Konversi Lahan Sawah Dan Arahan Pengendaliannya Di Kota Solok

KONVERSI LAHAN SAWAH DAN ARAHAN
PENGENDALIANNYA DI KOTA SOLOK

SISKA NOFITA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Konversi Lahan Sawah dan
Arahan Pengendaliannya di Kota Solok adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016

Siska Nofita
NRP A156140134

RINGKASAN
SISKA NOFITA. Konversi Lahan Sawah dan Arahan Pengendaliannya di Kota
Solok. Dibimbing oleh SANTUN R.P. SITORUS dan ATANG SUTANDI
Kota Solok merupakan salah satu kota kecil di Sumatera Barat yang dikenal
sebagai kota beras dengan luas areal 57,64 Km2 atau 22,25 mil2 (0,14 % dari luas
provinsi Sumatera Barat). Jenis penggunaan lahan yang mendominasi Kota Solok
adalah penggunaan lahan hutan seluas 2.463,28 ha (42,73%), ruang terbuka hijau
seluas 1 492,33 ha (25,89%), sawah seluas 976,91 Ha (16,95%), pemukiman 366,99
ha (6,37%), serta tegalan 213,24 ha (3,70%). Peraturan Daerah Kota Solok No 13
Tahun 2012 tentang RTRW Kota Solok tahun 2012-2031 mengalokasikan kawasan
budidaya tanaman pangan dengan luas 490,06 ha. Apabila dibandingkan luas lahan
sawah Kota Solok pada tahun 2014 yaitu 976,91 ha dengan RTRW tersebut maka
terdapat ancaman konversi lahan sawah di Kota Solok. Peningkatan jumlah
penduduk Kota Solok juga mengakibatkan meningkatnya kebutuhan lahan untuk
nonpertanian, sehingga konsekuensinya terjadi konversi lahan sawah untuk
kebutuhan tersebut. Berkurangnya luas lahan sawah di Kota Solok juga berdampak
terhadap turunnya produksi beras di kota ini. Pada tahun 2012 telah terjadi

penurunan produksi beras sebesar 8,3% dibandingkan dengan tahun 2011.
Penurunan produksi padi di Kota Solok dikhawatirkan nantinya akan
mempengaruhi keberadaan Kota Solok sebagai Kota beras. Pada satu tahun
terakhir, konversi lahan sawah di Kota Solok meningkat lebih tinggi dari tahuntahun sebelumnya. Hal ini terlihat dengan semakin banyaknya pemukiman dan
pertokoan yang tersebar di daerah ini. Konversi lahan sawah ini tidak terkendali
karena belum adanya peraturan daerah mengenai alih fungsi lahan sawah di Kota
Solok.
Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi perubahan penggunaan
lahan sawah di Kota Solok, (2) mengetahui faktor penyebab alih fungsi lahan sawah
di Kota Solok dan, (3) merumuskan arahan pengendalian alih fungsi lahan sawah
menjadi nonpertanian di Kota Solok
Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh melalui
wawancara/diskusi di lapangan dengan para pakar dan stakeholders yang
ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Data sekunder
diperoleh dari instansi terkait dengan penelitian. Metode analisis yang digunakan
adalah analisis perubahan penggunaan lahan sawah dengan overlay peta
penggunaan lahan Kota Solok tahun 2004 dan 2014 dari Bappeda Kota Solok dan
DKTR Kota Solok, Analisis Skalogram, Analisis Regresi Bertatar (Stepwise
regression analysis) dengan menggunakan software Minitab 16, dan analisis
deskriptif kualitatif untuk merumuskan arahan pengendalian konversi lahan sawah

di Kota Solok.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konversi lahan sawah tahun 2004-2014
yang telah terjadi di Kota Solok seluas 32,28 ha. Konversi lahan sawah terluas
dijumpai di Kecamatan Lubuk Sikarah dengan luas 27,01 ha atau 83,67% dari
konversi sawah keseluruhan. Konversi lahan sawah hampir terjadi di semua
kelurahan di Kota Solok kecuali Sinapa Piliang dan Koto Panjang. Kelurahan
Tanah Garam mengalami konversi lahan sawah yang paling besar dibandingkan
dengan kelurahan lain di Kota Solok. Pengalokasian lahan sawah pada Pola Ruang

Kota Solok seluas 567,69 ha, merupakan ancaman terhadap terjadinya konversi
lahan sawah sebesar 403,60 ha atau 41,55% dari luas sawah yang ada. Ancaman
konversi lahan terbesar terjadi di Kelurahan Nan Balimo, dimana seluruh sawah di
kelurahan ini terancam dikonversi yaitu seluas 65,15 ha (100%). Ancaman konversi
lahan juga terjadi di kelurahan lainnya yaitu Simpang Rumbio 116,12 ha (86,47%),
Kampung Jawa 13,34 ha (76,62%), Tanjung Paku 60,73 ha (74,66%), Kampai Tabu
Karambia 32,28 ha (51,96%), Pasar Pandan Air Mati 10,80 ha (44,55%), Laing
12,83 ha (28,31%), Aro IV Korong 17,98 ha (26,27%), VI Suku 17,88 ha (22,81%),
Tanah Garam 50,39 ha (18,03%), dan IX Korong 6,10 ha (7,98%). Ancaman
konversi lahan tidak terdapat di Kelurahan Sinapa Piliang, lahan sawah di kelurahan
ini tetap dipertahankan seluas 38,60 ha.

Hasil analisis skalogram di Kota Solok menunjukkan bahwa sebagian besar
kelurahan di kota ini tergolong hirarki I kecuali Kelurahan IX Korong dengan
hirarki II dan Kelurahan Laing dengan hirarki III. Apabila dibandingkan Perubahan
Penggunaan Lahan Sawah Kota Solok 2004-2014 dengan hirarki Wilayah Kota
Solok dapat dilihat bahwa konversi lahan sawah terbesar dijumpai di hirarki I,
sedangkan konversi lahan sawah di wilayah Hirarki II yaitu Kelurahan IX Korong
hanya 0,43 ha atau 1,33% dari luas lahan sawah yang dikonversi. Luas konversi
lahan sawah di wilayah berhirarki III (Kelurahan Laing) sebesar 0,66 ha atau hanya
2,04% dari luas lahan sawah yang telah dikonversi.
Hasil analisis regresi bertatar menunjukkan bahwa ada lima faktor yang
sangat nyata terhadap terjadinya konversi lahan sawah di Kota Solok, yaitu alokasi
lahan untuk pemukiman kepadatan rendah pada Pola Ruang, alokasi lahan untuk
pemukiman kepadatan sedang pada Pola Ruang, alokasi lahan untuk pemukiman
kepadatan tinggi pada Pola Ruang, alokasi lahan untuk peribadatan pada Pola
Ruang, dan alokasi sawah pada Pola Ruang. Penyusunan arahan pengendalian
konversi lahan sawah di Kota Solok didasarkan pada faktor-faktor yang
mempengaruhi konversi lahan sawah tersebut dengan mempertimbangkan kondisi
dan karakteristik dari Kota Solok.
Arahan pengendalian konversi lahan sawah di Kota Solok disusun dengan
menggunakan tiga skenario yaitu pesimis, moderat dan optimis. Arahan

