru (seperti Gilirang) jarak tanam harus lebih dirapatkan, karena varietas tersebut memiliki jumlah anakan sedikit (10-12 rumpun). Jumlah anakan pada semua varietas tipe baru adalah produktif.

2.2.1.3. Penanaman Bibit Muda Tunggal

Penanaman bibit muda tunggal adalah bibit padi yang ditanam berumur 18 – 20 HSS dengan penanaman tunggal yaitu 1 - 2 bibit per rumpun. Bibit muda akan tumbuh dan berkembang dengan lebih baik, sistem perakaran akan lebih intensif, anakan lebih banyak dan lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan dibandingkan dengan bibit yang lebih tua (>20 HSS). Penanaman satu bibit dapat mendorong tanaman untuk memperlihatkan potensi genetiknya, dapat mengurangi stress pada tanaman, recoveri bibit lebih cepat dan pembentukan anakan lebih banyak.

2.2.1.4. Penggunaan Bahan Organik

Penggunaan bahan organik dilahan sawah bertujuan untuk memperbaiki kualitas tanah (tanah menjadi lebih gembur dan lebih subur). Selain itu juga dapat mengurangi penggunaan pupuk an-organik sehingga dapat mengurangi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh pupuk an-organik tersebut. Bahan organik yang dapat digunakan antara lain adalah kompos, pupuk kandang dan sisa tanaman seperti jerami. Jumlah bahan organik yang dianjurkan 2 – 3 ton/ha. 2.2.1.5. Pemupukan Sesuai Kebutuhan Tanaman

Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan jumlah pupuk yang diberikan bagi tanaman padi adalah : (1) kebutuhan hara tanaman, (2) ketersediaan hara dalam tanah, (3) pH tanah, dan (4) adanya sumber hara lain


(32)

terutama kalium dan nitrogen dari bahan organik, air irigasi dan sebagainya. Bila sumber hara lain tersebut dapat diketahui jumlahnya maka takaran pupuk perlu dikurangi dengan demikian pemupukan yang dilakukan dapat lebih efisien.

Berdasarkan hasil analisa tanah, maka pupuk anorganik yang dianjurkan adalah SP-36 100 kg/ha dan KCl 50 kg/ha sedangkan untuk urea berdasarkan penggunaan Bagan Warna Daun (BWD). Bagan Warna Daun adalah alat sederhana (bagan) untuk mengukur warna daun padi dengan skala 1 sampai 6. Masing-masing skala mengambarkan status hara N dalam padi. Skala 1 (kuning) mengambarkan tanaman sangat kekurangan N sedangkan skala 6 (hijau tua) mengambarkan tanaman kelebihan N. Dengan penggunaan BWD maka kebutuhan urea dapat ditambah atau dikurang sesuai dengan kebutuhan tanaman.

2.2.1.6. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman

Pengendalian gulma diperlukan untuk : (1) mengurangi persaingan antara gulma dengan tanaman padi dalam memperoleh hara, air, sinar matahari dan tempat, (2) memutus siklus gulma, (3) mencegah terbentuknya inang alternatif bagi organisme pengganggu tanaman, dan (4) mencegah terhambatnya saluran aliran air irigasi.

Sedangkan untuk pengendalian hama dan penyakit disesuaikan dengan konsep Pengelolaan Hama Terpadu (PHT), misalnya pada musim kemarau langkah-langkah yang diperlukan untuk pengendalian hama tikus adalah : (1) tanam serentak pada hamparan yang luas (50-100ha), (2) pemberdayaan kelompok tani minimal kelompok tani sehamparan, (3) persiapan lahan dan bahan untuk pengendalian tikus dengan sistem perangkap bubu, dan (4) meningkatkan


(33)

koordinasi antara petani dan aparat terkait agar pengendalian tikus dapat terlaksana dengan baik. Pada musim hujan langkah-langkah yang dilakukan untuk mengendalikan hama dan penyakit adalah: (1) tidak melakukan penanaman padi diluar jadwal, (2) penggunaan varietas tahan sesuai dengan biotipe/ras patogen (3) memantau perkembangan hama wereng coklat, pengerek batang dan penyakit tungro, (4) apabila perkembangan hama dan penyakit telah melebihi ambang kendali perlu dilakukan pengendalian dengan pestisida yang tepat dan dengan cara dan waktu yang tepat pula, dan (5) untuk mendeteksi adanya serangan hama secara dini dilakukan pengamatan secara periodik dan terjadwal. Pengambilan keputusan untuk pengendalian dilakukan berdasarkan ambang kendali dari hama atau penyakit yang bersangkutan.

2.2.1.7. Panen dan Pasca Panen

Panen dapat dilakukan secara beregu dan menggunakan alat perontok padi sistem gebot dan power thresher . Pengeringan gabah dilakukan setelah panen. Jika cuaca tidak mengizinkan, maka pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan pengering atau dryer.

Faktor yang dapat mempengaruhi kehilangan hasil diantaranya adalah : (1) varietas padi, (2) umur panen padi, (3) alat panen, (4) sistem pemanenan padi, (5) prilaku pemanenan, dan (6) alat/cara perontok padi. Usahatani padi tidak akan menguntungkan atau tidak akan memberikan hasil yang optimal jika panen dilakukan pada umur yang tidak tepat dan cara yang kurang benar. Penyimpanan gabah dapat dilakukan dengan kadar air kurang dari 14 persen untuk konsumsi dan 13 persen untuk benih.


(34)

2.3. Penelitian Sebelumnya

Penelitian-penelitian PTT telah banyak dilakukan dengan berbagai metode dan analisa. Pendekatan model yang dilakukan dalam penelitian-penelitian ini pun berbeda-beda diantaranya adalah :

Toha (2005) meneliti tentang Peningkatan Produktivitas Padi Gogo melalui penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu dengan Introduksi Varietas Unggul, dimana hasil penelitiannya menunjukkan, dibandingkan dengan pertanaman petani yang tidak menerapkan PTT, hasil padi dari pertanaman PTT 20 persen lebih tinggi atau meningkat dari 3.37 menjadi 4.04 ton/ha GKG. Rata-rata dari 10 petani yang menerapkan PTT dengan berbeda varietas mencapai 4.04 ton/ha dengan kisaran 1.92-4.69 ton/ha GKG. Hasil terendah dicapai oleh varietas Towuti dan tertinggi oleh varietas Batu Tegi. Rendahnya hasil varietas Towuti juga disebabkan oleh penularan penyakit blas. Hasil rata-rata selama tiga musim tanam adalah 5.69ton/ha, pendapatan rata-rata mencapai Rp 5 226 000 dengan kisaran Rp 4 807 000 – 5 957 100. Perhitungan pendapatan tersebut berdasarkan harga gabah saat panen, Rp 1 000/kg dan Rp 900. Biaya tetap Rp 2 783 000 dan biaya tidak tetap Rp 651 970 maka keuntungan rata-rata mencapai Rp 2 044 730. Biaya produksi berkisar antara Rp 3 245 000 – 3 650 710 dan kisaran keuntungan adalah Rp 1 506 300 – 2 320 500. Artinya dalam penelitian ini dapat disimpulkan introduksi varietas unggul yang sesuai sebagai komponen model PTT padi gogo dapat meningkatkan hasil dan pendapatan petani Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Pirngadi dan Makarim (2006) yang berjudul Peningkatan Produktivitas Padi pada Lahan Sawah Tadah Hujan Melalui Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu Usahatani pada


