Pengertian Perjanjian Perjanjian Pelaksanaan Pengadaan Tenaga Kerja Office Boy Antara Pt.Pertamina (Persero) Dengan Pt.Rajawali Karya Mandiri

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

A. Pengertian Perjanjian

Para Sarjana Hukum di Indonesia memakai istilah yang berbeda - beda untuk perjanjian. Menurut Munir Fuady, istilah perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah overeenkomst dalam bahasa Belanda atau agreement dalam bahasa Inggris. 3 Achmad Ichsan memakai istilahverbintenis untuk perjanjian, sedangkan Utrecht dalam bukunya Pengantar dalam Hukum Indonesia memakai istilah overeenkomst untuk perjanjian. 4 KUH Perdata memberi keleluasaan bagi para pihak yang mengadakan perjanjian untuk membentuk kesepakatan di dalam maupun di luar KUH Perdata itu sendiri.Peraturan ini berlaku untuk semua pihak yang mengadakan kesepakatan, yang tidak bertentangan dengan undang-undang, norma-normakesusilaan yang berlaku. Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, harus dapat Hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya selalu terwujud dalam pergaulan sehari-hari.Hal ini disebabkan adanya tujuan dan kepentingan yang sangat beraneka ragam.Dalam hal adanya tujuan dan kepentingan yang ingin dicapai maka untuk mewujudkan kebutuhan para pihak tersebut, terlebih dahulu harus dipertemukan kehendak yang mereka inginkan.Hal inilah yang menjadi dasar utama untuk terjadinya suatu perjanjian. 3 Munir Fuady., Hukum Kontrak “Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis”, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001, hlm. 2 4 Titik Triwulan Tutik., Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: kencana, 2008, hlm.197 Universitas Sumatera Utara menumbuhkan kepercayaan di antara para pihak bahwa satu sama lain akan memenuhi prestasinya dikemudian hari. Dengan adanya kepercayaan ini, kedua pihak mengikatkan dirinya kepada perjanjian yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang. 5 Definisi perjanjian yang terdapat dalam ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata adalah tidak lengkap dan terlalu luas, tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan - perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin yang merupakan perjanjian juga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III, perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III kriterianya dapat dinilai secara materil, dengan kata lain dinilai dengan uang. Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang - Undang Hukum Perdata, yang selanjutnya disebut KUH Perdata dinyatakan bahwa : “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Ada beberapa kelemahan dari pengertian perjanjian yang diatur dalam ketentuan di atas, seperti yang dinyatakan oleh Mariam Darus Badrulzaman et.all dalam bukunya Kompilasi Hukum Perikatan bahwa: 6 Abdul Kadir Muhammad Menyatakan kelemahan Pasal tersebut adalah sebagai berikut: 7 1. Hanya menyangkut sepihak saja. Hal tersebut dapat diketahui dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya pada satu orang atau lebih”.Kata “mengikatkan 5 Mariam Darus Badrulzaman 1.,Aneka Hukum Bisnis,Bandung : Alumni, 1994, Hlm.42 6 Mariam Darus Badrulzaman, et.all.,Kompilasi Hukum Perikatan, Jakarta : Citra Aditya Bakti, 2001, hlm. 65 7 Abdul Kadir Muhammad., Hukum Perikatan, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1990, hlm.78 Universitas Sumatera Utara diri”sifatnya hanya datang dari satu pihak saja,tidak dari kedua belah pihak seharusnya dirumuskan saling mengikatkan diri, jadi ada consensus antara pihak-pihak. 2. Kata “perbuatan”mencakup juga tanpa consensus. Pengertian perbuatan termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa, tindakan melawan hukum yang tidak mengandung consensus, seharusnya digunakan kata persetujuan. 3. Pengertian perjanjian terlalu luas. Pengertian perjanjian dalam Pasal tersebut terlalu luas karena mencakup juga pelangsungan perkawinan, yaitu janji kawin yang diatur dalam lapangan hukum keluarga.Padahal yang dimaksudkan adalah hubungan antara kreditur dengan debitor dalam lapangan harta kekayaan saja.Perjanjian yang dikehendaki oleh buku III KUH Perdata sebenarnya adalah perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan perjanjian yang bersifat personal. 4. Tanpa menyebutkan tujuan mangadakan perjanjian. Tanpa menyebut tujuan mangadakan perjanjian sehingga pihak - pihak yang mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa. Perjanjian memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan yang lain. Secara umum, perjanjian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah persetujuan baik lisan maupun tulisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing- masing berjanji akan mentaati apa yang disebut dalam persetujuan itu. Universitas Sumatera Utara Menurut Sri Soedewi Masychon Sofwan, perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih. 8 Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian adalah : 9 Subekti mengatakan bahwa, “Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana 2 dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”. Suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.Dalam defenisi tersebut, secara jelas terdapat consensus antara para pihak, yaitu persetujuan antara pihak satu dengan pihak lainnya.Selain itu juga, perjanjian yang dilaksanakan terletak pada lapangan harta kekayaan. 