Keracunan Aluminium Pada Tanah Sawah Dari Bahan Induk Sedimen Mangrove Di Rantau Rasau, Delta Berbak, Jambi

(1)

KERACUNAN ALUMINIUM PADA TANAH SAWAH DARI

BAHAN INDUK SEDIMEN MANGROVE DI RANTAU RASAU,

DELTA BERBAK, JAMBI

OLEH

YULIANTI ENY KUSUMA SARASWATI

A 24102043

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

KERACUNAN ALUMINIUM PADA TANAH SAWAH DARI

BAHAN INDUK SEDIMEN MANGROVE DI RANTAU RASAU

DELTA BERBAK, JAMBI

OLEH

YULIANTI ENY KUSUMA SARASWATI

A 24102043

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

RINGKASAN

Yulianti Eny Kusuma Saraswati. Keracunan Aluminium pada Tanah Sawah

dari Bahan Induk Sedimen Mangrove di Rantau Rasau, Delta Berbak, Jambi. Di bawah bimbingan Basuki Sumawinata dan Suwardi.

Pembukaan lahan rawa pasang surut di daerah Delta Berbak, Jambi dimulai pada tahun 1970-an. Daerah tersebut dikembangkan untuk lahan sawah melalui proyek pengembangan persawahan pasang surut. Dalam pelaksanaannya pada lahan tersebut dibangun saluran drainase yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan permukaan air tanah. Akibatnya, pada musim kemarau gambut menjadi kering dan mudah terbakar, sebagai akibatnya lapisan gambut menjadi hilang. Saat ini para petani bertanam pada lapisan tanah mineral yang dulu berada di bawah lapisan gambut.

Lapisan tanah mineral di bawah lapisan gambut umumnya terbentuk dari bahan alluvial pada lingkungan pengendapan mangrove yang banyak mengandung mineral pirit. Apabila sedimen ini kering, maka pirit teroksidasi sehingga tanah berubah menjadi tanah sulfat masam yang mempunyai pH yang sangat rendah (pH<3) dan mengandung Fe sangat tinggi. Para ahli tanah menganggap bahwa Fe merupakan masalah besar karena dapat meracuni tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik kimia sedimen dan karakteristik kimia aluminium pada tanah berbahan sulfidik dari Rantau Rasau, Delta Berbak, Jambi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH tanah sulfat masam berkisar pada pH 3.5 dan nilainya berfluktuasi tergantung musim. Kandungan unsur hara makro dan mikro juga rendah sehingga usaha penggunaan lahan sulfat masam untuk usaha pertanian harus memperhatikan masalah ini. Kandungan Fe total


(4)

dalam tanah sulfat masam sangat rendah hanya sekitar 2%. Nilai tersebut jauh lebih rendah dari tanah mineral pada umumnya. Sementara itu, kandungan Al-dd pada pH 4.2 mencapai 30-40 me/100 g. Tingginya kandungan Al pada tanah sulfat masam menjadi masalah utama karena pH yang rendah kelarutan Al meningkat drastis sehingga Al dalam larutan tanah tinggi. Al dalam larutan tanah yang tinggi sangat beracun bagi tanaman. Asam sulfat yang dihasilkan pada oksidasi pirit menyebabkan pH tanah sangat rendah yang dapat menghancurkan struktur mineral liat tipe 2:1. Hancurnya struktur mineral liat Al oktahedra melepaskan Al ke dalam larutan tanah.


(5)

SUMMARY

Yulianti Eny Kusuma Saraswati. Al Toxicity in Paddy Field Originated from

Parent Material of Mangove Sediment at Rantau Rasau, Delta Berbak, Jambi. Supervised by Basuki Sumawinata and Suwardi.

Land reclamation in tidal swamp area at Delta Berbak, Jambi had already begun in the years of 1970s. These areas were massively developed for tidal rice field through project of tidal rice field program. In the implementation of the project, drainage system had been made and caused the sinking of ground water. In dry season, peat layer become dry and easily burn and in the long run the peat layer was disappeared. Nowadays, farmers planting rice on mineral soil that formerly was under the peat layer.

Mineral soil under the peat layer generally formed from alluvial materials of mangrove environment which contain a lot of pyrite mineral. If this sediment dried then the soil become an acid sulfate soil which is caused by the oxidation of pyrite and the pH reached lower than 3 and contains high Fe concentration. Scientists consider that Fe as a big problem because in high concentration Fe become toxic to plant. The objective of this research was to study the chemical characteristic of sediment as well as chemical characteristic of aluminum of soil originated from sulfidic materials from Rantau Rasau, Jambi.

The result of this research showed that the soil pH of acid sulfate soils was about 3.5 and this value changed seasonally. The content of macro and micro nutrients were also low, therefore, the utilization of acid sulfate soil for agricultural purpose should consider these problems. The total content of Fe in acid sulfate soil is very low approximately only 2%. The value is far lower compared to mineral soils in general. Exchangeable Al in pH 4.2 reached 30-40 me/100 g. Therefore, Al in acid sulfate soil become the main problems and become toxic for plants. Sulfuric acid released during pyrite oxidation caused soil pH very low that can dissolve the clay minerals of 2:1 type. The destruction of the clay mineral structure released Al in to soil solution.


(6)

Judul Skripsi : Keracunan Aluminium pada Tanah Sawah dari Bahan Induk Sedimen Mangrove di Rantau Rasau Delta Berbak, Jambi

Nama Mahasiswa : Yulianti Eny Kusuma Saraswati

Nomor Pokok : A 24102043

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr Ir Basuki Sumawinata, M.Agr. Dr Ir Suwardi, M.Agr. NIP. 130 937 095 NIP. 131 664 410

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr Ir Didy Sopandie, M.Agr. NIP. 131 124 019


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Danche Chaeruman (Almarhum) dengan Ibu Siti Asiah. Penulis dilahirkan di Sragen pada tanggal 18 Juli 1983.

Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 03 Sragen, Jawa Tengah dan lulus pada tahun 1996. Penulis kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 01 Sragen, Jawa Tengah dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Sragen, Jawa Tengah dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr Ir Basuki Sumawinata, M.Agr. selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, bantuan, nasehat dan dorongan serta kesabaran yang diberikan kepada penulis selama menjalani masa kuliah, penelitian hingga akhir penulisan skripsi dan telah memberikan pelajaran yang berharga bagi penulis di dalam kehidupan sehari-hari.

2. Dr Ir Suwardi, M.Agr. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, bantuan, saran dan dorongan kepada penulis dari awal penelitian hingga akhir penulisan skripsi.

3. Dr Ir Darmawan, M.Sc. yang telah memberikan saran, masukan kepada penulis dan membantu mengirim contoh tanah untuk analisis X-Ray. 4. Dr Ir Gunawan Djajakirana, M.Sc yang telah memberikan saran dan

masukan kepada penulis.

5. Dr Dwi Tejo Baskoro, M.Sc. yang telah memberikan saran-saran dalam penelitian.


(9)

6. Dr Shin-Ichiro Wada (Assoc. Prof.) dari Kyushu University yang telah membantu pencirian sifat mineralogi dengan sinar X tanpa biaya.

7. Mama, Papa, kakak dan seluruh keluargaku tercinta atas segala kasih sayang, doa, nasehat, dorongan dan bantuan material maupun spiritual yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor.

8. Staf Laboratorium (Ibu Oktori K. Zaini, Ibu Yani Mariani, Bp. Simon M., Bp. Dadi) di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

9. Sahabatku Ita Handayani, Dany Surachman, Oka Dwipayana, Wina Widyani, Nani Susanti, Aditia Asnil, Ade Mulyadi dan Kakak-kakak kelas angkatan 38 atas bantuan dan kebaikan-kebaikan yang diberikan selama ini.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, September 2007


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Tanah Sulfat Masam dan Permasalahannya ... 3

2.2. Pirit ... 5

2.3. Kemasaman Tanah dan Pelapukan Mineral ... 6

III. BAHAN DAN METODE ... 7

3.1. Waktu dan Tempat ... 7

3.2. Bahan dan Alat ... 7

3.3. Metode Penelitian... 9

1. Pengambilan Contoh Tanah ... 9

2. Diskripsi Contoh Tanah ... 10

3. Persiapan Contoh Tanah ... 11

4. Analisis Contoh Tanah ... 11

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

4.1. Sifat-sifat Morfologi Tanah... 18

4.2. Sifat-sifat Kimia Tanah ... 18

4.3. Hasil Analisis Kimia Total Tanah ... 20

4.4. Kandungan Aluminium pada Tanah ... 21

4.5. Analisis Mineral Liat... 22

V. KESIMPULAN ... 26

DAFTAR PUSTAKA ... 27


(11)

KERACUNAN ALUMINIUM PADA TANAH SAWAH DARI

BAHAN INDUK SEDIMEN MANGROVE DI RANTAU RASAU,

DELTA BERBAK, JAMBI

OLEH

YULIANTI ENY KUSUMA SARASWATI

A 24102043

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

KERACUNAN ALUMINIUM PADA TANAH SAWAH DARI

BAHAN INDUK SEDIMEN MANGROVE DI RANTAU RASAU

DELTA BERBAK, JAMBI

OLEH

YULIANTI ENY KUSUMA SARASWATI

A 24102043

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(13)

RINGKASAN

Yulianti Eny Kusuma Saraswati. Keracunan Aluminium pada Tanah Sawah

dari Bahan Induk Sedimen Mangrove di Rantau Rasau, Delta Berbak, Jambi. Di bawah bimbingan Basuki Sumawinata dan Suwardi.