(35)

Lahan Sawah Tadah Hujan dengan Pola Tanam Padi Gogorancah . Padi walik jerami masih diwarnai oleh penggunaan varietas lokal dan/atau hasil rendah, kualitas benih rendah, populasi tanaman tidak optimal (jarak tanam tidak teratur),dan pemupukan tidak tepat (terlalu rendah). Penelitian bertujuan untuk mendapatkan model usahatani berbasis padi yang optimal (hasil tinggi, menguntungkan, dan input sesuai kemampuan petani) pada lahan sawah tadah hujan di wilayah sumberdaya rendah. Penelitian yang dilaksanakan di Desa Bogem, Kecamatan Japah, Kabupaten Blora, Jawa Tengah pada Musim Hujan 2003/2004 dan Musim Kering 2004 menunjukkan hasil tertinggi untuk padi gogorancah dan Walik Jerami masing-masing 5.87 ton /ha dan 6.01 ton/ha GKG/ha. Perlakuan tersebut mendatangkan pendapatan total sebesar Rp 13 669 000/ha/tahun dengan hasil total 11.88 ton GKG/ha/tahun, keuntungan Rp 5 431 200 dan B/C ratio 0.66.

Demikian juga dengan penelitian yang dilaksanakan di Jawa Barat yang merupakan hasil pengkajian yang dilaksanakan oleh Balai pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat (2002) memperlihatkan bahwa dengan pendekatan PTT produksi meningkat dari 4.17 ton/ha menjadi 4.89 ton/ha dengan produktivitas padi per hektar meningkat sebesar 19.3 persen – 24.5 persen . Sehingga petani yang menerapkan PTT Legowo ini dapat memperoleh keuntungan sebesar 35 – 50 persen dibandingkan cara yang telah biasa dilakukan oleh petani. Selain itu produktivitas lahan sawah meningkat secara berkelanjutan.

Hal yang berbeda dapat dijumpai dari penelitian Adnyana dan Kariyasa (2002), dimana penelitian tersebut dilakukan di empat Provinsi (Sumatera Utara, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat) pada 480 petani contoh, dengan judul


(36)

”Dampak dan Persepsi Petani terhadap Penerapan Sistem Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah”, dimana fokus dari penelitian ini adalah untuk : (1) mengukur dampak penerapan PTT terhadap produktivitas dan pendapatan petani, (2) mengukur biaya adopsi penerapan PTT, dan (3) mengukur tingkat adopsi dan mengevaluasi persepsi petani terhadap PTT. Penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan PTT mampu meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Biaya adopsi PTT masih di bawah harga gabah yang berlaku, sehingga petani tertarik menerapkannya. Petani umumnya mengatakan bahwa sebagian besar komponen PTT merupakan hal baru dan mudah diterapkan, karena sebagian besar sesuai kebutuhan. Tingkat adopsi PTT cukup baik walaupun belum sepenuhnya dilakukan akibat adanya beberapa permasalahan teknis dan kondisi sosial ekonomi petani. Peningkatan produksi padi nasional melalui penerapan PTT dalam skala luas dipandang sebagai langkah yang cukup strategis. Adanya dukungan yang kuat dari Pemda setempat dan kerja sama yang baik antar instansi terkait sangat menentukan keberhasilan pengembangan PTT. Dalam penelitian ini, penulis lebih menekankan pada aspek kelembagaan dibandingkan aspek teknis dalam keberhasilan PTT.

Selain itu, Sumaryanto et al. (2003) di lahan sawah irigasi di DAS Brantas menunjukkan bahwa determinan utama dalam inefisiensi adalah peranan usahatani padi dalam ekonomi rumah tangga petani. Tingkat efisiensi yang lebih tinggi dicapai oleh petani yang sebagian besar pendapatannya berasal dari usahatani padi. Faktor lainnya adalah usahatani yang dijalankan oleh para petani sehamparan yang lebih berdiversifikasi, petani dengan kelompok usia muda, dan pendapatan per kapita tinggi. Hasil ini juga menunjukkan bahwa di persil – persil


(37)

garapan bukan milik ternyata lebih tinggi daripada di persil – persil garapan milik. Implikasi terpenting adalah perlunya kebijakan yang mampu mendorong konsolidasi diversifikasi usahatani berbasis hamparan agar upaya peningkatan pendapatan petani sinergis dengan peningkatan efisiensi usahatani padi. Jika pendekatan yang dilakukan adalah penyuluhan maka dengan nilai indeks efisiensi teknis yang secara rata – rata cukup tinggi sebaiknya materi penyuluhan bersifat inovatif dan imperatif.

Disti (2006) dalam penelitiannya mengenai Efisiensi Produksi Usahatani Padi Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu di Kabupaten Subang. Penelitian yang dilakukannya adalah membandingkan beberapa model fungsi produksi yang baik untuk menentukan efesiensi dari penggunaan input (faktor-faktor produksi), dengan menggunakan tiga alat analisis untuk menjelaskan pengaruh dari faktor produksi yang digunakan oleh petani padi program PTT terhadap hasil produksi. Ketiga alat analisis tersebut adalah analisis regresi berganda, analisis Cobb-Douglas dan analisis transedental. Kelemahan dari penelitian ini adalah adanya nilai koefisien regresi yang negatif pada model fungsi produksi, dalam hal ini variabel SP-36, phonska di Desa Mulyasari sedangkan di Desa Cijengkol adalah benih, SP-36, dan tenaga kerja. Hal ini bertentangan dengan teori yang menerangkan fungsi produksi Cobb-Douglas harus dijelaskan dengan koefisien variabel-variabel yang positif.

Analisa fungsi produksi telah banyak dilakukan demikian halnya dengan mengukur tingkat efisiensi kegiatan usahatani. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan adalah analisis tingkat efisiensi menggunakan metode Stochastic Production Frontier (SPF). Pemilihan fungsi


(38)

produksi Stochasic Frontier berdasarkan argumen bahwa dengan program PTT diasumsikan tingkat produktivitas yang telah dicapai oleh petani sudah mendekati kondisi maksimum (Frontier), sehingga apakah peningkatan produktivitasnya masih dapat dilakukan di lahan yang sama akan dapat terjawab. Melalui metode Stochasic Frontier faktor-faktor yang diduga akan mempengaruhi besarnya tingkat efisiensi teknis yang akan dicapai dapat ditangkap dan dijelaskan dengan bantuan model ekonometrika. Sementara faktor-faktor penyebab ketidakefisienan juga dapat ditangkap pada saat bersamaan. Selain itu dapat pula diestimasi apakah inefisiensi disebabkan oleh random error dalam proses pengumpulan data dan sifat dari beberapa variabel yang tidak dapat terukur atau disebabkan oleh faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya inefisiensi dalam suatu proses produksi.

