dalam kebiasaan diikuti. Pada Pasal 1347 KUH Perdata dinyatakan pula bahwa hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap secara diam-
diam dimasukkan di dalam perjanjian meskipun dengan tegas dinyatakan. Kebiasaan yang dimaksud oleh Pasal 1339 KUH Perdata menurut Mariam
Darus Badrulzaman ialah kebiasaan pada umumnya gewonte dan kebiasaan yang diatur oleh Pasal 1347 KUH Perdata ialah kebiasaan setempat Khusus atau
kebiasaan yang lazim berlaku di dalam golongan tertentu .
25
11. Asas Sistem Terbuka
Asas ini penting diperhatikan dalam suatu perjanjian.Sitem perjanjian yang bersifat terbuka berarti dapat dipertanggungjawabkan dan dipertahankan terhadap
pihak ketiga.Pihak ketiga dapat menuntut bila perjanjian tersebut dianggap merugikan kepentingannya.
12. Asas Kepastian Hukum
Perjanjian sebagai suatu hukum harus mengandung kepastian hukum.Kepastian hukum ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu sebagai undang –
undang para pihak.
D. Syarat Sah Perjanjian
Syarat sahnya perjanjian dapat dikaji berdasarkan hukum perjanjian yang terdapat didalam KUH Perdata.Dalam Pasal 1320 pembuat undang-undang memberikan
suatu patokan umum tentang suatu perjanjian itu lahir. Disana ditentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dilakukan oleh orang, agar para pihak dapat
secara sah melahirkan hak-hak dan kewajiban bagi mereka atau pihak ketiga.
25
Ibid ., hlm 117.
Universitas Sumatera Utara
Syarat-syarat tersebut diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata dan seterusnya, dalam Bab II Bagian Kedua Buku III KUH Perdata.Karena perjanjian merupakan
tindakan hukum, maka tindakan para pihak menutup perjanjian ditujukan kepada lahirnya akibat hukum yang ada pada suatu perjanjian semacam yang mereka
adakan.
26
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
Untuk sahnya perjanjian dalam Pasal 1320KUH Perdata dinyatakan ada empat syarat sahnya perjanjian, yaitu:
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal;
Perjanjian dapat dikatakan sah jika telah memenuhi semua ketentuan yang telah diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata tersebut.Pernyataan sepakat mereka
yang mengikat diri dan kecakapan untuk membuat suatu perjanjian digolongkan ke dalam syarat subjektif atau syarat mengenai orang yang melakukan perjanjian,
sedangkan tentang suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal digolongkan ke dalam syarat objektif atau benda yang dijadikan objek perjanjian.Hal-hal tersebut
merupakan unsur-unsur penting dalam mengadakan perjanjian. Keempat syarat tersebut dapat di jelaskan lebih lanjut adalah :
a. Kata sepakat mereka yang mengikatkan diri
Pengertian “kata sepakat” secara harfiah adalah persetujuan dari pihak-pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.Sehingga secara langsung dapat juga berarti
bahwa persetujuan itu sendiri lahir karena para pihak merasa dapat menarik manfaatnya atau memperoleh nilai tambah.