Pembukaan lahan rawa pasang surut di daerah Delta Berbak, Jambi dimulai pada tahun 1970-an. Daerah tersebut dikembangkan untuk lahan sawah melalui proyek pengembangan persawahan pasang surut. Dalam pelaksanaannya pada lahan tersebut dibangun saluran drainase yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan permukaan air tanah. Akibatnya, pada musim kemarau gambut menjadi kering dan mudah terbakar, sebagai akibatnya lapisan gambut menjadi hilang. Saat ini para petani bertanam pada lapisan tanah mineral yang dulu berada di bawah lapisan gambut.

Lapisan tanah mineral di bawah lapisan gambut umumnya terbentuk dari bahan alluvial pada lingkungan pengendapan mangrove yang banyak mengandung mineral pirit. Apabila sedimen ini kering, maka pirit teroksidasi sehingga tanah berubah menjadi tanah sulfat masam yang mempunyai pH yang sangat rendah (pH<3) dan mengandung Fe sangat tinggi. Para ahli tanah menganggap bahwa Fe merupakan masalah besar karena dapat meracuni tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik kimia sedimen dan karakteristik kimia aluminium pada tanah berbahan sulfidik dari Rantau Rasau, Delta Berbak, Jambi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH tanah sulfat masam berkisar pada pH 3.5 dan nilainya berfluktuasi tergantung musim. Kandungan unsur hara makro dan mikro juga rendah sehingga usaha penggunaan lahan sulfat masam untuk usaha pertanian harus memperhatikan masalah ini. Kandungan Fe total


(14)

dalam tanah sulfat masam sangat rendah hanya sekitar 2%. Nilai tersebut jauh lebih rendah dari tanah mineral pada umumnya. Sementara itu, kandungan Al-dd pada pH 4.2 mencapai 30-40 me/100 g. Tingginya kandungan Al pada tanah sulfat masam menjadi masalah utama karena pH yang rendah kelarutan Al meningkat drastis sehingga Al dalam larutan tanah tinggi. Al dalam larutan tanah yang tinggi sangat beracun bagi tanaman. Asam sulfat yang dihasilkan pada oksidasi pirit menyebabkan pH tanah sangat rendah yang dapat menghancurkan struktur mineral liat tipe 2:1. Hancurnya struktur mineral liat Al oktahedra melepaskan Al ke dalam larutan tanah.


(15)

SUMMARY

Yulianti Eny Kusuma Saraswati. Al Toxicity in Paddy Field Originated from

Parent Material of Mangove Sediment at Rantau Rasau, Delta Berbak, Jambi. Supervised by Basuki Sumawinata and Suwardi.

Land reclamation in tidal swamp area at Delta Berbak, Jambi had already begun in the years of 1970s. These areas were massively developed for tidal rice field through project of tidal rice field program. In the implementation of the project, drainage system had been made and caused the sinking of ground water. In dry season, peat layer become dry and easily burn and in the long run the peat layer was disappeared. Nowadays, farmers planting rice on mineral soil that formerly was under the peat layer.

Mineral soil under the peat layer generally formed from alluvial materials of mangrove environment which contain a lot of pyrite mineral. If this sediment dried then the soil become an acid sulfate soil which is caused by the oxidation of pyrite and the pH reached lower than 3 and contains high Fe concentration. Scientists consider that Fe as a big problem because in high concentration Fe become toxic to plant. The objective of this research was to study the chemical characteristic of sediment as well as chemical characteristic of aluminum of soil originated from sulfidic materials from Rantau Rasau, Jambi.

The result of this research showed that the soil pH of acid sulfate soils was about 3.5 and this value changed seasonally. The content of macro and micro nutrients were also low, therefore, the utilization of acid sulfate soil for agricultural purpose should consider these problems. The total content of Fe in acid sulfate soil is very low approximately only 2%. The value is far lower compared to mineral soils in general. Exchangeable Al in pH 4.2 reached 30-40 me/100 g. Therefore, Al in acid sulfate soil become the main problems and become toxic for plants. Sulfuric acid released during pyrite oxidation caused soil pH very low that can dissolve the clay minerals of 2:1 type. The destruction of the clay mineral structure released Al in to soil solution.


(16)

Judul Skripsi : Keracunan Aluminium pada Tanah Sawah dari Bahan Induk Sedimen Mangrove di Rantau Rasau Delta Berbak, Jambi

Nama Mahasiswa : Yulianti Eny Kusuma Saraswati

Nomor Pokok : A 24102043

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr Ir Basuki Sumawinata, M.Agr. Dr Ir Suwardi, M.Agr. NIP. 130 937 095 NIP. 131 664 410

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr Ir Didy Sopandie, M.Agr. NIP. 131 124 019


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Danche Chaeruman (Almarhum) dengan Ibu Siti Asiah. Penulis dilahirkan di Sragen pada tanggal 18 Juli 1983.

Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 03 Sragen, Jawa Tengah dan lulus pada tahun 1996. Penulis kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 01 Sragen, Jawa Tengah dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Sragen, Jawa Tengah dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.


(18)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr Ir Basuki Sumawinata, M.Agr. selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, bantuan, nasehat dan dorongan serta kesabaran yang diberikan kepada penulis selama menjalani masa kuliah, penelitian hingga akhir penulisan skripsi dan telah memberikan pelajaran yang berharga bagi penulis di dalam kehidupan sehari-hari.

2. Dr Ir Suwardi, M.Agr. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, bantuan, saran dan dorongan kepada penulis dari awal penelitian hingga akhir penulisan skripsi.

3. Dr Ir Darmawan, M.Sc. yang telah memberikan saran, masukan kepada penulis dan membantu mengirim contoh tanah untuk analisis X-Ray. 4. Dr Ir Gunawan Djajakirana, M.Sc yang telah memberikan saran dan

masukan kepada penulis.

5. Dr Dwi Tejo Baskoro, M.Sc. yang telah memberikan saran-saran dalam penelitian.


(19)

6. Dr Shin-Ichiro Wada (Assoc. Prof.) dari Kyushu University yang telah membantu pencirian sifat mineralogi dengan sinar X tanpa biaya.

7. Mama, Papa, kakak dan seluruh keluargaku tercinta atas segala kasih sayang, doa, nasehat, dorongan dan bantuan material maupun spiritual yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor.

8. Staf Laboratorium (Ibu Oktori K. Zaini, Ibu Yani Mariani, Bp. Simon M., Bp. Dadi) di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

9. Sahabatku Ita Handayani, Dany Surachman, Oka Dwipayana, Wina Widyani, Nani Susanti, Aditia Asnil, Ade Mulyadi dan Kakak-kakak kelas angkatan 38 atas bantuan dan kebaikan-kebaikan yang diberikan selama ini.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, September 2007


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Tanah Sulfat Masam dan Permasalahannya ... 3

2.2. Pirit ... 5

2.3. Kemasaman Tanah dan Pelapukan Mineral ... 6

III. BAHAN DAN METODE ... 7

3.1. Waktu dan Tempat ... 7

3.2. Bahan dan Alat ... 7

3.3. Metode Penelitian... 9

1. Pengambilan Contoh Tanah ... 9

2. Diskripsi Contoh Tanah ... 10

3. Persiapan Contoh Tanah ... 11

4. Analisis Contoh Tanah ... 11

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

4.1. Sifat-sifat Morfologi Tanah... 18

4.2. Sifat-sifat Kimia Tanah ... 18

4.3. Hasil Analisis Kimia Total Tanah ... 20

4.4. Kandungan Aluminium pada Tanah ... 21

4.5. Analisis Mineral Liat... 22

V. KESIMPULAN ... 26

DAFTAR PUSTAKA ... 27


(21)

xii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Jenis dan Metode Analisis Contoh Tanah ... 11

2. Data Analisis Kimia Tanah dan Tekstur Tanah dari Delta Berbak ... 18

3. Data Analisis Kimia Total dari Delta Berbak ... 20

4. Data Analisis Kandungan Aluminium pada Berbagai Ekstraktan ... 21


(22)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Peta Lokasi Daerah Penelitian... 8 2. Lokasi Pengambilan Contoh Tanah ... 10 3. Perubahan pH pada Saluran Air ... 19 5. Perbandingan Kurva XRD pada Tanah Sulfat Masam di Rantau Rasau pada kedalaman 0-5 cm, 10-15 cm, 20-25 cm, 30-35 cm, 40-45 cm, 50-55 cm, 60-65 cm... 24

6. Kurva XRD setelah Penambahan Glyserol (Sabiham dan Sumawinata,

1989) ... 25

Lampiran


(23)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pembukaan lahan daerah rawa-rawa pasang surut di Delta Berbak, Jambi dimulai sejak tahun 1970-an. Daerah ini dikembangkan secara besar-besaran untuk persawahan melalui proyek pengembangan persawahan pasang surut. Akan tetapi kegiatan pembangunan sawah dan drainase pada daerah rawa-rawa bergambut dengan ketebalan 0.5-2 m menyebabkan turunnya permukaan air tanah sehingga menyebabkan terjadinya penurunan permukaan tanah gambut (subsidence) atau gambut menjadi kering sehingga mudah terbakar atau dibakar pada saat pembersihan lahan. Sebagai akibatnya setelah lahan diusahakan kurang lebih 20 tahun sebagian besar lapisan gambut telah hilang dari permukaan tanah.