Mengingat dalam penelitian ini nantinya akan menggunakan stochastic frontier sebagai alat analisis maka ada baiknya studi-studi tentang penelitian yang menggunakan alat analisis yang sama dipaparkan terlebih dahulu, diantaranya adalah Daryanto (2000), Battese et al. (2001) dan Seyoum et al. (1996) sama-sama menggunakan analisis stochastic frontier untuk menganalisis efisiensi dengan menggunakan fungsi produksi yang berbeda.

Penelitian Daryanto (2000), menganalisis efisiensi teknis petani padi yang menggunakan beberapa sistem irigasi pada tiga musim tanam yang berbeda di Jawa Barat. Sistem Irigasi yang dibandingkan terdiri dari sistem irigasi teknis, setengah teknis, sederhana dan desa. Fungsi produksi dugaan yang digunakan adalah fungsi produksi translog stochastic frontier dengan model efek inefesiensi teknis terdiri dari : (1) logaritma luas lahan, (2) rasio tenaga kerja yang disewa terhadap total tenaga kerja, dan (3) partisipasi petani di dalam program


(39)

intensifikasi. Hasil penelitiannya menunjukkan : (1) model fungsi produksi stochastic frontier yang digunakan, secara signifikan dapat di terima dengan kata lain, fungsi produksi rata-rata tidak cukup menggambarkan efisiensi dan inefisiensi teknis yang terjadi di dalam proses produksi, (2) rata-rata nilai inefisiensi teknis dari petani sampel berada pada kisaran 59 persen hingga 87 persen dan terdapat pada setiap petani sampel di semua sistem irigasi dan musim tanam, dan (3) semua variabel penjelas di dalam model efek inefisiensi teknis fungsi produksi stochastic frontier, secara signifikan mempengaruhi inefisiensi teknis.

Battese et al. (2001) menggunakan lima model fungsi produksi stochastic frontier yang berbeda untuk setiap wilayah dan satu model fungsi produksi metaproduction frontier yang merupakan fungsi produksi gabungan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa untuk daerah Jakarta dan batas gabungan (metaproduction frontier), infeisiensi teknis dugaan meningkat seiring waktu, namun untuk daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah, inefisiensi teknis dugaan menurun seiring waktu. Seyoum et al. (1998) melalui penelitiannya menggunakan fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas untuk melihat perbandingan efisiensi dan inefisiensi teknis antara dua kelompok petani jagung skala kecil yang mengikuti proyek Sasakawa-Global 2000 (SG 2000) dengan petani jagung yang tidak mengikuti proyek tersebut di beberapa district di negara Etiopia bagian Timur. Variabel bebas yang digunakan dalam model stochastic frontier mereka adalah jumlah hari kerja petani, jumlah hari kerja ternak (Bagi petani SG 2000) dan jumlah hari kerja traktor (bagi petani di luar SG 2000) serta variabel boneka kabupaten (district). Sementara itu untuk melihat efek inefisiensi teknis mereka


(40)

membentuk model efek inefisiensi teknis terpisah dengan memasukkan variabel-variabel berikut : umur, lamanya pendidikan dan keikutsertaan petani dalam pendidikan keterampilan lainnya sebagai variabel penjelas. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa hasil batas dari petani SG 2000 antara satu district dengan district yang lainnya tidak berbeda secara signifikan dibandingkan petani di luar SG 2000. Sedangkan dari sisi efek inefisiensi teknis, ditemukan bahwa umur petani mempengaruhi efisiensi teknis petani baik pada petani SG 2000 maupun petani diluarnya. Petani yang lebih muda secara teknis lebih efisien dibandingkan petani yang lebih tua. Sementara itu efek lama pendidikan berpengaruh positif terhadap efisiensi teknis pada petani SG 2000 dan tidak berpengaruh sama sekali pada petani di luarnya.Petani yang lebih muda secara teknis lebih efisien dibandingkan petani yang lebih tua

Satria (2003) tentang Kajian Efisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah pada Petani Peserta Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) di Sumatera Barat menggunakan fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas. Fungsi produksi ini dipilih dengan pertimbangan mampu menggambarkan kondisi usahatani padi sawah pada lokasi penelitian. Variabel nitrogen, tenaga kerja, insektisida, irigasi dan SLPHT memberikan pengaruh nyata dengan arah yang positif terhadap produksi. Rodentisida berpengaruh nyata dengan tanda negatif terhadap produksi. Peningkatan produksi padi di Propinsi Sumatera Barat dapat dilakukan dengan cara mengoptimumkan penggunaan input. Hasil perhitungan efisiensi teknis di antara petani anggota SLPHT sebesar 66 persen menunjukkan bahwa peluang untuk meningkatkan efisiensi teknis usahatani sebesar 34 persen jika dibandingkan dengan praktek dari petani terbaik (the best farmers practice).


(41)

Swastika (1996) menggunakan fungsi produksi frontier stochastic translog untuk mengukur perubahan teknologi dan perubahan efisiensi teknis serta kontribusinya terhadap pertumbuhan produktivitas faktor total pada padi sawah irigasi di Jawa Barat. Variabel penjelas yang disertakan dalam model ini adalah vektor input yang terdiri dari benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, dan penggunaan traktor, serta dummy waktu sebagai proxy dari perubahan teknologi tahun 1988 dan 1992. Pendugaan fungsi produksi frontier dilakukan dengan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan teknologi dari tahun 1980 sampai 1988 sebesar 42.72 persen. Dalam periode yang sama, efisiensi teknis turun sebesar 2 persen. Oleh karena itu, pertumbuhan produktivitas faktor totalnya adalah sebesar 40.74 persen. Sebaliknya, dari tahun 1988-1992 terjadi penurunan produksi frontier sebesar 51.57 persen dari kenaikan efisiensi teknis sebesar 2.06 persen. Pada periode tersebut, pertumbuhan produktivitas faktor total adalah sebesar 49.51 persen. Kenaikan produktivitas faktor total dari tahun 1980-1988 diduga disebabkan oleh perbaikan tingkat penerapan teknologi dari awal INSUS sampai SUPRA INSUS. Setelah SUPRA INSUS, tidak ada lagi terobosan teknologi baru, baik dari segi kultur teknis maupun varietas baru yang berpotensi hasil melebihi varietas-varietas sebelumnya. Selain stagnasi teknologi, juga disebabkan penurunan genetik varietas-varietas yang ada, penurunan kualitas dan kesuburan tanah dan serangan hama pada musim tanam 1992.


