47
Dalam pelariannya, Kino berhasil membunuh para pemburu, namun amat disayangkan bahwa dia juga kehilangan anaknya, Coyotito, yang mati tertembak
tepat di kepalanya. He whirled and struck the head of the seated man like a melon…he
raised the gun and aimed deliberately and fire…between the eyes. And then Kino stood uncertainly. Something was wrong…and he knew
the sound- the keening, moaning, rising hysterical cry from the little cave in the side of the stone mountain, the cry of death. Steinbeck, 1963: 114
Pada unit cerita kedua, oposisi biner antara penjajah dan terjajah dipaparkan dengan jelas, yaitu bahwa Kino masih sebagai pihak terjajah meskipun
dia memiliki mutiara, yang seharusnya bisa membebaskannya dari keadaan terjajah. Hal ini disebabkan oleh ketidaktahuan Kino, minimnya pengetahuan dan
pengalaman yang dimilikinya untuk berkompetisi di dunia kaum penjajah. Kino tetap saja dibuat tidak berdaya, tertindas, dan terlindas. Dan hal yang paling parah
adalah bahwa dia harus mati-matian berjuang untuk mempertahankan hidupnya sendiri dan hidup keluarganya. Kematian anak yang dikasihinya merupakan bukti
ketidakberdayaan Kino sebagai seorang yang terjajah.
3.1.3. Kehidupan Kino dan Juana Tanpa Mutiara
Unit cerita ketiga menceritakan bagian akhir novel, yang tersusun atas dua sub-unit cerita, yaitu: 1 kepulangan Kino dan istrinya ke kota asal mereka
dan 2 pembuangan mutiara ke laut.
48
3.1.3.1.Kepulangan Kino dan Istrinya ke Kota Asal Mereka
Dikisahkan bahwa akhirnya Kino dan Juana memutuskan untuk kembali ke kota mereka, La Paz. Kepulangan mereka mengundang banyak tanya dari
orang-orang di sekeliling mereka. Hal ini disebabkan karena penampilan mereka yang lusuh dan sikap mereka yang lain dari biasanya. Digambarkan bahwa Kino
membawa senapan dan Juana berjalan di sebelahnya dengan sebuah buntalan berlumur darah di bahunya. Namun, tatapan mereka tidak kosong. Tanpa menoleh
ke kiri dan kanan mereka berjalan menuju pinggiran laut.
3.1.3.2.Pembuangan Mutiara ke Laut
Kino dan Juana ternyata tidak terlalu mempedulikan tatapan tanya dan kebingunan dari orang-orang yang mengikuti mereka ke tepi laut. Segera
sesampainya di sana, Kino mengeluarkan mutiara miliknya, memandanginya, dan akhirnya membuangnya atau menceburkannya kembali ke dasar laut. Mutiara
tersebut akhirnya hilang, tertutup pasir di dasar sungai. And the pearl settled into the lovely green water and dropped toward
the bottom…it settled down to the sand bottom among the fern-like plants. Above, the surface of the water was a green mirror. And the pearl lay on
the floor of the sea. A crab campering over the bottom raised a little loud of sand, and when it settled the pearl was gone. Steinbeck, 1963: 118
Apabila ditilik dari oposisi biner, penjajah dan terjajah, maka Kino sebagai pihak yang terjajah diceritakan sulit melepaskan diri dari penjajahan. Kino,
sebagai orang yang berani menantang arus, akhirnya harus tetap tunduk, dan mengikutinya. Karena keterbatasannya, Kino tidak bisa memanfaatkan
49
kesempatan untuk membalikkan keadaan, dia terbentur oleh kekuasaan-kekuasaan yang lebih tinggi, dan akhirnya terpuruk ke tempat yang sama, dan bahkan dalam
keadaan yang lebih memprihatinkan.
3.2. Analisis Tokoh