Lapisan tanah mineral di bawah gambut umumnya terbentuk dari bahan sedimen mangrove. Lingkungan mangrove merupakan lokasi spesifik terbentuknya mineral pirit (FeS2) sehingga sedimen mangrove banyak mengandung pirit. Dalam keadaan tergenang mineral pirit ini stabil dan apabila sedimen mangrove ini dikeringkan maka pirit akan teroksidasi dan menghasilkan berbagai senyawa beracun seperti asam sulfat, besi, dan lain-lain sehingga tanah berubah menjadi tanah sulfat masam. Tanah sulfat masam umumnya mempunyai pH yang sangat rendah (pH<3.5) sehingga kelarutan besi menjadi meningkat. Oleh karena itu para ahli tanah menganggap besi sebagai senyawa yang penting yang perlu diperhatikan karena ion besi pada konsentrasi tinggi akan meracuni tanaman (Gandini, 1998 dan Sudarmo, 2004). Akan tetapi, pendapat tentang terjadinya keracunan besi untuk tanaman padi pada tanah sulfat masam di Rantau


(24)

2

Rasau sebenarnya sulit diterima, karena hasil pengukuran kimia total oleh Mediari (2006), menunjukkan bahwa kandungan Fe2O3 pada tanah sulfat masam sangat rendah (<2%). Jadi kandungan Fe2O3 di tanah sulfat masam Rantau Rasau sangat rendah bila dibandingkan dengan kandungan Fe2O3 pada tanah merah yang bisa mencapai 30%.

Selain itu data hasil percobaan tanaman padi pada persawahan di Rantau Rasau menunjukkan bahwa pemberian unsur makro dan mikro (seperti penambahan Fe) dapat meningkatkan produksi padi sehingga dapat menghasilkan 4-5 ton gabah kering panen (GKP) per ha yang dibandingkan dengan tanpa perlakuan yang hanya menghasilkan 0.8-1 ton GKP per ha (Suwardi et al., 2006). Selain itu, dari data hasil analisis tanaman terlihat bahwa varietas lokal (varietas semut) yang biasa ditanam oleh para petani di daerah tersebut menunjukkan lebih toleran terhadap keracunan Aluminium daripada padi varietas unggul seperti varietas Batanghari.

Kemasaman tanah di tanah sulfat masam tidak statis, melainkan sangat dinamis sebagai contoh terjadinya fluktuasi permukaan air tanah yang dapat menyebabkan proses oksidasi pirit berlangsung dan air berfluktusi menurut musim (Wijaya et al., 2006) seperti tercantum pada Gambar 4, dan berbagai pengaruh manusia seperti penggalian parit.

1.2. Tujuan

Mengingat kelarutan Aluminium sangat erat hubungannya dengan pH tanah, maka perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mempelajari karakteristik kimia sedimen dan karakteristik kimia Aluminium pada tanah sulfat masam di Rantau Rasau, Delta Berbak, Jambi.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanah Sulfat Masam dan Permasalahannya

Istilah tanah sulfat masam digunakan untuk menggantikan istilah “Katteklai” (cat clay) yang dulu umum digunakan di Belanda. Istilah cat clay pertama kali dikemukakan oleh para petani Belanda untuk mencirikan tanah rawa yang bermasalah ketika dikeringkan dan umumnya tidak subur. Tanah tersebut dicirikan dengan adanya bercak kuning pucat. Sejalan dengan ilmu pengetahuan secara mineralogi bercak kuning pucat tersebut dikenal sebagai mineral jarosit yang merupakan rekristalisasi dari bahan-bahan hasil oksidasi dari mineral pirit dengan kation-kation dari tanah (Bloomfield and Coulter, 1973). Mineral jarosit termasuk ke dalam grup alunit. Grup alunit terbentuk dengan formula AB3(SO4)2(OH)6, di mana A terdiri dari K, Na, Pb, NH4, atau H3O+ dan B terdiri dari Fe3+ atau Al3+, dan mineral jarosit memiliki rumus kimia KFe3(SO4)2(OH)6. Tergantung pada keadaan lingkungan tempat pembentukkannya, selain mineral jarosite ditemukan pula mineral natrojarosit [NaFe3(SO4)2(OH)6] (Breemen, 1976). Hasil penelitian Sabiham dan Sumawinata (1989), bercak kuning yang terdapat pada tanah-tanah sulfat masam di pulau petak di Kalimantan Selatan merupakan mineral natrojarosit. Hasil dari berbagai laporan di tanah sulfat masam yang berasal dari tanah yang bergambut di Malaysia menunjukkan bahwa tanah-tanah sulfat masam di daerah tersebut tidak ditemukan mineral jarosit pada profil tanahnya (Kosaka,1971 dalam Kittrick et al.,1982).

USDA 1975, mengklasifikasikan tanah sulfat masam sebagai Sulfaquepts (Aquepts dengan horison sulfurik yang berada pada kedalaman 50 cm dari permukaan tanah), Sulfic Tropaquepts (tropaquepts dengan bercak jarosit dan


(26)

4

mempunyai pH 3,5-4 pada kedalaman 50 cm, atau dengan bercak jarosit dan pH kurang dari 4 pada kedalaman 50-150 cm), atau Sulfic Haplaquepts (hampir mirip dengan Sulfiq Tropaquepts, tetapi di bawah kondisi iklim temperate). Sedangkan Pons et al., (1982) mendefinisikan tanah sulfat masam sebagai tanah yang terbentuk akibat tercemar oleh asam sulfat sebagai hasil oksidasi dari mineral pirit. Akibatnya pH tanah menjadi sangat rendah yaitu lebih rendah dari pH 4. Definsi dari Pons ini memungkinkan tanah-tanah sawah yang telah berubah menjadi sangat masam dikelompokkan menjadi tanah-tanah sulfat masam.

Tanah sulfat masam dicirikan oleh pH yang sangat rendah (<3.5) diikuti dengan rendahnya ketersediaan kation-kation di kompleks jerapan serta rendahnya ketersediaan unsur hara P, selain itu kelarutan unsur yang dapat meracuni tanaman meningkat sangat tinggi. Pada lahan sulfat masam hanya rumput purun kudung (Eleocharis sp) dan pohon gelam (Melaleuca cajuput) serta salah satu jenis paku-pakuan yang dapat berkembang pada kondisi tersebut. Penelitian Suwardi et al., (1999) menunjukkan tanaman tersebut mampu menyerap besi dan aluminium dalam jumlah sangat besar pada daunnya, hal ini menunjukkan bahwa tanaman yang dapat hidup di lahan sulfat masam adalah tanaman yang toleran terhadap keracunan aluminium.

Sampai saat ini penyebaran tanah-tanah sulfat masam di Indonesia cukup luas yaitu meliputi 3-4 juta hektar, lahan-lahan ini tersebar di Kalimantan dan Sumatera, yang biasa oleh orang awam disebut lahan bongkor (Sumawinata et al., 2006).


(27)

5

2.2. Pirit

Pirit adalah mineral yang memiliki rumus kimia FeS2. Mineral pirit terdapat di alam dan melalui proses rekristalisasi pembekuan magma di wilayah mangrove. Pirit yang terbentuk dari pembekuan magma disebut dengan pirit primer. Di dalam pirit primer ini ditemukan pirit yang berbentuk seperti kristal petagondodecaeder atau 12 bidang segi lima, atau juga dalam bentuk kubus, yang biasanya berwarna kuning dan beberapa kristal dapat saling berikatan satu dengan yang lain. Selain itu mineral pirit bisa juga dijumpai dalam bentuk oktahedral dari segi tiga sebanyak 8 bidang (Anonim2, 2007). Sedangkan pirit yang terbentuk di wilayah mangrove disebut dengan pirit sekunder, yang biasanya ditemukan dalam bentuk framboid pirit, dimana setiap sel dari framboidal tersebut terdiri dari bentuk oktaeder. Ukuran framboidal pirit bisa mencapai 50 µm (Poch et al., 2004). Pembentukan pirit sekunder terbentuk pada lingkungan masam.

Pada keadaan reduksi FeS2 (pirit) akan stabil dan tidak toksik bagi tanaman, tetapi ketika air didrainase untuk berbagai keperluan penggunaan lahan maka sedimen pirit akan teroksidasi dan berubah menjadi asam dan mengeluarkan bahan beracun dalam jumlah yang banyak seperti Al3+, SO42-, dan Fe3+ (Sumawinata, 1998). Ada dua mekanisme penting dalam oksidasi pirit yaitu mekanisme oksidasi pirit secara biokimia melalui aktivitas mikroorganisme dan oksidasi secara kimia. Thiobacillus ferrooxidans mengoksidasi besi ferro menjadi besi ferri dan mengoksidasi sulfida menjadi sulfat pada media yang sangat masam. Reaksi yang terjadi sebagai berikut (Silverman, 1967 dalam Elviza, 2004):

Fe2+ + 1/4O

2 + H+ ? Fe3+ + 1/2 H2O 2S2- +3O


(28)

6

2.3. Kemasaman Tanah dan Pelapukan Mineral

Kemasaman tanah merupakan suatu masalah utama yang sering ditemui pada tanah-tanah di wilayah beriklim tropika basah. Tanah dengan nilai pH rendah (pH<3) digolongkan pada tanah masam, yang ditandai adanya asam bebas H2SO4. Suasana yang sangat masam (pH<3.5) dalam waktu yang lama bukan saja menyebabkan asam (ion H+) menjadi kation yang dominan pada komplek jerapan seperti yang ditulis oleh Sumawinata (1998) akan tetapi dapat menyebabkan pelarutan atau dekomposisi dari mineral-mineral termasuk mineral liat.

