Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
teraplikasikannya rencana pembelajaran yang telah dibuat melalui RPP terhadap kegiatan pembelajaran di kelas; 2 Sarana pembelajaran yang masih
kurang lengkap terkadang membuat guru tidak termotivasi untuk melakukan tugasnya; dan 3 Penguasaan beberapa guru yang lemah terhadap metode-
metode pembelajaran, sering membuat keadaan kelas cenderung monoton dengan hanya diisi dengan ceramah saja. Permasalahan yang hampir sama juga
penulis dapatkan saat berhasil menemui Wakil Kepala Sekolah bidang kurikulum SMA Negeri 1 Rantau selatan, Ibu Erna Simangunsong, S.Pd.
Beliau menyatakan bahwa perbaikan kinerja guru tetap menjadi prioritas di sekolah ini agar dihasilkan lulusan-lulusan yang berkualitas. Kemampuan guru
untuk memicu keterlibatan atau keaktifan siswa dalam proses belajar di kelas harus terus ditingkatkan. Media pembelajaran yang masih minim juga
berdampak terhadap motivasi guru untuk memulai pengajarannya. Poin penting lainnya adalah meski persentase kehadiran guru di sekolah ini di atas 90,
namun tetap menjadi catatan bahwa ketidakhadiran guru terlalu sering disebabkan karena urusan keluarga.
Kinerja guru merupakan perwujudan kerja yang dilakukan oleh seorang guru. Kinerja guru yang baik merupakan suatu langkah untuk menuju
tercapainya tujuan pendidikan. Dewasa ini, kinerja guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai terutama dalam bidang keilmuan.
Misalnya, guru Biologi mengajar Kimia atau Fisika. Ataupun guru IPS mengajar Bahasa Indonesia. Dalam suatu kesempatan, Danim 2002:57
mengungkapkan bahwa salah satu penyebab krisis pendidikan di Indonesia adalah guru belum mampu menunjukkan kinerja yang baik.
Kinerja atau performance adalah hasil atau keluaran dari suatu proses. Pernyataan tersebut diberikan oleh Smith dalam Prasetyorini, 2008:6 sebagai
berikut: “….output drive from pricesses, human or otherwise”. Pengertian lain menyatakan bahwa performance adalah catatan tentang hasil-hasil yang
diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu. Pengertian tersebut diungkapkan oleh Bernardin dan
Rusel dalam Prasetyorini, 2008:6 sebagai berikut: “Performance is defined as the record of autcomes produced on a specified job function or activity during
a specified time period “. Kinerja menunjukan suatu penampilan kerja seseorang dalam
menjalankan peran dan fungsinya dalam suatu lingkungan tertentu termasuk dalam organisasi. Dalam kenyataannya, banyak faktor yang mempengaruhi
perilaku seseorang, sehingga bila diterapkan pada pekerja tentang bagaimana dia bekerja dapat menjadi dasar untuk menganalisis latar belakang yang
mempengaruhinya. Gibson 2006:57 mengatakan kinerja adalah tingkatan keberhasilan
dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal yang sama dinyatakan Rivai dan Basri 2005:14 bahwa kinerja
adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai
kemungkinan seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang
telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Kinerja merupakan alat ukur manajemen yang digunakan untuk menilai tingkat
pertanggungjawaban seseorang dalam melakukan tugasnya. Dalam kajian teori Robbins dikutip Rivai dan Basri, 2005
mengemukakan dimensi kinerja sebagai fungsi interaksi kemampuan A, motivasi M dan kesempatan O, dan secara matematis dinyatakan kinerja = f
A x M x O, yang artinya kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan.
Sementara Mathis dan Jackson 2001 menyatakan ada tiga faktor yang mempengaruhi bagaimana individu bekerja, yaitu disebut dengan kinerja
individual, yaitu: kinerja, kemampuan dan dukungan. Maka dengan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja
sangat hubungannya dengan perilaku individu. Dengan demikian, agar diperoleh kinerja yang baik, maka seseorang harus mempunyai keinginan yang
tinggi untuk mengerjakan serta mengetahui pekerjaannya. Kinerja merupakan gambaran tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan program dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Oleh karena itu bila ingin tercapainya tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya, maka perlu memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja tersebut. Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja
adalah faktor kemampuan Ability dan faktor motivasi Motivation. Hal ini sesuai dengan pendapat Davis dalam Mangkunegara, 2005:67 yang
mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah: 1
Faktor motivasi, terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja; 2 Faktor kemampuan, yang terdiri dari kemampuan potensi IQ
dan kemampuan reality knowledge + skill. Studi pendahuluan telah dilakukan pada beberapa SMA Negeri di
Kabupaten Labuhanbatu pada bulan Maret 2013, melalui pengamatan dan wawancara langsung dengan kepala sekolah dan wakil kepala sekolah, bahwa
sekolah-sekolah mengalami masalah dalam peningkatan kinerja guru. Berdasarkan hasil supervisi akademik kepala sekolah menunjukkan antara lain:
1 masih ada 25 guru yang masuk kelas tidak membawa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran; 2 masih ada 40 guru mengajar tidak sesuai
dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang telah disusunnya; 3 terlambat menyerahkan laporan nilai yang menjadi tanggung jawabnya dari
batas waktu yang telah ditentukan; 4 melakukan remedi tanpa melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa; dan 5 guru kurang berupaya melakukan
pengembangan diri untuk meningkatkan kompetensi diri dan seiring dengan perkembangan pendidikan.