(42)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Peningkatan produktivitas dapat dilakukan melalui ketepatan dalam pemilihan komponen teknologi, dengan memperhatikan kondisi lingkungan serta pengelolaan lahan yang optimal oleh petani termasuk pemanfaatan sumberdaya yang ada. Pendekatan PTT merupakan salah satu solusi, karena dalam PTT dimungkinkan meningkatkan efisiensi penggunaan input-input produksi melalui manajemen pengelolaan yang tepat dan meminimalis ketidakefisienan dalam penerapan teknologi padi sawah, sehingga akhirnya akan diperoleh tingkat produktivitas yang tinggi. Beberapa konsep yang akan menjelaskan keterkaitan antara produksi dan efisiensi serta pengukuran efisiensi akan dijelaskan dalam sub bab berikut.

3.1. Konsep dan Pengukuran Efisiensi

Tujuan produsen untuk mengelola usahataninya adalah untuk meningkatkan produksi dan keuntungan. Asumsi dasar dari efisiensi adalah untuk mencapai keuntungan maksimum dengan biaya minimum. Perolehan keuntungan maksimum berkaitan erat dengan efisiensi dalam berproduksi. Proses produksi tidak efisien karena dua hal yaitu : (1) tidak efisien secara teknis, karena ketidak berhasilan mewujudkan produktivitas maksimal artinya per unit paket masukan (input bundle) tidak dapat menghasilkan produksi maksimal, dan (2) tidak efisien secara alokatif, karena pada tingkat harga-harga masukan dan keluaran tertentu, proporsi penggunaan masukan tidak optimum. Ini terjadi karena produk penerimaan marginal (marginal revenue product) tidak sama dengan biaya marginal (marginal cost) masukan yang digunakan.


(43)

Menurut Lau dan Yotopoulus (1971) konsep efisiensi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu : (1) Efisiensi Teknis (Technical Efficiency), (2) Efisiensi Harga (Price Efficiency ), dan (3) Efisiensi Ekonomis (Economic Efficiency ). Efisiensi teknis mengukur tingkat produksi yang dicapai pada tingkat pengggunaan input tertentu. Seorang petani dikatakan lebih efisien dibandingkan petani lain, apabila dengan penggunaan jenis dan jumlah input yang sama, diperoleh output secara fisik lebih tinggi. Efisiensi harga atau efisiensi alokatif mengukur tingkat keberhasilan petani dalam usahataninya untuk mencapai keuntungan maksimum yang dicapai pada saat nilai produk marjinal setiap faktor produksi yang diberikan sama dengan biaya marjinalnya atau menunjukkan kemampuan petani untuk menggunakan input dengan proporsi yang optimal pada masing-masing tingkat harga input dan teknologi yang dimiliki. Dengan kata lain rasio produk marginal untuk tiap pasangan input sama dengan ratio harganya. Efisiensi ekonomis adalah kombinasi antara efisiensi teknis dan efisiensi harga.

Pengukuran efisiensi teknis, alokatif dan ekonomis dapat didekati dari dua sisi yaitu pendekatan dari sisi input dan pendekatan dari sisi output. Pengukuran efisiensi teknis dari sisi input (Indeks efisiensi teknis Kopp) merupakan ratio dari input atau biaya batas (frontier) terhadap input atau biaya observasi. Sedangkan pengukuran efisiensi teknis dari sisi output (indeks efisiensi teknis Timmer) merupakan ratio dari output observasi terhadap output batas. Indeks efisiensi Timmer digunakan sebagai pendekatan untuk mengukur efisiensi teknis di dalam analisis stochastic frontier, sedangkan indeks efisiensi teknis Kopp digunakan untuk mengukur efisiensi teknis yang menggunakan konsep efisiensi Farrell (1957) atau konsep efisiensi teknis dari fungsi biaya dual.


(44)

Pendekatan dari sisi input yang dikemukakan oleh Farrell (1957) membutuhkan ketersediaan informasi harga input dan sebuah kurva isoquant yang menunjukkan kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan output secara maksimal. Pendekatan dari sisi output merupakan pendekatan yang digunakan untuk melihat sejauh mana jumlah output secara proposional dapat ditingkatkan tanpa merubah jumlah input yang digunakan.

Gambar 1. Konsep Efisiensi

Pada Gambar 1, dapat dijelaskan konsep efisiensi pada kondisi pengukuran berorientasi input. Garis axis dan ordinat pada Gambar 1 mencerminkan laju penggunaan masing-masing input persatuan output. Sedangkan kurva SS’ menggambarkan isoquant unit yang efisien (efficient unit isoquant), yaitu tempat titik-titik yang menunjukkan kombinasi jumlah faktor produksi minimum yang diperlukan untuk memproduksi satu satuan output. Semua titik yang terletak pada garis SS’ dan yang berada diatasnya dapat dicapai, sedangkan semua titik yang terletak antara garis SS’ dan titik O tidak dapat

Y

X

1

Y X2 O

S

S’ A

A’ R

Q

Q’ P

.

.

.

.


(45)

dicapai. Dengan demikian garis SS’menggambarkan proses produksi yang secara teknis paling efisien. Titik P dan Q menggambarkan dua usahatani yang berbeda yang menggunakan kombinasi input dengan proporsi input X1 dan X2 yang sama.

Keduanya berada pada garis yang sama dari titik O untuk memproduksi satu unit Yo. Titik P berada diatas kurva isoquant, sedangkan titik Q menunjukkan usahatani yang beroperasi pada kondisi yang secara teknis efisien (karena beroperasi pada kurva isoquant frontier). Titik Q mengiplementasikan bahwa usahatani memproduksi sejumlah output yang sama dengan usahatani di titik P, tetapi dengan jumlah input yang lebih sedikit. Jadi, rasio OP/OQ menunjukkan efisiensi teknis (TE) usahatani P, yang menunjukkan proporsi dimana kombinasi input pada P dapat diturunkan, rasio input X1/X2 konstan, sedangkan output tetap.

Untuk mengetahui tingkat efisiensi harga diperlukan informasi harga masing-masing input. Dianggap garis AA’ mencerminkan harga relatif input X1

dan X2. Gambar 1 menunjukkan bahwa titik Q yang terletak pada garis SS’

memerlukan sumberdaya yang lebih mahal daripada di titik Q’. Karena setiap kombinasi input yang terletak pada garis yang sejajar dengan garis AA’, tetapi lebih jauh dari titik O, mencerminkan kombinasi input yang lebih besar daripada kombinasi input yang terletak pada garis SS. Jarak RQ menunjukkan adanya efisiensi harga yang masih dapat ditingkatkan. Efisiensi harga usahatani P diukur dari rasio OR dengan OQ.

Berdasarkan Gambar 1, ukuran efisiensi teknis dari konsep Farrell dapat dirumuskan sebagai berikut :

Efisiensi Teknis ( TE) = OP OQ

...(1) Efisiensi Harga (AE) =

OQ OR


(46)

maka :

Efisiensi Ekonomi (EE) =

OQ OR x OP OQ

...(3) Dengan manajemen pengelolaan yang baik melalui program PTT maka dapat menggeser jarak dari titik P ke titik Q sehingga petani bisa mencapai efisiensi teknis, demikian pula dengan efisiensi alokatif dengan pengelolaan penggunaan input dengan harga yang minimum maka akan diperoleh efisiensi alokatif yang pada akhirnya kombinasi dari efisiensi teknis dengan efisiensi alokatif akan diperoleh efisiensi ekonomi.