Lingkungan yang sangat asam seperti pada tanah sulfat masam menyebabkan pelapukan mineral liat silikat, terutama mineral alumino-silikat meningkat, sehingga dapat mempengaruhi mineralogi tanah, komposisi dari larutan tanah dan membebaskan atau melarutkan Al sangat banyak (Van Breemen, 1976; Huang dan Violante, 1997). Aluminium merupakan kation utama yang dapat dipertukarkan pada tanah sulfat masam dan dijumpai dalam berbagai bentuk sebagai berikut: Al3+, AlOH2+, dan Al(OH2)+ (Dent, 1986; Rowell, 1994) yang pada pH tinggi mengendap dalam bentuk Al(OH)3 atau gibsit (Lindsay, 1979). Ion Al3+ lebih dominan pada pH di bawah 4.7 (Bohn, Mc Neal dan O’Connor, 1979). Ion Al3+, yang dilepas ke larutan tanah dan air terkoordinasi secara oktahedra dengan enam molekul air dan berupa sebuah ion Al(H2O)63+ (Huang dan Violante, 1997). Konsentrasi Al3+ sebesar 1-2 ppm dalam larutan tanah dapat meracuni tanaman. Hal tersebut dikarenakan Aluminium terlarut terakumulasi pada jaringan akar dan akan menghambat pembelahan dan pemanjangan sel serta menghambat pembentukkan dinding sel (Dent, 1986).


(29)

III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat

Pengambilan contoh tanah untuk penelitian ini dilakukan oleh Bapak Basuki Sumawinata. Lokasi pengambilan contoh tanah terletak pada lahan petani di SK 5 desa Rantau Makmur, daerah Transmigrasi di Rantau Rasau, Delta Berbak, Jambi (Gambar 1). Analisis contoh tanah dilakukan pada bulan Maret sampai Agustus 2006 di laboratorium Bagian Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh tanah sulfat masam. Contoh tanah dipersiapkan sesuai dengan jenis analisis kemudian dianalisis di laboratorium dengan menggunakan bahan-bahan kimia sesuai dengan jenis analisisnya seperti aluminon asetat, NH4OAc pH 7,0; pH 4,8; pH 4,2, KCl, aquades dan lain-lain.

Alat yang digunakan dalam pengambilan contoh tanah adalah bor dan paralon. Sedangkan alat yang digunakan di laboratorium seperti alat-alat gelas, Freeze dryer, pH dan EC meter, CHNS-Elemental Autoanalyzer, Muffle Furnance, dan lain-lain.


(30)

8

Gambar 1. Peta Lokasi Daerah Penelitian Gambarr koleksi pribadi Dr Dwi Tejo Baskoro

2

1 3

4

5

1

Legend

2 3 4 5

Trans Rantau Rasau Trans Lambur Trans Dendang Trans Lagan Trans Kumpeh Shoreline

Road

County Boundary Pengambilan contoh tanah


(31)

9

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu : (1) Pengambilan contoh tanah, (2) Deskripsi contoh tanah, (3) Persiapan contoh tanah untuk analisis, dan (4) Analisis tanah.

1. Pengambilan Contoh Tanah

Lokasi pengambilan contoh tanah dilakukan pada lahan petani yang telah dibuat sistem surjan pada lahan tersebut (Gambar 2). Walaupun telah dibuat sistem surjan, akan tetapi pola penggunaan lahan tidak sepenuhnya mengikuti sistem surjan. Pada saat musim kering bagian yang dinaikkan (guludan) biasa ditanam tumbuhan seperti cabe, mentimun dan kadang-kadang ubi jalar, sedangkan pada bagian bawah tidak digunakan. Pada musim hujan, seluruh petak ditanami padi. Hal tersebut dilakukan oleh petani karena fluktuasi air di lahan ini cukup tinggi, di mana pada saat musim kering lahan menjadi kering dan tidak terpengaruh oleh efek pasang dan surut, akan tetapi di saat musim hujan lahan dapat tergenang sampai setinggi 120 cm. Pada lokasi ini telah dilakukan penelitian penanaman dengan penambahan tanah, pupuk N, P, K serta Mg, dan juga pemberian kapur. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada akhir bulan Febuari 2005. Contoh tanah diambil dengan menggunakan tabung paralon berukuran 4 inci pada kedalaman 0-70 cm. Letak pengambilan contoh dibuat pada bagian yang rendah dari sistem surjan.


(32)

10

Gambar 2. Lokasi Pengambilan Contoh Tanah

2. Deskripsi Contoh Tanah

Di laboratorium contoh tanah dibagi menjadi dua bagian ke arah panjangnya dengan membelah tabung paralon. Satu bagian dari contoh tanah untuk deskripsi morfologi dan sebagian dari contoh tanah dipersiapkan untuk kepentingan analisis kimia. Deskripsi contoh tanah dilakukan berdasarkan sifat-sifat tanah tersebut seperti bahan organik dan warna, di mana contoh tanah dibagi menjadi 2 bagian, yaitu pada kedalaman 0-45 cm dan 45-70 cm. Pada kedalaman 0-70 cm tanah mempunyai sifat masif, tidak berstruktur dan memiliki bahan organik lebih dari 30%, tetapi ada sifat yang berbeda pada contoh tanah ini yaitu terjadi perubahan warna seperti kedalaman 0-45 cm tanah berwarna kelabu pucat sedangkan pada kedalaman 45-70 cm tanah berwarna kelabu tua.


(33)

11

3. Persiapan Contoh Tanah untuk Analisis

Pada persiapan contoh tanah dilakukan dengan cara membagi tiap 5 cm menurut kedalamannya, yaitu (0-5) cm, (5-10) cm, (10-15) cm, (15-20) cm, (20-25) cm, (25-30) cm, (30-35) cm, (35-40) cm, (40-45) cm, (45-50) cm, (50-55) cm, (55-60) cm, (60-65) cm, dan (65-70) cm. Contoh tanah kemudian diambil ± 20 g untuk diukur pH dan EC, sisa contoh tanah dimasukkan ke dalam freezer dan di kering dinginkan (ke dalam freeze dryer). Setelah kering contoh tanah ditumbuk sampai halus dan siap untuk dianalisis.

4. Analisis Contoh Tanah

Jenis analisis contoh tanah yang telah dipersiapkan sebelumnya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis dan Metode Analisis Contoh Tanah

No Jenis Analisis Metode (diukur dengan)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. pH EC

Unsur-unsur mikro (Fe, Mn, Cu, Zn,) dan basa-basa (Ca, Mg) Basa-basa (K, Na)

Al

Peleburan contoh tanah Si

S

Analisis CN

Pembakaran contoh tanah

Liat Tekstur

1:1, dengan pH meter 1:1, dengan EC meter

Larutan ekstrak NH4OAc pH 7.0; pH 4.8;

pH 4.2; dan KCl [Atomic Absorption

Spectrophotometer (AAS)]

Larutan ekstrak NH4OAc pH 7.0; pH 4.8;

pH 4.2; dan KCl(Flame photometer)

Larutan NH4OAc pH 4.8; pH 4.2; dan KCl

(Spectrophotometer) Peleburan dengan NaOH

Larutan ekstrak peleburan dengan NaOH (Spectrophotometer)

Larutan ekstrak mix reagent (Spectrophotometer)

CHNS-Elemental Autoanalyzer

Muffle Furnance X-Ray Difraction Pipet


(34)

12

Cara analisis selengkapnya diuraikan sebagai berikut: Penetapan pH dan EC

Penetapan pH dan EC dilakukan dengan cara sebagai berikut: contoh tanah ± 20 g diambil dan ditambahkan ± 20 ml air (aquades) dengan perbandingan 1 : 1, dikocok ± 30 menit dan kemudian diukur dengan menggunakan pH meter dan EC meter.

Penetapan Ekstraksi untuk Unsur Mikro dan Basa-basa

Penetapan Fe, Mn, Cu, Zn, Ca, Mg, K, dan Na dilakukan dengan cara sebagai berikut: contoh tanah ± 2 g diambil dan ditambahkan larutan NH4OAc pH 7.0 sebanyak 15 ml, kemudian disentrifiuse ± 15 menit dan disaring. Perlakuan selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama seperti ditambahkan larutan NH4OAc pH 7.0 dan disentrifiuse (3 kali ulangan) kemudian ditera dengan larutan NH4OAc pH 7.0 sampai 50 ml ke dalam labu takar. Untuk larutan NH4OAc pH 4.8, NH4OAc pH 4.2 dan KCl dilakukan dengan cara yang sama seperti perlakuan sebelumnya. Kemudian didapat larutan ekstrak tanah dari NH4OAc pH 7.0, NH4OAc pH 4.8, NH4OAc pH 4.2 dan KCl.

Penetapan Fe, Mn, Cu, Zn, Ca dan Mg

Penetapan Fe, Mn, Cu, Zn, Ca dan Mg dilakukan dengan cara sebagai berikut: larutan ekstrak tanah dari NH4OAc pH 7.0, NH4OAc pH 4.8, NH4OAc pH 4.2 dan KCl diukur langsung dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS).


(35)

13

Penetapan K dan Na

Penetapan K dan Na dilakukan dengan cara sebagai berikut: larutan ekstrak tanah dari NH4OAc pH 7.0, NH4OAc pH 4.8, NH4OAc pH 4.2 dan KCl diukur langsung dengan menggunakan Flamephotometer.