Kondisi di atas juga dibenarkan oleh koordinator pengawas SMA Kabupaten Labuhanbatu, bahwa berdasarkan pengamatan selama bulan Maret
– Mei 2015 menunjukkan kinerja guru belum baik. Dari 5 SMA Negeri yang diamati dengan jumlah 242 guru berbagai bidang studi diperoleh: 1 sebanyak
60 guru belum membuat sendiri RPP nya. RPP yang ditunjukkan kepada pengawas sekolah merupakan hasil copy paste dari internet atau guru sekolah
lain; 2 sebanyak 70 guru meninggalkan kelas setelah memberikan tugas
kepada siswa. Dengan demikian siswa belajar sendiri dan berdiskusi d kelas tanpa bantuan guru; 3 sebanyak 70 guru masih menggunakan metode
pembelajaran konvensional yang mengharuskan guru menjadi satu-satunya pusat informasi di kelas. Hanya sedikit sekali guru yang menggunakan
pembelajaran kontekstual. Kondisi ini mengindikasikan guru tidak bekerja dengan baik dalam pembelajaran di kelas.
Sehubungan dengan hal di atas, perlu dilakukan perbaikan dalam upaya meningkatkan kinerja guru di sekolah. Salah satunya dengan mengkaji
berbagai faktor yang dimungkinkan mempengaruhi kinerja guru di sekolah. Banyak teori yang mengkaji kinerja seseorang, salah satunya teori yang
dikemukakan Colquitt, dkk 2009:8 yakni sejumlah faktor yang mempengaruhi kinerja adalah mekanisme individual motivasi kerja, stres,
motivasi, kepercayaan, keadilan dan etika, pembelajaran dan pengambilan keputusan; karakteristik individu kepribadian dan nilai-nilai budaya,
kemampuan; kelompok mekanisme tim karakteristik, tim proses, kekuasaaan dan pengaruh pemimpin, gaya kepemimpinan dan perilaku; dan mekanisme
organisasi struktur organisasi, iklim kerja. Didasarkan pada teori ini, kinerja job performance dapat ditentukan faktor motivasi motivation. Robbins
2003:27 mengemukakan istilah kinerja juga dikenal sebagai human output yang bisa diukur melalui: productivity, absence, turnover, citizhenship, dan
satisfaction. Berarti apabila tingkat produksi, tingkat absensi, tingkat loyalitas, dan tingkat kepuasan tinggi maka dapat dijadikan penilaian bahwa kinerja
seorang guru bisa baik atau bahkan sebaliknya.
Peningkatan kinerja guru juga dipengaruhi oleh motivasi kerja yang ada pada guru tersebut. Motivasi kerja merupakan dorongan yang tumbuh dan
berkembang dari dalam diri guru untuk melakukan pekerjaan sebaik mungkin sehingga tujuan akan tercapai. Motivasi kerja bisa terjadi jika guru mempunyai
kebanggaan akan keberhasilan. Padahal tugas mengajar adalah tugas yang membanggakan dan penuh tantangan, sehingga guru-guru seharusnya
mempunyai motivasi kerja yang tinggi. Menurut Hasibuan dalam Wahyudi, 2012:100 pengertian motivasi
adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi
dengan segala daya dan upayanya untuk mencari kepuasan. Hasil penelitian Samson 2006:213 dan Siwantara 2009:238 menyatakan bahwa motivasi
kerja mempengaruhi kinerja seseorang. Winardi 2002:6 mengemukakan motivasi kerja adalah suatu kekuatan potensial yang ada dalam diri seorang
manusia, yang dapat dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar yang pada intinya berkisar sekitar imbalan moneter, dan imbalan non moneter yang dapat
mempengaruhi hasil kinerjanya secara positif atau secara negatif, hal mana tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang yang bersangkutan.
Dengan demikian motivasi kerja dapat mempengaruhi peningkatkan kinerja guru.