Sumber : Coelli et al (1998)

Gambar 2. Konsep Efisiensi Orientasi Output

Metode pengukuran yang didasarkan pada pengukuran output seperti yang terlihat pada Gambar 2, dijelaskan dengan menggunakan Kurva Kemungkinan Produksi (KKP) dengan simbol ZZ’. Titik A menunjukkan petani yang berada dalam kondisi inefisien. Ruas garis AB menggambarkan kondisi yang inefisien secara teknis. Berkenaan dengan kondisi tersebut, pada pendekatan ini ratio efisiensi teknis didefinisikan sebagai : TEo = OA/OB ...(4)

y1/x

Z’ D’ C

B A

B’

.

.

.

.

0 Z y2/x


(47)

Dengan adanya informasi harga output yang digambarkan oleh garis isorevenue DD’ maka efisiensi alokatif ditulis dalam bentuk : AEo = AB/OC...(5)

Sedangkan kondisi efisiensi ekonomis ditunjukkan oleh :

EEo = TEo x AEo = (OA/OB) x (OB/OC) = OA/OC ...(6)

Ratio dari ketiga nilai efisiensi ini berkisar antara 0 – 1.

Berdasarkan pengertian fungsi produksi batas dari Gambar 3a, dikatakan bahwa usahatani yang berproduksi disepanjang kurva berarti telah berproduksi secara efisien, karena untuk sejumlah kombinasi input tertentu dapat diperoleh output yang maksimum, namun dalam pengertian rata-rata pada Gambar 3b, usahatani yang berproduksi di sepanjang kurva belum tentu yang paling efisien.

Dalam pengukuran tingkat efisiensi dikategorikan ke dalam pendekatan frontier dan non frontier. Pedekatan frontier diantaranya : (1) deterministic non parametric frontier, (2) deterministic parametric frontier, (3) deterministic statistical frontier, dan (4) stochastic statistical frontier (stochastic frontier).

Y

O X O X

Y

.

.

.

.

.

.

.

. .

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

(a). Fungsi Produksi Batas (b). Fungsi Produksi “Rata-Rata”

Keterangan : Y = Output, X= Input

Sumber : King, R A. (1980)


(48)

Pendekatan frontier deterministic tidak mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan bahwa keragaan usahatani dapat juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang diluar kontrol pengelola karena model produksi deterministic frontier ini tidak dapat menguraikan komponen residual

u

i untuk menjadi pengaruh efisiensi

dan pengaruh eksternal yang tidak tertangkap (random shock) maka nilai inefisiensi teknis cenderung bernilai tinggi, karena dipengaruhi sekaligus oleh dua komponen error yang tidak terpisah. (Kebede, 2001). Hal lain yang dikemukan Coelli et al. (1998) menjelaskan bahwa di dalam fungsi produksi deterministc frontier tidak ada ukuran yang disertakan untuk menghitung kemungkinan pengaruh lain dari faktor kesalahan dan faktor penganggu yang bisa berada diatas batas produksi. Semua penyimpangan dari batas diasumsikan sebagai hasil dari inefisiensi teknis.

Model fungsi produksi stochastic frontier (stochastic production frontier) merupakan perluasan dari model asli deterministic, untuk mengukur efek-efek yang tak terduga (stochastic effect) di dalam batas produksi. Model fungsi produksi stochastic frontier sebagaimana yang disajikan oleh Aigner et al. (1977): Ln

y

i = o + ln mi i( i i)

m

m x + uv

β ε ...(7) dimana :

y

i = keluaran yang dihasilkan oleh observasi (petani) ke – i

Xmi= vektor masukan m yang digunakan oleh observasi ke – i

= vektor koefisien parameter

εi =specific error term” dari observasi ke – i

Frontier stokastik disebut juga "composed error model " karena error term terdiri dari dua unsur : εi = vi - ui i = 1 , 2. . . , N . Variabel εi adalah variabel


(49)

keluaran (acak) yang disebabkan oleh faktor-faktor eksternal (misal iklim, serangan hama,bencana alam, dll), sebarannya simetris dan menyebar normal (vi ~N (0, σ2v)). Sedangkan ui merefleksikan komponen galat (error) yang sifatnya

internal (dapat dikendalikan petani) dan lazimnya berkaitan dengan kapabilitas managerial petani dalam mengelola usahataninya. Komponen ini sebarannya asimetris (one sided) yakni ui ≥ 0. Jika proses produksi berlangsung efisien

(sempurna) maka keluaran yang dihasilkan berimpit dengan potensi produktivitas maksimal untuk the best practice berarti ui = 0 . Sebaliknya jika ui ≥ 0 berarti

berada di bawah potensi tersebut. Distribusinya menyebar setengah normal (ui ~

N(0, σ2u)) . Menurut Aigner et al.(1977), Jondrow et al.(1982) ataupun Greene

(1993), didefiniskan bahwa: σ2

= σ2v + σ2u …....…………...………....…(8)

λ = v u

σ σ

………...….………...(9) Sementara itu, Battese dan Corra (1977) mendefinisikan γ sebagai variasi total dari pada keluaran aktual terhadap frontirnya sehingga:

γ = 2

2

σ σ u

………....………...…..(10) Oleh sebab itu 0 ≤ ≤ 1. Nilai dugaan dapat diperoleh dari σ2 dan λ.

Jondrow et al. (1982) juga membuktikan bahwa ukuran efisiensi teknis individual dapat dihitung dari εi. Nilai harapan ui dengan syarat εi adalah:

E[ ui | εi] = ]

) / ( 1 ) / ( [ σ λ ε σ λ ε σ λ ε σ σ σ i i i v u F f

− i = 1, 2………,N ………...(11)

dimana f ( . ) dan F ( . ) masing-masing merupakan fungsi densitas standar normal dan fungsi distribusi standard normal. Ukuran efisiensi teknis ( TEi ) dihitung


(50)

TEi = exp (- E[ui|εi]) i = 1,2,..., N ...(12)

Jadi 0 ≤TEi≤ 1

Metode pendugaan yang tidak bias adalah menggunakan Maximum Likelihood (Greene, 1993). Metode pendugaan Maximum Likelihood (MLE) pada model stochastic frontier dilakukan melalui proses dua tahap. Tahap pertama menggunakan metode OLS untuk mneduga para meter teknologi dan input-input produksi ( m) dan tahap kedua menggunakan metode MLE untuk menduga

keseluruhan parameter faktor produksi ( m) intersep ( o), dan varian dari kedua

komponen kesalahan vi dan ui (σ2v dan σ2u).

Fungsi produksi frontier merupakan jumlah output maksimum yang mungkin dicapai dari penggunaan input pada tingkat teknologi tertentu. Fungsi produksi frontier tidak diizinkan terjadinya negatif gap, atau tidak ada observasi dibawah fungsi produksi frontier. Konsep frontier adalah fungsi deterministik sehingga tidak ada nilai error term yang bernilai negatif.

