Gambar 5. Head CT Scan Contrast 31 Desember 2010
III. Diskusi Kasus
Tetralogy of Fallot, pertama kali diuraikan pada tahun 1988 oleh dokter berkebangsaan Perancis,merupakan salah satu PJB sianotik yang paling sering dijumpai
dengan perkiraan insiden 5 dari seluruh pasien PJB. Empat temuan karakteristik adalah 1 defek septum ventrikel,2 stenosis pulmonal, 3 overriding aorta, 4
hipertrofi ventrikel kanan. Harapan hidup pada pasien ToF yang tidak menjalani operasi adalah sekitar 10 tahun dan hanya 3 dapat mencapai dekade kelima. Suatu studi
melaporkan bahwa survival pasien ToF tanpa pembedahan adalah 66 pada usia 1 tahun, 40 pada usia 3 tahun, 11 pada usia 20 tahun, 6 pada usia 30 tahun dan 3
pada usia 40 tahun. Studi dari Yang, et al, melaporkan bahwa penderita yang bertahan yang tidak dioperasi cenderung memiliki tiga gambaran utama, yaitu arteri pulmonal
hipoplastik dengan obstruksi subpulmonal yang lambat berkembang, hipertrofi ventrikel kiri, atau kolateral arteri sistemik-pulmonal untuk aliran darah pulmonal. Para ahli
mempostulatkan bahwa terjadinya hipertrofi ventrikel kiri merupakan suatu faktor penyeimbang terhadap terjadinya right-to-left shunt. Komplikasi akibat right-to-left
shunt, mencakup sianosis, eritrositosis, peningkatan risiko emboli paradoksikal dan terbentuknya endokarditis dan abses serebri.
Abses serebri adalah infeksi intraserebral fokal yang berawal dari area serebrittis lokal dan berkembang menjadi kumpulan pus yang dikelilingi oleh kapsul yang bervaskularisasi
dengan baik.
7
Insiden abses serebri di Amerika serikat adalah sekitar 1500-2500 kasus per tahun dan insiden yang lebih tinggi dijumpai pada negara berkembang. Terdapat lebih banyak penderita laki-laki
1
Universitas Sumatera Utara
dibanding wanita, dengan rasio dari 1,3:1 hingga 3:1. Rentang usia pasien adalah dari bayi hingga usia lanjut.
Pada pasien dengan PJB sianotik, right-to-left shunt dalam jantung memungkinkan resirkulasi darah yang tidak teroksigenasi dengan baik ke sirkulasi sistemik. Kondisi ini
menyebabkan hipoksia pada sirkulasi sistemik dan jaringan, termasuk otak. Hipoksia pada otak dapat menyebabkan pembentukan area nekrotik yang menjadi predisposisi untuk infeksi otak.
6
9
Hipoksia juga menyebabkan polisitemia dan hiperviskositas yang menyebabkan aliran darah lambat pada mikrosirkulasi serebral sehingga memungkinkan terbentuknya mikrotrombi dan
ensefalomalasia fokal.
4,9
Pasien dengan PJB tampaknya memiliki area dengan perfusi rendah pada otak akibat hipoksemia berat yang kronis, juga peningkatan viskositas darah akibat
polisitemia sekunder. Area dengan perfusi rendah ini biasanya berlokasi di batas antara substansia grisea dan substansia alba, dan area ini rentan terhadap penyebaran mikroorganisme
yang mungkin terdapat di aliran darah. Cara penyebaran hematogen ini berperan dalam terbentuknya abses multipel.
Pembentukan abses serebri pada pasien ToF juga dipengaruhi oleh paparan otak terhadap bakterimia. Pertama, bakterimia dapat disebabkan oleh terlewatinya sistem sirkulasi
pulmonal, karena sistem ini memiliki efek penyaringan bakteri melalui fagositosis.
8
9
Pada pasien dengan PJB sianotik, terdapat right-to-left shunt yang memungkinkan darah vena di jantung,
tidak melalui sirkulasi pulmonal
2,8
sehingga bakteri di aliran darah tidak disaring melalui sirkulasi pulmonal, dimana biasanya bakteri-bakteri ini akan disingkirkan oleh fagositosis.
4,5,8
Kedua, jantung itu sendiri menjadi predisposisi untuk terbentuknya vegetasi pada katup. Jika terjadi bakterimia, bakteri akan berada pada vegetasi. Ini kemudian akan menjadi sumber
emboli yang jika mencapai otak akan menyebabkan terbentuknya abses otak.Maka,terdapat dua kondisi yang diperlukan untuk terbentuknya abses otak yaitu bakterimia dan ensefalomalasia
fokal. Lokasi dan kondisi predisposisi abses memberi petunjuk tentang kemungkinan
penyebabnya. Abses otak yang berhubungan dengan penyebaran langsung dari sinus atau fokus odontogenik cenderung berlokasi di frontal dan disebabkan oleh streptococci aerob atau
anaerob termasuk streptococcus milleri, enterobacteriaceae, staphylococcus aureus. Abses sekunder dari infeksi telinga biasanya berlokasi di temporal atau serebellar, dengan organisme
penyebab mencakup streptococci dan pseudomonas aeruginosa. Abses otak pasca trauma biasanya disebabkan oleh S.aureus, streptococci atau enterobacteriaceae. Penyebaran
hematogen dari fokus yang jauh biasanya menyebabkan abses multipel di distribusi arteri serebri media. Haemophillus aphrophillus, relatif sering dijumpai pada PJB sianotik, sedangkan
S.aureus adalah penyebab utama abses pada endokarditis.