pengendalian konversi lahan sawah di Kota Solok disusun dengan menerapkan
skenario moderat dan berdasarkan pada empat elemen pengendalian rencana tata
ruang yaitu perizinan, insentif dan disinsentif, regulasi dan sanksi. Arahan
Pengendalian konversi lahan sawah di Kota Solok antara lain dengan mempercepat
penyusunan dan penetapan RDTR dan peraturan zonasi Kota Solok, melaksanakan
Undang-Undang nomor 41 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B),
pembatasan pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan tidak mengeluarkan
IMB pada lahan sawah produktif, melibatkan tokoh masyarakat dalam menentukan
pemberian IMB, penggunaan lahan untuk nonpertanian diarahkan pada lahan
kering, memberikan insentif kepada masyarakat yang tidak mengkonversi dan
disinsentif kepada yang mengkonversi lahan sawah, serta pemberian sanksi bagi
masyarakat yang mengkonversi lahan sawah produktif ke penggunaan nonpertanian.
Kata kunci: arahan pengendalian, konversi, lahan sawah, pola ruang

SUMMARY
SISKA NOFITA. Paddy Field Conversion and Control Directives in Solok City.
Supervised by SANTUN R.P. SITORUS and ATANG SUTANDI.
Solok is a small city in West Sumatra, as known as the rice city with a total
area 57,64 km2 or 22,25 mil2 (0,14 % of the area of West Sumatra province). Land
use type of Solok city most dominating is forest land 2 463,28 ha (42,73%), green

open space 1 492,33 ha (25,89%), paddy field 976,91 ha (16,95%), settlement
366,99 ha (6,37%), and dry land agriculture 213,24 ha (3,70%). Solok city
regulaton no. 13/2012 on spatial plan (RTRW) 2012-2031 allocates food crop
cultivation area with an area of 490,06 ha. When paddy field area of Solok city in
2014 (976,91 ha) compared with the RTRW, there is the threat of paddy field
conversion in Solok city. Solok population increase also resulted in an increased
need for non-agricultural land, so that the consequences occur paddy fields
conversion for those land needed. Decreased paddy field area in the Solok city have
also an impact on the decline in rice production in this city. In 2012 there has been
a decline in rice production by 8,3% compared to the year 2011. Declining in rice
production in Solok city would affect to the existence of Solok as Rice City. In the
past year, the conversion of paddy fields in Solok city increases higher than in
previous years. This was shown by the increasing number of settlements and shops
scattered in this area. Paddy fields conversion can not be controlled because of the
absence of local regulations regarding the conversion of paddy fields in Solok city.
The objectives of this research are: (1) to identify the changes in land use of
paddy fields in Solok city; (2) to find out the causes of paddy fields conversion in
Solok city; (3) to formulate the direction of the control over paddy fields function
in Solok city.
This study used primary data were obtained through direct observation by

interviews/discussions in the field with experts and stakeholders determined using
purposive sampling method. Secondary data were obtained from the relevant
agencies with the research. The analytical method used in this study were the
analysis of land use change of paddy fields by overlaying maps of land use Solok
city years of 2004 and 2014 from the Bappeda and DKTR of Solok city,
schallogram analysis, stepwise regression analysis using Minitab 16, and a
descriptive qualitative analysis to formulate control directives of paddy field
conversion in Solok city.
The result showed that conversion of paddy fields in period of 2004-2014 in
the amount of 32,28 ha. The largest conversion of paddy fields was occured in the
Lubuk Sikarah district about 27,01 ha or 83,67% of the overall conversion of paddy
fields. Paddy fields conversion occured in almost all villages in Solok city except
Sinapa Piliang and Koto Panjang villages. Paddy fields conversion in Tanah Garam
village was the greatest compared to other villages in Solok city. Allocation of
paddy fields on spatial pattern about 567,69 ha. There is a threat of paddy fields
conversion about 403,60 ha or 41,55% of the paddy fields existing. The largest of
paddy fields conversion threats occurred in the village of Nan Balimo, where the
whole paddy fields in this villages is threatened converted covering 65,15 ha
(100%). The threat of paddy fields conversion also occurs in other villages,


Simpang Rumbio 116,12 ha (86,47%), Kamung Jawa 13,34 ha (76,62%), Tanjung
Paku 60,73 ha (74,66%), Kampai Tabu Karambia 32,28 (51,96%), Pasar Pandan
Aie Mati 10,80 ha (44,55%), Laing 12,83 ha(28,31%), Aro IV Korong 17,98 ha
(26,27%), VI Suku 17,88 ha (22,81%), Tanah Garam 50,39 ha (18,03%), and IX
Korong 6,10 ha (7,98%). There is no threat of paddy fields conversion in the Sinapa
Piliang village, paddy fields in the village is maintained about 38,61 ha.
Schallogram analysis results in Solok city showed that most of the villages in
the ciy is belong to hierarchy I except IX korong belong to hierarchy II and Laing
belong to hierarchy III. Paddy fields conversions dominated by hierarchical I, while
the conversion of paddy fields in the region of the village IX Korong (hierarchical
II) only 0,43 ha or 1,33% of the land area converted. Extensive paddy fields
conversion in the hierarchical III, Laing village in the amount of 0,66 ha or 2,04%of
the area of paddy fields that has been converted.
Results of stepwise regression analysis showed that there are five factors that
influence the occurrence of paddy fields conversion in Solok city. Factors which
very significant affect on paddy fields conversion in Solok are the allocation of low
density residential in the spatial pattern, the allocation of medium density
residential in the spatial pattern, allocation of high density residential in the spatial
pattern, allocation of worship in the spatial pattern, and the allocation of paddy
fields in the spatial pattern. Preparation of paddy field conversion control directives

in Solok city based on factors affecting the paddy fields conversion by considering
the conditions and characteristics of Solok city.
Control directives of paddy fields conversion in Solok city prepared using
three scenarios; pessimistic, moderate and optimistic. Paddy field conversion
control directives in Solok city using an moderate scenario and is based on four
elements of spatial planning control. Those are regulation, licensing, incentive and
disincentive and sanctions. Paddy fields conversion can be controlled in Solok city
by accelerating the preparation and adoption of RDTR and zoning regulations in
Solok city, implementing the law number 41/2009 on LP2B, the restrictions on the
provision of building permit (IMB) and will not issue an IMB permit in productive
paddy field, involving community leaders in determining the provision of IMB,
land for nonagricultural use directed at the dry land, providing incentives to people
who do not convert productive paddy field and disincentives to people that convert
productive paddy field to nonagricultural land.
Key words : control directives, conversion, paddy fields, spatial patterns