10 Menurut M. Yahya Harahap, Dari perjanjian tersebut maka timbul perikatan. Perikatan menurut Subekti merupakan suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi kewajiban itu. 11 8 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan., Hukum Perjanjian, Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada ,1982, hlm. 8 9 Abdul Kadir Muhammad, Op.cit., hlm.4 10 R. Subekti.,Hukum Perjanjian. Jakarta :Pembimbing Masa, 1980, hlm 1. 11 M. Yahya Harahap., Segi-segi Hukum Perjanjian. Bandung :Alumni, 1986 , hlm 6 perjanjian atau verbintenis adalah suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak yang lain untuk menunaikan prestasi. Unsur dari wujud pengertian perjanjian tersebut di atas adalah hubungan hukum yang menyangkut hukum harta kekayaan antara dua orang person atau lebih, yang memberikan hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi. Universitas Sumatera Utara Menurut Setiawan , perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 12 Menurut Wirjono Prodjodikoro, perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai benda antara dua pihak dalam mana salah satu pihak berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu. 13 Menurut Syahmin AK, dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji - janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. 14 a. Adanya pihak - pihak yang sekurang-kurangnya dua orang. Dari beberapa pengertian di atas, tergambar adanya beberapa unsur perjanjian, antara lain: Pihak - pihak yang dimaksudkan di sini adalah subyek perjanjian yang dapat berupa badan hukum dan manusia yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum menurut undang - undang. Dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi debitor dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut kreditor. Masing - masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu orang atau lebih orang, 12 Setiawan.,Pokok- Pokok Hukum Perikatan, Bandung : Alumni, 1979, hlm. 4 13 Wirjono Prodjodikoro 1.,Hukum Perdata tentang Persetujuan - Persetujuan Tertentu, Jakarta : Sumur Bandung, 1981, hlm. 11 14 Syahmin AK., Hukum Kontrak Internasional, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006,hlm .140 Universitas Sumatera Utara bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut juga dapat terdiri dari satu atau lebih badan hukum. 15 b. Adanya persetujuan atau kata sepakat. Persetujuan atau kata sepakat yang dimaksudkan adalah consensus antara para pihak terhadap syarat - syarat dan obyek yang diperjanjikan. c. Adanya tujuan yang ingin dicapai. 16 Tujuan yang ingin dicapai dimaksudkan di sini sebagai kepentingan para pihak yang akan diwujudkan melalui perjanjian. d. Adanya prestasi atau kewajiban yang akan dilaksanakan. Dengan membuat perjanjian, pihak yang mengadakan perjanjian, secara “sukarela” mengikatkan diri untuk menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu guna kepentingan dan keuntungandari pihak terhadap siapa ia telah berjanji atau mengikatkan diri, dengan jaminan atau tanggungan berupa harta kekayaan yang dimiliki dan akan dimiliki oleh pihak yang membuat perjanjian atau yang telah mengikatkan diri tersebut. Dengan sifat sukarela, perjanjian harus lahir dari kehendak dan harus dilaksanakan sesuai dengan maksud dari pihak yang membuat perjanjian.Prestasi yang dimaksud adalah sebagai kewajiban bagi pihak - pihak untuk melaksanakannya sesuai dengan apa yang disepakati. Perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya dari suatu perjanjian lahirlah 15 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja.,Seri Hukum Perikatan “Perikatan yang Lahir dari Perjanjian” ,Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 92 16 Wirjono Prodjodikoro 2.,Asas - asas Hukum Perjanjian, Jakarta : Sumur Bandung, 1979,hlm. 84 Universitas Sumatera Utara kewajiban atau prestasi dari satu orang atau lebih orang pihak kepada satu atau lebih orang pihak lainnya yang berhak atas prestasi tersebut. 17 e. Adanya bentuk tertentu. Bentuk tertentu yang dimaksudkan adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak harus jelas bentuknya agar dapat menjadi alat pembuktian yang sah bagi pihak - pihak yang mengadakan perjanjian.Untuk beberapa perjanjian tertentu, undang - undang menentukan suatu bentuk tertentu, yaitu bentuk tertulis sehingga apabila bentuk itu tidak dituruti maka perjanjian itu tidak sah.Dengan demikian, bentuk tertulis tidaklah hanya semata - mata hanya merupakan pembuktian saja, tetapi juga syarat untuk adanya perjanjian itu. 18 f. Adanya syarat - syarat tertentu. Syarat - syarat tertentu yang dimaksud adalah substansi perjanjian sebagaimana yang telah disepakati oleh para pihak dalam perjanjian. 19

B. Jenis – Jenis Perjanjian