15
B. Olimpiade dan Nilai-nilai Olahraga
Sejarah olimpiade kuno telah menorehkan filosofi yang amat dalam tentang olahraga di dunia. Hal ini sangat diyakini sebagai alat pemersatu bangsa dalam perdamaian dunia yang
utuh tanpa diskriminasi warna kulit, strata, agama, budaya, dan sebagainya. Filosofi olahraga yang berasal dari serangkaian kegiatan religi bangsa Yunani, yang ditutup
dengan pertandingan olahraga sebagai puncak persembahannya kepada dewa Zeus. Dalam sejarah dikisahkan bahwa peserta lomba harus bertelanjang bulat sebagai bentuk
persembahan kesucian di depan sang Dewa, terlebih ketika Sang Juara Olimpiade pada saat itu mampu menghentikan peperangan yang sedang bergejolak. Hal ini menjadi suatu
pertanda bahwa olahraga saat itu diyakini sebagai alat perdamaian dan alat pemersatu antar suku.
Dari kisah tersebut tergores pesan-pesan yang dalam bahwa olahraga adalah aktivitas yang luar biasa, yang mampu mengasah dan menguji kemampuan individu dalam sebuah
persaingan yang ketat excellent, juga sebagai aktivitas kesucian yang mampu mendamaikan perselisihan demi persahabatan abadi friendsip dan respect.
Baron Piere de Coubertin adalah bangsawan Prancis yang juga sebagai arkeolog, adalah orang yang telah berjasa menggali kembali nilai-nilai olimpiade ini. Pandangan dan idenya
kini menjadi kegiatan yang mendunia dan impian semua olahragawan. Tahun 1896 Coubertin menggagas kembali olimpiade namun dengan sebuah bingkai yang
kokoh dalam bentuk piagam Olimpiade Olympic charter, agar pelaksanaan pertandingan olahraga tidak menyimpang dari sejatinya olahraga, yaitu menjunjung tinggi nilai-nilai
Olimpiade yakni respect, excellent dan friendsip. Sejak tahun itulah Olimpiade modern yang kita kenal sekarang ini terus bergulir. Tahun 1896
itu, Cobertin sudah menduga jika kegiatan olahraga tidak diberikan bingkai yang kuat, maka olahraga akan dijadikan alat tunggangan politik, mencari kekuasaan, mencari dan mengejar
kemenangan semata, perjudian, yang akan berakhir dengan peperangan. Hingga saat ini sudah lebih dari 100 tahun, ide Coubertin terus bergulir dan semakin
berkembang. Seperti dikatakan di atas bahwa adanya Olympic charter piagam olimpiade
16
adalah untuk mengatur segala organisasi, tindakan dan pelaksanaan gerakan olimpiade Olympic movement.
Dalam buku Sport Administration Manual yang dikeluarkan oleh Komite Olimpiade Internasional IOC menyebutkan bahwa Coubertin pulalah yang menciptakan bendera
olimpiade dengan lima cincinnya five rings, lagu resmi Olimpiade dan api serta obor Olimpiade. Sebagaimana peraturan piagam olimpiade tahun 2010, semua pihak atas
property Olimpiade ini secara ekslusif menjadi milik IOC, termasuk tapi tidak terbatas penggunaannya untuk tujuan-tujuan mendapatkan keuntungan komersial atau periklanan.
IOC dapat melisensikan semua atau sebagian dari haknya dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh Dewan Eksekutif IOC.
Cincin-cincin Olimpiade, secara resmi disebut simbol Olimpiade, tetapi juga disebut sebagai cincin-cincin Olimpiade, yang melambangkan kegiatan gerakan Olimpiade dan mewakili
persatuan lima benua dan pertemuan para atlet dari seluruh dunia dalam Olimpiade. Sedangkan warna-warna dari cincin-cincin Olimpiade tersebut, secara berturut-turut adalah
biru, kuning, hitam, hijau dan merah. Warna-warna yang dipilih oleh Coubertin ini adalah warna untuk bendera-bendera negara-negara di dunia, dan bukan warna-warna yang
menunjukan benua-benua di dunia seperti kesalahan selama ini. dikutip dari Maryana 2014
C. Perbedaan Dan Persamaan Pendidikan Jasmani, Pendidikan Olahraga Dan Pendidikan