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KONVERSI LAHAN SAWAH DAN ARAHAN
PENGENDALIANNYA DI KOTA SOLOK

SISKA NOFITA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Widiatmaka, DEA

Judul Tesis : Konversi Lahan Sawah dan Arahan Pengendaliannya di Kota Solok
Nama
: Siska Nofita
NRP
: A156140134

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus
Ketua

Ir Atang Sutandi, M.Si, Ph D
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus

Dr Ir Dahrul Syah, M.ScAgr

Tanggal Ujian : 22 Januari 2016
27 Oktober 201

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulillah, Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena
atas rahmat dan karunia-Nya jualah sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2015 ini
ialah Konversi Lahan Sawah dengan judul Konversi Lahan Sawah dan Arahan
Pengendaliannya di Kota Solok.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus sebagai ketua komisi pembimbing
sekaligus Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah dengan kesabaran
dan keikhlasannya telah meluangkan waktu untuk mengarahkan dan membuka
wawasan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
2. Bapak Dr Ir Atang Sutandi, M.Si sebagai anggota komisi pembimbing yang
juga dengan kesabaran dan keikhlasannya telah meluangkan waktu untuk
mengarahkan dan membuka wawasan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
3. Bapak Dr Ir Widiatmaka, DEA selaku dosen penguji luar komisi atas masukan
dan sarannya.
4. Segenap dosen dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
IPB yang telah mengajar dan membantu penulis selama mengikuti studi.
5. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang
diberikan kepada penulis.
6. Bapak Walikota, Sekretaris Daerah, Kepala Badan Kepegawaian Daerah, serta
Kepala Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kota Solok yang telah
memberikan izin serta dukungan baik moril maupun materil untuk mengikuti
tugas belajar pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB.
7. Ibunda terkasih, Suami dan Anak tercinta serta adik-adik tersayang yang telah
memberikan ridho, izin serta dorongan semangat sehingga memberikan
kekuatan yang besar kepada penulis.
8. Rekan-rekan PWL IPB baik kelas khusus Bappenas maupun reguler yang juga
memberikan dorongan moral untuk kesuksesan penulis.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan baik
moril maupun materil selama studi dan penulisan tesis ini
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan
ketidaksempurnaan. Kritik dan saran yang bermanfaat sangat diharapkan penulis
untuk lebih menyempurnakan karya tulis ini. Semoga memberikan manfaat.

Bogor, Januari 2016
Siska Nofita
NRP A156140134

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
4
5
5
6
7

2 TINJAUAN PUSTAKA
Konversi Lahan Sawah
Konversi Lahan Sawah dan Perkembangan Wilayah
Konversi dan Multifungsi Lahan Sawah
Konversi Lahan Sawah dan Ketahanan Pangan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah
Pengendalian Konversi Lahan Sawah
Hasil Penelitian Terdahulu Terkait Topik Penelitian

7
7
9
10
14
16
17
18

3 BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Bahan dan Alat
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
Analisis Data

21
21
21
22
23
23
24

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Kondisi Fisik Wilayah
Geografi dan Administrasi
Kondisi Iklim
Jenis Tanah
Hidrologi
Geologi
Kawasan Rawan Bencana
Penggunaan Lahan
Kondisi Sosial Wilayah
Demografi
Tingkat Pendidikan dan Ketenagakerjaan
Perekonomian Wilayah
Kontribusi Sektoral dan Pertumbuhan PDRB

33
34
34
37
38
38
38
39
40
42
42
45
46
46

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Perubahan Penggunaan Lahan Sawah
Tingkat Perkembangan Wilayah di Kota Solok
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan sawah
Analisis Korelasi
Analisis Reregresi Bertatar (Stepwise Regression Analysis)
Arahan Pengendalian Konversi Lahan Sawah
Skenario Pesimis
Skenario Moderat
Skenario Optimis
Arahan Kebijakan Pengendalian Konversi Lahan Sawah

48
48
56
58
58
59
63
66
67
67
70

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

73
73
73

DAFTAR PUSTAKA

74

LAMPIRAN

79

RIWAYAT HIDUP

102

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Produksi dan Konsumsi Beras Tahun 2007 – 2013 di Kota Solok
Matrik Hubungan antara Tujuan, Data, Metode dan Hasil Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Variabel yang Digunakan pada Analisis Skalogram
Variabel-Variabel dalam Analisis Regresi
Selisih Kepadatan Penduduk Kota Solok 2004-2014
Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Kota Solok 2004-2014
Luas Daerah Kabupaten / Kota di Provinsi Sumatera Barat
Letak dan Luas Kelurahan di Kota Solok
Klasifikasi Lereng di Kota Solok
Ketinggian Tempat Kota Solok
Curah Hujan dan Hari Hujan di Kota Solok
Jenis Tanah Kota Solok
Nama dan Panjang Sungai Kota Solok
Penggunaan Lahan di Kota Solok Tahun 2011
Rencana Pola Ruang Wilayah Kota Solok
Perkembangan Penduduk Kota Solok Berdasarkan Jenis Kelamin
Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kota Solok Tahun 2013
Ketersediaan Sarana dan Prasarana Pendidikan di Kota Solok
Rincian Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Rincian Jumlah Penduduk Berdasarkan Lapangan Kerja
Distribusi Produk Domistik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar
Harga Berlaku (ADHB) 2014
Perkembangan PDRB (Produk Domistik Regional Bruto) Kota Solok
2009 – 2013
Pertumbuhan Sektoral dan Ekonomi Kota Solok
Penggunaan Lahan Kota Solok 2004-2014
Perubahan Lahan Sawah Kota Solok 2004-2014
Lahan Sawah dan Alokasi Lahan Sawah pada Pola Ruang Kota Solok
Hirarki Wilayah Kota Solok
Hasil Analisis Regresi Bertatar (Stepwise Regression Analysis)
Skenario Intervensi Terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Konversi Lahan Sawah di Kota Solok
Alokasi Lahan Sawah dengan Skenario Pesimis, Moderat dan Optimis
Prediksi Kebutuhan Lahan Sawah di Kota Solok untuk Swasembada
Beras di Kota Solok 2014-2031
Arahan Pengendalian Konversi Lahan Sawah di Kota Solok

3
21
23
26
27
28
28
35
35
36
37
37
38
38
41
42
43
44
45
45
46
47
48
48
49
50
54
57
60
65
66
68
69

DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka Pemikiran Penelitian

2.
3.
4.
5.
6.
7.