Gambar 4. Fungsi Produksi Stochastic frontier f(xi,β)

y

xj

Output observasi (yi)

Output batas (yi *

),

y = F(xi;β) exp(vi), jika vi>0

Output batas (yj *

),

y = F(xj;β) exp(vj), jika vj<0

Output observasi (yj)

yi yj

Sumber : Coelli et al. (1998) xi


(51)

Pada Gambar 4 menunjukkan kondisi produksi dari dua petani diwakili oleh simbol i dan j dengan output aktual sebesar yi dan yj . Frontier output dari petani i

dan berada diatas fungsi produksi sedangkan frontier output untuk petani j berada dibawah fungsi produksi. Frontier output petani i dan j tidak dapat diamati atau diukur karena random error dari keduanya tidak teramati. Kondisi ini menggambarkan bagian deterministik pada fungsi stokastik frontier berada diantara frontier output . Output aktual dapat lebih besar dari bagian deterministik ini jika kesalahan pengukuran (random error) lebih besar nilainya dibandingkan efek inefisiensi atau yi > exp (xi ) jika vi > ui.

Dengan mengasumsikan bahwa sebuah usahatani dalam mencapai keuntungannya harus menalokasikan biaya secara minimum dari input yanga ada, atau berarti sebuah usahatani berhasil mencapai efisiensi alokatif . Akhirnya akan diperoleh fungsi biaya frontier dual yang bentuk persamaannya sebagai berikut :

C = C (yiPi i) + µi ...(13)

dimana :

C = Biaya produksi yi = Jumlah output

Pi = Harga input

i = Koefisien parameter

µi = error term (efek inefisiensi biaya)

Efisiensi ekonomi didefinisikan sebagai rasio total biaya produksi minimum yang diobservasi (C*) dengan total biaya produksi aktual (C) (Jondrow et al. (1982) dalam Ogundari dan Ojo (2006)).

[

i i

]

i i i i i i i i

i E U

P Y C E P Y C E C C EE ε µ µ / ) exp( ) , , ( ) , , 0 ( * = = = = ...(14)


(52)

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional.

Dalam upaya peningkatan produktivitas usahatani padi sawah di Kabupaten Serang Kecamatan Carenang pendekatan melalui program PTT merupakan solusi yang diharapkan dapat membantu. Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya secara Terpadu ini merupakan suatu pendekatan inovatif. Pendekatan ini lebih bersifat partisipatif yang disesuaikan dengan kondisi setempat yang spesifik lokasi sehingga bukan merupakan paket teknologi yang harus diterapkan petani di semua lokasi. Tujuan utama pengembangan model PTT adalah untuk meningkatkan produktivitas melalui efisiensi input dan pelestarian sumberdaya untuk keberlanjutan usahatani padi sawah. Melalui Pendekatan PTT diharapkan dapat tercapai efisiensi dalam penggunaan input dengan tingkat penerapan teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat. Jika kondisi ini tercapai, maka akan memberikan keuntungan maksimum bagi petani sehingga pendapatan dari usahatani padi sawah melalui program PTT meningkat, dengan meningkatnya pendapatan petani, maka program PTT akan terus dikembangkan keberbagai lokasi/wilayah sesuai dengan teknologi spesifik lokasi. Untuk membatu penulis dalam menganalisis maka diperlukan alat analisis yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Metode Ordinary Least Square (OLS) penulis gunakan untuk mencari model terbaik dari fungsi produksi yang dianalisis, selanjutnya metode Maximum Likelihood Estimation (MLE) penulis gunakan karena dapat menjelaskan sekaligus efisiensi teknis yang diperoleh oleh petani sekaligus faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi. Dengan penurunan biaya dual dari fungsi produksi maka akan diperoleh efisiensi ekonomi dan efisiensi alokatif. Alur kerangka pemikiran konseptual dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.


(53)

Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu USAHATANI PADI SAWAH

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI

Stochastic frontier Dual cost

Tingkat Penerapan Teknologi Spesifik Lokasi

Efisiensi Input

Keuntungan Maksimum

Keberlanjutan Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu

Umur, Pengalaman, tingkat pendidikan Input Produksi :

- Lahan - Benih

- Pupuk An Organik - Pupuk Organik - Pestisida Padat - Tenaga Kerja


(54)

3.3. Hipotesa

1. Diduga petani peserta program PTT akan lebih efisien di dalam pengelolaan usahataninya dibandingkan petani bukan peserta program PTT .

2. Diduga faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi adalah umur, pendidikan, pengalaman, rasio anggota keluarga yang tidak produktif dengan anggota keluarga yang produktif (dependency ratio), dummy kepemilikan lahan, dummy partisipasi dalam kelompok dan dummy sistem tanam.


(55)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dipilih secara purposive yaitu lahan sawah yang terletak di kecamatan yang ada di Kabupaten Serang. Selanjutnya dalam penentuan kecamatan didasarkan atas ada tidaknya program PTT pada kecamatan tersebut. Penentuan desa terpilih didasarkan atas ratio petani yang menjadi peserta program PTT dengan petani yang tidak ikut dalam program PTT. Karena peserta program PTT hanya berada pada satu desa yaitu desa Teras maka lokasi ini dijadikan sebagai lokasi penelitian. Penelitian lapangan dimulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan September 2008.

4.2. Pemilihan Petani Contoh

Pemilihan petani contoh dilakukan secara purposive pada Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) yang berjumlah 812 petani dan terdiri dari 10 kelompok tani (Karya Tani 1, Karya Tani 2, Karya Tani 3, Karya Tani 4, Karya Tani 5, Karya Tani 6, Karya Tani 7, Karya Tani 8, Karya Tani 9, dan Karya Tani 10). Petani peserta program PTT dicirikan dengan pelatihan dan sekolah lapang tentang PTT yang mereka terima, sedangkan petani bukan peserta program PTT tidak mendapatkan pelatihan dan sekolah lapang. Jumlah pengambilan sampel dilakukan secara proposional dimana dari 812 orang petani, terdapat 60 orang petani peserta program PTT. Seluruh petani yang ikut dalam program PTT diambil dari Karya Tani 1, Karya Tani 4, Karya Tani 6 dan Karya Tani 8 sebagai sampel yaitu sebanyak 60 orang . Untuk petani bukan program PTT diambil secara acak sebanyak 60 orang dari Karya Tani 2, Karya Tani 3, Karya Tani 5,


(56)

Karya Tani 7, Karya Tani 9 dan Karya Tani 10. Diasumsikan pengambilan sampel sebanyak 60 orang pada masing-masing kelompok petani program PTT dan petani bukan program PTT sudah memenuhi batas minimum sampel (30 sampel) yang dapat digunakan untuk menduga karakteristik (variasi) dari populasi. Hal ini didasarkan pada perbandingan jumlah kelompok tani program PTT dan kelompok tani bukan program PTT. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Kerangka Pengambilan Sampel

4.3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data cross section (kerat lintang) tahun 2007. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden, yaitu rumah tangga petani padi sawah dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan. Pengambilan data penulis lakukan dengan pengamatan dan