Guru yang termotivasi dalam bekerja maka akan meghasilkan kinerja yang tinggi, karena kebutuhan-kebutuhan guru yang terpenuhi mendorong guru
meningkatkan kinerjanya. Ada guru yang motivasi kerjanya tinggi karena
memperoleh promosi jabatan, mendapat tunjangan, namun ada pula guru yang motivasinya rendah karena dia tidak mendapat promosi jabatan. Motivasi kerja
berkaitan dengan kesejahteraan, lingkungan kerja, kesempatan pengembangan karir, dan pelayanan tambahan terhadap guru.
Dalam lingkungan sekolah, pelaksanaan mengajar guru tidak terlepas dari peran serta kepala sekolah sebagai pimpinan. Kepala sekolah sebagai
pemimpin harus dapat mengarahkan dan membimbing setiap guru untuk bekerja dengan baik. Seringnya kepala sekolah meninggalkan sekolah dengan
alasan ke Dinas Pendidikan, mengikuti pelatihan workshop, dan sebagainya dapat memberikan hasil negatif bagi kinerja guru-gurunya di sekolah. Selain
itu, masih ada terjadi seorang kepala sekolah terlihat angkuh dalam memberikan tugas kepada guru tanpa melihat guru tersebut senang atau tidak.
Padahal sudah merupakan tugas pokok seorang kepala sekolah mengawasi dan membimbing guru ke arah yang lebih baik. Hasil penelitian Carudin 2011,
Irawati dan Bambang 2010 memberikan gambaran bahwa kepemimpinan kepala sekolah memberikan pengaruh yang positif terhadap peningkatan
kinerja guru. Selain itu hasil penelitian Yogaswara 2010 menyimpulkan bahwa aplikasi kepemimpinan perlu penyesuaian dengan kondisi kemampuan
dan kemauan bawahan. Artinya, apabila guru telah mampu dan mau bekerja dalam penyelesaian tugas secara efektif maka disarankan kepemimpinan yang
diperlukan adalah mempertahankan orientasi tugas dan memperbesar orientasi hubungan. Boardman dalam Shulhan, 2004:74 mengemukakan supervisi
adalah suatu usaha menstimulasi, mengkoordinasi dan membimbing secara
kontinu pertumbuhan guru-guru di sekolah, baik secara individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan
seluruh fungsi pengajaran. Tugas kepala sekolah sebagai supervisor tersebut adalah memberi
bimbingan, bantuan dan pengawasan serta penilaian pada masalah-masalah yang berhubungan dengan teknis penyelenggara dan pengembangan
pendidikan, perbaikan program pengajaran, dan kegiatan-kegiatan pendidikan pengajaran untuk dapat menciptakan situasi belajar mengajar yang lebih baik
Sukirman 1999:45. Dengan adanya supervisi akademik kepala sekolah, guru akan merasa setiap tugasnya menjadi penting dan harus dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya. Hal ini menggambarkan bahwa kinerja guru erat sekali kaitannya dengan kemampuan mengawasi dan membimbing dari kepala
sekolah. Selain faktor supervisi akademik kepala sekolah, faktor lain yang dapat
mempengaruhi kinerja guru adalah kemampuan guru dalam memberikan pembelajaran di kelas. Kreitner dan Kinicki 2003:185 mengemukakan
kemampuan diartikan sebagai ciri luas dan karakteristik tanggung jawab yang stabil pada tingkat prestasi yang maksimal berlawanan dengan kemampuan
kerja mental maupun fisik. Guru yang memiliki kemampuan memadai akan dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik sesuai dengan waktu atau
target yang telah ditetapkan dalam program kerja. Hal ini terjadi karena guru dapat mencurahkan seluruh kemampuannya dalam melaksanakan tugas yang
menjadi tanggung jawabnya. Dengan kemampuan pembelajaran yang baik,
guru dapat mengelola kelas dan lingkungan sekolah untuk membentuk kondisi pembelajaran yang diharapkannya.
Miarso 2004:528 menyatakan pembelajaran atau kegiatan instruksional adalah usaha mengelola lingkungan dengan sengaja agar
seseorang membentuk diri secara positif tertentu dalam kondisi tertentu. Ini berarti pembelajaran sebenarnya lebih banyak terkait dengan pendayagunaan
lingkungan belajar sedemikian rupa sehingga dapat membuat siswa bisa belajar. Pendapat ini mengisyaratkan bahwa pembelajaran merupakan suatu
kegiatan yang lebih bersifat motivasional terhadap individu-individu pebelajar. Dari uraian di atas dapat dipahami banyak faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja guru untuk dapat bekerja sesuai tuntutan tugasnya di sekolah. Dalam kesempatan ini, peneliti merasa penting untuk mengkaji kinerja
guru di SMA Negeri di Kabupaten Labuhanbatu dengan judul: Pengaruh Persepsi Tentang Supervisi akademik kepala Sekolah, Kemampuan
Pembelajaran, dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Guru SMA Negeri Kabupaten Labuhanbatu.