Diagram Alir Tahapan Penelitian
Batas Administrasi Kota Solok
Wilayah Administrasi Kota Solok
Perkembangan Penduduk Kota Solok
Piramida Penduduk Kota Solok Menurut Jenis Kelamin
Peta Sebaran Lahan Sawah 2014 dan Konversi Lahan Sawah 2004-2014
di Kecamatan Lubuk Sikarah
8. Peta Sebaran Lahan Sawah 2014 dan Konversi Lahan Sawah 2004-2014
di Kecamatan Tanjung Harapan
9. Peta Sebaran Lahan Sawah Tahun 2004 dan 2014
10. Alokasi Lahan Sawah pada Pola Ruang
11. Ancaman Konversi Lahan Sawah di Kota Solok
12. Hirarki Wilayah Setiap Kelurahan di Kota Solok

6
24
34
36
43
44
51
52
53
54
55
57

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil Analisis Korelasi Variabel Bebas (X) dengan Variabel Terikat
(Y) dengan Minitab 16
2 Hasil Analisis Regresi Bertatar (Stepwise Regression Analysis)
3 Hasil Analisis Regresi Variabel Bebas X2, X5, X6, X7, X9, X10 dan
X15 dengan Variabel Terikat Y yang Distandardisasi
4 Transformasi Balik dari Model yang Distandardisasi
5 Data Variabel Bebas (X) dan Variabel Terikat (Y) pada Analisis
Regresi Bertatar (Stepwise Regression Analysis)
6 Jumlah Fasilitas Kesehatan 2014
7 Selisih Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Solok Tahun 2004 -2014
8 Banyaknya Pengurusan Hak Atas Tanah tahun 2004 dan 2014
9 Banyaknya Desa yang tidak Memiliki Pasar Permanen/Semipermanen
Menurut Jarak ke Pasar Terdekat
10 Jarak Ibukota Kelurahan ke Fasilitas Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi
dan Pusat Pemerintahan
11 Jumlah Fasilitas Sosial (Tempat Peribadatan) tahun 2014 di Kota Solok
12 Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Rata-Rata Kota Solok 2014
13 Data Potensi Desa untuk Analisis Skalogram
14 Peta Pola Ruang pada Rencana Tata Ruang Wilaya Kota Solok
2012-2031
15 Alokasi Pemukiman pada Pola Ruang Kota Solok
16 Alokasi Pemukiman dan Sawah pada Pola Ruang Kota Solok 2012-2031
17 Sebaran Pemukiman di Kota Solok 2014
18 Peta Alokasi Sawah pada Pola Ruang Kota Solok 2012-2031
19 Luas Tanam, Indeks Pertanaman, Produksi dan Produktivitas Padi Kota
Solok

79
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
96
97
98
99
100
101

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masyarakat Indonesia sebagian besar mengkonsumsi beras sebagai makanan
pokoknya, terutama di wilayah barat Indonesia tak terkecuali masyarakat Sumatera
Barat. Keberadaan lahan sawah sebagai penghasil beras ini sangat penting dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut terhadap pangan terutama beras. Namun
untuk memenuhi hal ini cukup sulit, karena kebutuhan beras masyarakat meningkat
sejalan dengan peningkatan pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk yang
meningkat diikuti oleh peningkatan kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian
seperti pemukiman, pendidikan, kesehatan, industri, dan sebagainya. Disisi lain,
luas lahan yang tersedia tetap untuk kegiatan nonpertanian sehingga mengakibatkan
lahan pertanian yang ada dikonversi untuk keperluan-keperluan nonpertanian
tersebut. Irawan dan Friyatno (2002) memaparkan bahwa konsekuensi logis dari
pertambahan penduduk dan pembangunan ekonomi, maka terjadi perubahan
alokasi sumberdaya, khususnya sumberdaya lahan sulit dihindari. Akibat tidak
diperhatikannya skala prioritas alokasi penggunaan sumberdaya lahan untuk
penyediaan sumber pangan dan pembangunan sarana dan prasarana pemukiman.
Iqbal (2007) menjelaskan bahwa salah satu fenomena yang cukup marak terjadi
dalam pemanfaatan lahan adalah konversi lahan. Fenomena ini muncul seiring
makin tinggi dan bertambahnya tekanan kebutuhan dan permintaan terhadap lahan,
baik dari sektor pertanian maupun dari sektor nonpertanian akibat pertambahan
penduduk dan kegiatan pembangunan. Menurut Apriantono (2008), luas lahan
sawah sekitar 7,9 juta hektar cenderung berkurang akibat konversi, bahkan sekitar
3,1 juta hektar atau 42% diantaranya terancam akan dialihfungsikan, sebagaimana
tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota seluruh
Indonesia.
Kota Solok merupakan kota yang dikenal sebagai Kota Beras dengan luas
lahan sawahnya adalah 21,41% dari luas lahan Kota Solok, sisanya 79,59 %
dipergunakan untuk selain sawah yaitu hutan 23,57% , perumahan 14,28 % dan
lainnya 28,54% (BPS Kota Solok, 2013). Salah satu ciri dari Kota Solok adalah
kota yang memproduksi beras dengan cita rasa yang khas dan berbeda dengan
daerah lain. Beras yang dihasilkan Kota Solok memiliki harga jual yang cukup
tinggi dibanding dengan harga jual beras dari daerah lain dan diminati oleh
masyarakat terutama masyarakat yang menyukai beras pera. Permintaan beras
Solok tidak hanya berasal dari Kota/Kabupaten di provinsi Sumatera Barat tetapi
juga telah sampai ke provinsi lain bahkan sudah ada permintaan dari negara
tetangga Malaysia dan Singapura. Salah satu varietas terkenal yaitu varietas anak
daro berasal dari Kota Solok.
Sebagai sebuah kota yang sedang tumbuh, maka kebutuhan akan lahan untuk
pemukiman dan perumahan serta sarana dan prasarana pendukung kegiatan
ekonomi di Kota Solok juga mengalami pertumbuhan. Lahan yang mudah
terjangkau dan dekat dengan berbagai fasilitas umum di daerah ini sebagian besar
adalah lahan sawah. Hal ini menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah untuk
pembangunan fasilitas dan sarana fisik ini sehingga luas lahan sawah akan
mengalami penyempitan. Apabila dibandingkan data BPS Kota Solok (2010) dan