26
J Satrio., Op.cit, hlm 162
Universitas Sumatera Utara
Pengertian dari sisi yuridisnya adalah kebebasan dari para pihak untuk memberikan persetujuan.Secara mendalam dapat dikatakan walaupun secara
formal telah dapat dibuktikan bahwa perjanjian tersebut dibuat dengan terlebih dahulu adanya kata sepakat. Akan tetapi apabila dalam pelaksanaan suatu
perjanjian berdasarkan gugatan salah satu pihak yang ada dalam perjanjian tersebut atau pun pihak lain yang merasa berkepentingan dengan adanya
perjanjian tersebut, ternyata setelah diadakan penelitian dapat diketahui bahwa kata sepakat itu lahir karena adanya penipuan atau adanya berbagai cara yang
terselubung maupun merupakan hasil dari bentuk kekerasan atau paksaan, yang direkayasa sehingga tidak berbentuk nyata. Dengan kata lain, jika hanya dilihat
secara formal, hal tersebut tidak akan kelihatan. Dengan adanya alasan ini, hakim dapat membatalkan suatu perjanjian, karena pada hakekatnya dalam perjanjian
tersebut tidak ada unsur sepakat dari perjanjian yang diadakan.Apabila dalam perjanjian tidak ada kata sepakat, berarti ada pihak yang dirugikan serta tidak
memenuhi salah satu syarat subjektif dalam Pasal 1320 KUH Perdata.Dengan dilakukan kata sepakat mengadakan perjanjian, berarti kedua belah pihak haruslah
mempunyai kebebasan kehendak, di mana harus dipertemukan kemauan yang dikehendaki terhadap hal-hal pokok dari perjanjian tersebut.Apa yang
dikehendaki pihak yang satu juga dikehendaki pihak yang lain. Dapat dikatakan bahwa perjanjian lahir pada saat tercapainya kata sepakat para pihak sehingga
perjanjian itu sudah sah dan mempuyai kekuatan yang mengikat.Akan tetapi ada pengecualian oleh undang-undang yang menentukan formalitas tertentu terhadap
beberapa perjanjian, misalnya perjanjian penghibahan, peralihan hak atas tanah yang harus dilakukan melalui PPAT ataupun Notaris.Demikian juga halnya
Universitas Sumatera Utara
apabila ternyata dalam perjanjian yang dibuat ternyata terdapat suatu kekhilafan, walaupun perjanjian tersebut telah dibuat dan secara formal kelihatan sempurna,
perjanjian itu masih dapat dibatalkan oleh hakim sebagai suatu perjanjian yang tidak sempurna yang tidak mengandung unsur kata sepakat.Dalam hal ini A.
Qirom S. Meilala berpendapat bahwa, “Kata sepakat mungkin pula diberikan karena penipuan, paksaan atau kekerasan.Dalam keadaan ini pun mungkin
diadakan pembatalan oleh pengadilan atau tuntutan dari orang- orang yang berkepentingan”.
27
27
A. Qirom S. Meliala., Pokok-pokok Hukum Perjanjian beserta Perkembangannya,Yogyakarta : Liberty ,1985 , Hlm. 10
Bila ada kepincangan kata sepakat dalam suatu perjanjian maka perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya melalui hakim
pengadilan.Selama pembatalan itu tidak diminta oleh pihak yang bersangkutan, perjanjian tetap berlaku. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 1449 KUH Perdatabahwa
:“Perjanjian-perjanjian yang dibuat dengan paksaan, kesilapan atau penipuan, menerbitkan hak tuntutan untuk membatalkannya”.
Sehubungan dengan kekhilafan atau salah pengertian yang terjadi dalam suatu perjanjian terdapat pengaturan Khusus dalam KUH Perdata. Pada Pasal 1321
KUH Perdata disebutkan bahwa kekhilafan diletakkan sama posisinya dengan paksaan dan penipuan. Akan tetapi dalam Pasal 1322 KUH Perdata memberikan
pengaturan secara Khusus dengan dinyatakan bahwa :“Kekhilafan tidak menyebabkan batalnya suatu persetujuan selain apabila kekhilafan itu terjadi
mengenai barang yang menjadi pokok persetujuan kekhilafan tidak menjadi sebab kebatalan, jika kekhilafan itu hanya terjadi mengenai dirinya orang yang siapa
seseorang bermaksud membuat suatu persetujuan, kecuali jika persetujuan itu telah dibuat terutama karena mengingat dirinya orang tersebut”.
Universitas Sumatera Utara
Berkenaan dengan indikasi adanya paksaan dalam suatu perjanjian.Mengenai paksaan dinyatakan dalam Pasal1323 KUH Perdata
yaitu: “Paksaan yang dilakukan terhadap yang membuat suatu persetujuan merupakan alasan untuk batalnya persetujuan, jika apabila paksaaan itu
dilakukan oleh seorang pihak ketiga untuk kepentingan siapa persetujuan tersebut telah dibuat”.
Mengenai penipuan dinyatakan dalam Pasal 1328 KUH Perdata, yaitu :“Penipuan merupakan suatu alasan untuk membatalkan persetujuan
apabila tipu muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidak telah membuat
perikatan itu jika tidak dilakukan tipu muslihat tersebut. Penipuan itu dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan”.