GAPOKTAN (812)

KT 1 (63)

KT 2 (50)

KT 3 (116)

KT 4 (126)

KT 5 (82)

KT 6 (94)

KT 7 (52)

KT 8 (127)

KT 9 (33)

KT 10 ((69)

(63) + (126) + (94) + (127) = 410 Petani Program PTT = 60 orang

(50 )+ (116) + (82) + (52) + (33) + (69) = 402 Petani Bukan Program PTT = 60 Orang


(57)

pencatatan langsung secara sistematik terhadap subjek penelitian. Data primer yang diambil adalah data karakteristik petani dan usahatani padi sawah pada satu musim (Musim Tanam II) yaitu musim hujan tahun 2007. Data yang diambil meliputi data luas penguasaan lahan, pengunaan input (benih, pupuk Anorganik, pupuk organik, pestisida, tenaga kerja dan input lainnya), harga input dan harga output, penerimaan usahatani padi sawah dan permasalahan yang dihadapi petani. Untuk mendukung dan mempertajam analisis dalam penelitian ini maka diambil juga data skunder yang dikumpulkan dari data hasil laporan Dinas Pertanian, BPS, Pemerintah Kabupaten Serang dan Kecamatan Carenang, serta Kantor Desa Teras.

4.4. Konstruksi Model dan Prosedur Analisis

Penelitian yang dilakukan merupakan Micro Analysis yang akan menfokuskan penelaahan teoritis dan empiris terhadap kondisi riil usahatani padi sawah pada Kabupaten Serang yang merupakan sentra produksi padi di Provinsi Banten. Kondisi usahatani padi sawah yang akan diteliti meliputi kemampuan produksi (frontier production), tingkat efisiensi usaha (technical efficiency) dan faktor-faktor internal dan eksternal yang diyakini mempengaruhi tingkat efisiensi teknis usahatani padi sawah.

Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis. Untuk mengidentifikasi kondisi dan permasalahan usahatani padi sawah digunakan analisis deskriptif. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi sawah dan efisiensi teknis digunakan analisis fungsi produksi stochastic frontier. Untuk mengetahui tingkat efisiensi alokatif dan ekonomis usahatani padi sawah digunakan fungsi biaya dual yanng diturunkan dari fungsi produksi.


(1)

Lampiran 7. Data Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Padi Sawah di

Kabupaten Serang Tahun 2007

A. Petani Peserta Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu

OBS Y X1 X2 X3 X4 X5 X6

1 4 400 0.7 18 215 1 500 9.0 55.0

2 5 500 0.8 20 285 1 500 10.0 58.0

3 1 450 0.3 7 70 500 3.0 18.0

4 4 500 0.7 20 215 1 000 7.0 45.8

5 2 850 0.4 11 165 1 000 5.0 31.2

6 4 500 0.8 20 140 1 000 8.0 51.6

7 3 400 0.5 13 160 800 6.0 43.2

8 7 000 1.1 30 285 1 500 13.0 86.0

9 4 600 0.7 18 235 1 000 8.0 52.0

10 7 600 1.0 25 350 2 000 11.0 70.6

11 3 200 0.5 15 130 625 6.0 43.7

12 5 400 0.8 20 310 0 9.0 64.2

13 6 700 1.0 25 340 1 600 11.0 71.8

14 7 900 1.0 30 350 2 000 12.0 69.2

15 5 100 0.8 20 285 1 500 8.0 58.3

16 4 326 0.6 15 210 1 250 7.0 40.8

17 3 600 0.5 13 185 1 000 7.0 41.8

18 4 950 0.7 20 240 1 000 8.0 58.0

19 3 300 0.5 15 170 500 6.0 33.7

20 3 800 0.6 15 205 1 000 7.0 39.8

21 15 000 2.0 50 670 2 500 27.0 146.0

22 12 000 1.6 50 570 2 500 20.0 125.8

23 5 680 0.8 20 260 1 600 9.0 58.2

24 1 520 0.3 8 80 400 3.0 17.2

25 10 700 1.4 35 480 2 500 16.0 105.0

26 7 400 1.0 25 325 1 500 12.0 81.6

27 2 600 0.5 13 105 500 5.0 29.6

28 1 100 0.2 5 60 400 2.0 12.0

29 6 200 0.9 23 320 1 800 12.0 63.8

30 4 560 0.7 20 235 700 8.0 54.2

31 8 500 1.2 40 425 2 000 14.0 94.8

32 5 600 0.8 25 250 1 600 10.0 67.3

33 3 200 0.5 15 180 500 6.0 43.0

34 680 0.1 3 35 100 1.0 7.5

35 620 0.1 3 34 150 1.5 8.0

36 4 100 0.6 15 240 0 6.0 43.2

37 6 800 1.0 30 300 2 000 11.0 76.9

38 1 000 0.2 5 60 200 2.0 12.8

39 8 400 1.3 32 470 2 500 15.0 98.4

40 2 400 0.4 12 125 500 5.0 31.0

41 8 700 1.3 35 425 1 500 15.0 98.2

42 3 100 0.5 15 140 500 6.0 35.2

43 2 100 0.4 10 100 500 5.0 30.8

44 3 300 0.5 13 175 1 000 6.0 43.2

45 7 600 1.0 30 350 1 600 12.0 76.4


(2)

Lampiran 7 . Lanjutan No.

Responen Y X1 X2 X3 X4 X5 X6

47 1 540 0.3 8 70 300 3.0 16.4

48 11 300 1.50 45 495 2 000 17.0 96.0

49 710 0.14 4 40 150 1.5 9.7

50 1 530 0.30 10 85 400 3.0 17.2

51 4 000 0.60 18 200 1 000 7.0 38.5

52 5 500 0.80 20 285 1 600 10.0 64.3

53 16 800 2.40 75 730 3 000 28.0 162.0

54 690 0.13 3 38 150 1.5 9.5

55 7 400 1.00 30 330 1 000 12.0 84.0

56 1 300 0.25 7 55 250 3.0 15.9

57 1 200 0.20 5 70 200 2.0 14.5

58 4 020 0.60 15 225 1 200 7.0 43.0

59 6 500 0.99 25 340 1 500 100 68.8

60 6 400 0.90 25 305 1 500 10.0 60.1

B. Petani Bukan Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu No.

Responen Y X1 X2 X3 X4 X5 X6

1 5 000 1.0 40 325 1 500 14.6 68.2

2 2 800 0.5 20 165 500 7.2 41.0

3 1 900 0.3 12 125 500 4.8 22.4

4 2 000 0.3 10 125 600 5.1 26.8

5 2 900 0.5 22 160 1 000 8.1 40.2

6 2 650 0.4 21 165 1 000 6.2 35.8

7 2 100 0.4 17 130 600 5.7 30.2

8 3 100 0.5 25 200 1 000 7.1 42.0

9 7 000 1.1 50 400 1 800 15.8 82.0

10 16 500 2.6 120 1 070 4 000 34.9 170.2

11 14 000 2.3 80 800 2 500 30.1 148.5

12 5 300 0.9 40 300 1 500 15.6 76.2

13 4 400 0.7 30 260 1 500 12.1 55.2

14 7 600 1.2 50 450 2 000 16.2 100.2

15 5 000 0.8 40 250 1 500 14.0 70.7

16 6 500 1.1 45 360 1 500 16.6 85.9

17 6 600 1.0 35 380 2 000 13.0 79.5

18 12 100 1.9 85 620 3 000 24.3 152.2


(3)

Lampiran 7 . Lanjutan

No.

