Seni Budaya 61
3. Tari kelompok
Tari yang ditampilkan lebih dari 3 tiga orang penari. Tidak ada ketentuan mutlak jumlah maksimal, contoh tari Saman dari Aceh, tari piring dari Minangkabau, tari
Merak dari Jawa Barat, dan lain-lain. Akan tetapi, ada tari yang memiliki ketentuan khusus. Misalnya, pada tari Bedhaya dari Jawa yang ditampilkan oleh 5 orang penari
bisa juga 7 atau 9 penari, yang masing-masing penari memiliki peran dan lintasan tari yang sudah baku. Dalam hal ini bapakibu guru memiliki peran sebagai motivator,
menstimulus siswa untuk berkreasi tari kelompok.
C. Jenis Tari
Secara sosiologis tari di Indonesia dapat dikategorikan pada jenis: 1. Tari rakyat yaitu tari yang berkembang di lingkungan masyarakat lokal, hidup dan
berkembang secara turun temurun. Contoh tari: Angguk dari Jawa Tengah, dan Sisingaan dari Jawa Barat.
2. Tari klasik yaitu tari yang berkembang di masyarakat kalangan istana, tari ini memiliki pakem-pakem tertentu dan nilai-nilai estetis yang tinggi. Contoh tari: Bedhaya, Srimpi,
dan Legong Keraton. 3. Tari kreasi baru adalah tari yang dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman,
namun pada dasarnya tidak menghilangkan nilai-nilai tradisi itu sendiri. Contoh tari: Jaipong dari Jawa Barat, Manuk Rawa dari Bali, dan Rantak dari Sumatera Barat.
Pada garis besarnya tari kreasi dibedakan menjadi 2 kategori yaitu: tari kreasi bersumber tradisi dan tari kreasi non tradisi.
Tari Kreasi yang bersumber dari tradisi memiliki ciri garapannya yang dilandasi oleh kaidah-kaidah tari tradisi, baik dalam koreograi, musik, tata busana dan rias, maupun tata
teknik pentasnya. Ada sebagian pengembangan yang dilakukan namun tidak menghilangkan unsur utama dari tradisi. Contoh: tari Bedhaya Hogoromo karya Didik Nini howok yang
berlandaskan pada kaidah-kaidah tari Bedhaya umumnya, namun dalam tema dan penampilan yang berbeda.
Tari kreasi non tradisi memiliki ciri garapannya melepaskan diri dari pola-pola tradisi baik dalam hal koreograi, musik, rias dan busana, maupun tata teknik pentasnya. Sebagai contoh
tari ‘Teleholograis’ karya Miroto. Tari ini ditampilkan dalam satu waktu tetapi dilakukan oleh penari dari daerah yang berbeda, dipanggungkan dengan memanfaatkan teknologi tinggi
melalui system telepresensi video call dan teknik holograis, sehingga bisa menyatukan semua penari yang berjauhan yang ada di Jakarta, Bali, dan Sumatera.
D. Nilai Estetis
Nilai adalah aturan mengenai baik atau buruknya sesuatu yang dianut oleh masyarakat penyangga budayanya. Dengan demikian, nilai estetis atau estetika adalah nilai keindahan
yang terdapat dalam karya seni menurut ukuran masyarakat yang satu dan masyarakat lainnya tentunya berbeda. Contoh menilai estetis tari pada tari Bali adalah:
1. Agem, yaitu aturan atau pola sikap badan, tangan, dan kaki yang ideal sesuai estetika; 2. Tandang, yaitu cara berpindah tempat;
3. Tangkep, yaitu ekspresi mimik wajah dan mata sebagai penguat penjiwaan tari.
62 Buku Guru kelas XI SMAMASMKMAK
Contoh lain lagi adalah unsur-unsur estetika yang terdapat dalam tari Jawa gaya Yogya yang terangkum dalam iistilah ‘joget mataram’, yaitu:
1. Sawiji, yaitu konsentrasi total; 2. Greget, yaitu dinamika tari;
3. Sengguh, yaitu percaya diri; dan 4. Ora mingkuh, yaitu pantang mundur.
Dalam hal ini bapakibu guru memiliki kesempatan untuk memberikan keleluasaan pada siswa menjelajahi unsur-unsur estetik di setiap etnis. Akan tetapi, dalam kaitannya dengan
pendidikan formal di sekolah, berlaku nilai keindahan umum yang sudah diakui bersama, yaitu wiraga, wirama, dan wirasa.
• Wiraga digunakan untuk menilai: kompetensi menari, meliputi keterampilan menari, hafal terhadap gerakan, ketuntasan,
kebersihan dan keindahan gerak. • Wirama untuk menilai:
Kesesuaian dan keserasian gerak dengan irama iringan, kesesuaian dan keserasian gerak dengan tempo.
• Wirasa adalah tolok ukur untuk menilai cara siswa menjiwai tari. Dari perspektif estetika tari, ternyata setiap etnis itu memiliki konsep keindahan gerak
yang dianut dan dipresentasikan dalam tari yang khas dan berbeda satu sama lainnya. Claire Holt 1967 menyatakan “perlihatkan tarimu, maka akan terlihat budayamu”. Pernyataan
tersebut memberi penguatan pemahaman bahwa tari sebagai produk masyarakat berlandaskan pada nilai-nilai yang dianut masyarakat penyangga budayanya. Nilai estetis tergambar
dalam penampilannya, sedangkan nilai etis dapat digali dari ilosoi tarian tersebut. Dari sisi pendidikan, nilai estetis dan nilai etis bisa dikembangkan ke dalam ranah pendidikan
karakter. Bapakibu guru bisa memberikan arahan kepada siswa untuk mencermati secara mendalam nilai estetis dan nilai etis dari masing-masing daerah agar bisa dikembangkan
ke dalam tari kreasi baru yang memiliki karakter ideal.
Dalam buku siswa, terdapat contoh lagu rakyat yang bisa dikembangkan menjadi tari kreasi baru yang memiliki nilai estetis dan nilai etis yang ideal. Lagu Sunda yang berjudul
“Manuk Dadali” memiliki lirik lagu yang mencerminkan kegagahan seekor burung dadali atau burung garuda. Burung garuda adalah simbol negara, burung yang dikenal gagah berani.
Dengan demikian, tari “Manuk Dadali” memiliki makna konotatif dan deduktif sebagai tari kepahlawanan untuk menanamkan bela negara pada siswa.
Tema-tema kepahlawanan, cinta tanah air, cinta damai, religious, toleransi, jujur, peduli lingkungan, dll bisa dijadikan sebagai pendidikan karakter yang memiliki fungsi:
1. mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; 2. memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur; dan
3. meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Atas dasar itu, pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan sesuatu yang benar dan yang salah tetapi pendidikan karakter juga menanamkan kebiasaan tentang hal yang baik, sehingga
siswa menjadi paham tentang mana yang benar dan salah. Secara afeksi, siswa merasakan nilai yang baik dan biasa melakukannya. Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus
melibatkan aspek pengetahuan yang baik, merasakan dengan baik dan perilaku yang baik.
Seni Budaya 63
Dalam hal ini peran serta bapakibu guru sangat penting untuk membimbing siswa dalam memahami dan menanamkan nilai estetika dan etika dalam tari. Lagu-lagu rakyat yang
terdapat di setiap etnis umumnya merekam nilai-nilai ideal tersebut. Dengan bimbingan guru, siswa diarahkan untuk mendata, mengategorikan nilai dan selanjutnya diterjemahkan
ke dalam bentuk tari kreasi baru yang berkarakter.
E. Proses Pembelajaran