9
10
Pada studi pada pasien PJB,
Universitas Sumatera Utara
mikroorganisme penyebab yang paling sering adalah cocci gram-positive, Streptococcus milleri, Streptococcous viridans, microaerophilic, Staphylococcus aureus dan streptococci anaerob.
Abses serebri terjadi sebagai respon parenkim terhadap infeksi bakteri piogenik, yang dimulai dengan area serebritis lokal dan berlanjut menjadi lesi supuratif yang dikelilingi oleh
kapsul fibrotik yang bervaskularisasi baik. Stadium abses otak pada manusia didasarkan pada temuan CT scan. Tahap awal atau early cerebritis terjadi dari hari 1 hingga 3 dan ditandai
dengan akumulasi neutrofil, nekrosis jaringan dan edema. Aktivasi mikroglia dan astrosit juga nyata pada tahap ini dan menetap sepanjang perkembangan abses. Tahap late cerebritis, terjadi
dari hari ke 4 hingga 9 berkaitan dengan dominasi infiltrasi limfosit dan makrofag. Tahap akhir atau pembentukan kapsul terjadi dari hari ke 10 hingga seterusnya dan berkaitan dengan
pembentukan dinding abses yang bervaskularisasi dengan baik, untuk membatasi lesi dan melindungi jaringan parenkim dari kerusakan lebih lanjut. Tahap early capsul formation
berlangsung pada hari ke 10 hingga 13 dan cenderung lebih tipis pada sisi medial abses dan lebih rentan untuk ruptur. Setelah hari ke 14 adalah tahap late capsule formation, dengan
pembentukan lapisan gliotik kolagen dan granulasi.
3,4,6
Gambaran klinis mencakup nyeri kepala yang konstan dan progresif yang refrakter terhadap terapi, muntah, papil edema, defisit neurologis fokal, konvulsi,meningismus dan
perubahan kesadaran.
6,8,11
3
Tidak ada tanda patognomonis: sebagian besar pasien menunjukkan tanda klinis yang bergantung pada lokasi lesi; nyeri kepala, muntah, demam, perubahan
kesadaran, seizure dan kelamahan motorik adalah gejala yang paling sering dijumpai. Demam tidak selalu dijumpai, dan hanya 30-55 dari pasien mengalami demam 38.5°C. Defisit
neurologis fokal dijumpai pada 40-60 pasien, bergantung lokasi lesi. Maka, trias gejala abses otak, yaitu demam, nyeri kepala dan defisit neurologis hanya terlihat pada 15-30 pasien.
6,8
Penurunan kesadaran dengan kaku kuduk dapat terjadi pada kasus dimana terdapat peningkatan efek massa yang menyebabkan herniasi atau pada kasus-kasus terjadinya ruptur intraventrikel
dari abses serebri. Pemeriksaan CT scan dengan kontras membantu dalam deteksi awal, menentukan
lokasi abses, ukuran dan staging abses, jumlah, efek massa, edema, dan pergeseran dan ada tidaknya ruptur intraventrikuler.
8
3,8
Gambaran imejing dari abses serebri bergantung pada stadium pada saat dilakukan imejing dan sumber infeksi. Sebagian besar abses menunjukkan
edema yang cukup nyata di sekelilingnya, yang umumnya muncul pada tahap late cerebritis atau early capsule formation, sekunder akibat efek massa. Abses yang terjadi akibat penyebaran
hematogen, yang biasanya dijumpai pada pasien PJB sianotik, biasanya multipel dan terletak di daerah gray-white matter junction dan berlokasi di teritori arteri serebri media. Pada fase awal,
CT scan tanpa kontras hanya menunjukkan abnormalitas berupa area hipodens dengan efek
Universitas Sumatera Utara
massa dan pada fase lanjut ring enhancement hampir selalu terlihat.
6
Tumor metastase, high grade glioma, infark serebri, limfoma, hematoma atau kontusio serebri yang mengalami
penyembuhan, toksoplasmosis, penyakit demielinating dan nekrosis radiasi harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding abses serebri, yang juga terlihat sebagai lesi ring-
enhancing. Lingkaran cincin pada abses biasanya lebih tipis jika dibandingkan dengan lesi neoplastik.
6
Manajemen abses serebri pada pasien PJB sianotik sedikit lebih rumit. Pasien-pasien ini tidak hanya memiliki risiko kardiovaskular namun juga sejumlah defek koagulasi yang
meningkatkan risiko anestesi dan pembedahan.