Jika diteliti ketentuan Pasal 1328 KUH Perdata tersebut, dapat diketahui bahwa Pasal tersebut mengandung pesan untuk dapat mengatakan telah dilakukan suatu
penipuan tidaklah hanya reka-reka atau diduga saja, akan tetapi haruslah dibuktikan. Dari ketentuan tersebut juga dapat ditarik pengertian bahwa hukum
tetap ingin berperilaku seimbang dengan tetap melindungi itikad baik dan menghalangi semua itikad buruk. Dengan demikian pengertian bebas itu sendiri
dapat berarti sebagai suatu keadaan sedemikian rupa di mana para pihak memberikan persetujuan dalam keadaan yang benar-benar sadar dan wajar
terhadap hal-hal yang mendasar bagi dibuatnya satu perjanjian. Setidaknya terdapat kesadaran terdapat hal-hal yang akan saling dipertukarkan. Pada saat kata
sepakat lahir adalah merupakan klimaks dari lahirnya persetujuan kehendak para pihak yang berjanji.Secara mendasar, dinyatakan dalam Pasal 1454 KUH Perdata
Universitas Sumatera Utara
bahwa perjanjian dianggap lahir pada saat dicapainya kata sepakat di antara para pihak.
b. Kecakapan dari Para Pihak
Yang dimaksud dengan cakap untuk membuat suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1329 KUH Perdata adalah: “Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan
– perikatan , jika ia oleh undang - undang tidak dinyatakan tak cakap”. Menurut Abdul Kadir Muhammad, pada dasarnya setiap orang yang sudah dewasa dan
sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
28
1 Orang- orang yang belum dewasa;
Sedangkan yang dimaksud dengan tidak cakap untuk membuat satu perjanjian berdasarkan Pasal 1330 KUH
Perdata adalah: “Tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah:
2 Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;
3 Perempuan – perempuan bersuami , dalam hal - hal yang ditetapkan oleh
undang - undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang - undang telah melarang membuat perjanjian - perjanjian tertentu”.
Orang- orang yang tidak cakap membuat perjanjian berdasarkan ketentuan tersebut adalah:
a Orang - orang yang belum dewasa
Kriteria dari orang - orang yang belum dewasa diatur di dalam Pasal 330 KUH Perdata dimana ditentukan: “Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai
umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin”. Apabila
28
Abdul Kadir Muhammad,,Op.cit., hlm. 93
Universitas Sumatera Utara
perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa.
29
1 Dalam hal melakukan kontrak transaksi sehari - hari seperti berbelanja di
pasar. Dengan keluarnya Undang - Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, maka
ketentuan umur dewasa diubah sehingga menjadi 18 tahun sudah pernah kawin dan sebagai suatu undang - undang, maka ketentuan ini berlaku untuk seluruh
warga negara Indonesia. Umur dewasa 18 tahun ini juga telah dikuatkan oleh Mahkamah Agung dalam putusannya No. 477 KSip1976 tanggal 13 Oktober
1976. Di samping itu, banyak pula perkecualian terhadap umur dewasa ini karena dalam hal tertentu, seseorang sudah dianggap berwenang untuk melakukan
perbuatan tertentu sungguhpun dia belum dewasa, misalnya:
2 Terhadap hal tertentu yang diatur dengan undang - undang tersendiri,
misalnya: a
Untuk memilih dalam pemilihan umum yang diatur dalam undang - undang tentang Pemilihan Umum;
b Untuk membuat perjanjian kawin asal dia sudah cukup usia
kawin terdapat dalam Pasal 151 KUH Perdata; c
Untuk membuat kontrak perburuhan sepanjang dikuasakan oleh wakilnya Pasal 1601KUH Perdata.
30
d Untuk menghadapnotaris yang diatur dalam undang - undang
tentang jabatan notaris. b
Orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan
29
Mariam Darus Badrulzaman 2 ., Op.cit , hlm. 103
30
Munir Fuady., Op.cit., hlm 65
Universitas Sumatera Utara
Salah satu golongan orang - yang dianggap tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah orang - orang yang ditaruh di bawah pengampuan. Menurut Pasal 437KUH
Perdata, orang - orang yang diletakkan di bawah pengampuan adalah: “Setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaandungu, sakit otak atau mata gelap,
dan boros”. Dalam hal ini, pembentuk undang- undang memandang bahwa yang bersangkutan tidak mampu menyadari tanggung jawabnya dan karena itu tidak
cakap bertindak untuk mengadakan perjanjian.Apabila seseorang yang belum dewasa dan mereka yang diletakkan di bawah pengampuan itu mengadakan
perjanjian, maka yang mewakilinya masing - masing adalah orang tua dan pengampunya.