Penetapan Al (Metode Aluminon, Juo, 1985 dalam International Institute of Tropical Agriculture)

Penetapan Al dilakukan dengan metode Aluminon dengan cara sebagai berikut: larutan ekstrak kurang lebih 1-5 ml dipipet dan dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml dan ditambahkan aquades ± 25 ml, kemudian ditambah 2 ml larutan Thioglycollic acid dan 1 ml HCl 1 N dan masukkan ke dalam labu takar. Selanjutnya larutan dipanaskan dengan Water bath pada suhu (80-90)°C selama 30 menit, lalu didinginkan selama 1-2 jam. Kemudian ditambahkan 10 ml larutan buffer Aluminon acetate, lalu ditera dengan air aquades. Untuk pembuatan larutan standar, diambil 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 ml dari larutan standar Al 5 ppm ke dalam labu takar 50 ml. Selanjutnya ditambah 2 ml larutan Thioglycollic acid dan 2 ml 1 N HCl ke dalam labu takar. Perlakuan selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama seperti larutan contoh. Larutan standar dan larutan contoh kemudian diukur dengan menggunakan Spectrophotometer pada panjang gelombang 530 nm. Pembakaran Contoh Tanah untuk Analisis Kimia Total

Sejumlah gram tanah dibakar dengan Muffle Furnance pada suhu 900°C selama 2 jam, setelah itu tanah didinginkan dan dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang. Tanah dimasukkan kembali ke dalam Muffle Furnance pada suhu 900°C selama 1 jam sampai bobotnya konstan, lalu didinginkan dan ditimbang.


(36)

14

Peleburan Contoh Tanah dengan NaOH (Decomposition by Sodium Hydroxide, Govett, 1961 dalam SSSA 1982)

Sebanyak 0.05 g contoh tanah yang telah diabukan dilebur dengan 1,5 g NaOH menggunakan cawan nikel. Cawan nikel dipanaskan di atas bunsen selama

± 10 menit sampai contoh tanah telah benar-benar melebur dan berwarna kemerahan (dalam cawan). Setelah itu didinginkan lalu dilarutkan dengan air aquades dan dipindahkan ke dalam gelas piala (jangan lebih dari 1jam). Larutan kemudian diaduk dan ditambahkan 0.5 M H2SO4 hingga mencapai pH 1.5. Larutan dipindahkan ke dalam labu takar 500 ml dan ditera dengan aquades kemudian disimpan dalam botol polyethilen.

Penetapan Si (Metode Yellow Silicomolybdic Acid, Govett, 1961 dalam SSSA 1982)

Penetapan Si dilakukan dengan metode Yellow Silicomolybdic Acid. Penetapan dilakukan dengan cara sebagai berikut: larutan ekstrak dipipet kurang lebih 20 ml ke dalam labu takar 50 ml, kemudian ditambahkan 10 ml 0.5 M H2SO4, 10 ml larutan Ammonium molybdate, dan 10 ml larutan Tartaric acid ke dalam labu takar, setelah itu ditera dengan aquades. Untuk pemb uatan larutan standar diambil 0, 2, 4, 6, 8 ml dari larutan standar Si 50 ppm ke dalam labu takar 50 ml. Perlakuan selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama seperti larutan contoh. Larutan standar dan larutan contoh lalu diukur dengan menggunakan Spectrophotometer dengan panjang gelombang 400 nm.

Penetapan C dan N

Penetapan C dan N dilakukan dengan CHNS-Elemental Autoanalyzer. Jumlah contoh untuk analisis berkisar antara 5-50 mg. Untuk contoh yang mengandung logam-logam alkali dan alkali tanah perlu ditambahkan Wolfram (IV) oksida. Contoh yang mengandung sedikit logam alkali, kemudian


(37)

15

ditambahkan Wolfram (IV) oksida cukup satu kali berat contoh, sedangkan contoh yang mengandung logam alkali tinggi, ditambahkan Wolfram (IV) oksida sebanyak tiga kali berat contoh. Pada pengukuran unsur C dan N dilakukan pembungkusan contoh dengan menggunakan kotak tipis dari bahan timah sebelum dibakar, hal ini dilakukan untuk meminimalisir udara agar contoh tidak terkontaminasi. Setelah dilakukan pembungkusan contoh maka contoh dapat langsung diukur secara otomatis menggunakan CHNS-Elemental Autoanalyzer. Penetapan S

Penetapan S dilakukan dengan metode Total Sulfur, dengan cara memipet 10 ml larutan ekstrak dan kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml, kemudian ditambahkan aquades sampai volumenya kira-kira 40 ml, 2 ml gelatin-BaCl2, kocok sampai rata, setelah itu ditera dengan aquades dan kocok sampai merata, biarkan selama 30 menit. Larutan standar dibuat 0, 0.5, 1.0, 1.5, 2.0, 2.5, 3.0, 4.0, 5.0 ppm ke dalam labu takar 50 ml, masukkan 2 ml standar untuk bekerja (25 ppm) untuk mendapatkan standar 1 ppm. Larutan contoh dan larutan standar kemudian diukur dengan menggunakan Spectrophotometer dengan panjang gelombang 420 nm.

Penetapan Tekstur

Penetapan tekstur tanah dilakukan dengan menggunakan metode pipet. Contoh tanah diambil sebanyak ± 20 g lalu dimasukkan ke dalam gelas piala dan ditambah H2O2 sedikit demi sedikit dan diaduk, kemudian diamkan sampai bahan organik hilang (rendam semalam). Contoh tersebut kemudian dibakar atau dipanaskan pada penangas air kurang lebih 2 hari, kemudian ditambah H2O2, aquades 200 ml dan diaduk perlahan-lahan. Dengan ditambahkan H2O2 20 ml terus menerus dilakukan sampai bahan organiknya hilang. Setelah itu sampel


(38)

16

diangkat dari penangas dan ditambahkan HCl, aquades 800 ml sambil diaduk, kemudian diamkan sampai tanah mengendap setelah itu air dibuang (pencucian). Perlakuan selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama dengan penambahan aquades 600, 500, 400 ml. Kemudian contoh ditambah Na-Pirophospat ± 40 ml sambil diaduk dan diamkan agar endapan terdispersi. Pisahkan pasir dengan cara contoh disaring (270 mesh) dan hasil siap disimpan ke dalam cawan porselin lalu di oven (60oC). Untuk menentukan fraksi debu dan liat, menggunakan air (debu, liat) yang lolos dari saringan dan kemudian ditampung dalam tabung sedimen 1000 ml dan ditera kemudian rendam dalam bak air. Tabung dikocok 13 kali dan siap untuk dipipet. Pertama sampel dipipet dilakukan dengan cara pipet diletakkan ke dalam gelas ukur 1000 ml sampai terendam setengah isi gelas ukur (dengan kedalaman pemipetan 25 cm). Pemipetan pertama didapatkan fraksi debu dan disimpan dalam cawan kemudian di oven pada suhu 105oC. Ukur suhu dalam bak air dan hasil dari pengukuran suhu akan digunakan untuk pemipetan selanjutnya yang akan didapat fraksi liat.

Penetapan Jenis Mineral Liat

Penetapan jenis mineral liat dilakukan dengan menggunakan X-Ray Diffraction setelah dilakukan pemisahan liat. Pemisahan liat dilakukan dengan cara sebagai berikut: air pada gelas ukur 1000 ml (air sisa tekstur yang sudah ditera dengan aquades ke 1000 ml) dikocok lalu diamkan kurang lebih 6 jam kemudian disifon dengan kedalaman 10 cm dan disimpan dalam gelas piala. Penjenuhan Mg dilakukan pada sampel dan diamkan, kemudian buang air penjenuhannya dan diambil endapan liatnya. Dari hasil pemisahan liat tersebut sampel disimpan di dalam preparat dan dikering udarakan. Kemudian sampel


(39)

17

dapat diukur langsung dengan menggunakan X-Ray Diffraction di Kyushu University.


(40)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat-sifat Morfologi Tanah

Hasil pengamatan morfologi tanah dari hasil pemboran terlihat bahwa pada kedalaman (0-70) cm tanah masih masif, tanah tidak berstruktur, bahan organik =30% dan banyak air. Pada contoh tanah terdapat perubahan warna yaitu pada kedalaman (0-45) cm tanah berwarna kelabu pucat, sedangkan pada kedalaman (>45) cm tanah berwarna kelabu tua. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pada analisis tekstur tanah sulfat masam tergolong liat, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 yang menunjukkan bahwa presentase liat tinggi yang berkisar antara (60.59-82.99) persen.