Responen Y X1 X2 X3 X4 X5 X6

31 2 050 0.5 15 160 500 8.0 40.0

32 1 050 0.2 8 77 0 3.4 15.8

33 2 400 0.4 18 145 800 6.7 30.8

34 7 800 1.5 50 525 1 500 24.3 100.0

35 10 600 2.0 75 720 2 000 32.0 150.0

36 3 000 0.5 20 175 1 000 8.0 42.6

37 4 040 0.8 30 250 1 000 11.0 55.0

38 3 920 0.8 25 270 1 200 10.4 66.31

39 8 100 1.6 60 475 2 000 23.0 109.0

40 11 000 2.2 80 950 3 000 36.6 154.0

41 1 250 0.3 10 95 300 4.0 22.0

42 4 200 1.0 35 325 0 15.0 68.0

43 5 400 1.3 45 415 1 200 17.0 98.3

44 9 200 2.0 60 600 180 24.0 105.0

45 2 000 0.5 15 145 0 6.9 40.1

46 1 200 0.2 8 85 400 3.0 16.0

47 2 600 0.4 16 145 600 6.0 28.6

48 2 540 0.4 20 125 800 6.2 30.8

49 1 500 0.3 10 110 500 5.0 26.2

50 1 450 0.3 13 70 700 5.2 22.5

51 4 000 0.8 30 125 1 500 10.5 50.1

52 4 300 1.0 30 310 1 500 14.9 72.4

53 3 000 0.5 20 120 0 7.0 42.8

54 9 000 2.0 60 450 0 31.0 162.0

55 4 100 0.8 30 250 0 9.4 67.3

56 4 800 1.0 35 255 0 13.0 88.2

57 2 400 0.5 15 160 1 000 8.3 44.3

58 3 600 0.7 25 240 1 000 8.7 55.3

59 4 200 1.0 35 400 0 14.6 82.9

60 3 200 0.8 25 250 1 000 10.2 54.9


(4)

Lampiran 8. Data Pendugaan Efek Inefisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah

Petani Peserta Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya

Terpadu dan Petani bukan Peserta Program Pengelolaan Tanaman

dan Sumberdaya Terpadu di Kabupaten Serang Tahun 2007

PETANI PROGRAM PTT PETANI BUKAN PROGRAM PTT

Obs Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Z7 Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Z7

1 34 6 15 1.5 1 0 0 54 3 29 1.50 1 1 0

2 53 6 28 1.0 1 1 1 51 6 30 1.00 1 0 0

3 43 6 18 1.0 0 1 0 66 0 45 1.50 1 1 0

4 53 9 27 0.3 1 1 1 33 12 17 0.50 1 1 1

5 35 3 10 0.5 1 0 0 68 1 32 0.33 0 1 0

6 50 3 20 0.3 0 1 0 44 6 18 2.00 0 1 0

7 50 9 11 3.0 1 1 1 55 3 28 1.00 0 1 0

8 48 9 10 1.3 1 1 0 51 3 30 0.80 1 1 1

9 45 6 23 0.4 1 1 1 46 6 30 2.00 1 1 0

10 66 12 49 3.0 1 1 1 55 4 35 0.60 1 1 0

11 70 6 29 0.3 1 1 0 50 3 32 1.50 0 1 0

12 44 3 24 0.5 1 1 1 53 6 35 1.25 1 1 0

13 64 6 43 1.0 0 1 1 50 3 25 1.00 1 1 0

14 50 12 20 0.0 1 1 1 57 3 37 0.67 0 1 1

15 50 6 20 0.5 1 1 1 60 3 45 2.00 0 1 0

16 37 6 26 0.5 1 1 1 60 3 40 0.50 0 1 0

17 45 3 24 1.5 1 1 1 48 6 27 1.33 1 1 1

18 52 9 35 0.7 1 1 1 46 6 27 2.00 1 1 0

19 35 3 16 1.0 1 1 1 56 4 40 0.40 0 1 0

20 60 6 45 0.7 0 0 0 70 3 50 0.25 0 1 0

21 56 6 37 0.8 1 1 1 35 9 20 1.00 0 1 1

22 42 9 23 0.3 0 1 1 55 6 39 2.00 1 1 1

23 56 9 20 1.5 0 0 1 50 3 33 0.50 1 1 1

24 51 3 24 0.3 0 0 0 66 3 49 0.00 1 1 0

25 45 9 23 0.3 1 1 1 54 6 29 2.00 1 1 0

26 47 9 26 1.0 1 0 1 61 6 33 1.50 0 1 1

27 55 3 22 0.3 0 0 0 55 3 27 0.25 0 0 0

28 51 6 24 0.4 0 1 0 39 9 21 0.00 1 1 0

29 50 6 32 1.0 1 1 1 63 6 36 0.33 0 1 1

30 37 9 16 0.7 1 1 1 57 6 30 0.67 1 1 0

31 44 3 26 0.0 1 0 1 48 9 25 1.50 1 0 0

32 42 9 20 0.3 0 1 1 35 6 18 1.00 0 0 0

33 50 9 35 0.7 1 1 0 47 6 28 0.50 0 1 0


(5)

Lampiran 8. Lanjutan

PETANI PROGRAM PTT PETANI BUKAN PROGRAM PTT

Obs Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Z7 Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Z7

46 55 6 29 0.5 1 1 1 44 6 21 2.00 0 1 0

47 40 4 18 0.5 0 0 0 60 4 42 1.50 0 1 1

48 57 9 25 1.0 0 0 1 46 6 24 1.50 0 1 1

49 46 3 22 0.0 0 1 0 45 6 22 1.00 0 0 0

50 33 2 12 0.3 0 0 0 40 9 27 1.00 1 1 0

51 61 9 35 2.5 1 0 1 55 6 31 1.00 1 0 0

52 52 3 26 0.3 1 1 1 45 9 26 0.00 0 0 0

53 40 6 19 0.0 0 1 1 50 6 32 1.00 1 1 0

54 57 3 27 0.5 0 0 0 35 12 16 0.33 0 0 0

55 54 1 20 2.0 0 1 1 45 6 24 0.33 0 0 0

56 44 1 26 1.0 0 0 0 45 9 20 1.00 0 1 0

57 34 6 21 0.3 1 1 0 55 6 33 0.50 1 0 0

58 41 4 22 0.7 1 1 1 52 6 39 0.50 0 1 0

59 38 9 16 1.5 1 1 1 35 9 18 0.50 0 0 0


(6)