2
BPS (2013), luas lahan sawah di Kota Solok 1 254 ha pada tahun 2010 dan pada
tahun 2012 menjadi 876 ha, dimana terjadi penyusutan 378 ha.
Penyusutan lahan sawah di Kota Solok didominasi oleh pembangunan
perumahan, fasilitas umum dan bangunan lainnya, penyusutan lahan sawah tersebut
terluas terjadi di kecamatan Lubuk Sikarah Kota Solok, karena Kecamatan Lubuk
Sikarah memiliki luas lahan lebih besar dari kecamatan Tanjung Harapan. Pada
tahun 2009 luas lahan sawah di kecamatan Lubuk Sikarah 947 ha sedangkan
kecamatan Tanjung Harapan 307 ha, pada tahun 2014 luas lahan sawah di
kecamatan Lubuk Sikarah menjadi 686 ha dan kecamatan Tanjung Harapan
menjadi 190 ha (BPS Kota Solok, 2010 dan 2015). Berdasarkan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kota Solok, pada pasal 41 bahwa kawasan budidaya
tanaman pangan lokasinya tersebar di Kelurahan VI Suku, Kampai Tabu Karambie,
IX Korong, Sinapa Piliang, Aro IV Korong, Tanah Garam yang terletak di
Kecamatan Lubuk Sikarah dan Tanjung Paku yang terletak di Kecamatan Tanjung
Harapan. Tujuan Penataan Ruang Kota Solok berdasarkan RTRW Kota Solok tahun
2012 – 2031 yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Solok No
13 Tahun 2012 untuk mewujudkan Kota Solok sebagai Kota Perdagangan, Jasa dan
Pendidikan berbasis agribisnis melalui optimasi penyediaan prasarana dan Sarana
Perkotaan dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan. Demi menunjang
tujuan tersebut maka Kota Solok telah menetapkan luas kawasan budidaya tanaman
pangan dalam RTRW tersebut adalah 490,06 ha. Apabila dibandingkan dengan
luas lahan sawah Kota Solok pada tahun 2014 dari data BPS yaitu 876 ha, dengan
RTRW tersebut maka terdapat peluang untuk konversi lahan sawah di Kota Solok.
Kota Solok merupakan daerah perlintasan di provinsi Sumatera Barat, yaitu
daerah yang dilalui jalan lintas Sumatera sehingga dilewati oleh kendaraan antar
provinsi maupun kendaraan dalam provinsi dari berbagai daerah baik dalam
provinsi maupun luar provinsi Sumatera Barat. Pada umumnya lahan-lahan sawah
dengan produktivitas tinggi terletak pada daerah perlintasan tersebut. Hal ini
mendatangkan ketertarikan masyarakat untuk membangun pemukiman di daerahdaerah ini. Alih fungsi lahan sawah ini semakin meningkat setelah dibangunnya
pusat pemerintahan Kota Solok di kelurahan IX Korong dengan mengkonversi
lahan sawah menjadi perkantoran walikota Solok. Melihat banyaknya kepentingankepentingan tersebut maka tidak bisa dipungkiri bahwa apabila pembangunan
infrastruktur tersebut terus dilaksanakan akan menyebabkan kecenderungan alih
fungsi lahan sawah menjadi nonpertanian juga akan semakin meningkat. Karena
hal tersebut tidak dapat dihindari maka lebih penting dilakukan mengendalikan alih
fungsi lahan sawah ke nonpertanian.
Faktor lain yang juga mengiringi laju alih fungsi lahan sawah ini adalah laju
pertumbuhan penduduk. Data BPS Kota Solok (2015) menunjukkan jumlah
penduduk Kota Solok pada tahun 2009 adalah 60 530 jiwa dan pada tahun 2014
menjadi 64 819 jiwa. Pergeseran mata pencaharian penduduk dari pertanian ke
nonpertanian juga terjadi dimana di Kota Solok pada tahun 2009 persentase
penduduk yang bermata pencarian pertanian 12,35% turun menjadi 11,70% pada
tahun 2014. Pergeseran di sektor lain pun terjadi yaitu di sektor pertambangan dari
0,45% naik menjadi 0,73%, sektor industri 4,85% turun menjadi 3,80%, listrik, gas
dan air minum 1,20% turun menjadi 0,44 %, konstruksi 4,95% naik menjadi 74,5%,
transportasi/komunikasi 10,65% turun menjadi 8,19%, perdagangan 34,95% turun

3
menjadi 33,33%, Bank/Lembaga Keuangan 2,35% turun menjadi 0,88%, jasa- jasa
28,25% naik menjadi 31,21%.
Dengan melihat kondisi diatas, maka dengan adanya alih fungsi lahan sawah
ke nonpertanian tersebut maka terjadi penurunan produksi padi yang nantinya juga
akan berpengaruh terhadap produksi beras dan pemenuhan kebutuhan pangan
(beras) oleh penduduk. Disamping itu pembangunan sarana prasarana pertanian
seperti irigasi yang telah menggunakan investasi yang cukup besar menjadi
percuma jika alih fungsi lahan sawah tersebut tetap berlanjut dan tidak dikendalikan.
Dengan tidak terkendalinya alih fungsi lahan sawah dapat menyebabkan
pembangunan tidak merata, serta adanya ancaman limbah yang dihasilkan dari
kegiatan nonpertanian yang nantinya juga akan mempengaruhi produktivitas lahan
sawah. Produksi padi di Kota Solok dari tahun 2007–2013 terus mengalami
penurunan, kecuali pada tahun 2009 (Tabel 1). Penurunan ini akan mempengaruhi
ketersediaan pangan bagi masyarakat khususnya masyarakat Kota Solok sendiri.
Produksi padi di Kota Solok cenderung mengalami penurunan dari tahun ketahun
namun konsumsi beras masyarakat mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Apabila konversi lahan tidak dikendalikan di Kota Solok maka beberapa tahun
kedepan Solok akan mengalami defisit beras dan tidak lagi bisa memenuhi
permintaan beras dari luar Kota Solok.
Tabel 1 Produksi dan Konsumsi Beras di Kota Solok tahun 2004 - 2013
Tahun
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Rata-Rata

Luas
Tanam
(ha)

Luas
Lahan
(ha)

2 968
1 254
2 992
1 254
3 428
1 254
3 493
1 254
3 145
1 254
2 951
1 254
2 743
876
2 092
876
2 366
876
2 048
876
2 305
876
2 775.55 1 082.18

Produksi Padi
(Ton/Tahun)

Produksi
Beras
(Ton/Tahun)

Konsumsi
Beras
(Ton/Tahun)

18 486,00
18 547,00
19 645,00
19 889,00
18 654,30
22 541,00
19 676,30
17 236,80
15 807,00
15 255,00
15 656,76
18 308,56

11 590,72
11 628,97
12 317,42
12 470.40
11 696,25
14 133,21
12 337,04
10 807,47
9 910,99
9 564,89
9 816,79
11 479,47

6 144,71
6 161,55
6 177,03
6 454,56
6 685,31
6 839,89
6 737,40
6 885,09
7 032,33
7 180,13
7 324,55
6 692,96

Sumber: BPS Kota Solok ( 2005-2014)

Implikasi negatif dari konversi lahan yang terjadi di Kota Solok salah satunya
adalah terjadinya penurunan produksi padi dengan rata-rata sebesar 0,75% pertahun,
bila konversi lahan sawah tidak dicegah maka dengan pertumbuhan penduduk
sebesar 1,24% pertahun maka beberapa tahun kedepan di Kota Solok akan terjadi
kekurangan beras sebagai pangan utama masyarakat Kota Solok, walaupun saat ini
ketersediaan beras sebesar 1 451,14 kkal/hari atau 8 826 ton/tahun. Konversi lahan
sawah di Kota Solok telah terjadi sebelum tahun tahun 2003, namun masih
diimbangi dengan penggunaan teknologi sehingga tahun 2004 terjadi peningkatan
produksi (Mardianto, 2014). Konversi sawah di Kota Solok satu tahun terakhir