4.2 Sifat-sifat Kimia Tanah

Hasil analisis kimia tanah yang berasal dari Delta Berbak disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Data Analisis Kimia Tanah dan Tekstur Tanah dari Delta Berbak, Jambi

Kedalaman (cm)

pH H2O

EC

(µs/cm) Analisis (%) C N K Basa-basa (me/100g) Na Ca Mg Pasir Tekstur (%) Debu Liat

0-5 4.19 64.7 - - 0.08 0.13 1.11 3.09 2.33 14.68 82.99 5-10 4.90 78.8 - - 0.08 0.13 1.04 2.75

10-15 4.13 72.8 31.86 0.70 0.10 0.15 0.92 1.92 0.34 39.07 60.59 15-20 4.21 50.9 30.02 0.69 0.07 0.12 0.81 1.99

20-25 4.22 50.0 25.80 0.55 0.08 0.11 0.91 2.38 0.36 20.95 78.69 25-30 4.30 50.7 24.91 0.56 0.08 0.11 0.82 2.06

30-35 4.29 49.3 20.68 0.55 0.09 0.11 0.86 1.80 0.49 23.78 75.73 35-40 4.23 53.2 26.03 0.65 0.10 0.13 0.82 1.94

40-45 4.32 54.9 29.99 0.75 0.09 0.11 0.67 1.18 0.33 29.77 70.01 45-50 4.32 56.7 26.18 0.68 0.07 0.12 0.50 0.68

50-55 4.41 64.3 30.13 0.74 0.11 0.11 0.87 0.66 1.01 25.87 73.12 55-60 4.94 94.1 31.33 0.80 0.15 0.12 1.61 0.73

60-65 4.73 162.8 30.16 0.92 0.52 0.24 2.01 0.91 0.51 29.14 70.35 65-70 5.08 389.0 27.45 0.87 1.08 0.39 1.72 1.23


(41)

19

Dari data Tabel 2 terlihat bahwa pH tanah berkisar 4 dan pada lapisan di bawah 55 cm pH lebih tinggi mendekati 5. Hal ini sesuai dengan pendapat Wijaya (2006) pada Gambar 4 di mana pH tanah sulfat masam sangat dipengaruhi oleh musim. Pada awal musim hujan (bulan Oktober-Desember) pH rendah sampai 2.5 dan pada akhir musim hujan (bulan April-Mei) pH naik sampai 6. Pengambilan contoh tanah pada penelitian ini dilakukan pada saat musim hujan (akhir Februari), pada bulan Februari pH mendekati 4. Mengingat lapisan tanah (0-10) cm merupakan lapisan olah di mana telah diberikan perlakuan tanah merah, kapur serta pupuk maka lapisan tersebut terlihat agak berbeda dengan lapisan di bawahnya.

Kandungan basa-basa K, Na, Ca dan Mg terlihat sangat rendah, di mana total basa-basa hanya berkisar antara 3-4 me/100g tanah yang dibandingkan dengan nilai KTK tanah tersebut berkisar 20-30 me/100g. Dari hasil penelitian Sabiham dan Sumawinata (1989) tentang susunan mineral liat pada sedimen di bawah gambut di Delta Berbak, Jambi tersusun dari mineral liat smektit dan illit serta group kaolinit. Oleh karena itu nilai KTK tanah cukup tinggi.

Sumber: Wijaya et al., 2006

Gambar 3. Perubahan pH pada Saluran Air

0 1 2 3 4 5 6 7

08-Dec-0308-Feb-0424-Feb-048-Mar-0425-Mar-047-Apr-0410-Apr-0411-Apr-046-May-0413-May-044-Jul-047-Oct-04

Date pH 0 200 400 600 800 EC (uS/cm) pH EC Tanggal


(42)

20

4.3 Hasil Analisis Kimia Total Tanah

Hasil analisis kimia total contoh tanah disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Data Analisis Kimia Total Tanah dari Delta Berbak, Jambi.

Kedalaman (cm)

Analisis Kimia Total (%)

Total S (%) CaO MgO K2O CuO ZnO MnO SiO2 Al2O3 Fe2O3

3 O 2 Fe 3 O 2 Al 2 SiO +

0-5 0.03 0.13 5.14 tu tu 0.01 56.16 35.31 2.55 1.48 -

5-10 - - - -

10-15 0.08 0.17 2.00 tu tu tu 54.59 38.20 2.65 1.34 1.77 15-20 tu 0.27 2.03 tu 0.02 0.02 56.68 33.18 2.35 1.60 1.72 20-25 0.05 0.20 2.11 tu 0.01 0.03 56.08 37.44 2.10 1.42 1.77 25-30 tu 0.27 2.14 tu tu 0.01 58.73 33.30 1.75 1.67 1.62 30-35 tu 0.20 2.43 0.1 0.01 tu 54.82 34.03 1.63 1.53 0.92 35-40 tu 0.30 2.13 tu 0.01 0.02 59.58 32.96 1.67 1.72 1.11 40-45 0.15 0.29 2.21 0.1 0.05 tu 56.32 34.56 2.67 1.51 1.13 45-50 tu 0.25 2.42 0 0.04 0.07 60.42 31.51 1.64 1.82 0.93 50-55 0.21 0.20 2.31 0 tu tu 59.54 30.01 1.61 1.80 1.03 55-60 tu 0.13 1.95 tu 0.05 0.05 66.49 26.20 1.40 2.41 0.79 60-65 0.09 0.13 2.00 tu tu tu 62.90 28.86 2.91 1.98 1.09 65-70 0.21 0.18 1.97 tu 0.01 0.05 66.38 25.83 2.71 2.30 1.11

Keterangan : tu : tidak terukur; - : tidak ada contoh

Dari Tabel 3 terlihat bahwa secara umum kandungan besi pada tanah ini sangat rendah. Kandungan besi maksimum hanya sebesar 2.91 persen Fe2O3, hal ini mendekati hasil penelitian Mediari (2006) yang mendapatkan kandungan besi total pada sedimen di Rantau Rasau kurang dari 2 persen Fe2O3. Jadi kandungan Fe2O3 =2% sangat rendah bila dibandingkan dengan kandungan Fe2O3 pada tanah merah sekitar 30%. Hal ini menunjukkan bahwa pada tanah sulfat masam di Rantau Rasau terjadi kekurangan Fe bukan keracunan Fe seperti banyak ahli tanah menyatakan hal itu.. Secara umum dapat dikatakan bahwa kandungan aluminium dan besi pada lapisan atas (0-25) cm lebih tinggi dari pada lapisan di bawahnya. Lebih tingginya kandungan Fe2O3, Al2O3 dan total S pada lapisan 0-25 cm


(43)

21

mungkin disebabkan karena terbentuknya kembali senyawa besi oksida dan jarosite pada permukaan retakan tanah sulfat masam.

4.4 Kandungan Alumunium pada Tanah

Hasil analisis Aluminium pada berbagai ekstraktan dan kemasaman ekstraktan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Data Analisis Kandungan Al pada Berbagai Ekstraktan

Kode Kedalaman

(cm) pH H2O

Al (me/100 g)

KCl pH 4.2 NH4OAc pH 4.8

1 0-5 4.19 15.65 20.35 6.41

2 5-10 4.90 16.80 27.41 7.29

3 10-15 4.13 13.41 28.22 7.65

4 15-20 4.21 12.67 29.58 8.01

5 20-25 4.22 16.85 30.12 9.61

6 25-30 4.30 17.25 29.31 9.56

7 30-35 4.29 14.73 26.32 10.02

8 35-40 4.23 16.22 29.04 7.18

9 40-45 4.32 16.11 34.47 9.30

10 45-50 4.32 14.79 33.65 9.40

11 50-55 4.41 13.76 28.77 9.30

12 55-60 4.94 10.78 32.02 10.08

13 60-65 4.73 9.29 31.75 9.15

14 65-70 5.08 7.28 37.18 9.46

Dari Tabel 4 terlihat bahwa semakin rendah pH ekstraktan maka semakin tinggi kelarutan aluminium. Kandungan Al yang diekstrak oleh larutan NH4OAc pH 4.2 terlihat hampir 3 kali lebih besar dari pada kandungan Al yang diekstrak oleh NH4OAc pH 4.8. Demikian pula kandungan Al yang diekstrak oleh IN KCl yang berada di antara kedua nilai tersebut. Hal ini dapat dimengerti karena pH KCl berada pada pH sekitar 4.2 sampai 4.8. Akan tetapi pengukuran pH KCl tidak dilakukan pada penelitian ini, karena tidak cukupnya contoh tanah.


(44)

22

Walaupun demikian informasi ini sangat penting untuk pengelolaan lahan sulfat masam, mengingat Wijaya et al., (2006) melaporkan bahwa pH tanah sangat berfluktuasi menurut musim. Apabila pH di atas 5.5 maka Al akan mengendap menjadi Al(OH)3 dan tidak meracuni tanaman dan apabila pH tanah atau air berubah dari pH 5.5 menjadi lebih rendah satu satuan pH maka Aluminium akan meningkat sangat drastis. Pada kondisi itu Aluminium di larutan tanah merupakan unsur yang sangat beracun bagi tanaman, maka dengan kata lain permasalahan tanah sulfat masam adalah permasalahan keracunan Aluminium, selain juga masalah kekurangan unsur hara makro dan mikro.

4.5. Analisis Mineral Liat

Hasil Analisis Mineral Liat dengan sinar-x pada setiap kedalaman disajikan pada Gambar 5. Lapisan kedalaman (0-25) cm tidak ditemukan peak 14 Å. Akan tetapi pada lapisan di bawahnya (>25cm) keberadaan peak 14 Å semakin nyata. Tidak munculnya peak 14 Å pada lapisan atas karena hancurnya peak 14 Å dan menyebabkan peak 10 Å dan 7 Å yang akan menjadi lebih dominan (lihat pada kedalaman 0-25 cm pada Gambar 5). Data tersebut menunjukkan bahwa akibat proses oksidasi pirit pada lapisan atas menyebabkan pH tanah turun sampai sekitar pH 3. Hal ini berakibat terhadap hancurnya struktur kristal dari mineral liat type 2:1. Jadi kelihatannya lapisan oktaheder dari liat type 2:1 hancur dan masuk ke dalam sistem larutan, sehingga kandungan Al pada air dan tanah meningkat. Walaupun di dalam penelitian ini tidak dilakukan pemberian glyserol untuk membedakan apakah mineral liat tersebut merupakan group vermikulit ataukah liat dengan type 2:1 mengembang dan mengkerut seperti group smektit, akan tetapi perlu dicatat bahwa penelitian Sabiham dan


(45)

23

Sumawinata (1989) pada Gambar 6 telah melaporkan bahwa peak 14 Å pada sedimen di Delta Berbak merupakan bagian dari mineral liat 2:1 atau group smektit. Pada peak 14 Å setelah pemberian glyserol akan bergeser ke peak 18 Å, di mana peak 18 Å mempunyai karakteristik montmorilonit. Proses penghilangan lapisan Alumi nium dari struktur kristal mineral liat juga terlihat dari data rasio SiO2/(Al2O3 +Fe2O3) (Tabel 5) di mana pada lapisan atas (0-25 cm) rasio tersebut berkisar 1.5 akan tetapi pada lapisan bawah (45-70 cm) rasionya sekitar 1.80-1.98.