31
c Perempuan - perempuan bersuami
KUH Perdata juga menempatkan perempuan - perempuan bersuami sebagai orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian. Hal yang menunjukkan
perempuan - perempuan bersuami tidak cakap bertindak dalam hukum, misalnya Pasal 108 ayat 2 KUH Perdatadinyatakan :
“Seorang istri, biar ia telah dikuasakan oleh suaminya, untuk membuat suatu akta, atau untuk mengangkat sesuatu perjanjian sekalipun, namun tidaklah ia
karena itu berhak, menerima sesuatu pembayaran, atau member perlunasan atas itu, tanpa izin yang tegas dari suaminya”.
Pasal 108 KUH Perdata dinyatakan istri harus memperoleh izin yang tegas dari suami untuk membuat suatu akta. Demikian pula Pasal 110 KUH Perdata yang
dinyatakan :
31
Mariam Darus Badrulzaman et.all ,Op.cit., hlm. 78
Universitas Sumatera Utara
“Seorang istri, biar ia kawin diluar persatuan harta kekayaan, atau telah berpisahan dalam hal itu, biar ia melakukan sesuatu mata pencaharian atas
usaha sendiri sekalipun, namun tak bolehlah ia menghadap di muka Hakim tanpa bantuan suaminya”.
Pasal 110 KUH Perdata dinyatakan bahwa istri tidak boleh menghadap di muka pengadilan tanpa bantuan suami.
Dalam perkembangannya, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1963 tanggal 4 Agustus 1963 kepada Ketua Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Tinggi di seluruh Indonesia ternyata, Mahkamah Agung menganggap Pasal 108 dan 110 KUH Perdata tentang wewenang seorang istri untuk melakukan
perbuatan hukum dan untuk menghadap di depan pengadilan tanpa izin atau bantuan dari suaminya, sudah tidak berlaku lagi. Demikian juga dengan Undang -
undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Pasal 31 ayat 1 dinyatakan hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kewajiban suami dalam
kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dengan masyarakat. Pasal 31 ayat 2 Undang - undang Nomor 1 Tahun 1974 dinyatakan masing pihak
berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
32
d Orang yang dilarang oleh undang - undang untuk melakukan perbuatan
tertentu Ada juga orang - orang tertentu yang oleh undang - undang tertentu dianggap
tidak berwewenang membuat kontrak tertentu dengan cara tertentu atau dengan pihak tertentu Pasal 1330 ayat 3 KUH Perdata. Sebagai contoh dalam kontrak
32
Abdul Kadir Muhammad,,loc.cit
Universitas Sumatera Utara
jual - beli, ada pihak tertentu yang dilarang oleh undang - undang untuk mengadakan perjanjian, antara lain:
1 Pada prinsipnya antara suami dan istri tidak boleh melakukan kontrak jual - beli Pasal 1467 KUH Perdata.
2 Hakim, jaksa, panitera, advokat, pengacara, jurusita, dan notaris tidak boleh menerima penyerahan untuk menjadi pemilik untuk dirinya sendiri
atau untuk orang lain atas hak dan tuntutan yang menjadi pokok perkara. 3 Pegawai dalam suatu jabatan umum dilarang membeli untuk dirinya
sendiri atau untuk perantara atas barang - barang yang dijual oleh atau di hadapan mereka
c. Suatu Hal Tertentu Suatu hal tertentu dalam syarat membuat suatu perjanjian mengarah pada objek
tertentu dalam suatu perikatan. Karena para pihak yang telah membuat perjanjian akan memikul hak dan kewajiban maka diperlukan adanya ketentuan yang
mengatur tentang jenis barang yang menjadi objek dalam perjanjian itu. Perjanjian baru dianggap ada apabila para pihak yang telah mengetahui dan menentukan apa
yang menjadi objek dibuatnya suatu perjanjian. Batasan yang dapat ditarik adalah para pihak telah mengetahui setidak-tidaknya macam atau jenis apa yang menjadi
objek perjanjian. Contohnya perjanjian jual beli beras , seharusnya menjelaskan berapa beratnya, jenisnya atau bila mungkin menyebutkan warnanya. Hal yang
tidak semakin mempertegas syarat-syarat seperti yang telah disebutkan sebelumnya sehingga perjanjian yang dibuat memang merupakan sesuatu yang
diinginkan terjadi oleh para pihak. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah
Universitas Sumatera Utara
walaupun bentuk fisik objek perjanjian tidak kelihatan secara langsung, namun para pihak disyaratkan telah mengetahui apa yang menjadi standarnya. Apabila
perjanjian mengenai barang maka barang tersebut haruslah barang-barang yang ada di dalam perdagangan.