4
yaitu dari tahun 2014 sampai tahun 2015 meningkat secara drastis namun upaya
pencetakan lahan sawah baru tidak bisa lagi dilaksanakan, sehingga luas lahan
sawah semakin berkurang dan akhirnya produksi padi terus mengalami penurunan.
Dari semua permasalahan tersebut, pengendalian alih fungsi lahan sawah
menjadi nonpertanian di Kota Solok menjadi penting untuk dilakukan karena: (a)
percetakan sawah baru yang merupakan salah satu program pemerintah tidak
memungkinkan dilaksanakan di Kota Solok karena adanya keterbatasan lahan, (b)
Kota Solok merupakan Kota Beras dengan lumbung padinya di kecamatan Lubuk
Sikarah, oleh karena itu untuk mempertahankan hal tersebut maka perlu dilakukan
pengendalian alih fungsi lahan supaya Kota Solok tetap sebagai kota yang
menghasilkan beras dan menyuplai ke wilayah lain termasuk di luar Sumatera Barat.

Perumusan Masalah
Pemanfaatan sumberdaya lahan untuk berbagai penggunaan mengakibatkan
terjadinya peningkatan persaingan yang cukup tajam seiring dengan perkembangan
perekonomian dan pertumbuhan penduduk di suatu wilayah sehingga lahan sawah
di wilayah tersebut terkonversi ke penggunaan nonpertanian. Menurut Sumaryanto
et al. (2006) sebagian besar lahan sawah yang terkonversi pada mulanya beririgasi
teknis/semiteknis dengan produktivitas yang tinggi, akibatnya konversi lahan
sawah menjadi ancaman dalam memenuhi kapasitas nasional untuk mewujudkan
pasokan pangan yang aman untuk mendukung ketahanan pangan yang mantap
untuk itu kebijakan yang secara khusus ditujukan untuk mengendalikan konversi
lahan sawah ke penggunaan lain sangat dirasakan urgensinya. Menurut Djajus
(2009) perubahan luas lahan sawah disebabkan oleh alih fungsi lahan, khususnya
dari lahan pertanian ke lahan nonpertaniaan, biasanya berubah menjadi pemukiman
atau usaha ekonomi lainnya. Alih fungsi lahan masih terus terjadi karena semakin
meningkatnya jumlah penduduk dan lemahnya kesadaran masyarakat dalam
pemanfaatan lahan.
Perkembangan penduduk yang cenderung meningkat merupakan tantangan
utama ketersediaan lahan sebagai salah satu faktor produksi dalam sistem produksi
pertanian karena berdampak pada konversi lahan pertanian ke nonpertanian untuk
mengakomodir pengaruh dari perkembangan penduduk tersebut. Perkembangan
penduduk di Kota Solok juga mengakibatkan meningkatnya kebutuhan lahan untuk
nonpertanian seperti untuk pemukiman, pendidikan, kesehatan dan sebagainya.
Kenyataannya luas lahan untuk kebutuhan nonpertanian tersebut di Kota Solok
tidak bertambah, hal ini membuat masyarakat melirik lahan pertanian terutama
sawah untuk dikonversi menjadi nonpertanian guna membangun fasilitas-fasilitas
yang mereka butuhkan. Berkurangnya luas lahan sawah di Kota Solok juga
berdampak terhadap turunnya produksi padi di kota ini. Pada tahun 2012 telah
terjadi penurunan produksi beras sebesar 8,3% dibandingkan dengan tahun 2011.
Penurunan produksi padi di Kota Solok dikhawatirkan nantinya akan
mempengaruhi keberadaan Kota Solok sebagai Kota beras.
Pada satu tahun terakhir, konversi lahan sawah di Kota Solok meningkat
dengan cukup tinggi. Konversi lahan sawah ini terlihat jelas dengan banyaknya
bermunculan pemukiman-pemukiman baru pada satu tahun terakhir, seperti di
Kelurahan Simpang Rumbio, Kelurahan Tanah Garam dan Kampai Tabu Karambia

5
(KTK) dan di Kelurahan Pasar Pandan Aie Mati sudah tidak terdapat lahan sawah
lagi karena sudah terkonversi menjadi pemukiman dan pertokoan. Melihat
kenyataan ini apabila konversi lahan sawah di Kota Solok tidak dikendalikan maka
keberadaan Kota Solok sebagai kota beras akan terancam, dimana sampai saat ini
Kota Solok merupakan kota yang mengalami surplus beras namun untuk masa yang
akan datang dikhawatirkan akan terjadi kondisi yang sebaliknya, Kota Solok akan
mengalami defisit beras dan harus mendatangkan beras dari luar Kota Solok.
Konversi lahan sawah ini bisa tidak terkendali karena belum adanya peraturan
daerah mengenai alih fungsi lahan sawah di Kota Solok. Karena mulai munculnya
gejala konversi lahan sawah yang terus meningkat di Kota Solok ini, maka
penelitian ini bermaksud melakukan analisis konversi lahan sawah ke nonpertanian
dan arahan pengendaliannya di Kota Solok dalam upaya mengurangi dampak dan
ancaman terhadap kedaulatan pangan yang ditimbulkan. Jika konversi lahan sawah
tidak bisa dikendalikan di Kota Solok maka dikhawatirkan Kota Solok tidak bisa
lagi mempertahankan swasebada beras pada saat ini. Bahkan Kota Solok bisa
mengalami defisit beras dan harus mendatangkan pasokan beras dari luar daerah ini.
Berdasarkan permasalahan tersebut dirumuskan permasalahan pokok dalam
penelitian ini sebagai berikut:
a. Belum diketahui perubahan penggunaan lahan sawah di Kota Solok
b. Belum diketahui faktor-faktor yang menyebabkan alih fungsi lahan sawah Kota
Solok
c. Belum diketahui arahan pengendalian alih fungsi lahan sawah di Kota Solok

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah merumuskan arahan pengendalian
konversi lahan sawah di Kota Solok. Untuk mencapai tujuan utama tersebut maka
dilakukan beberapa rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi perubahan penggunaan lahan sawah dan ancaman konversi
lahan sawah di Kota Solok
2. Mengetahui faktor-faktor penyebab alih fungsi lahan sawah di Kota Solok

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Untuk memperoleh arahan pengendalian alih fungsi lahan pertanian menjadi
nonpertanian di Kota Solok. Pengendalian ini nantinya diharapkan akan
menjadi sebuah alat bantu dalam pengembangan wilayah yang sudah ditetapkan
di Kota Solok
2. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan (input) bagi
pemerintah dan seluruh stakeholder yang berwenang dalam melakukan
pengembangan wilayah agar nantinya pengendalian alih fungsi lahan sawah di
Kota Solok yang dihasilkan dapat diimplementasikan.