Tabel 5. Data Rasio SiO2/(Al2O3+Fe2O3) Kedalaman

(cm) Al2O3 Fe2O3 Al2O3 Fe2 2O3 SiO

+

…………. (%) …………

0-5 35.31 2.55 1.48-

10-15 38.20 2.65 1.34-

20-25 37.44 2.10 1.42-

30-35 34.03 1.63 1.53*

40-45 34.56 2.67 1.51**

50-55 30.01 1.61 1.80***

60-65 28.86 2.91 1.98***

Keterangan : - : tidak ada puncak * : puncak lemah ** : puncak sedang


(46)

24

Gambar 4. Perbandingan Kurva XRD Tanah Sulfat Masam di Rantau Rasau, Delta Berbak, Jambi pada Kedalaman 0-5 cm, 10-15 cm, 20-25 cm, 30-35 cm, 40-45 cm, 50-55 cm, dan 60-65 cm.

Å

Å


(47)

25

Gambar 5. Kurva XRD setelah Penambahan Glyserol (Sabiham dan Sumawinata 1989)

14 Å

7 Å

10 Å 18 Å


(48)

V. KESIMPULAN

1. Permasalahan pada tanah sulfat masam adalah pH sangat rendah berkisar pada pH 3.5 dan nilai ini sangat berfluktuasi tergantung pada musim. Disamping itu, pada awal musim hujan pH sangat rendah dan meningkat sampai akhir musim hujan. Kandungan unsur hara makro dan mikro juga rendah sehingga perlu usaha perbaikan tanah agar lahan sulfat masam dapat digunakan untuk usaha pertanian.

2. Kandungan Fe2O3 pada tanah sulfat masam tergolong rendah sekitar 2% sehingga Fe2O3 bukan sebagai sumber keracunan bagi tanaman. Sementara itu kandungan Al-dd pada pH 4.2 mencapai 30-40 me/100g. Kadar Al-dd yang tinggi ini menjadi permasalahan utama di tanah sulfat masam karena dengan jumlah sebanyak itu Al menjadi racun bagi tanaman.

3. Sumber Al yang tinggi berasal dari hancurnya struktur mineral liat type 2:1 pada saat pH tanah sangat rendah akibat oksidasi pirit yang menghasilkan asam sulfat.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim1. 1991.

Kesuburan Tanah. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Anonim2. 2007.

Pyrites. In: http://tpu.bluemountains.net/keyword.php?w:pyrites Wikipedia. Diakses pada tanggal 15 Agustus 2007.

Bloomfield, C and J. K. Coulter. 1973. Genesis and Management of Acid Sulfate Soils. Adv. Agronomy. 25: 266-273. Acad. Press. Inc., New York and London.

Bohn, H. L., B. L. Mc. Neal and G.A.O’Connar. 1979. Soil Chemistry. A Wiley-Interscience Publication. John Wiley & Sons. New York Chicester Bristane Toronto.

Breemen, N. Van. 1976. Genesis and solution chemistry of acid sulphate soils in Thailand, PUDOC. Wageningen.

Dent, D. 1986. ASS: A Baseline for Research and Development. ILRI Publication. Wageningen, The Netherlands.

Elviza. 2004. Karakteristik Air Genangan Tanah Sulfat Masam dan Alternatif Teknologi Perbaikannya. Skripsi. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Gandini, T. 1998. Perubahan Sifat dan Klasifikasi Tanah Gambut Setelah 23 tahun penggunaan Lahan Untuk Pertanian di Delta Berbak, Jambi. IPB Bogor.

Govett. 1961. Decomposition by Sodium Hydroxide. In: Soil Science Society of America, Inc. 1982. Methods of Soil Analysis Part 2 Chemical and Microbiological Properties Second Edition. Publisher Madison, Wisconsin USA. Number 9in the series Agronomy. 263-271.

Govett. 1961. Yellow Silicomolybdic Acid. In: Soil Science Society of America, Inc. 1982. Methods of Soil Analysis Part 2 Chemical and Microbiological Properties Second Edition. Publisher Madison, Wisconsin USA. Number 9in the series Agronomy. 263-271.

Huang, P. M dan A. Violante. 1997. Pengaruh Asam Organik terhadap Kristalisasi dan Sifat Permukaan Produk Pengendapan Aluminium. Dalam: Huang, P. M dan M. Schnitzer. Interaksi Mineral Tanah dengan Organik Alami dan Mikroba. Gadjah Mada University Press.

Juo, A. S. R. 1985. Selected Methods for Soil and Plant Analysis.In: International Institute of Tropical Agriculture Ibadan, Nigeria. Manual series No. 1.


(50)

28 Kittrick, J. A, D. S. Fanning, and L. R. Hossner. 1982. Acid Sulfate Weathering. Proceedings of a symposium sponsored by Divisions 9, 2, 5, and S-6 of the Soil Science Society of America in Fort Collins, Colorado, 5-10 Aug. 1979. SSSA Special Publ. 10.

Lindsay, W. L. 1979. Chemical Equilibria in Soils. Colorido State University Fort Collins. A Wiley-Interscience Publication. John Wiley&Sons, New York. Chicestes. Bristane. Toronto.

Mediari, B. A. 2006. Pergerakan Vertikal Unsur-Unsur dalam Tanah yang Berkembang dari Sedimen Berpirit di Delta berbak, Jambi. Skripsi Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. IPB. Bogor.

Poch, R. M, R. W. Fitzpatrick, B. P. Thomas, R. H. Merry, P. G. Self and M. D. Raven. 2004. Contemporary and Relict Process in a Coastal Acid Sulfate Soil Sequence: Microscopic Features. The Regional Institute Ltd. SuperSoil2004.

http://www.regional.org.au/au/asssi/supersoil2004/S1/poster/1517_pochr.h tm. Diakses pada tanggal 17 Juli 2007.

Pons, L. J, N.V. Breemen, and P. M. Driessen. 1982. Physiography of Coastal Sediment and Development of Potential Soil Acidity. In: SSSA. Acid Sulfate Weathering. Proc. Symp. Publ. 10.

Rowell, D. L. 1994. Soil Science : Methods and Applications. Longman Singapore Publishing. Singapore.

Sabiham, S and B. Sumawinata. 1989. Study on Peat in the Coastal Plains of Sumatra and Borneo. South East Asian Studies, Kyoto University.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. IPB. Bogor

Subiksa, I. G. M, S. Suping, Irawan dan I. P. G. A. Widjaja 1997. Prospek dan Kendala Penerapan Teknologi Pengelolaan Tanah dan Air Petak Tersier pada Lahan Sulfat Masam. Prosiding Kongres Nasional VI HITI, Penatagunaan Tanah sebagai Perangkat Penataan Ruang dalam Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. Buku II, Jakarta 12-15 Desember. 1995. Himpunan Ilmu Tanah Indonesia.

Sudarmo. 2004. Perubahan Sifat-Sifat Bahan Sulfidik Akibat Pengeringan dan Pencucian Serta Pengaruhnya Terhadap Kualitas Air Cucian. Disertasi Program Pascasarjana. IPB, Bogor

Sumawinata, B. 1998. Pedological Studies on The Reclamation of Brackish Sedimen in South Kalimantan, Indonesia. Dissertation Kyoto University. Suwardi, B. Mulyanto, B. Sumawinata. 1999. Hubungan Asosiasi Vegetasi

dengan Sifat-sifat Tanah dalam Sekam Suksesi pada Sistem Pengelolaan Lahan Orang Banjar (SPLOB) di Kalimantan Selatan. Gakuryoku. 4 (2): 24-33.


(51)

29 Suwardi, B. Sumawinata, H. Wijaya, G. Djajakirana and H. Furukawa. 2006. Pilot Project of Rice Culture in Acid Sulfate Soil Collaborated with Provincial Goverment of Jambi Province. Proceeding of International Symposium on Nature and Land Management of Tropical Peat Land in South East Asia. Bogor, 20-21 September 2006.

Tan, K. H. 1991. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Thomas, G. W. 1996. Soil pH and Soil Acidity. In Soil Science Society of America. Methods of Soil Analysis Part 3. Chemical Methods. Number 5. University of Kentucky, Lexington, Kentucky. Inc. American Society of Agronomy, Inc. Madison, Wisconsin. USA.

Wada, H, Seisuwan. 2007. The Process of Pyrite Formation in Mangrove Soils.

http://www2.alterra.wur.nI/Internet/webdocs/ilri-publicaties/publicaties/ Pub44/pub44-h3.pdf. Diakses pada tanggal 17 Juli 2007.