Dalam ukuran yang ada dalam dunia perdagangan sekarang ini telah berkembang sedemikian rupa dan sangat bergantung pada kalangan yang
memperdagangkannya. Dengan kata lain bahwa suatu perjanjian haruslah mempunyai objek tertentu sekurang-kurangnya dapat ditentukan bahwa objek
tertentu itu dapat berupa benda yang sekarang ada dan nanti akan ada. Dengan demikian batasannya juga telah berubah yaitu asal saja bukan sesuatu yang secara
nyata dilarang dalam undang-undang, kepatuhan atau pun kebiasaan untuk diperdagangkan.
d. Suatu sebab yang halal Undang- undang tidak memberikan pengertian mengenai sebab causa, tetapi
menurut Yurisprudensi yang ditafsirkan dengan causa adalah isi atau maksud dari perjanjian. Dalam Pasal 1335 KUH Perdata, dinyatakan bahwa: “Suatu perjanjian
tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan”.
Pembentuk undang - undang mempunyai pandangan bahwa perjanjian mungkin juga diadakan tanpa sebab atau dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau
terlarang. Yang dimaksud dengan sebab yang terlarang dalam Pasal 1337 KUH Perdata adalah: “Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang -
Universitas Sumatera Utara
undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”. Perjanjian yang dibuat dengan sebab yang demikian tidak mempunyai kekuatan.
33
Keempat syarat di atas merupakan syarat pokok bagi setiap perjanjian, artinya setiap perjanjian harus memenuhi keempat syarat ini bila ingin menjadi perjanjian
yang sah.Keempat syarat pokok ini dapat dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu kelompok syarat subjektif dan kelompok syarat objektif.
34
objektif. Dalam penjelasan sebelumnya telah di bahas tentang syarat subjektif mencakup
adanya unsur kesepakatan secara bebas dari pihak yang berjanji dan kecakapan dari pihak yang melaksanakan perjanjian, sedangkan syarat objektif meliputi
keberadaan dari pokok persoalan yang merupakan obyek yang diperjanjikan dan causa dari obyek yang berupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan
tersebut haruslah sesuatu yang tidak dilarang atau diperkenankan menurut hukum, tidak terpenuhinya salah satu unsur dari keempat syarat tersebut mengakibatkan
cacat dalam perjanjian dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan jika terdapat pelanggaran terhadap syarat
subjektif maupun batal demi hukum dalam hal tidak terpenuhinya syarat
35
Sehubungan dengan pembedaan syarat - syarat sahnya perjanjian oleh banyak ahli hukum dalam dua kelompok di atas, Hardijan Rusli berpendapat bahwa:
36
“Pasal 1320 KUH Perdata secara jelas menyatakan untuk sahnya perjanjian - perjanjian diperlukan empat syarat sah. Jadi, secara analogi
dapat dikatakan bahwa dalam hal tidak terpenuhinya salah satu dari empat
33
Mariam Darus Badrulzaman 2, Op.cit., hlm. 78
34
Hardijan Rusli.,Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1993, hlm. 44
35
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.cit.,hlm. 93
36
Hardijan Rusli, Op.cit., hlm. 46
Universitas Sumatera Utara
syarat yang ada dalam Pasal 1320 itu, maka perjanjian menjadi tidak sah atau batal demi hukum bukannya dapat dimintakan pembatalannya .
Sedangkan syarat sah yang Khusus perjanjian antara lain menurut Munir Fuady adalah:
1 Syarat tertulis untuk perjanjian - perjanjian tertentu
Secara umum dapat dikatakan bahwa undang - undang tidak mensyaratkan suatu perjanjian tertulis untuk sahnya suatu perjanjian, tetapi untuk perjanjian
tertentu diperlukan syarat Khusus agar perjanjian itu dapat mulai berlakumengikat, misalnya perjanjian perdamaian yang memerlukan syarat
Khusus berupa bentuk tertulis. Menurut hukum yang berlaku, kedudukan syarat tertulis bagi suatu perjanjian adalah:
a Ketentuan umum tidak mempersyaratkan.
b Dipersyaratkan untuk perjanjian - perjanjian tertentu.
c Dipersyaratkan untuk perjanjian atas barang-barang tertentu.
d Dipersyaratkan karena kebutuhan praktek.