6
Kerangka Pemikiran
Pembangunan dan perkembangan wilayah perkotaan yang sedang tumbuh
selalu membutuhkan lahan untuk membangun sarana dan prasarana perkantoran,
pemukiman, perdagangan dan sarana lainnya. Hal ini juga diperparah dengan
pertambahan penduduk yang cukup besar di daerah perkotaan tersebut. Kebutuhan
akan lahan ini semakin lama semakin meningkat sedangkan lahan yang tersedia
jumlahnya tetap. Ironisnya, lahan yang mudah dijangkau untuk pembangunan ini
sebagian besar merupakan lahan pertanian terutama lahan sawah. Keadaan ini
mengakibatkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian terutama sawah menjadi
nonpertanian. Peningkatan kebutuhan lahan secara langsung berdampak terhadap
perubahan penggunaan lahan. Alih fungsi lahan ini juga akan mempengaruhi
perubahan karakteristik penggunaan lahan pertanian tersebut. Apabila alih fungsi
lahan sawah ini tidak dikendalikan maka lahan sawah akan semakin menyempit dan
dana besar yang telah dikeluarkan untuk membangun sarana prasarana pertanian
seperti saluran irigasi menjadi percuma. Disamping itu alih fungsi lahan akan
berdampak pada penurunan produksi padi, sedangkan kebutuhan akan beras yang
merupakan hasil konversi dari padi ini semakin meningkat akibat meningkatnya
pertumbuhan penduduk terutama di wilayah tersebut. Untuk mengurangi dan
menekan alih fungsi lahan ini, dirasa perlu untuk membuat sebuah arahan kebijakan
dalam mengendalikan konversi lahan pertanian ini terutama lahan sawah. Kerangka
pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
Pertumbuhan Penduduk

Pengembangan Wilayah
Perkotaan

Pembangunan Infrastruktur, Sarana dan Prasarana

Konversi Lahan Pertanian (Sawah)

Perubahan Penggunaan
lahan Sawah

Faktor-Faktor Penyebab Alih
Fungsi Lahan Sawah

Tingkat Perkembangan
Wilayah

Arahan Kebijakan Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian

7
Ruang Lingkup Penelitian
Konversi lahan sawah yang tidak terkendali menyebabkan kecukupan pangan
khususnya beras terancam di suatu wilayah. Pada umumnya lahan sawah dikonversi
untuk kegiatan nonpertanian seperti pemukiman, perdagangan, kesehatan, jasa dan
lain-lain. Konversi lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya Kepadatan
penduduk, nilai Pajak Bumi dan Bangunan, alokasi penggunaan lahan yang terdapat
dalam pola ruang, ketersediaan fasilitas ekonomi, sosial, pendidikan dan kesehatan
di suatu wilayah. Konversi lahan sawah di Kota Solok perlu dikendalikan
sehubungan dengan Kota Solok merupakan kota penghasil beras di Sumatera Barat
dengan julukannya sebagai kota beras. Membahas pengendalian konversi sawah di
Kota Solok seharusnya mempertimbangkan perubahan penggunaan lahan sawah,
faktor-faktor yang menyebabkan konversi lahan sawah di Kota Solok dan
perkembangan wilayah di Kota Solok.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka pembahasan mengenai konversi
lahan sawah dalam penelitian ini di batasi pada perubahan penggunaan lahan sawah
tahun 2004 - 2014, tingkat perkembangan wilayah dan faktor-faktor penyebab
konversi lahan sawah di Kota Solok. Analisis konversi lahan sawah dan arahan
pengendaliannya bertujuan untuk mempertahankan surplus beras di Kota Solok.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Konversi Lahan Sawah
Perkembangan sektor-sektor ekonomi nonpertanian menyebabkan kebutuhan
akan sumberdaya lahan meningkat. Selain perkembangan sektor-sektor ekonomi
nonpertanian, jumlah penduduk yang semakin meningkat juga menyebabkan
meningkatnya permintaan akan sumberdaya lahan. Lahan tersebut digunakan untuk
kegiatan industri dan pemukiman. Hal inilah yang mendorong terjadinya konversi
lahan. Lahan yang dikonversi umumnya lahan-lahan pertanian karena land rent
lahan pertanian relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan land rent untuk
penggunaan lainnya (Sitorus et al. 2009).
Sistem persawahan Indonesia bukanlah semata-mata diperlukan untuk
mendukung ketahanan pangan nasional. Dengan perkembangan yang telah
berlangsung ribuan tahun, sistem persawahan telah memelihara keberlangsungan
sistem produksi dan lingkungan hidup dan juga mewariskan nilai-nilai budaya dari
generasi ke generasi. Namun demikian, eksistensi sistem persawahan menghadapi
berbagai ancaman sejalan dengan makin rusaknya sumberdaya alam akibat
pendekatan pembangunan yang bersifat eksploitatif. Lahan sawah di daerah padat
penduduk mengalami konversi menjadi lahan untuk berbagai keperluan
(Pasandaran, 2006).
Utomo et al. (1992) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya
disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh
kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi
fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan
potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan dalam artian perubahan/ penyesuaian
peruntukan penggunaan, disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar

8
meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin
bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang
lebih baik. Agus (2004) berpendapat bahwa konversi lahan sawah merupakan suatu
proses yang disengaja oleh manusia, bukanlah suatu yang alami.
Ilham et al. (2005) menjelaskan definisi konversi lahan sawah sebagai
konversi lahan neto, artinya lahan tahun t (Lt) adalah luas lahan tahun sebelumnya
(Lt-1) ditambah pencetakan sawah baru (Ct) dikurangi alih fungsi lahan sawah (At).
Jika konversi lahan sawah bernilai positif, berarti hanya terjadi pencetakan sawah
baru, atau pencetakan lahan sawah yang terjadi lebih luas dari fungsi lahan sawah
masing-masing tahun t. Sebaliknya jika konversi lahan sawah bernilai negatif
berarti terjadi alih fungsi lahan sawah atau alih fungsi lahan sawah lebih luas dari
percetakan sawah masing-masing ada tahun t. Secara matematika diformulasikan
sebagai berikut :
Lt = Lt – 1 + Ct- At
Sejalan dengan perubahan struktur perekonomian yang merupakan ciri
perkembangan suatu negara atau daerah, kebutuhan lahan untuk kegiatan
nonpertanian akan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kecenderungan
tersebut menyebabkan konversi lahan pertanian sulit dihindari dengan kata lain
setiap tahunnya terjadi konversi lahan. Luas konversi lahan tersebut setiap
tahunnya akan semakin besar karena konversi lahan pertanian umumnya
menular. Dengan kata lain, sekali konversi lahan terjadi di suatu lokasi maka luas
lahan yang akan dikonversi di lokasi tersebut akan semakin besar akibat
konversi lahan ikutan yang terjadi di lokasi sekitarnya (Hidayat, 2012).
Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat, serta aktivitas pembangunan
dalam berbagai bidang tentu saja akan menyebabkan ikut meningkatnya
permintaan akan lahan. Permintaan akan lahan tersebut terus bertambah,
sedangkan kita tahu bahwa lahan yang tersedia jumlahnya terbatas. Hal inilah
yang mendorong terjadinya konversi lahan pertanian ke nonpertanian (Hidayat,
2012). Menurut Ruswandi et al. (2007 perkembangan perekonomian diiringi oleh
terjadinya perubahan penggunaan lahan yang cenderung mengarah pada alih fungsi
lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian, yang sering disebut sebagai konversi
lahan pertanian. Secara faktual, konversi lahan pertanian menimbulkan beberapa
konsekuensi, antara lain berkurangnya lahan terbuka hijau sehingga lingkungan tata
air akan terganggu, serta lahan untuk budidaya pertanian semakin sempit.
Ilham et al. (2005) menjelaskan bahwa berdasarkan jenis irigasi, ada tiga
kemungkinan bentuk konversi lahan sawah. Pertama dari semua klasifikasi irigasi
ke penggunaan nonpertanian, namun berdasarkan peraturan yang ada, tidak
mungkin terjadi konversi lahan beririgasi, dari sisi praktis bagi individu petani juga
kecl kemungkinan mengkonversi lahan irigasi, khususnya untuk pemukiman. Hal
ini disebabkan karena lahan irigasi lebih produktif dan dibutuhkan biaya relatif
besar untuk menimbun jika digunakan untuk pemukiman.tidak demikian halnya
bagi investor, walaupun biaya timbun relatif tinggi, penggunaan lahan untuk
kegiatan usaha akan memberikan land rent yang lebih baik. Kedua, konversi lahan
sawah dari satu jenis irigasi ke irigasi lainnya yang lebih baik. Hal ini dapat terjadi
jika ada program perbaikan irigasi baik yang dilakukan secara swadaya ataupun
yang didanai pemerintah. Ketiga, kebalikan dari bentuk kedua yaitu konversi dari
lahan irigasi yang baik ke irigasi yang kurang baik. Hal ini dapat terjadi karena

9
proses alam yang menyebabkan tidak berfungsinya sistem irigasi, atau dilakukan
secara sengaja untuk menghindari peraturan yang ada.

Konversi Lahan Sawah dan Perkembangan Wilayah
Wilayah sebagai area geografis mempunyai ciri tertentu dan merupakan
media bagi segala sesuatu untuk berlokasi dan berinteraksi. Dari definisi tersebut,
dapat diturunkan tipologi-tipologi wilayah berdasarkan sifat hubungan, fungsi
masing-masing komponennya atau berdasarkan pertimbangan sosial, ekonomi
maupun politis lainnya. Diantara tipologi-tipologi yang ada terdapat salah satu
tipologi yang disebut dengan tipologi wilayah nodal, yang merupakan
pengembangan dari konsep sel hidup. Dalam penjabaran wilayah nodal ini, wilayah
diasumsikan sebagai suatu sel hidup yang terdiri dari inti dan plasma, yang masingmasing mempunyai fungsi yang saling mendukung. Inti diasumsikan sebagai pusat
kegiatan industri atau pusat pasar serta pusat inovasi, sedangkan plasma atau
hinterland merupakan pusat-pusat pemasok bahan mentah, tenaga kerja, dan pusat
pemasaran barang-barang hasil industri yang diproduksi inti (Panuju dan Rustiadi,
2013). Secara umum konversi lahan sawah lebih banyak terjadi pada provinsi atau
kabupaten/kota yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan penduduk yang
relatif tinggi, serta kabupaten-kabupaten yang merupakan penyangga pusat-pusat
pertumbuhan. Di Jawa Barat kabupaten-kabupaten yang dimaksud adalah Bogor,
Tangerang, Bekasi, Sukabumi, dan Bandung, sedangkan di Jawa Tengah adalah
Kendal, Semarang, Pekalongan, Cilacap, Wonosobo dan Boyolali dan di Jawa
Timur adalah Sidoarjo, Pasuruan, Mojokerto, Malang dan Banyuwangi (Irawan dan
Friyatno, 2002).
Kemajuan pembangunan di suatu wilayah sejalan dengan peningkatan jumlah
penduduk dan akan selalu diiringi dengan meningkatnya standar kualitas dan
kuantias kebutuhan hidup dan peningkatan kebutuhan ketersediaan fasilitas yang
menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan. Perkembangan suatu
wilayah dilihat dari hirarki suatu wilayah tersebut. Semakin tinggi hirarki suatu
wilayah kecenderungan perubahan penggunaan lahan semakin kecil. Jenis
penggunaan lahan dominan di wilayah berhirarki tinggi adalah lahan terbangun
untuk berbagai aktivitas ekonomi (Sitorus et al. 2012).
Sejalan dengan perubahan struktur perekonomian yang merupakan ciri
perkembangan suatu negara atau daerah, kebutuhan lahan untuk kegiatan
nonpertanian akan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kecenderungan
tersebut menyebabkan konversi lahan pertanian sulit dihindari dengan kata lain
setiap tahunnya pasti terjadi konversi lahan. Luas konversi lahan tersebut setiap
tahunnya akan semakin besar karena konversi lahan pertanian umumnya
menular. Dengan kata lain, sekali konversi lahan terjadi di suatu lokasi maka luas
lahan yang akan dikonversi di lokasi tersebut akan semakin besar akibat
konversi lahan ikutan yang terjadi di lokasi sekitarnya Pertumbuhan penduduk
yang begitu cepat, serta aktivitas pembangunan dalam berbagai bidang tentu
saja akan menyebabkan ikut meningkatnya permintaan akan lahan. Permintaan
akan lahan tersebut terus bertambah, sedangkan kita tahu bahwa lahan yang
tersedia jumlahnya terbatas. Hal inilah yang mendorong terjadinya konversi
lahan pertanian ke nonpertanian (Hidayat, 2012).

10
Alih fungsi atau konversi lahan di pulau Jawa yang terus bertambah
berimplikasi pada berkurangnya kapasitas produksi sehingga mengancam
penyediaan dan ketahanan pangan nasional. Selain itu juga menimbulkan masalah
ketenagakerjaan di bidang pertanian, hilangnya aset pertanian yang telah dibangun
dengan biaya mahal dan hilangnya sistem kelembagaan sosial yang telah terbentuk.
Berkurangnya luas baku sawah akibat konversi menjadi salah satu penyebab
rendahnya produksi padi sejak tahun 1990-an. Proses marginalisasi lahan pertanian
rakyat ini merupakan faktor penghambat dalam upaya