Wijaya, H., B Sumawinata, G Djajakirana, and H. Furukawa. 2006. Agricultural Renovation of Degraded Acid Sulfate Soil Area in Sumatra. The 16th Anual Meeting of The Japan Society of Tropical Ecology. Tokyo. Japan.


(52)

(53)

31

Pemboran 2

(cm) Kedalaman (cm)

Analisis CNS (%) Analisis Kimia Total (%) FeS2

(%)

C N S SiO2 Al2O3 Fe2O3 MnO CuO ZnO CaO MgO K2O

2 - 5 26.68 1.53 0.27 70.82 17.00 1.34 0.03 0.01 0.01 0.09 0.34 1.81 0.51

20 - 23 17.65 0.49 0.56 57.75 23.37 1.43 0.04 0.01 tu 0.03 0.32 2.02 1.05

54 - 57 17.26 0.40 1.67 60.00 22.91 2.17 tu 0.01 0.01 0.07 0.36 2.83 3.13

85 - 88 21.39 0.52 3.36 53.67 20.78 6.07 tu tu 0.08 0.06 0.37 2.35 6.30


(1)

V. KESIMPULAN

1. Permasalahan pada tanah sulfat masam adalah pH sangat rendah berkisar pada pH 3.5 dan nilai ini sangat berfluktuasi tergantung pada musim. Disamping itu, pada awal musim hujan pH sangat rendah dan meningkat sampai akhir musim hujan. Kandungan unsur hara makro dan mikro juga rendah sehingga perlu usaha perbaikan tanah agar lahan sulfat masam dapat digunakan untuk usaha pertanian.

2. Kandungan Fe2O3 pada tanah sulfat masam tergolong rendah sekitar 2% sehingga Fe2O3 bukan sebagai sumber keracunan bagi tanaman. Sementara itu kandungan Al-dd pada pH 4.2 mencapai 30-40 me/100g. Kadar Al-dd yang tinggi ini menjadi permasalahan utama di tanah sulfat masam karena dengan jumlah sebanyak itu Al menjadi racun bagi tanaman.

3. Sumber Al yang tinggi berasal dari hancurnya struktur mineral liat type 2:1 pada saat pH tanah sangat rendah akibat oksidasi pirit yang menghasilkan asam sulfat.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim1. 1991.

Kesuburan Tanah. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Anonim2. 2007.

Pyrites. In: http://tpu.bluemountains.net/keyword.php?w:pyrites

Wikipedia. Diakses pada tanggal 15 Agustus 2007.

Bloomfield, C and J. K. Coulter. 1973. Genesis and Management of Acid Sulfate Soils. Adv. Agronomy. 25: 266-273. Acad. Press. Inc., New York and

London.

Bohn, H. L., B. L. Mc. Neal and G.A.O’Connar. 1979. Soil Chemistry. A

Wiley-Interscience Publication. John Wiley & Sons. New York Chicester Bristane Toronto.

Breemen, N. Van. 1976. Genesis and solution chemistry of acid sulphate soils in Thailand, PUDOC. Wageningen.

Dent, D. 1986. ASS: A Baseline for Research and Development. ILRI Publication.

Wageningen, The Netherlands.

Elviza. 2004. Karakteristik Air Genangan Tanah Sulfat Masam dan Alternatif Teknologi Perbaikannya. Skripsi. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian.

Institut Pertanian Bogor.

Gandini, T. 1998. Perubahan Sifat dan Klasifikasi Tanah Gambut Setelah 23 tahun penggunaan Lahan Untuk Pertanian di Delta Berbak, Jambi. IPB

Bogor.

Govett. 1961. Decomposition by Sodium Hydroxide. In: Soil Science Society of

America, Inc. 1982. Methods of Soil Analysis Part 2 Chemical and Microbiological Properties Second Edition. Publisher Madison,

Wisconsin USA. Number 9in the series Agronomy. 263-271.

Govett. 1961. Yellow Silicomolybdic Acid. In: Soil Science Society of America,

Inc. 1982. Methods of Soil Analysis Part 2 Chemical and Microbiological Properties Second Edition. Publisher Madison, Wisconsin USA. Number

9in the series Agronomy. 263-271.

Huang, P. M dan A. Violante. 1997. Pengaruh Asam Organik terhadap Kristalisasi dan Sifat Permukaan Produk Pengendapan Aluminium.

Dalam: Huang, P. M dan M. Schnitzer. Interaksi Mineral Tanah dengan Organik Alami dan Mikroba. Gadjah Mada University Press.

Juo, A. S. R. 1985. Selected Methods for Soil and Plant Analysis.In: International

Institute of Tropical Agriculture Ibadan, Nigeria. Manual series No. 1.


(3)

28 Kittrick, J. A, D. S. Fanning, and L. R. Hossner. 1982. Acid Sulfate Weathering.

Proceedings of a symposium sponsored by Divisions 9, 2, 5, and S-6 of the Soil Science Society of America in Fort Collins, Colorado, 5-10 Aug. 1979. SSSA Special Publ. 10.

Lindsay, W. L. 1979. Chemical Equilibria in Soils. Colorido State University Fort

Collins. A Wiley-Interscience Publication. John Wiley&Sons, New York. Chicestes. Bristane. Toronto.

Mediari, B. A. 2006. Pergerakan Vertikal Unsur-Unsur dalam Tanah yang Berkembang dari Sedimen Berpirit di Delta berbak, Jambi. Skripsi

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. IPB. Bogor.

Poch, R. M, R. W. Fitzpatrick, B. P. Thomas, R. H. Merry, P. G. Self and M. D. Raven. 2004. Contemporary and Relict Process in a Coastal Acid Sulfate Soil Sequence: Microscopic Features. The Regional Institute Ltd.

SuperSoil2004.

http://www.regional.org.au/au/asssi/supersoil2004/S1/poster/1517_pochr.h tm. Diakses pada tanggal 17 Juli 2007.

Pons, L. J, N.V. Breemen, and P. M. Driessen. 1982. Physiography of Coastal Sediment and Development of Potential Soil Acidity. In: SSSA. Acid

Sulfate Weathering. Proc. Symp. Publ. 10.

Rowell, D. L. 1994. Soil Science : Methods and Applications. Longman Singapore

Publishing. Singapore.

Sabiham, S and B. Sumawinata. 1989. Study on Peat in the Coastal Plains of Sumatra and Borneo. South East Asian Studies, Kyoto University.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. IPB. Bogor

Subiksa, I. G. M, S. Suping, Irawan dan I. P. G. A. Widjaja 1997. Prospek dan Kendala Penerapan Teknologi Pengelolaan Tanah dan Air Petak Tersier pada Lahan Sulfat Masam. Prosiding Kongres Nasional VI HITI, Penatagunaan Tanah sebagai Perangkat Penataan Ruang dalam Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. Buku II, Jakarta 12-15 Desember.

1995. Himpunan Ilmu Tanah Indonesia.

Sudarmo. 2004. Perubahan Sifat-Sifat Bahan Sulfidik Akibat Pengeringan dan Pencucian Serta Pengaruhnya Terhadap Kualitas Air Cucian. Disertasi

Program Pascasarjana. IPB, Bogor

Sumawinata, B. 1998. Pedological Studies on The Reclamation of Brackish Sedimen in South Kalimantan, Indonesia. Dissertation Kyoto University.

Suwardi, B. Mulyanto, B. Sumawinata. 1999. Hubungan Asosiasi Vegetasi dengan Sifat-sifat Tanah dalam Sekam Suksesi pada Sistem Pengelolaan Lahan Orang Banjar (SPLOB) di Kalimantan Selatan. Gakuryoku. 4 (2):


(4)

29 Suwardi, B. Sumawinata, H. Wijaya, G. Djajakirana and H. Furukawa. 2006. Pilot Project of Rice Culture in Acid Sulfate Soil Collaborated with Provincial Goverment of Jambi Province. Proceeding of International Symposium on

Nature and Land Management of Tropical Peat Land in South East Asia. Bogor, 20-21 September 2006.

Tan, K. H. 1991. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.

Thomas, G. W. 1996. Soil pH and Soil Acidity. In Soil Science Society of

America. Methods of Soil Analysis Part 3. Chemical Methods. Number 5. University of Kentucky, Lexington, Kentucky. Inc. American Society of Agronomy, Inc. Madison, Wisconsin. USA.

Wada, H, Seisuwan. 2007. The Process of Pyrite Formation in Mangrove Soils.

http://www2.alterra.wur.nI/Internet/webdocs/ilri-publicaties/publicaties/ Pub44/pub44-h3.pdf. Diakses pada tanggal 17 Juli 2007.

Wijaya, H., B Sumawinata, G Djajakirana, and H. Furukawa. 2006. Agricultural Renovation of Degraded Acid Sulfate Soil Area in Sumatra. The 16th


(5)

(6)

31 Pemboran 2

(cm) Kedalaman (cm)

Analisis CNS (%) Analisis Kimia Total (%) FeS2

(%)

C N S SiO2 Al2O3 Fe2O3 MnO CuO ZnO CaO MgO K2O

2 - 5 26.68 1.53 0.27 70.82 17.00 1.34 0.03 0.01 0.01 0.09 0.34 1.81 0.51

20 - 23 17.65 0.49 0.56 57.75 23.37 1.43 0.04 0.01 tu 0.03 0.32 2.02 1.05

54 - 57 17.26 0.40 1.67 60.00 22.91 2.17 tu 0.01 0.01 0.07 0.36 2.83 3.13

85 - 88 21.39 0.52 3.36 53.67 20.78 6.07 tu tu 0.08 0.06 0.37 2.35 6.30