3
Manajemen yang ideal dari abses otak bertujuan untuk mengurangi efek massa dan tekanan intrakranial dan kontrol yang efektif
terhadap proses infeksinya.
12
Terdapat 3 pilihan terapi untuk abses serebri : 1 obat-obatan; 2 aspirasi; atau 3 eksisi total. Dalam memilih terapi yang tepat sejumlah faktor harus
diperhatikan yaitu : skor Karnofsky performance scale; infeksi primer; status predisposisi; dan jumlah, ukuran lokasi dan stadium abses.
Lokasi anatomis, jumlah dan ukuran abses, stadium abses, usia dan status neurologis pasien dapat mempengaruhi strategi penanganan abses otak. Pada pasien dengan durasi penyakit
2 minggu, terapi obat-obatan saja dapat berhasil jika kondisi berikut ini terpenuhi : 1 agen penyebab diketahui dengan tingkat akurasi yang tinggi sebagai hasil dari kultur cairan
serebrospinal atau drainase dari telinga atau sinus; 2 pasien tidak menunjukkan gangguan fungsi neurologis; 3 tidak dijumpai tanda peningkatan tekanan intrakranial; dan 4 ukuran
diameter abses kurang dari 3 cm.
6
10
Terapi obat-obatan saja juga dapat dipertimbangkan jika pasien adalah kandidat yang buruk untuk intervensi bedah menurut kriteria berikut: jika lesi
mutipel; diameter 1,5 cm; berlokasi di area eloquent; atau jika terdapat infeksi tambahan seperti meningitis atau ependimitis. Terapi obat-obatan juga akan lebih berhasil jika dimulai
pada stadium serebritis; jika diameter lesi 1,5 cm; durasi gejala 2 minggu dan jika pasien menunjukkan perbaikan klinis dalam minggu pertama.
6
Antibiotik sistemik diberikan selama 6 minggu, namun kini ada yang menganjurkan 2 minggu antibiotika parenteral diikuti dengan 4 minggu antibiotik oral.
6
Antibiotik empiris untuk lesi yang disebabkan oleh PJB sianotik adalah cefotaxime atau ceftriaxone dan metronidazole
yang kemudian harus diganti berdasarkan hasil uji sensitivitas. Durasi terapi antibiotik bergantung pada organisme dan respon terhadap terapi, namun biasanya 4-6 minggu.
3
Kortikosteroid direkomendasikan pada pasien-pasien dengan edema di sekitar lesi yang signifikan tapak secara radiologis.
6
Jika kondisi neurologis pasien memburuk atau terdapat peningkatan ukuran abses atau terapi antibiotik selama 2 minggu gagal untuk mengecilkan
ukuran abses, maka aspirasi untuk tujuan diagnostik dapat dilakukan.
3,10
Universitas Sumatera Utara
Aspirasi pus dari abses melalui burr hole telah digunakan secara luas dan menjadi pilihan utama terapi. Aspirasi pus, dapat menurunkan tekanan intrakranial dan menyediakan pus
untuk kultur dan uji sensitivitas dan memungkinkan irigasi rongga abses dan instilasi antibiotik ke dalam abses.
Drainase bedah yang diikuti dengan terapi antimikroba adalah terapi pilihan untuk sebagian besar abses serebri. Jika ukuran diameter abses 2.5 cm dan tidak menimbulkan efek massa,
dianjurkan untuk CT-guided stereotactic aspiration untuk kepentingan diagnosis dan pemilihan antibiotik.
12
10
Terapi abses otak terdiri dari aspirasi abses atau eksisi abses diikuti dengan terapi antibiotik parenteral. Pemeriksaan CT scan tiap minggu atau tiap dua minggu harus dilakukan
untuk memonitor ukuran abses setelah aspirasi dan aspirasi berulang mungkin saja diperlukan. Kraniotomi dan eksisi dilakukan untuk abses yang membesar setelah 2 minggu terapi
antibiotik atau yang tidak mengecil setelah terapi 3-4 minggu.
8 8
Tindakan kraniotomi dianjurkan pada keadaan : terdapat peningkatan tekanan intrakranial akibat efek massa dari abses otak;
kesulitan diagnosis; jika abses disebabkan oleh trauma yang menyebabkan adanya benda asing; jika lesi berada di fossa posterior.
6
Eksisi abses melalui kraniotomi merupakan pilihan terapi untuk abses yang telah memiliki kapsul berbatas tegas. Eksisi abses memiliki keuntungan dapat
mengangkat semua materi purulen pada abses, sehingga menurunkan tekanan intrakranial dengan cepat dan memperpendek durasi pemberian antibiotik.
12
Komplikasi yang paling sering dari abses serebri adalah herniasi, hidrosefalus obstruktif, ruptur abses ke ruang subarakhnoid
atau ventrikel. Herniasi dapat diketahui dengan adanya kompres batang otak progresif. Keadaan ini membutuhkan penanganan darurat dengan tindakan pembedahan segera.
13
IV. Kesimpulan