2 Syarat pembuatan perjanjian di hadapan pejabat tertentu
Selain dari syarat tertulis terhadap perjanjian - perjanjian tertentu, untuk Perjanjian - perjanjian tertentu dipersyaratkan pula bahwa perjanjian tertulis
tersebut harus dibuat olehdi hadapan pejabat tertentu dengan ancaman batal, misalnya :
a Perjanjian hibah yang harus dibuat di hadapan notaris Pasal 1682 KUH Perdata, untuk perjanjian hibah bagi benda tetap memerlukan syarat
tambahan berupa bentuk akta otentik, sedangkan bagi benda bergerak berwujud memerlukan syarat tambahan berupa penyerahan langsung
bendanya.
Universitas Sumatera Utara
b Perjanjian jual beli tanah yang harus dibuat oleh PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah sesuai dengan ketentuan dalam perundang -
undangan bidang pertanahan. 3 Syarat mendapatkan izin dari pejabat yang berwenang
Pada prinsipnya suatu perjanjian hanyalah urusan para pihak semata - mata, artinya terserah dari para pihak apa yang mau dianutnya dalam kontrak tersebut,
sehingga campur tangan pihak ketiga pada prinsipnya tidak diperlukan. Akan tetapi terhadap kontrak tertentu, campur tangan pihak ketiga diperlukan dalam
bentuk keharusan mendapatkan izin, misalnya: a
Perjanjian peralihan objek tertentu, seperti perjanjian peralihan hak guna usaha atau perjanjian peralihan hak penguasaan hutan, dalam hal ini
diperlukan izin dari pihak yang berwenang untuk itu. b
Perjanjian penitipan barang yang sejati yang memerlukan syarat tambahan berupa penyerahan barangnya secara sungguh - sungguh atau secara
dipersangkakan.
37
E.Wanprestasi
Menurut Kamus Hukum, wanprestasi berarti kelalaian, cidera janji, tidak menepati kewajibannya dalam perjanjian.
38
37
Munir Fuady, Op.cit., hlm. 84 - 85
38
Subekti dan Tjitrosoedibyo., Kamus Hukum, Jakarta : Pradnya Paramita , 1996, hlm.10
Dengan demikian, wanprestasimerupakan suatu keadaan dimana pihak debitur tidak melaksanakan
prestasinya, sebagai mana telah ditetapkan sebelumnya dalam perjanjian.Jika ada pihak yang tidak melakukan isi Perjanjian pihak itu dikatakan melakukan
wanprestasi . Perkataan ini dari bahasa Belanda yang berarti prestasi buruk
Universitas Sumatera Utara
bandingkan: wanbeheer yang berarti pengurusan buruk,.wandaad perbuatan buruk. Wanprestasiadalah tidak memenuhi atau lalai melaksankan kewajiban
sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur. Wanprestasi atau tidak dipenuhinya janji dapat terjadi baik karena
sengaja maupun tidak sengaja .
39
Pihak yang tidak sengaja wanprestasiini dapat terjadi memang tidak mampu untuk memenuhi prestasi tersebut atau juga karena
terpaksa untuk tidak melakukan prestasi tersebut. Wanprestasi dapat berupa empat macam yaitu :
40
1. Sama sekali tidak memenuhi prestasi
2. Prestasi yang dilakukan tidak sempurna
3. Terlambat memenuhi prestasi
4. Melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan.
Terjadinya wanprestasi mengakibatkan pihak lain lawan dari pihak yang wanprestasi dirugikan, apalagi kalau pihak lain tersebut adalah pedagang maka
bisa kehilangan keuntungan yang diharapakan. Oleh karena pihak lain dirugikan akibat prestasi tersebut pihak wanprestasi harus menanggung akibat dan tuntutan
pihak lawan yang dapat berupa tuntutan yaitu : pembatalan kontrak disertai atau tidak disertai ganti rugi dan pemenuhan kontrak diserati atau tidak disertai ganti
rugi. Dengan demikian, ada dua kemungkinan pokok yang dapat dituntut oleh pihak
yang dirugikan, yaitu pembatalan atau pemenuhan kontrak. Namun jika dua
39
Salim H.S., Hukum kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika ,2010, hlm . 98
40
Ahmadi Miru.,HukumKontrak Perancangan kontrak, Jakarta: RajaGrafindo Persada , 2011, hlm. 74
Universitas Sumatera Utara
kemungkinan pokok tersebut diuraikan Iebih lanjut, kemungkinan tersebut dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
41
a. Pembatalan Kontrak saja
b. Pembatalan kontrak disertai tuntutan ganti rugi;
c. Pemenuhan kontrak saja;
d. Pemenuhan kontrak disertai tuntutan ganti rugi.
Pembagian atas empat kemungkinan tuntutan tersebut di atas sekaligus merupakan pernyataan ketidak setujuan penulis atas pendapat yang membagi atas
lima kemungkinan, yaitu pendapat yang masih menambahkan satu kemungkinan lagi, “penuntutan ganti rugi saja” karena tidak mungkin seseorang menuntut ganti
rugi saja yang lepas dan kemungkinan dipenuhinya kontrak atau batalnya kontrak karena dibatalkan atau dipenuhinya kontrak merupakan dua kemungkinan yang
harus dihadapi para pihak dan tidak ada pilihan lain sehingga tidak mungkin ada tuntutan ganti rugi yang berdiri sendiri sebagai akibat dan suatu wanprestasi.
Tuntutan apa yang harus ditanggung oleh pihak yang wanprestasi tersebut tergantung pada jenis tuntutan yang dipilih oleh pihak yang dirugikan. Bahkan
apabila tuntutan itu dilakukan dalam bentuk gugatan di pengadilan , pihak yang wanprestasi tersebut juga dibebani biaya perkara.
Pada prakteknya suatu wanprestasibaru terjadi jika salah satu pihak dinyatakan telah lalai untuk memenuhi prestasinya dan akibat dari kelalaiannya tersebut
menimbulkan kerugian pada pihak lainnya atau dengan kata lain, wanprestasiada kalau pihak yang tidak melaksanakan prestasi tersebut itu tidak dapat
membuktikan, bahwa ia telah melakukan wanprestasidi luar kesalahannya
41
Ibid., hlm 75-76
Universitas Sumatera Utara
sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak lainnya.Tidak terpenuhinya prestasi itu kadangkala disebabkan karena adanya suatu peristiwa yang tidak dapat diduga
sebelumnya oleh para pihak, sehingga hal tersebut mengakibatkan salah satu pihak tidak dapat memenuhi prestasinya
F.Penghentian dan Pemutusan Perjanjian
1. Penghentian Penghentian kontrak dilakukan bilamana terjadi hal-hal di luar kekuasaan para
pihak untuk rnelaksanakan kewajiban yang ditentukan dalam kontrak, yang disebabkan oleh timbulnya perang, pemberontakan perang saudara, sepanjang
kejadian-kejadian tersebut berkaitan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, kekacauan serta bencana alam yang dinyatakan resmi oleh pemerintah, atau
keadaan yang ditetapkan dalam kontrak.
42
2. Pemutusan
Pemutusan kontrak dapat terjadi oleh karena :
a. Pemutusan kontrak dapat dilakukan bilamana para pihak yang berjanji tidak memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam
kontrak. b. Pemutusan kontrak yang disebabkan oleh kelalaian penyedia barang atau
jasa dikenakan sanksi sesuai yang ditetapkan dalam kontrak berupa: 1
Jaminan pelaksanaan menjadi milik negara; 2
Sisa uang muka harus dilunasi oleh penyedia barangjasa.
42
Herry Kamaroesid ., “ Tata Cara Penyusunan Kontrak Pengadaan BarangJasa Pemerintah, Jakarta:Mitra Wacana Media,2009, hlm.5-6
Universitas Sumatera Utara
3 Membayar denda dan ganti rugi kepada negara;
4 Pengenaan daftar hitam untuk jangka waktu tertentu.
c. Pengguna barang atau jasa dapat memutuskan kontrak secara sepihak apabila denda keterlambatan.
d. Pelaksanaanpekerjaan akibat kesalahan penyedia barang atau jasa sudah melampaui besarnya jaminan pelaksanaan
e. Pemutusan kontrak yang disebabkan oleh kesalahan pengguna barang atau jasa, dikenakan sanksi berupa kewajiban kerugian yang menimpa penyedia
barang atau jasa sesuai yang ditetapkan dalam kontrak dan ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku.
f. Kontrak batal demi hukum apabila isi kontrak melanggar ketentuan perundang – undangan yang berlaku.
Kontrak dibatalkan apabila para pihak terbukti melakukan KKN, kekurangan, dan pemalsuan dalam proses pengadaan maupun pelaksanaan
kontrak.
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang